Anda di halaman 1dari 17

Tugas Terstruktur

Filsafat Dakwah

FILOSOFI DAKWAH JAHRIYYAH

Kelompok 9
OLEH
HAMDANIAH
180104030035

Matakuliah : FILSAFAT DAKWAH


Dosen pengampu : Fahriansyah, S. Ag, M. Ag
Hari/Jam : Selasa, 11.00-13.00
Kelas : MDK-18-C2
Ruang : FDIK 11

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ANTASARI
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH (MD)
2019
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum wr. wb.


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan
dalam menyelesaikan makalah yang berjudul “Dakwah Jahriyyah”. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu dihaturkan untuk junjungan dan
panutan seluruh ummat manusia, Nabi Muhammad SAW. yang telah
menyampaikan petunjuk Allah SWT. untuk kita semua, sebuah pentunjuk paling
benar yakni Syariah Agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Penulis berharap bahwa makalah ini dapat berguna untuk menambah
wawasan kita baik pembaca ataupun penulis pribadi. Penulis tentu menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat
kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, sudi kiranya pembaca
memberikan kritik dan saran untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya
dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen pengampu bapak Fahriansyah, S. Ag, M. Ag, yang telah
memberikan tugas makalah ini hingga dapat menambah wawasan pengetahuan
penulis.
Wassalamu’alaikum wr. wb.

Banjarmasin, 16 September 2019

Penulis
Daftar Isi
Bab I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan sejarah yang tercatat, Dakwah Islam pertamakali dilakukan di


Mekah oleh Nabi Muhammad SAW. yang terbagi menjadi dua tahap. Pertama,
tahap sirriyah atau berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Pada tahap ini
Rasulullah SAW melakukan dakwah terhadap orang terdekat, baik itu
keluarga, sahabat, dan orang-orang baik yang dikenalnya. Alasannya, jika
dilakukan secara terang-terangan, dikhawatirkan muncul fanatisme jahiliah
dan paganisme Quraisy, di samping juga Rasulullah meyadari tidak akan
cukup menangkis serangan dan tekanan pihak kafir Quraisy dengan jumlah
yang masih relative sedikit karena jumlah umat islam masih empat puluh
orang. Oleh karena itu, beliau tidak melakukan perlawanan1. Namun, ada juga
yang menyebutkan bahwa dakwah sirriyah dilakukan memang atas perintah
Allah SWT. bukan karena kondisi (kekuatan) beliau masih lemah. Jikalau
perintah dakwah pertama kali turun adalah secara terang terangan maka
Rasulullah pun akan melakukannya. Pernyataan ini memang berkebalikan
dengan pernyataan yang pertama. Oleh karena itulah pada tahap dakwah
sirriyah, strategi dasar yang digunakan Rasulullah untuk menyiasati pada saat
itu yaitu dengan menggunakan metode pembinaan akidah sebagai benteng dari
serangan kafir Quraisy2.

Satelah tiga tahun Nabi Muhammad SAW. melakukan dakwah sirriyah


(sembunyi-sembunyi). Kemudian turunlah ayat dalam surah al-hijr: ayat 94
yang berbunyi:

٩٤ََ‫ضَع ِنَٱ ۡل ُم ۡش ِر ِكين‬


ۡ ‫عَ ِبماَت ُ ۡؤم ُرَوأ ۡع ِر‬
َۡ ‫فَٱصۡ د‬
1
Said Bin Ali Al Qahthani, Da’wah Islam Da’wah Bijak, (Jakarta: Gema Insani Press,
1994), hlm. 108.
2
Ibid., hlm. 109.
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.”

Setelah turun ayat ini, Rasulullah melakukan dakwah secara terang-


terangan , yakni dengan berhadapan langsung dengan orang-orang musyrikin.
Dan semenjak turunnya ayat ini maka berakhirlah dakwah secara sembunyi
sembunyi dan dimulailah dakwah jahriyyah yakni dakwah secara terang-
terangan.

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa dakwah islam oleh Nabi
Muhammad SAW. terbagi menjadi dua tahap. Maka, pada makalah ini penulis
akan menyajikan makalah yang berisi pembahasan tentang dakwah jahriyyah
dilihat dari perspektik filsafat dakwah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan dakwah jahriyyah?
2. Apa yang mendasari dakwah jahriyyah dilakukan?
3. Apa peristiwa yang terjadi setelah turun ayat tentang perintah berdakwah
secara terang-terangan?
4. Bagaimana dakwah jahriyyah dilihat dari perspektif filsafat dakwah?
5. Apa teladan yang dapat diambil oleh pendakwah dalam dakwah jahriyyah?

1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan menambah wawasan dan
informasi yang berkenaan dengan dakwah jahriyyah, hingga diharapkan
mampu menerapkan nilai-nilai yang terakandung di dalam dakwah jahriyyah
dalam berkehidupan.

1.4 Manfaat
1. Untuk mengetahui dan mampu memahami yang dimaksud dengan dakwah
jahriyyah.
2. Untuk mengetahui dan mampu memahami yang mendasari dakwah
jahriyyah dilakukan.
3. Untuk mengetahui dan mamu memahami peristiwa yang terjadi setelah
turun ayat tentang perintah berdakwah secara terang-terangan.
4. Untuk mengetahui dan mampu memahami tentang dakwah jahriyyah
dilihat dari perspektif filsafat dakwah.
5. Untuk mengetahui dan memahami serta diharapkan mampu menerapkan
teladan dari dakwah jahriyyah.
Bab II
Tinjauan Teori

2.1 Pengertian Dasar


Dakwah menurut bahasa (etimologi) berasal dari bahasa Arab, yaitu
dari kata da’a-yad’uw-da’watan. Kata tersebut mempunyai makna
memanggil, menyeru, mengajak, dan melayani.3 Selain itu, juga bermakna
mengundang , menuntun dan menghasung. Sementara dalam bentuk perintah
atau fi’il amr yaitu ud’u yang berarti ajakan atau serulah.4 Menurut M.
Hasjmy, dakwah islamiyah yaitu mengajak orang lain untuk meyakini dan
mengamalkan akidah dan syariat Islam yang terlebih dahulu telah diyakini dan
diamalkan oleh pendakwah itu sendiri.5 Menurut M. Arifin, dakwah
mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk
lisan, tulisan, tingkah laku, dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan
berencana dalam usaha memengaruhi orang lain baik secara individual
maupun secara kelompok agar supaya timbul dalam dirinya suatu pegertian,
kesadaran, sikap penghayatan serta pengalaman, terhadap ajaran agama
sebagai massage yang disampaikan kepadanya tanpa ada unsur-unsur
paksaan.6
Sedangkan kata jahriyyah sendiri dilihat dari makna umumnya yang
berarti terang-terangan. Jadi, dakwah jahriyyah dapat berarti menyeru mad’u
kepada akidah dan syariat islam secara terang-terangan pada masyarakat
Mekkah.

3
Mahmud Yunus, Pedoman Dakwhah Islamiyah (Jakarta: Hidakarya Agung, 1965),
hlm.127.
4
Prof. Dr. H. Abdullah, M.Si, Ilmu Dakwah Kajian Ontologi, Epistemologi dan Aplikasi
Dakwah (Depok: Rajawali Pers, 2018), hlm. 3-4.
5
A. Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm.
18.
6
M. Arifin, Psikologi Dakwah: Suatu pengantar Studi (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),
hlm.6.
Dakwah jahriyah adalah dakwah yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad saw secara terang-terangan, artinya yang di ikuti oleh banyak
orang dan di ketahui oleh masyarakat Arab tentang adanya dakwah tersebut.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.” (Q.S.
Al-Hijr: 94)7
Dari ayat tersebut lah, awal baru dakwah jahriyah (terang-terangan)
dimulai. Mulai dari kerabat, sahabat-sahabat dekat, dan kabilah-kabilah Arab
secara umum, akibatnya dakwah beliau banyak mengalami tekanan dan
perlawanan terutama dari pembesar-pembesar Quraisy.

2.2 Pendapat Ahli

٩٤ََ‫ضَع ِنَٱ ۡل ُم ۡش ِر ِكين‬


ۡ ‫عَ ِبماَت ُ ۡؤم ُرَوأ ۡع ِر‬
َۡ ‫فَٱصۡ د‬
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang

diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.”

Dalam Tafsir Ibnu Katsir8 menjelaskan bahwa Allah SWT.


memerintahkan kepada Rasulullah agar menyampaikan risalahnya,
melaksanakan dan menyampaikannya dengan terang-terangan, yaitu dengan
berhadapan langsung dengan orang-orang musyrikin, sebagaimana yang
disampaikan ole Ibnu ‘Abbas tentang firman Allah: {‫ع َبِما َت ُ ۡؤم َُر‬
َۡ ‫“ }فَٱصۡ د‬maka
sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu),” fasda’ bihi=amdhihi (laksanakanlah, lakukanlah). Abu
‘Ubaidah meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ia berkata: Nabi Muhammad SAW.

7
Muhammmad Abu Ayyasy, Strategi Perang Rasulullah (Jakarta: Qultum Media, 2009),
hlm. 31
8
DR. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu
Katsir Jilid 5, Terj. M. Abdul Goffar E.M dan Abu Ihsan Al-Atsari (Pustaka Imam As-Syif’I,
2008), hlm. 146-147.
َۡ ‫فَٱصۡ د‬
terus berdakwah dengan cara sembunyi-sembunyi, sampai turun ayat: {َ ‫ع‬
َ‫‘ }بِماَت ُ ۡؤم ُر‬maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan (kepadamu).’ Setelah turun ayat ini barulah beliau keluar dari
para sahabatnya. Kemudian pada penggalan ayat: {َ‫ض َع ِن َٱ ۡل ُم ۡش ِر ِكين‬
ۡ ‫“ } َوأ ۡع ِر‬Dan
berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” Maksudnya, sampaikanlah apa
yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu, dan jangan menoleh
(menghiraukan) orang-orang musyrik yang ingin menghalangimu dari ayat-
ayat Allah. Mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak, lalu mereka
bersikap lunak pula kepadamu. Dan jangan kamu bersembunyi dari mereka,
karena Allah SWT melindungimu dan menjagamu dari kejahatan mereka.

Adapun dalam Tafsir Jalalain9 menjelaskan bahwa kata { َ


َ‫”}فَٱصۡ د ۡع‬maka sampaikanlah secara terbuka” wahai Muhammad , {‫}بِما َت ُ ۡؤمر‬
“apa yang diperintahkan kepadamu“ maksudnya sampaikanlah secara terang-
terangan dan laksanakanlah, { َ‫ض َع ِن َٱ ۡل ُم ۡش ِر ِكين‬
ۡ ‫“ } َوأ ۡع ِر‬dan berpalinglah dari
orang-orang yang musyrik.” Ini sebelum adanya perintah berjihad.

Dan pada Tafsir AlQurthubi10 menerangkan bahwa {َ‫ع َبِما َت ُ ۡؤم ُر‬
َۡ ‫}فَٱصۡ د‬
“maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan (kepadamu).” Maksudnya, segala apa yang diperintahkan
kepadamu. Dengan kata lain sampaikanlah risalah Allah kepada semua
manusia dengan menegakkan hujjah dihadapan mereka. Allah telah
memerintahkan kepadamu yang demikian itu. Menurut Al Farma, yang
َۡ ‫ } َفَٱصۡ د‬adalah sebuah perintah, artinya munculkan
dimaksud dengan { ‫ع‬
agamamu. Lalu ‫ ما‬bersama dengan kata kerja sedemikian rupa sama dengan
mashdar.” Dikatakan “{‫ع َبِما َت ُ ۡؤم َُر‬
َۡ ‫‘ }فَٱصۡ د‬maka sampaikanlah olehmu secara
terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu).’ Maksudnya,

9
Al-Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Al-Mahalli Al-Imam
Jalaluddin Abdirrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi, Tafsir Jalalain, Terj. Najib Junaidi, LC,
(Surabaya: Pustaka elBA, 2010), hlm. 245.
10
Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, Terj. Asmuni, (Jakarta Selatan: Pustaka
Azzam, 2015), hlm.149-151.
pancarkan persekutuan dan kesatuan mereka dengan menyerukan kepada
tauhid, sesungguhnya mereka itu terpecah-pecah dengan sebagian yang
menyambut.” Sehingga dengan demikian Ash-Shad’ kembali kepada makna
pemecahan kelompok orang-orang kafir. Firman Allah SWT. َ ‫ض َع ِن‬ ۡ ‫وأ ۡع ِر‬
َ‫“ ٱ ۡل ُم ۡش ِر ِكين‬Dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” Maksudnya,
dari sikap memerhatikan hinaan dan perkataan mereka Allah SWT telah
memutuskan engkau dari apa-apa yang mereka katakana. Sedangkan Ibnu
Abbas berkata, “ini mansukh dengan firman-Nya, َ َ‫“ فَٱ ۡقتُلُواَ َٱ ۡل ُم ۡش ِر ِكين‬maka
bunuhlah orang-orang musyrik”(Qs. At-Taubah[9]: 5). Sedangkan Mujahid
berkata, “ yang dimaksud adalah terang-terangan dalam melakukan shalat.
Sedangkan maksud ayat َ‫ض َع ِن َٱ ۡل ُم ۡش ِر ِكين‬
ۡ ‫‘ وأ ۡع ِر‬Dan berpalinglah dari orang-
orang yang musyrik.’ Adalah jangan memperdulikan mereka .”
Menurut asyirat yang terdapat dalam,
Firman Allah dalam surat al-Syu’ara ayat 214:

َ‫وأنذِرَعشِيرتكَاْلقر ِبين‬
Arinya: “Dan berilah peringatan kepada keluargamu terdekat.” (Qs. al-
Syu’ara 42: 214).

Menurut Ibnu Fariz, mempunyai dua arti asal, yaitu “jumlah bilangan
tertentu” dan “bergaul atau bercampur”. Karena itu keluarga, kerabat, suami
atau istri disebut ‘asyirat’, karena mereka antara satu dengan yang lain
mengenal dan bergabung dalam satu rumah tangga.11 Selanjutnya menurut al-
Raghib al-Ashfahani, kata tersebut mengandung arti keluarga seseorang yang
merasa banyak dengan mereka, yakni mereka bagi seseorang itu menjadi
berada dalam jumlah yang sempurna.12 Oleh sebab itu ayat tersebut berbicara

11
M. Quraish Sihab, Ensiklopedi al-Qur’an Kajian Kosakata dan tafsirnya, (Jakarta:
Yayasan Bimantara, 1997), hlm. 32
12
Al-Raghib al-Asfahani, al-Mufradat fi Ghararib al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Ma’rifah,
t.th), hlm. 335
dalam konteks perintah Tuhan kepada Nabi (termasuk umatnya) supaya
memberi peringatan kepada keluarga dan kerabat yang dekat.13
Menurut al-Raghib al-Ashfahani, kata tersebut mengandung arti
keluarga seseorang yang merasa banyak dengan mereka, yakni mereka bagi
seseorang itu menjadi berada dalam jumlah yang sempurna.14 Oleh sebab itu
ayat tersebut berbicara dalam konteks perintah Tuhan kepada Nabi (termasuk
umatnya) supaya memberi peringatan kepada keluarga dan kerabat yang
dekat.15

13
Op.cit., hlm. 32
14
Al-Raghib al-Asfahani, al-Mufradat fi Ghararib al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Ma’rifah,
t.th), hlm. 335
15
Op.cit., hlm. 32
BAB III
Pembahasan

3.1 Perjalanan Nabi Muhammad Dalam Dakwah Jahriyyah


Setelah mendapat perintah dari Allah SWT untuk melakukan dakwah
secara terang-terangan kepada kaum kafir Quraisy, yang sebelmnya Nabi
berdakwah secara sembuny Rasulullah SAW melaksanakan perintah tersebut
dengan sikap dan tindakan yang bijak. Allah memuji kebijakan, keberanian,
dan keikhlasan beliau dalam berdakwah di jalan-Nya, beliau saw. mengecam
perbuatan syirik dan pelakunya serta, merendahkan mereka hingga hari
kiamat. Berikut sikap bijak Rasulullah dalam dakwah jahriyyah :
a. Keberanian beliau ketika berseru di bukit shafa
Ibnu Abbas dalam hadist riwayat Bukhari dan Muslim mengisahkan
bahwa ketika turun ayat wa andzir ‘asyi ratakal aqrabiin. Kemudian Nabi
langsung naik kebukit shafa dan langsung berseru, “Wahai Bani Fahr! Wahai
Bani ‘Ady!” ketika mendengar seruan itu, hampir semua orang dari dua
kelompok pemuka agama Quraisy tersebut berkumpul. Kalaupuun ada yang
tidak hadir, mereka mengirimkan delegasinya, guna melihat apa yang
sebenarnya terjadi. Di dalam kelompok tersebut terdapat Abu Lahab dan
pembesar Quraisy lainnya. Setelah semua berkumpul, Nabi bertanya kepada
mereka, ‘Bagaimana pendapat kalian seandainya aku katakan ada seekor kuda
di balik bukit yang ingin mengubah nasib kalian, apakah kalian akan
membenarkan aku?” Mereka menjawab, “Ya, kami tiak pernah melihat
engkau berdusta.” Selanjutnya beliau berkata, “Celakalah engkau , ya
Muhammad! apakah hanya untuk mendengar ocehanmu semacam ini engkau
kumpulkan kami ketempat ini?” dari peristiwa ini, turunlah ayat16:

ٖ ‫ََسيصۡ ل ٰىَن ٗاراَذاتَله‬٢َ‫ََمآَأ ۡغن ٰىَع ۡنهَُمالُ َهۥ َُوماَكسب‬١َ َّ‫بَوتب‬


َُ ‫ََوَٱ ۡمرأت ُ َهۥ‬٣َ‫ب‬ َۡ ‫تب‬
ٖ ‫َّتَيدآَأبِيَله‬
٥َ‫َمنَ َّمس ِِۢد‬ َِ ‫ح َّمالةَٱ ۡلحط‬
ِ ‫ل‬ٞ ‫َفِيَ ِجيدِهاَح ۡب‬٤َ‫ب‬

16
Said Bin Ali Al Qahthani, op. cit. hlm. 110
1. Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan
binasa.
2. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia
usahakan
3. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
4. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.
5. Yang di lehernya ada tali dari sabut.
b. Keteguhan Nabi ketika menghadapi utusan kafir Quraisy
Berbagai cara dilakuka kaum kafir Quraisy untuk menghalangi dakwah
Nabi Muhammad SAW. caranya, dengan mengutus seseorang untuk menemui
beliau dengan maksud untuk bernegiosiasi dengan beliau.
Pertama mereka mendatangi Abu Thalib, ancaman dan terror mental
membuat Abu Thalib cemas. Ia khawatir kaumnya terpecah belah dan mereka
terus memusuhii Nabi Muhammad. Namun, keteguhan sikap Nabi dan tetap
melanjutkan dakwah di jalan Allah yang tak ada keraguan sedikitpun ternyata
dapat menghilangkan rasa kekhawatiran dan ketakutan Abu Thalib terhadap
ancaman kaum Quraisy. “Demi Allah, aku tidak akan membiarkan mereka
menganiaya kamu. Biarlah aku mati tertimbun tanah karena membelamu.
Lanjutkan perjuanganmu!”
Kedua, melakukan negosiasi dengan Nabi, yang hal tersebut denga
tegas di tolak oleh Nabi Muhmmad SAW.
Ketiga, setelah cara pertama dan kedua dan ketiga tidak berhasil
dilakukan oleh kaum Quraisy, cara ekstrimpu mereka lakukan yakni
merintangi, mencaci, dan menyiksa Nabi yang semua itu dihadapi dengan
sabar dan tangguh serta selalu megngharapkan pertolongan Allah SWT.
Keempat, tidak puas dengan menyiksa , mencaci dan menghalang-
halangi Nabi berdakwah. Mereka memperlakukan Nabi dengan sewenang-
wenang dan akhirnya memboikot ummat Islam.
 Preode Mekah
Menurut Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dalam kitabnya Sirah
Nabawiyyah, periode Makkah dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:17
a) Fase dakwah sembunyi-sembunyi yang berjalan selama tiga tahun.
Makkah merupakan pusat agama bangsa Arab.
b) Fase dakwah secara terang-terangan di tengah penduduk Makkah, yang
dimulai sejak tahun keempat kenabian hingga akhir tahun kesepuluh
kenabian.Sehubung dengan hal ini, wahyu pertama yang turun adalah (QS.
Syu’ara:24).
c) Fase dakwah di luar Makkah dan penyebarannya, yang dimulai sejak akhir
tahun kesepuluh kenabian hingga peristiwa hijrah Rasulullah
 Periode Madinah
Madinah merupakan dianggap sebagai kelahiran baru agama islam
setelah ruang dakwah di Mekkah bagi kaum muslimin , Allah SWT memilih
Madinah sebagai project pembentukan masyarakat islam pertama. Kaum
muslimin Mekah yang berhijrah ke Madinah banyak menderita kemiskinan,
karena harta benda dan kekayaan mereka ditinggalkan di Mekah, diwaktu
mereka berhijrah ke Madinah melarikan agama dan keyakinan yang mereka
anut. Nabi Muhammad menciptakan persaudaraan baru antara kaum muhajirin
dengan kaum Anshar. Ali bin Abi Thalib dipilih menjadi saudara nabi sendiri.
Abu Bakar nabi saudara kan dengan Kharijah ibnu Zuhair. Ja’far ibnu Abi
Thalib dengan Mu’az ibnu Jabal. Rasulullah telah mempertalikan keluarga-
keluarga islam

17
Syafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Gema Innsani, 2013),
hlm. 46
BAB IV
Penutup

3.1 Simpulan
Berdasarkan penjabaran tentang dakwah jahriyyah di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa dakwah jahriyyah merupakan kegiatan dalam
mengajak orang-orang kepada syariat dan akidah islam secara terbuka atau
disebut dengan terang-terangan. Sikap Nabi yang patut diteladani ketika
melakukan dakwah jahriyah tersebut, yakni berani ketika mnenyerukan
agama kepada kaum Quraisy dan teguh ketika menghadapi tekanan dari
kaum kafir Quraisy.

3.2 Saran
Berdakwalah sebagaimana dicontohkn oleh Nabi. Namun unsur
paksanan jangan ada di dalamnya. Karena identitas agama islam yang
sebenarnya adalah cinta damai.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, 2018, Ilmu Dakwah Kajian Ontologi, Epistemologi dan Aplikasi


Dakwah, Depok: Rajawali Pers.
Al Qahthani, Said Bin Ali, 1994 Da’wah Islam Da’wah Bijak, Jakarta: Gema
Insani Press.
Al Qurthubi, 2015, Tafsir Al Qurthubi, Terj. Asmuni, Jakarta Selatan: Pustaka
Azzam.
Muhammad, Jalaluddin, 2010, Tafsir Jalalain, Terj. Najib Junaidi, LC, Surabaya:
Pustaka elBA.
Syaikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu, 2008, Tafsir
Ibnu Katsir Jilid 5, Terj. M. Abdul Goffar E.M dan Abu Ihsan Al-Atsari,
Pustaka Imam As-Syif’I.

Anda mungkin juga menyukai