Anda di halaman 1dari 5

https://almanhaj.or.id/4743-menghadiri-tahlilan-kematian-2.

html
Bolehkah Menghadiri Acara Yasinan Atau Tahlilan Untuk Mendoakan Orang Yang Telah Mati ?

Jawaban kami untuk pertanyaan ini adalah tidak boleh menghadirinya. Karena hal ini tidak
dituntunkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Kecuali jika dia hadir
dalam rangka menjelaskan kemungkarannya, lalu meninggalkannya. Anggapan bahwa itu
sebagai aktualisasi dari kebaikan anak yang shalih untuk orang tua, tidak lantas bisa dijadikan
legitimasi bagi amalan ini. Karena cara mewujudkan bakti kepada orang tua yang sudah
meninggal telah dijelaskan caranya-caranya dalam Islam seperti memohon ampun atau
menyambung tali silaturrahim dengan teman dekatnya. Begitu juga klaim, acara ini sebagai
tradisi semata, tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk memperbolehkan amalan ini. Karena
faktanya mereka yang melakukan itu berharap pahala dari Allah Azza wa Jalla ketika
melaksanakannya bahkan disebagian tempat orang yang tidak melaksanakannya dianggap tidak
mau melaksanakan sunnah. Bukankah ini berarti ibadah ? Sementara yang namanya ibadah harus
berlandaskan dalil. Kalaupun dianggap sebagai tradisi, maka dalam Islam, tradisi itu boleh
dipertahankan selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sementara yasinan yang mereka
klaim sebagai tradisi ini ternyata menyelisihi agama Islam yang telah sempurna yang dibawa
oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :

َ ‫ث فِي أ َ ْم ِرنَا َهذَا َما لَي‬


‫ْس فِي ِه فَ ُه َو َرد‬ َ ‫َم ْن أَحْ َد‬

Barangsiapa yang membuat suatu yang baru dalam ajaran kami yang tidak berasal darinya, maka
perkara itu tertolak[1]

Dimanakah Letak Kemungkarannya ?

Kemungkaran-kemungkaran amalan ini banyak, diantaranya :

Yasinan atau tahlilan merupakan bentuk ibadah yang tidak dituntunkan oleh Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
Berkumpul di rumah orang yang kena musibah kematian dan apalagi disertai dengan
penghidangan makanan dari tuan rumah setelah penguburan merupakan bentuk niyâhah
(meratap) yang dilarang oleh agama.
Jamuan yang diberikan tuan rumah kepada tetamu bertentangan dengan Sunnah Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang memerintahkan para tetangga untuk memberi makan kepada keluarga
mayit, bukan keluarga mayit yang menghidangkan makanan kepada tetangga.
Bertentangan dengan akal. Karena orang yang sedang didera kesusahan dengan sebab kematian
anggota keluarganya sepantasnya dihibur. Bukan ditambahi beban dengan menghidangkan
jamuan buat para tamu, baik tetangga maupun kerabat atau dengan membayar orang yang
membacakan al-Qur’ân, tahlil atau doa.
Mengadakan perayaan untuk kematian, seperti perayaan pada hari ketiga, kesembilan dan
seterusnya adalah kebiasaan yang berasal dari ajaran agama Hindu. Oleh karena itu, selayaknya
umat Islam meninggalkannya.
Dan berbagai kemungkaran lainnya yang tidak mungkin disebutkan di sini, karena terkadang
jenis kemungkaran ini berbeda-beda sesuai dengan daerahnya.
Bagaimana Cara Yang Benar Dalam Mendo’akan Mayit ?

Sebatas yang kami tahu, cara mendo’akan mayit menurut Sunnah adalah sebagai berikut :

Mendo’akan dan memohonkan ampunan ketika mendengar berita atau mengetahui kematian
seorang muslim.
Mendo’akan dan memohonkan ampunan saat shalat jenazah.
Mendo’akan dan memohonkan ampunan ketika ziarah kubur
Mendoakan dan memohonkan ampunan di setiap ada waktu dan kesempatan, dengan tanpa
menentukan waktu, tempat dan tata-cara khusus yang tidak diajarkan oleh Allâh dan RasulNya.
Inilah jawaban kami secara ringkas. Bagi para pembaca yang ingin mendapatkan penjelasan
secara rinci bisa meruju’ ke kitab-kita Ulama yang membahas masalah hukum-hukum jenazah,
seperti kitab Ahkâmul Janâ‘iz karya syaikh al-Albâni rahimahullah , dan kitab-kitab yang lain.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan


Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647,
081575792961, Redaksi 08122589079]

Read more https://almanhaj.or.id/4743-menghadiri-tahlilan-kematian-2.html

==================================================================
" T A H L I L A N"

"Dalil Tahlilan pa, dari kitab Hindu:


3 hari
7 hari
25 hari
40 hari
100 hari
1000 Hari
Tak henti-hentinya Wahabi Salafi menyalahkan Amaliyah ASWAJA, khususnya di Indonesia
ini. Salah satu yang paling sering juga mereka fitnah adalah Tahlilan yang menurutnya tidak
berdasarkan Dalil bahkan dianggap rujukannya dari kitab Agama Hindu. Untuk itu, kali ini saya
tunjukkan Dalil-Dalil Tahlilan 3, 7, 25, 40, 100, Setahun & 1000 Hari dari Kitab Ulama
Ahlussunnah wal Jamaah, bukan kitab dari agama hindu sebagaimana tuduhan fitnah kaum
WAHABI

‫ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻫﺪﻳﺔ ﺇﻟﻰﺍﻟﻤﻮتﻰ‬

‫ ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺪﻓن ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ‬: ‫ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ‬
‫ﺧﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﺋﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻨﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻟﻒ ﻋﺎﻡ (ﺍﻟحﺎﻭي‬
١٩٨ :‫ص‬,۲:‫ج‬, ‫ﻟﻠفتﺎﻭي‬

Rasulullah saw bersabda: “Doa dan shodaqoh itu hadiah kepada mayyit.”
Berkata Umar: “shodaqoh setelah kematian maka pahalanya sampai tiga hari dan shodaqoh
dalam tiga hari akan tetap kekal pahalanya sampai tujuh hari, dan shodaqoh di hari ke tujuh akan
kekal pahalanya sampai 25 hari dan dari pahala 25 sampai 40 harinya lalu sedekah dihari ke 40
akan kekal hingga 100 hari dan dari 100 hari akan sampai kepada satu tahun dan dari satu tahun
sampailah kekalnya pahala itu hingga 1000 hari.”

Referensi : (Al-Hawi lil Fatawi Juz 2 Hal 198)

Jumlah-jumlah harinya (3, 7, 25, 40, 100, setahun & 1000 hari) jelas ada dalilnya, sejak kapan
agama Hindu ada Tahlilan ?

Berkumpul ngirim doa adalah bentuk shodaqoh buat mayyit.

‫ ﻓﻠﻤﺎ ﺭﺟﻌﻮﺍ ﻣﻦ‬، ‫ ﻓﻴﻄﻌﻤﻮﺍ ﺣتﻰ ﻳﺴتﺨﻠفﻮﺍ ﺇﻧﺴﺎﻧﺎ‬،‫ ﻭﺃﻣﺮ ﺃن ﻳﺠﻌﻞ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﻃﻌﺎﻣﺎ‬، ‫ﻓﻠﻤﺎ ﺍﺣتﻀﺮﻋﻤﺮ ﺃﻣﺮ ﺻﻬﻴﺒﺎ ﺃن ﻳﺼﻠﻲ ﺑﺎﻟﻨﺎﺱ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ‬
‫ ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇن ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ‬: ‫ ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻄﻠﺐ‬، ‫ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﺟﺊ ﺑﺎﻟﻄﻌﺎﻡ ﻭﻭﺿﻌﺖ ﺍﻟﻤﻮﺍﺋﺪ ! ﻓﺄﻣﺴﻚ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻨﻬﺎ ﻟﻠحﺰن ﺍﻟﺬي ﻫﻢ ﻓﻴﻪ‬
‫ ﺛﻢ ﻣﺪ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ‬، ‫ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺪ ﻣﺎﺕ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﻣﺎﺕ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﺇﻧﻪ ﻻﺑﺪ ﻣﻦ ﺍﻻﺟﻞ ﻓﻜﻠﻮﺍ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ‬
‫ﻳﺪﻩ ﻓﺄﻛﻞ ﻭﻣﺪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻳﺪﻳﻬﻢ ﻓﺄﻛﻠﻮﺍ‬

Ketika Umar sebelum wafatnya, ia memerintahkan pada Shuhaib untuk memimpin shalat, dan
memberi makan para tamu selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang, maka ketika
hidangan–hidangan ditaruhkan, orang – orang tak mau makan karena sedihnya, maka berkatalah
Abbas bin Abdulmuttalib:

Wahai hadirin.. sungguh telah wafat Rasulullah saw dan kita makan dan minum setelahnya, lalu
wafat Abubakar dan kita makan dan minum sesudahnya, dan ajal itu adalah hal yang pasti, maka
makanlah makanan ini..!”, lalu beliau mengulurkan tangannya dan makan, maka orang–orang
pun mengulurkan tangannya masing–masing dan makan.

Referensi: [Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 hal 288, Kanzul ummaal fii sunanil
aqwaal wal af’al Juz 13 hal 309, Thabaqat Al Kubra Li Ibn Sa’d Juz 4 hal 29, Tarikh Dimasyq
juz 26 hal 373, Al Makrifah wattaarikh Juz 1 hal 110]

Kemudian dalam kitab Imam As Suyuthi, Al-Hawi li al-Fatawi:

‫ ﺍن ﺍﻟﻤﻮتﻰ ﻳفتﻨﻮن ﻓﻲ ﻗﺒﻮﺭﻫﻢ ﺳﺒﻌﺎ ﻓﻜﺎﻧﻮﺍ ﻳﺴتحﺒﻮن ﺍن ﻳﻄﻌﻤﻮﺍ ﻋﻨﻬﻢ تﻠﻚ ﺍﻻﻳﺎﻡ‬: ‫ﻗﺎﻝ ﻃﺎﻭﻭﺱ‬

Imam Thawus berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam
kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabat) gemar menghidangkan makanan
sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut.”

‫ ﻓﺎﻣﺎ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﻓﻴفتﻦ ﺳﺒﻌﺎ ﻭﺍﻣﺎﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻖ ﻓﻴفتﻦ ﺍﺭﺑﻌﻴﻦ ﺻﺒﺎﺣﺎ‬, ‫ ﻳفتﻦ ﺭﺟﻼن ﻣﺆﻣﻦ ﻭﻣﻨﺎﻓﻖ‬: ‫ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪ ﺑﻦ ﻋﻤﻴﺮ ﻗﺎﻝ‬

Dari Ubaid bin Umair ia berkata: “Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq
memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh hari,
sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari.”

Dalam tafsir Ibn Katsir (Abul Fida Ibn Katsir al Dimasyqi Al Syafi’i) 774 H beliau
mengomentari ayat 39 surah an Najm (IV/236: Dar el Quthb), beliau mengatakan Imam Syafi’i
berkata bahwa tidak sampai pahala itu, tapi di akhir2 nya beliau berkomentar lagi
‫ﻓﺄﻣﺎ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﺬﺍﻙ ﻣﺠﻤﻊ ﻋﻠﻰ ﻭﺻﻮﻟﻬﻤﺎ ﻭﻣﻨﺼﻮص ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ‬

bacaan alquran yang dihadiahkan kepada mayit itu sampai, Menurut Imam Syafi’i pada waktu
beliau masih di Madinah dan di Baghdad, qaul beliau sama dengan Imam Malik dan Imam
Hanafi, bahwa bacaan al-Quran tidak sampai ke mayit, Setelah beliau pindah ke mesir, beliau
ralat perkataan itu dengan mengatakan bacaan alquran yang dihadiahkan ke mayit itu sampai
dengan ditambah berdoa “Allahumma awshil.…dst.”, lalu murid beliau Imam Ahmad dan
kumpulan murid2 Imam Syafi’i yang lain berfatwa bahwa bacaan alquran sampai.

Pandangan Hanabilah, Taqiyuddin Muhammad ibnu Ahmad ibnu Abdul Halim (yang lebih
populer dengan julukan Ibnu Taimiyah dari madzhab Hambali) menjelaskan:

ِ‫ ﻭَﻗَﺪْ ﻭَﺭَﺩَﺕْ ﺑِﺬٰﻟِﻚَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ُﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍَﺣَﺎ ﺩِﻳْﺚُ ﺻَحِﻴْحَﺔٌ ﻣِﺜْﻞُ ﻗَﻮْﻝ‬.َ‫ﺍَﻣَّﺎ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻓَـ ِﺎﻧَّﻪُ ﻳَﻨْـتَـفِﻊُ ﺑِﻬَﺎ ﺑِﺎتِّـفَﺎﻕِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦ‬
ُ‫ ﻭَﻛَﺬٰﻟِﻚَ ﻳَـﻨْـفَـﻌُﻪ‬, ْ‫ ﻧَـﻌَﻢ‬:َ‫ﺳَﻌْﺪٍ ( ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍِنَّ ﺍُﻣِّﻲْ ﺍُﻓْتـ ُِﻠتـ َﺖْ ﻧَفْﺴُﻬَﺎ ﻭَﺍَﺭَﺍﻫَﺎ ﻟَﻮْ تَـﻜَﻠَّﻤَﺖْ تَﺼَﺪَّﻗَﺖْ ﻓَﻬَﻞْ ﻳَﻨْـفَـﻌُﻬَﺎ ﺍَنْ ﺍَتَـﺼَﺪَّﻕَ ﻋَﻨْﻬَﺎ ؟ ﻓَﻘَﺎﻝ‬
ِ‫ ﺍﻟْحَﺞُّ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍْﻻُ ﺿْحِﻴَﺔُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟْﻌِتْﻖُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﻭَﺍْﻻِﺳْتِـْﻐﻒُﺭﺍَ ﻟَﻪُ ﺑِﻼَ ﻧِﺰﺍَﻉٍ ﺑَﻴْﻦَ ﺍْﻷَﺋِﻤَّﺔ‬.

“Adapun sedekah untuk mayit, maka ia bisa mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan umat
Islam, semua itu terkandung dalam beberapa hadits shahih dari Nabi Saw. seperti perkataan
sahabat Sa’ad “Ya Rasulallah sesungguhnya ibuku telah wafat, dan aku berpendapat jika ibuku
masih hidup pasti ia bersedekah, apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya?”
maka Beliau menjawab “Ya”, begitu juga bermanfaat bagi mayit: haji, qurban, memerdekakan
budak, do’a dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan di antara para imam”.

Referensi : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/314-315)

Ibnu Taimiyah juga menjelaskan perihal diperbolehkannya menyampaikan hadiah pahala shalat,
puasa dan bacaan al-Qur’an kepada:

َ‫ﻓَﺎِﺫَﺍ ﺍُﻫْﺪِيَ ﻟِﻤَﻴِّﺖٍ ﺛَﻮَﺍﺏُ ﺻِﻴﺎَﻡٍ ﺍَﻭْ ﺻَﻼَﺓٍ ﺍَﻭْ ﻗِﺮ ََﺋﺔٍ ﺟَﺎﺯَ ﺫَﻟِﻚ‬

Artinya: “jika saja dihadiahkan kepada mayit pahala puasa, pahala shalat atau pahala bacaan (al-
Qur’an / kalimah thayyibah) maka hukumnya diperbolehkan”.

Referensi : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/322)

Al-Imam Abu Zakariya Muhyiddin Ibn al-Syarof, dari madzhab Syafi’i yang terkenal dengan
panggilan Imam Nawawi menegaskan;

ْ‫ ﻳُﺴْـتَـحَﺐُّ ﺍَن‬:‫ ﻧَـﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻰُّ ﻭَﺍتَّفَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْحَﺎﺏُ ﻗَﺎﻟﻮُﺍ‬.َ‫ﻳُﺴْـتَـحَﺐُّ ﺍَنْ ﻳَـﻤْﻜُﺚَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺪُّﻓْﻦِ ﺳَﺎﻋَـﺔً ﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻠْﻤَﻴِّﺖِ ﻭَﻳَﺴْتَﻐْفِﺮُﻝُﻩ‬
258 ‫ ص‬5 ‫ﻀ َﻞ ) ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺟﺰ‬ َ ‫(ﻳَـﻘْﺮَﺃَ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺷَﻴْﺊٌ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃَنِ ﻭَﺍِنْ َﺧت َ ُﻤ ْﻮﺍ ﺍْﻟﻘُ ْﺮآنَ َﻛﺎنَ ﺍ َ ْﻓ‬

“Disunnahkan untuk diam sesaat di samping kubur setelah menguburkan mayit untuk
mendo’akan dan memohonkan ampunan kepadanya”, pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i
dan pengikut-pengikutnya, dan bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan “sunnah dibacakan
beberapa ayat al-Qur’an di samping kubur si mayit, dan lebih utama jika sampai mengha tamkan
al-Qur’an”.

Selain paparannya di atas Imam Nawawi juga memberikan penjelasan yang lain seperti tertera di
bawah ini;

ِ‫ ﻭَﺍْﻻَﻓْﻀَﻞُ ﺍَنْ ﻳَﻜُﻮْنَ ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﺑِﻤَﺎ ﺛَﺒـ َﺖَ ﻣِﻦَ ﺍْﻟحَﺪِﻳْﺚ‬.ِ‫ﻭَﻳُـﺴْـتَحَﺐُّ ﻟِﻠﺰَّﺍﺋِﺮِ ﺍَنْ ﻳُﺴَﻠِّﻢَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻤَﻦْ ﻳَﺰُﻭْﺭُﻩُ ﻭَﻟِﺠَﻤِﻴْﻊِ ﺍَﻫْﻞِ ﺍْﻟﻤَﻘْﺒَﺮَﺓ‬
258 ‫ ص‬5 ‫ (ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺟﺰ‬.ُ‫) ﻭَﻳُﺴْـتَـحَﺐُّ ﺍَنْ ﻳَﻘْﺮَﺃَ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃٰنِ ﻣَﺎ تَﻴَﺴَّﺮَ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟَﻬُﻢْ ﻋَﻘِﺒَﻬَﺎ ﻭَﻧَﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎِﻓﻌِﻰُّ ﻭَﺍتَّفَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْحَﺎﺏ‬

“Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas (penghuni) kubur dan
mendo’akan kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua penghuni kubur, salam dan do’a itu
akan lebih sempurna dan lebih utama jika menggunakan apa yang sudah dituntunkan atau
diajarkan dari Nabi Muhammad Saw. dan disunnahkan pula membaca al-Qur’an semampunya
dan diakhiri dengan berdo’a untuknya, keterangan ini dinash oleh Imam Syafi’i (dalam kitab al-
Um) dan telah disepakati oleh pengikut-pengikutnya”.

Referensi : (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, V/258)

Al-‘Allamah al-Imam Muwaffiquddin ibn Qudamah dari madzhab Hambali mengemukakan


pendapatnya dan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal

ْ‫ ﺍِﺫﺍَ ﺩَﺧَﻠْتﻢُ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮَ ﺍِﻗْﺮَﺋُﻮْﺍ ﺍَﻳـ َﺔَ ﺍْﻟﻜُـْﺮﺳِﻰِّ ﺛَﻼَﺙَ ﻣِﺮَﺍﺭٍ ﻭَﻗُﻞْ ﻫُﻮَ ﺍﻟﻠﻪ ُﺍَﺣَﺪٌ ﺛُﻢَّ ﻗُﻞ‬:َ‫ ﻭَﻗَﺪْ ﺭُﻭِيَ ﻋَﻦْ ﺍَﺣْﻤَﺪَ ﺍَﻧَّـﻪُ ﻗَﺎﻝ‬. ِ‫ ﻭَﻻَ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﺎﻟْﻘِﺮﺍَﺀَﺓِ ﻋِﻨْﺪَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮ‬: َ‫ﻗَﺎﻝ‬
ِ‫ ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍِنَّ ﻓَﻀْﻠَﻪُ ِﻷَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮ‬.

Artinya “al-Imam Ibnu Qudamah berkata: tidak mengapa membaca (ayat-ayat al-Qur’an atau
kalimah tayyibah) di samping kubur, hal ini telah diriwayatkan dari Imam Ahmad ibn Hambal
bahwasanya beliau berkata: Jika hendak masuk kuburan atau makam, bacalah Ayat Kursi dan
Qul Huwa Allahu Akhad sebanyak tiga kali kemudian iringilah dengan do’a: Ya Allah
keutamaan bacaan tadi aku peruntukkan bagi ahli kubur.

Referensi : (al-Mughny II/566)

Dalam al Adzkar dijelaskan lebih spesifik lagi seperti di bawah ini:

‫ﻭَﺫَﻫَﺐَ ﺍَﺣْﻤَﺪُ ْﺑﻦُ ﺣَﻨْﺒَﻞٍ ﻭَﺟَﻤَﺎﻋَﺔٌ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﻭَﺟَﻤَﺎﻋَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺍَﺻْحَﺎﺏِ ﺍﻟﺸَّﺎِﻓـ ِﻌﻰ ﺍِﻟﻰَ ﺍَﻧـﻪُ ﻳَـﺼِﻞ‬
rizqi yang halal dan berkah adalah
TAHLILAN

Wallohu a’lam Bishshowab

Anda mungkin juga menyukai