Filsafat Dakwah
Kelompok 9
OLEH
HAMDANIAH
180104030035
Penulis
Daftar Isi
Bab I
Pendahuluan
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa dakwah islam oleh Nabi
Muhammad SAW. terbagi menjadi dua tahap. Maka, pada makalah ini penulis
akan menyajikan makalah yang berisi pembahasan tentang dakwah jahriyyah
dilihat dari perspektik filsafat dakwah.
1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan menambah wawasan dan
informasi yang berkenaan dengan dakwah jahriyyah, hingga diharapkan
mampu menerapkan nilai-nilai yang terakandung di dalam dakwah jahriyyah
dalam berkehidupan.
1.4 Manfaat
1. Untuk mengetahui dan mampu memahami yang dimaksud dengan dakwah
jahriyyah.
2. Untuk mengetahui dan mampu memahami yang mendasari dakwah
jahriyyah dilakukan.
3. Untuk mengetahui dan mamu memahami peristiwa yang terjadi setelah
turun ayat tentang perintah berdakwah secara terang-terangan.
4. Untuk mengetahui dan mampu memahami tentang dakwah jahriyyah
dilihat dari perspektif filsafat dakwah.
5. Untuk mengetahui dan memahami serta diharapkan mampu menerapkan
teladan dari dakwah jahriyyah.
Bab II
Tinjauan Teori
3
Mahmud Yunus, Pedoman Dakwhah Islamiyah (Jakarta: Hidakarya Agung, 1965),
hlm.127.
4
Prof. Dr. H. Abdullah, M.Si, Ilmu Dakwah Kajian Ontologi, Epistemologi dan Aplikasi
Dakwah (Depok: Rajawali Pers, 2018), hlm. 3-4.
5
A. Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm.
18.
6
M. Arifin, Psikologi Dakwah: Suatu pengantar Studi (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),
hlm.6.
Dakwah jahriyah adalah dakwah yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad saw secara terang-terangan, artinya yang di ikuti oleh banyak
orang dan di ketahui oleh masyarakat Arab tentang adanya dakwah tersebut.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT:
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.” (Q.S.
Al-Hijr: 94)7
Dari ayat tersebut lah, awal baru dakwah jahriyah (terang-terangan)
dimulai. Mulai dari kerabat, sahabat-sahabat dekat, dan kabilah-kabilah Arab
secara umum, akibatnya dakwah beliau banyak mengalami tekanan dan
perlawanan terutama dari pembesar-pembesar Quraisy.
7
Muhammmad Abu Ayyasy, Strategi Perang Rasulullah (Jakarta: Qultum Media, 2009),
hlm. 31
8
DR. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibnu
Katsir Jilid 5, Terj. M. Abdul Goffar E.M dan Abu Ihsan Al-Atsari (Pustaka Imam As-Syif’I,
2008), hlm. 146-147.
َۡ فَٱصۡ د
terus berdakwah dengan cara sembunyi-sembunyi, sampai turun ayat: {َ ع
َ‘ }بِماَت ُ ۡؤم ُرmaka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan (kepadamu).’ Setelah turun ayat ini barulah beliau keluar dari
para sahabatnya. Kemudian pada penggalan ayat: {َض َع ِن َٱ ۡل ُم ۡش ِر ِكين
ۡ “ } َوأ ۡع ِرDan
berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” Maksudnya, sampaikanlah apa
yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu, dan jangan menoleh
(menghiraukan) orang-orang musyrik yang ingin menghalangimu dari ayat-
ayat Allah. Mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak, lalu mereka
bersikap lunak pula kepadamu. Dan jangan kamu bersembunyi dari mereka,
karena Allah SWT melindungimu dan menjagamu dari kejahatan mereka.
Dan pada Tafsir AlQurthubi10 menerangkan bahwa {َع َبِما َت ُ ۡؤم ُر
َۡ }فَٱصۡ د
“maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan (kepadamu).” Maksudnya, segala apa yang diperintahkan
kepadamu. Dengan kata lain sampaikanlah risalah Allah kepada semua
manusia dengan menegakkan hujjah dihadapan mereka. Allah telah
memerintahkan kepadamu yang demikian itu. Menurut Al Farma, yang
َۡ } َفَٱصۡ دadalah sebuah perintah, artinya munculkan
dimaksud dengan { ع
agamamu. Lalu ماbersama dengan kata kerja sedemikian rupa sama dengan
mashdar.” Dikatakan “{ع َبِما َت ُ ۡؤم َُر
َۡ ‘ }فَٱصۡ دmaka sampaikanlah olehmu secara
terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu).’ Maksudnya,
9
Al-Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Al-Mahalli Al-Imam
Jalaluddin Abdirrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi, Tafsir Jalalain, Terj. Najib Junaidi, LC,
(Surabaya: Pustaka elBA, 2010), hlm. 245.
10
Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, Terj. Asmuni, (Jakarta Selatan: Pustaka
Azzam, 2015), hlm.149-151.
pancarkan persekutuan dan kesatuan mereka dengan menyerukan kepada
tauhid, sesungguhnya mereka itu terpecah-pecah dengan sebagian yang
menyambut.” Sehingga dengan demikian Ash-Shad’ kembali kepada makna
pemecahan kelompok orang-orang kafir. Firman Allah SWT. َ ض َع ِن ۡ وأ ۡع ِر
َ“ ٱ ۡل ُم ۡش ِر ِكينDan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” Maksudnya,
dari sikap memerhatikan hinaan dan perkataan mereka Allah SWT telah
memutuskan engkau dari apa-apa yang mereka katakana. Sedangkan Ibnu
Abbas berkata, “ini mansukh dengan firman-Nya, َ َ“ فَٱ ۡقتُلُواَ َٱ ۡل ُم ۡش ِر ِكينmaka
bunuhlah orang-orang musyrik”(Qs. At-Taubah[9]: 5). Sedangkan Mujahid
berkata, “ yang dimaksud adalah terang-terangan dalam melakukan shalat.
Sedangkan maksud ayat َض َع ِن َٱ ۡل ُم ۡش ِر ِكين
ۡ ‘ وأ ۡع ِرDan berpalinglah dari orang-
orang yang musyrik.’ Adalah jangan memperdulikan mereka .”
Menurut asyirat yang terdapat dalam,
Firman Allah dalam surat al-Syu’ara ayat 214:
َوأنذِرَعشِيرتكَاْلقر ِبين
Arinya: “Dan berilah peringatan kepada keluargamu terdekat.” (Qs. al-
Syu’ara 42: 214).
Menurut Ibnu Fariz, mempunyai dua arti asal, yaitu “jumlah bilangan
tertentu” dan “bergaul atau bercampur”. Karena itu keluarga, kerabat, suami
atau istri disebut ‘asyirat’, karena mereka antara satu dengan yang lain
mengenal dan bergabung dalam satu rumah tangga.11 Selanjutnya menurut al-
Raghib al-Ashfahani, kata tersebut mengandung arti keluarga seseorang yang
merasa banyak dengan mereka, yakni mereka bagi seseorang itu menjadi
berada dalam jumlah yang sempurna.12 Oleh sebab itu ayat tersebut berbicara
11
M. Quraish Sihab, Ensiklopedi al-Qur’an Kajian Kosakata dan tafsirnya, (Jakarta:
Yayasan Bimantara, 1997), hlm. 32
12
Al-Raghib al-Asfahani, al-Mufradat fi Ghararib al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Ma’rifah,
t.th), hlm. 335
dalam konteks perintah Tuhan kepada Nabi (termasuk umatnya) supaya
memberi peringatan kepada keluarga dan kerabat yang dekat.13
Menurut al-Raghib al-Ashfahani, kata tersebut mengandung arti
keluarga seseorang yang merasa banyak dengan mereka, yakni mereka bagi
seseorang itu menjadi berada dalam jumlah yang sempurna.14 Oleh sebab itu
ayat tersebut berbicara dalam konteks perintah Tuhan kepada Nabi (termasuk
umatnya) supaya memberi peringatan kepada keluarga dan kerabat yang
dekat.15
13
Op.cit., hlm. 32
14
Al-Raghib al-Asfahani, al-Mufradat fi Ghararib al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Ma’rifah,
t.th), hlm. 335
15
Op.cit., hlm. 32
BAB III
Pembahasan
16
Said Bin Ali Al Qahthani, op. cit. hlm. 110
1. Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan
binasa.
2. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia
usahakan
3. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.
4. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar.
5. Yang di lehernya ada tali dari sabut.
b. Keteguhan Nabi ketika menghadapi utusan kafir Quraisy
Berbagai cara dilakuka kaum kafir Quraisy untuk menghalangi dakwah
Nabi Muhammad SAW. caranya, dengan mengutus seseorang untuk menemui
beliau dengan maksud untuk bernegiosiasi dengan beliau.
Pertama mereka mendatangi Abu Thalib, ancaman dan terror mental
membuat Abu Thalib cemas. Ia khawatir kaumnya terpecah belah dan mereka
terus memusuhii Nabi Muhammad. Namun, keteguhan sikap Nabi dan tetap
melanjutkan dakwah di jalan Allah yang tak ada keraguan sedikitpun ternyata
dapat menghilangkan rasa kekhawatiran dan ketakutan Abu Thalib terhadap
ancaman kaum Quraisy. “Demi Allah, aku tidak akan membiarkan mereka
menganiaya kamu. Biarlah aku mati tertimbun tanah karena membelamu.
Lanjutkan perjuanganmu!”
Kedua, melakukan negosiasi dengan Nabi, yang hal tersebut denga
tegas di tolak oleh Nabi Muhmmad SAW.
Ketiga, setelah cara pertama dan kedua dan ketiga tidak berhasil
dilakukan oleh kaum Quraisy, cara ekstrimpu mereka lakukan yakni
merintangi, mencaci, dan menyiksa Nabi yang semua itu dihadapi dengan
sabar dan tangguh serta selalu megngharapkan pertolongan Allah SWT.
Keempat, tidak puas dengan menyiksa , mencaci dan menghalang-
halangi Nabi berdakwah. Mereka memperlakukan Nabi dengan sewenang-
wenang dan akhirnya memboikot ummat Islam.
Preode Mekah
Menurut Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dalam kitabnya Sirah
Nabawiyyah, periode Makkah dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:17
a) Fase dakwah sembunyi-sembunyi yang berjalan selama tiga tahun.
Makkah merupakan pusat agama bangsa Arab.
b) Fase dakwah secara terang-terangan di tengah penduduk Makkah, yang
dimulai sejak tahun keempat kenabian hingga akhir tahun kesepuluh
kenabian.Sehubung dengan hal ini, wahyu pertama yang turun adalah (QS.
Syu’ara:24).
c) Fase dakwah di luar Makkah dan penyebarannya, yang dimulai sejak akhir
tahun kesepuluh kenabian hingga peristiwa hijrah Rasulullah
Periode Madinah
Madinah merupakan dianggap sebagai kelahiran baru agama islam
setelah ruang dakwah di Mekkah bagi kaum muslimin , Allah SWT memilih
Madinah sebagai project pembentukan masyarakat islam pertama. Kaum
muslimin Mekah yang berhijrah ke Madinah banyak menderita kemiskinan,
karena harta benda dan kekayaan mereka ditinggalkan di Mekah, diwaktu
mereka berhijrah ke Madinah melarikan agama dan keyakinan yang mereka
anut. Nabi Muhammad menciptakan persaudaraan baru antara kaum muhajirin
dengan kaum Anshar. Ali bin Abi Thalib dipilih menjadi saudara nabi sendiri.
Abu Bakar nabi saudara kan dengan Kharijah ibnu Zuhair. Ja’far ibnu Abi
Thalib dengan Mu’az ibnu Jabal. Rasulullah telah mempertalikan keluarga-
keluarga islam
17
Syafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Gema Innsani, 2013),
hlm. 46
BAB IV
Penutup
3.1 Simpulan
Berdasarkan penjabaran tentang dakwah jahriyyah di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa dakwah jahriyyah merupakan kegiatan dalam
mengajak orang-orang kepada syariat dan akidah islam secara terbuka atau
disebut dengan terang-terangan. Sikap Nabi yang patut diteladani ketika
melakukan dakwah jahriyah tersebut, yakni berani ketika mnenyerukan
agama kepada kaum Quraisy dan teguh ketika menghadapi tekanan dari
kaum kafir Quraisy.
3.2 Saran
Berdakwalah sebagaimana dicontohkn oleh Nabi. Namun unsur
paksanan jangan ada di dalamnya. Karena identitas agama islam yang
sebenarnya adalah cinta damai.
DAFTAR PUSTAKA