1
BAB PERTAMA
TAHLILAN
(MENGIRIM PAHALA BACAAN KEPADA MAYIT)
Satu hal yang belum banyak diketahui kaum Muslimin itu sendiri
ialah, bahwa pada umumnya mereka, baik dengan pengertian yang
sebenaranya atau hanya ikut-ikutan, mereka mengaku BERMADZAB
SYAFI’I. Namun demikian, ironinya ialah,justru dalam hal amalan
TAHLILAN dan SELAMATAN yang pahalanya dikirimkan pada mayit ini
bertentangan dengan pelbagai pendapat Ulama’-Ulama’ dari kalangan
madzab Syafi’i termasuk IMAM SYAFI’I sendiri, kalau toh ada pendapat
lain dari kalangan madzab tersebut maka jumlahnya sangat sedikit dan
tentu saja pendapat tersebut dipandang lemah sebab bertentangan
dengan ajaran Al-Qura’an (ayat 39 surat An Najm dan Sunnah Nabi
serta Sahabat-sahabatnya), yang mendasari pendapat mereka itu.
3
“Dan yang masyhur dalam madzab Syafi’i, bahwa bacaan Qur’an
(yang pahalanya dikirimkan kepada mayit) adalah tidak dapat
sampai kepada mayit yang dikirimi” (Al Khazimi, AL JAMAL, juz 4,
hal.236)
4
Kalau sudah jelas, bahwa pengiriman pahala tersebut tidak dapat
sampai, maka acara-acara semacam itu adalah sia-sia belaka, atau
dengan kata lain merupakan tabdzir, padahal Islam melarang umatnya
berbuat sia-sia dan tabdzir.
Adapun dasar hukum dari pendapat mereka itu adalah firman Allah
swt dalam surat An Najm ayat 39, dan hadis Nabi saw tentang
terputusnya amal manusia apabila ia telah meninggal dunia kecuali tiga
hal, yaitu:
1. Sedekah jariyah
2. Ilmu yang diambil manfaatnya
3. dan anak yang saleh, baik laki-laki maupun perempuan yang
berdo’a untuk orang tuanya.
Jadi meskipun sehabis acara tahlilan itu, lalu berdo’a seperti itu,
rasa-nya adalah janggal dan tetap tidak bisa dibenarkan , karena
terjadi hal-hal yang kontradiktif (bertentangan).
Yaitu disatu pihak, do’a adalah ibadah dan dilain pihak, amalan
mengirim pahala bacaan adalah sia-sia, yang berarti melanggar syari’at,
yang kemudian amalan semacam itu kita mohonkan agar dipahalai, dan
pahalanya disampaikan kepada roh.
============
5
BAB KEDUA
SELAMATAN KEMATIAN
7
“Dan di antara bid’ah yang mungkarat yang tidak disukai, ialah apa
yang biasa dikerjakan orang tentang cara penyampaian rasa duka
cita, berkumpul dan acara hari ke empat puluh, bahkan semua itu
adalah haram.” (I’anatut Thalibin,juz 2,hal.145-146).
8
Timbul pendapat semacam ini: Bahwa sedekah itu akan lebih tepat
mengena pada sasarannya, lebih berarti atau lebih utama, kalau
diwujudkan dalam bentuk selamatan atau walimahan tetapi diberikan
langsung kepada FUQARA’ – MASAKIN.
============
9
BAB KETIGA
SANTUNAN UNTUK KELUARGA MAYIT
10
KESIMPULAN.
11
8. Menurut Sunnah Nabi saw, jika ada keluarga yang ditimpa musibah
denga meninggalnya salah seorang anggota keluarganya, maka kepada
kaum Muslimin, baik sebagai sanak saudara maupun sebagai jiran,
hendaknya memberikan bahan makanan sekedarnya, terutama
terhadap keluarga yang tidak mampu atau miskin.
===============
12