Anda di halaman 1dari 7

A.

Khotbah
1. Pengertian Khotbah
Khotbah berasal dari kata “khataba-yakhtubu-khutbatan” yang bermakna
memberi nasihat dalam kegiatan ibadah. Menurut istilah, khotbah berarti kegiatan
ceramah kepada sejumlah orang Islam dengan syarat dan rukun tertentu yang
berkaitan langsung dengan keabsahan atau kesunahan ibadah.
Islam mengenal bermacam-macam khotbah, antara lain khotbah Jum’at,
khotbah Idul Fitri/Idul Adlha, khotbah Istisyqo, khotbah Kusufisy Syamsi, khotbah
Khusufil Qamari, dan khotbah nikah. Khotbah diawali dengan hamdalah,
syahadatain, selawat, wasiat taqwa dan do’a.
2. Pentingnya Khotbah
Khotbah merupakan salah satu aktivitas ibadah. Oleh karena itu, tidak mungkin
ditinggalkan karena akan membatalkan aktivitas ibadah tersebut, misalnya shalat
Jum’at tidak sah apabila tidak ada khotbah dan wukuf di Arafah tidak sah apabila
tidak ada khotbah wukuf. Khotbah memiliki kedudukan yang agung dalam syariat
Islam untuk berdakwah dan membimbing manusia menuju keridloan Allah Swt.
Orang yang menyampaikan khotbah disebut khatib. Seorang khatib harus
memahami aqidah yang benar sehingga dia tidak sesat dan menyesatkan orang lain.
Seorang khatib juga harus memahami fiqh sehingga mampu membimbing manusia
menuju jalan syariat yang lurus. Seorang khatib harus memperhatikan keadaan
masyarakat, kemudian mengingatkan mereka dari penyimpangan-penyimpangan dan
mendorong mereka kepada keta’atan. Seorang khatib harus seorang yang sholeh,
mengamalkan ilmunya dan tidak melanggar larangan sehingga akan memberikan
pengaruh kebaikan kepada orang lain.
3. Ketentuan Khotbah
a. Syarat Khatib
Syarat Khatib adalah sebagai berikut
1) Islam
2) Baligh
3) Berakal sehat
4) Mengetahui ilmu agama
b. Syarat Dua Khotbah
1) Khotbah dilaksanakan sesudah masuk waktu dzuhur
2) Khatib duduk diantara dua khotbah
3) Khotbah diucapkan dengan suara yang keras dan jelas
4) Tertib
c. Rukun Khotbah
1) Membaca hamdalah
2) Membaca syahadatain
3) Membaca shalawat
4) Berwasiat taqwa
5) Membaca ayat Al-Quran pada salah satu khotbah
6) Berdo’a pada khotbah kedua
d. Sunah Khotbah
1) Khatib berdiri ketika khotbah
2) Mengawali khotbah dengan memberi salam
3) Khotbah hendaknya jelas, mudah dipahami, dan tidak terlalu panjang
4) Khatib menghadap Jemaah ketika khotbah
5) Menertibkan rukun khotbah
6) Membaca surah Al-Ikhlas ketika duduk diantara dua khotbah
Pada prinsipnya ketentuan dari tata cara khotbah, baik khotbah shalat Jum’at,
shalat Idul Fitri, shalat Idul Adlha, shalat Kusufisy Syamsi, maupun shalat Khusufil
Qamari itu sama. Perbedaannya terletak pada waktu pelaksanaannya. Kalau shalat Idul
Fitri, shalat Idul Adlha, shalat Kusufisy Syamsi, dan shalat Khusufil Qamari
dilaksanakan setelah shalat dan diawali dengan takbir, sedangkan khotbah shalat
Jum’at dilaksanakan sebelum shalat.
Khotbah wukuf adalah khotbah yang dilaksanakan pada saat wukuf di Arafah.
Khotbah wukuf merupaka salah satu rukun wukuf. Wukuf tidak sah apabila tidak ada
khotbah wukuf. Khotbah wukuf dikerjakan setelah melaksanakan shalat Dzuhur dan
Ashar diqashar. Khotbah wukuf hampir sama dengan khotbah Jum’at. Perbedaannya
terletak pada waktu pelaksanaannya, yakni dilaksanakan ketika wukuf diArafah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat khotbah Jum’at berlangsung antara lain
sebagai berikut :
a. Diam dan memperhatikan khotbah. Perhatikan sabda Rasulullah saw. berikut!
b. Khatib menghadap Jemaah dan memulainya dengan salam. Perhatikan sabda
Rasulullah saw. Berikut!
c. Memendekan khotbah dan memanjangkan shalat. Perhatikan sabda Rasulullah
saw. Berikut!
B. Tablig
1. Pengertian Tablig
Tablig berasal dari kata “ballaga-yuballigu-tabliigan” yang berarti
menyampaikan, memberitahukan dengan lisan. Menurut istilah, tablig berarti
kegiatan menyampaikan pesan Allah Swt. secara lisan kepada satu orang Islaam atau
lebih untuk diketahui dan diamalkan isinya.
Orang yang menyampaikan tablig disebut mubalig. Dalam pelaksanaan tablig,
seorang muballig menggunakan gaya dan retorika yang menarik. Sekarang ada istilah
tablig akbar, yaitu kegiatan menyampaikan pesan Allah Swt. dalam jumlah pendengar
yang cukup banyak. Tablig dengan dakwah pada prinsipnya sama, hanya pola dan
metodenya yang mungkin berbeda. Artinya, bersifat qauli atau oral, sedangkan
dakwah bias bersifat lisan (dakwah bil qaul) dan juga bias dengan perbuatan (dakwah
bil hal). Namun, perbedaan tersebut tidak signifikan, sebab tujuan, visi dan misi
antara tablig dan dakwah tetap sama, yakni menyampaikan kebenaran ajaran Islam.
2. Pentingnya Tablig
Tablig adalah satu sifat wajib bagi Rasul yakni menyampaikan wahyu dari Allah
Swt. kepada umatnya. Nabi Muhammad saw. semasa hidupnya dihabiskan untuk
menyampaikan wahyu kepada umatnya.
Setelah Rasulullah saw. wafat, kebiasaan ini dilanjutkan oleh para sahabatnya,
para tabiin (pengikutnya sahabat), dan tabiit tabiin (pengikut pengikutnya sahabat).
Setelah mereka semua tiada, kita umat Islam punya tanggung jawab untuk
meneruskan kebiasaan bertablig tersebut. Setiap muslim yang mengetahui
kemungkaran yang terjadi di hadapannya wajib mencegahnya atau menghentikannya,
baik dengan tangannya (kekuasaannya), mulutnya (nasihat), maupun hatinya (bahwa
ia tidak ikut dalam kemungkaran tersebut).
Perhatikan sabda Rasulullah saw. berikut!
Artinya: Dari Abi Sa’id al-Khudri ra. Berkata, saya mendengar Rasulullah saw.
bersabda, “Barang siapa yang melihat kamungkaran, maka ubahlah
dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka ubahlah dengan lisannya.
Apabila tidak mampu maka dengan hatinya (tidak mengikuti kemungkaran
tersebut), dan itu selemah-lemahnya iman.”
3. Ketentuan Tablig
a. Syarat menjadi seorang mubalig antara lain sebagai berikut.
1) Islam
2) Balig
3) Berakal
4) Mendalami ajaran Islam
b. Etika dalam menyampaikan tablig yaitu sebagai berikut.
1) Bersikap lemah lembut, tidak kasar, dan tidak merusak
2) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
3) Mengutamakan musyawarah dan berdiskusi untuk memperoleh kesepakatan
bersama
4) Materi dakwah yang disampaikan harus mempunyai dasar hukum yang kuat
dan jelas sumbernya
5) Menyampaikan dengan ikhlas dan sabar sesuai dengan kondisi, psikologis,
dan sosiologis para pendengarnya atau penerimanya.
6) Tidak menghasut orang lain untuk bermusuhan, merusak, berselisih, dan
mencari-cari kesalahan orang lain.
c. Tata Cara Tablig
Ada beberapa hal yang harus dipahami oleh seorang mubalig, yaitu sebagai
berikut.
1) Metode Tablig
Metode tablig artinya cara bertablig yang tepat, efektif, dan efisien sehingga
materi yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik oleh audiens atau
hadirin, mengingat objek tablig terdiri dari berbagai umur, taraf social, dan
pendidikan yang berbeda. Perihal metode tablig ini akan dijelaskan pada
pemahaman metode dakwah dalam materi selanjutnya.
2) Pendekatan Tablig
Mubalig juga harus memilih pendekatan yang tepat dalam menyampaikan
materi tablignya yang pada umumnya mengacu kepada dua model
pendekatan, yaitu pendekatan qauliyah (lisan) dan pendekatan fi’liyah
(perbuatan atau keteladanan). Setiap audiens memerlukan metode dan
pendekatan ayang berbeda, sangat bergantung kepada kelas sosial, taraf
ekonomi, dan pendidikan.
C. Dakwah
1. Pengertian Dakwah
Dakwah berasal dari kata “da’a-yad’u-da’watan” yang berarti memanggil, menyeru,
atau mengajak pada sesuatu hal. Menurut istilah, dakwah adalah sebagai berikut.
Artinya: Mendorong manusia untuk melaksanakan kebaikan, petunjuk, perintah
kepada yang makruf mencegah dari yang mungar agar mereka mendapat
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Disini dikenal adanya dakwah billisan dan dakwah bilhal. Kegiatan bukan hanya
ceramah, melainkan juga aksi sosial yang nyata, misalnya santunan anak yatim
ataupun sumbangan untuk membangun fasilitas umum.
2. Pentingnya Dakwah
Berdakwah merupakan kewajiban umat Islam. Menurut sebagian ulama, hokum
dakwah adalah fardlu kifayah (kewajiban bersama), sedangkan sebagian lainnya
menyatakan fardlu ‘ain. Meskipun demikian, Rasulullah saw. mengajarkan agar
seorang muslim menyeru pada jalan kebaikan dengan cara-cara yang baik. Setiap
dakwah hendaknya bertujuan mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di
dunia dan di akhirat serta mendapat ridlo dari Allah Swt. Nabi Muhammad saw.
mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan
dan perbuatan. Rasulullah saw. memulai kegiatan dakwahnya kepada istri, keluarga,
dan teman-teman karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Diantara raja-
raja yang mendapat surat atau risalah Rasulullah saw. adalah Kaisar Heraklius dari
Byzantium, Mukaukis dari Mesir. Kisra dari Persia (Iran), dan Raja Najasyi dari
Habsyi (Etiopia).
3. Ketentuan Dakwah
Dakwah artinya mengajak. Orang yang melaksanakan dakwah disebut da’i. Ada dua
cara berdakwah, yaitu dengan lisan (dakwah bil lisan) dan dengan perbuatan (dakwah
bil hal).
Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam berdakwah adalah sebagai
berikut.
a. Syarat menjadi seorang da’i yaitu sebagai berikut.
1) Islam
2) Balig
3) Berakal
4) Mendalami ajaran Islam
b. Etika dalam berdakwah yaitu sebagai berikut.
1) Dakwah dilaksanakan dengan hikmah, yaitu ucapan yang jelas dan tegas serta
sikap yang bijaksana
2) Dakwah dilakukan dengan mau’izah hasanah atau nasihat yang baik, yaitu
cara persuasive (tanpa kekerasan) dan edukatif (memberikan pengajaran)
3) Dakwah dilaksanakan dengan memberi contoh yang baik (uswatun hasanah)
4) Dakwah dilakukan dengan mujadalah, yaitu diskusi atau tukar pikiran yang
berjalan secara dinamis dan santun serta menghargai pendapat orang lain.
Perhatikan firman Allah Swt. berikut!
c. Mateti Dakwah
Sumber dari materi dakwah Islamiah adalah Al-Qur’an dan sunah Rasulullah saw.
Perhatikan sabda Rasulullah saw. berikut.
Artinya: Aku tinggalkan dua perkara untukmu sekalian, kalian tidak akan sesat
selama kalian berpegang teguh pada keduanya, yaitu kitabulah (Al-Quran) dan
sunah rasul-Nya. (H.R. Imam Malik)
d. Metode Dakwah
Dalam bahasa Arab, metode dikenal dengan istilah at-thariqah yang artinya cara.
Adapun menurut istilah, metode adalah cara yang teratur dan berpikir baik untuk
mencapai maksud atau cara yang sistematis untuk memudahkan kegiatan dalam
mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Perhatikan pepatah Arab berikut!
Artinya: Metode lebih penting daripada isi (materi yang disampaikan)
Adapun pola dasar dari metode dakwah adalah sebagai berikut.
a. Hikmah adalah cara dakwah dengan pertimbangan ilmiah yang mendalam tentang
unsur-unsur dakwah sehingga mampu menimbulkan kemauan untuk melakukan
perbuatan baik dan membawa manfaat
b. Mau’izah hasanah adalah nasihat-nasihat baik yang menjelaskan dampak positif
dan negative suatu perbuatan sehingga mampu melunakkan hati yang dinasihati
untuk menerimanya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan
c. Mujadalah ahsan adalah bertukar pikiran dan berdiskusi dengan baik. Mujadalah
tidak bertujuan mengalahkan, tetapi untuk memberi peringatan, pengertian, dan
mencari kebenaran. Mujadalah dapat berbentuk dialog, debat, diskusi,
symposium, lokakarya, polemic, dan seminar.
Perhatikan firman Allah Swt. berikut!
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. (Q.S.
An-Nahl, 16:125)

Anda mungkin juga menyukai