Anda di halaman 1dari 13

KAJIAN HADIS : SHALAT TASBIH

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Studi Kritis Analitis Ilmu Hadits dan Ilmu Hadits
Dosen pengampu Dr. H. M. Ridwan, M.Ag

Oleh :
Indah Lestari (201766009)

1 MPAI A
PASCASARJANA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2020
A. Pendahuluan
Sebagai seorang muslim sholat merupakan salah satu rukun slam yang
wajib diamalkan. Bukan hanya sebagai rukun Islam, proses ibadah sholat
mempunyai manfaat baik bagi jasmani dan rohani. Bagi umat Islam sendiri, sholat
hukumnya wajib dan apabila tidak melaksanakannya akan mendapatkan dosa. Hal
tersebut merupakan pelanggaran bagi seorang muslim apabila dengan sengaja
meninggalkan kewajibannya untuk menunaikan sholat fardhu/sholat wajib.
Agama Islam mengajarakan, sholat sebagai media komunikasi bagi seorang
hamba dengan Allah SWT sebagai Tuhan semesta alam. Umat Islam percaya
bahwa sholat merupakan salah satu amal yang akan dihisab pertama kali saat
seseorang wafat untuk menemui Tuhannya.
Sholat terdiri dari dua macam yakni sholat fardhu/sholat wajib dan sholat
sunnah. Sholat fardhu/sholat wajib merupakan sholat yang paling utama dan wajib
dilaksanakan diantaranya waktu subuh 2 rokaat, dhuhur 4 rokaat, asar 4 rokaat,
magrib 3 rokaat, dan isya 4 rokaat. Sedangkan sholat sunnah merupakan sholat
yan dilaksanakan sebagai pelengkap dan penyempurna bagi sholat fardhu. Hukum
sholat sunnah yakni dianjurkan untuk melaksanakan jika meninggalkan tidak
mendapat dosa. Salah satu sholat sunnah yang akan dibahas pada makalah ini
yakni sholat tasbih.
Sholat tasbih ada yang menyebutnya sebagai salah satu sholat sunnah.
Sholat tasbih dilaksanakan dengan banyak memperbanyak bacaan tasbih pada
setiap gerakan sholatnya yakni subhanallah. Lutfi menuturkan, sholat tasbih
bercirikan banyak pembacaan tasbih di dalamnya, sementara untuk gerakan dan
bacaan pada sholat ini sedikit berbeda dari sholat pada umumnya. Bacaan tasbih
dalam sholat kurang lebih 75 kali diucapkan.1 Bahkan para ulama juga memiliki
pandangan tersendiri mengenai hukum sholat tasbih. Ada yang menghukuminya
sunnah, mubah, tidak boleh, antara Bin Baz dan Albani. Oleh karena itu, dalam
makalah ini akan ditelusuri hadis yang meriwayatkan mengenai sholat tasbih
berikut matan, sanad, dan perawinya.

1
Hanif Lutfi, Benarkah Sholat Tasbih Itu Bid’ah?, Jakarta : Rumah Fiqih Publishing, 2018, hlm 5
B. Matan dan Sanad Hadis Sholat Tasbih
Matan (‫ )المتن‬berarti tanah yang keras dan tinggi. Sedangkan secara istilah
adalah kalimat setelah berakhirnya sanad suatu hadits.2 Dalam artian, apabila
rantai sanad telah disebutkan maka setelah itu adalah matannya. Atau dengan kata
lain, matan adalah redaksi hadits itu sendiri, sementara sanad sanad (‫ )السند‬berarti
sandaran. Adapun secara istilah adalah rangkaian para periwayat hadits yang
menghubungkan sampai kepada redaksi hadits.3 Atau bisa juga didefinisikan ‘para
periwayat hadits yang menukilkan (menyampaikan) hadits kepada kita. 4
Hadis mengenai sholat tasbih diriwayatkan oleh Abu Dawud, At Tirmidzi
dan Ibnu Majjah dan takhrij nya akan diuraikan berikut ini5
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud kitab al-Shalat bab Shalat al-
Tasbih, Juz I

2
Mahmud Ahmad Ath-Thahhaan, Taisir Musthalah Al-Hadits, hlm 19.
3
Mahmud Ahmad Ath-Thahhaan, Taisir Musthalah Al-Hadits, hlm 18
4
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Musthalah Al-Hadits, hlm 36
5
Winda Fitriyani, Skripsi Hadits Tentang Keutamaan Shalat Tasbih (Studi Kritik Sanad Dan Matan),
UIN Raden Intan Lampung, 2018
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Bisyr bin Hakam
an Naisabury telah menceritakan kepada kami Musa bin Abdul Aziz telah
menceritakan kepada kami Al Hakam bin Aban dari Ikrimah dari Ibnu Abbas
bahwa Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Abbas bin
Abdul Mutthalib: “Wahai Abbas, wahai pamanku, sukakah paman, aku beri,
aku karuniai, aku beri hadiah istimewa, aku ajari sepuluh macam dosa? Jika
paman mengerjakan hal itu, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa paman,
baik yang awal dan yang akhir, baik yang telah lalu atau yang akan datang,
yang disengaja ataupun tidak, yang kecil maupun yang besar, yang samar-
samar maupun yang terang-terangan. Sepuluh macam kebaikan itu ialah:
“Paman mengerjakan shalat empat raka’at, dan setiap rakaat membaca Al-
Fatihah dan surat, apabila selesai membaca itu, dalam raka’at pertama dan
masih berdiri, bacalah: “Subhanallah wal hamdulillah walaa ilallah wallahu
akbar (Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada ilah selain Allah dan
Allah Maha besar) “Sebanyak lima belas kali, lalu ruku’ membaca bacaan
seperti itu sebanyak sepuluh kali, kemudian mengangkat kepala dari ruku’
(i’tidal) juga membaca seperti itu sebanyak sepuluh kali, lalu sujud juga
membaca sepuluh kali, setelah itu mengangkat kepala dari sujud (duduk
diantara dua sujud) juga membaca sepuluh kali, lalu sujud lalu sujud juga
membaca sepuluh kali, kemudian mengangkat kepala dan membaca sepuluh
kali, Salim bin Abul Ja’d jumlahnya ada tujuh puluh lima kali dalam setiap
rakaat, paman dapat melakukannya dalam empat rakaat. Jika paman sanggup
mengerjakannya dalam sehari, kerjakanlah. Jika tidak mampu, kerjakanlah
setiap bulan, jika tidak mampu, kerjakanlah setiap setahun sekali. Dan jika
masih tidak mampu, kerjakan sekali dalam seumur hidup.” Telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Sufyan Al Ubuli telah menceritakan kepada kami
Habban bin Hilal Abu Habib telah menceritakan kepada kami Mahdi bin
Maimun telah menceritakan kepada kami Amru’ bin Malik dari Abu Jauza dia
berkata: telah menceritakan kepada kami seseorang laki-laki yang pernah
bersahabat dengannya, menurut mereka, dia adalah Abdullah bin ‘Amru dia
berkata: Nabi SAW bersabda kepadaku: ‘datanglah kepadaku besok hari aku
akan memberimu pemberian. “hingga aku mengira beliau benar-benar akan
memberiku suatu pemberian. Beliau bersabda: “Apabila siang agak reda maka
berdirilah untuk menunaikan shalat empat rakaat…” kemudian dia
menyebutkan hadits seperti diatas beliau lalu bersabda “kemudian kamu
mengangkat kepalamu -yaitu sujud kedua sehingga kamu benar-benar duduk,
dan janganlah berdiri hingga membaca tasbug, tahmid, takbir dan tahlil
masing-masing sepuluh kali lalu kamu melakukan hal itu di empat rakaat.”
Beliau melanjutkan: seandainya kamu orang yang paling besar dosanya
diantara penduduk bumi, maka dosa- dosamu akan diampuni melakukan hal itu
(shalat tasbih)” aku bertanya jika aku tidak dapat mampu melakukan shalat
tasbih pada waktu itu “beliau menjawab: kerjakanlah dimalam hari.

2. Hadits yang diriwayatkan oleh Sunan al-Tirmizi, Kitab al-Shalat, Bab Ma Ja’a
fi Shalat al-Tasbih, Juz II.
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib Muhammad bin Al Ala’
telah menceritakan kepada kami Zaid bin Hubab Al Uqli telah menceritakan
kepada kami Musa bin ‘Ubaidah telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Abu
Sa’id budak Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazm dari Abu Rafi’ dia
berkata, Rasullullah Shallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Al Abbas: “Wahai
pamanku bukanlah saya telah bersilaturrahmi kepadamu, bukankah saya telah
memberikan sesuatu kepadamu, dan bukankah saya telah memberikan manfaat
kepadamu?” Dia menjawab, ya, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: “Wahai
pamanku, laksanakanlah shalat empat raka’at, pada setiap raka’atnya kamu
membaca fatihatul kitab (surat Al-Fatihah)dan surat dari (Al-Qur’an), apabila
selesai membaca, maka bacalah Allahu Akbar, Wal Hamdulillah, Wasubhanallahi,
Walaa Ilaaha Illallaah sebanyak lima kali sebelum ruku’ lalu bacalah kalimat
tersebut sepuluh kali, lalu angkatlah kepalamu dan bacalah kalimat tersebut
sepuluh kali, kemudian sujudlah untuk yang kedua dan bacalah kalimat tersebut
sepuluh kali, kemudian angkatlah kepalamu dan bacalah kalimat tersebut sepuluh
kali sebelum kamu berdiri, sehingga jumlahnya tujuh puluh lima dalam setiap
rakaat dan tiga ratus dalam empat rakaat, seandainya dosamu seperti pasir yang
yang bertebaran, niscaya Allah mengampuninya untukmu.” Dia (Abbas) bertanya,
wahai Rasulullah, siapakah yang akan mampu membacanya setiap hari? Beliau
menjawab: “Jika kamu tidak mampu membaca setiap hari, maka bacalah dalam
setiap jum’at dan jika kamu tidak mampu membacanya dalam setiap jum’at maka
bacalah dalam setiap bulan. Kemudian Abbas terus menerus bertanya kepada
beliau sehingga beliau bersabda: “Maka bacalah dalam setahun.” Abu Isa berkata,
ini adalah hadits gharib dari hadits Abu Rafi’.
3. Hadits yang diriwayatkan oleh Sunan Ibnu Majah, Kitab Iqamat al-Shalat wa al-
Sunnat fi ha Bab Ma Ja’a fi al-Tasbih.

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Musa bin ‘Abdurrahman Abu Isa Al-
Masruqi berkata, telah menceritakan kepada kami Zaid Al-Hubab berkata, telah
menceritakan kepada kami Musa bin Ubaidah berkata, telah menceritakan kepada
Ku, Sa’id bin Abu Sa’id – mantan budak Abu Bakr bin Amru bin Hazm – dari
Abu Rafi’ ia berkata; Rosulullah SAW bersabda kepada Abas: “Wahai Paman
maukah jika aku memberimu hadiah, maukah jika aku memberikan manfaat
kepadamu’ maukah jika aku menyambung silaturahmi kepadamu?”ia
menjawab,tentu ya Rasulullah. “Beliau bersabda: “Shalatlah empat raka’at
disetiap raka’at engkau membaca Fatihahtul Kitab (Surah Al- Fatihah) dan Satu
Surah. Apabila selesai membaca, maka ucapkanlah “Subhanallahu
Walhamdulillah Wa Laa Ilaaha Illa Allahu Wallahu Akbar (Maha Suci Allah dan
Segala Puji Bagi Allah, Tidak Ada Tuhan Yang Berhak Disembah Kecuali Allah,
Allah Maha Besar) sebanyak 15 kali selama Ruku’. Kemudian Ruku’ dan
ucapkanlah bacan itu lagi 10 kali. Kemudian angkatlah kepala mu dan
Ucapkanlah lagi sepuluh kali kemudian sujud dan ucapkanlah lagi sepuluh kali,
kemudian angkatlah kepalamu dan ucapkanlah lagi sepuluh lagi kemudian sujud
dan ucapkanlah lagi sepuluh kali, dan kemudian angkatlah kepalamu dan
ucapkanlah lagi sepuluh kali sebelum engkau bangun. Semua itu genap berjumlah
tujuh puluh lima dalam setiap raka’at, dan berjumlah tiga ratus dalam empat
Raka’at sekiranya dosa-dosamu seperti pasir yang menggunung, Allah akan
mengampuninya. “Abbas berkata, “wahai Rasulullah, bagaimana dengan orang
yang tidak mampu mengucapkan itu dalam sehari? “beliau bersabda: “lakukanlah
sekali dalam seminggu, jika tidak mampu maka lakukanlah sekali dalam sebulan”
hingga beliau bersabda: “maka lakukanlah sekali dalam setahun”.
Analisis dibawah ini menguraikan urutan sanad dari hadis-hadis tersebut.
Di bawah ini disajikan dalam bentuk tabel agar mempermudah untuk dipahami.
A. Hadis Riwayat Abu Dawud
1. Jalur sanad pertama
Urutan Sebagai
No. Nama Periwayat
Sanad
Imam Abu Daud (w. Mukharrij al-
1.
275) hadits
Abdurrahman bin
V
2. Bisyar (w. 260)
Musa bin Abdul Aziz
IV
3. (w.175)
Al-Hakam bin Habban
III
4. (w.154)
5. Ikrimah (w.104) II
Abdullah bin
6. I
Abbas (w.68)

2. Jalur kedua sanad

No Nama Periwayat Urutan Sebagai Sanad

1. Imam Abu Daud (w. Mukharrij al- hadits


275 H)
Muhammad bin
2. VI
Sufyan
Hubban bin Hillal (w.
3. V
216)
Mahdi bin Maymun
4. IV
(w. 171)
Amru bin Malik
5.
(w.129) III
6. Abu Jauzah‟ (w. 83) II
Abdullah bin
7. Amru (w. 63) I

3. Jalur sanad ketiga


Urutan Sebagai
No Nama Periwayat Sanad

1. Imam Abu Daud (w. 275H) Mukharrij al-


hadits
2 Rauh bin al- Musayyab V

3 Ja‟far bin Sulaiman (w.


178 H) IV

4 Amru bin Malik (w. 129 H) III


5 Abi Al-Jawzah
II
Abdullah bin
6 I
Abbas (w. 68)

B. Hadis riwayat at-Tirmidzi


Nama
No. Urutan Sebagai Sanad
Periwayat
Imam at- Tirmizi
1. Mukharrij al- hadits
(w.200 H)

2. Muhammad Al‟Alaa V
(w.248)

3. Zaid bin al- Hubab IV


(w.230 H)
Musa bin Ubaydah
4. III
(w.153 H)
5. Said bin Abi Said II
6. Abu Rafi‟ I
C. Hadis riwayat Ibnu Majjah
Nama Urutan Sebagai
No.
Periwayat Sanad
1. Imam Ibnu Majah
Mukharrij al-
(w. 273 H)
hadits
2. V
Musa bin Abdurrahman
(w. 258 H)
3. Zaid bin Al- Hubab (w. IV
230 H)
4. Musa bin III
Ubaydah (w.153 H )
5. Sa‟id bin Abi Sa‟id II
6. Abu Rafi‟ I

Para ulama berpendapat mengenai hadist ini dan menghukumi sholat


tasbih menjadi 3 diantaranya6 :
1. Hukumnya sholat tasbih sunnah
Menurut ulama Syafiiyah hukum sholat tasbih adalah sunnah. Ibnu Hajar al-
Asqalani menuliskan beberapa ulama yang menshahihkan hadis tasbih
diantaranya Abu Daud, Abu Bakar al-Ajurri, Abu Bakar al-Khatib al-
Baghdadi, Abu Said as-Sam’ani, Abu Musa al-Madini, Abu al-Hasan al-
Mufadhal, al-Mundziri, al-Hafidz Ibnu Shalah. Selain itu, ulama mazhab
Syafi’i mensunnahkan sholat tasbih ini diantaranya Imam Abu Hamid al-
Ghazali, al-Mahamili, al-Juwaini Imam al-Haramain, al-Qadhi Husain, al-
Baghawi, ar-Rafi’i, dan lainnya. Imam as-Suyuti menyebutkan bahwa Imam
Nawawi juga menshahihkan hadis ini.
2. Hukum sholat tasbih mubah
Ulama Hanabillah yang berpendapat seperti Imam Ahmad bin Hanbal. Selain
itu, pendapat yang menarik Ibnu Quddamah al-Maqdisi al Hanbali
menyebutkan bahwa beliau tidak menshahihkan suatu hadist ketika amalan itu
berupa amalan sunnah atau berupa fadhilah. Artinya hadist shahih menurut
Ibnu Quddamah bisa menjadi pijakan amalan sunah dan fadhilah.

6
Hanif Lutfi, Benarkah Sholat Tasbih Itu Bid’ah?.... hlm 3-7
3. Hukum sholat tasbih tidak boleh
Sebagian Ulama Hanbali yang berpendapat demikian dinataranya Ibnu
Taimiyyah dan ulama Arab Saudi seperti Bin Baz, Muhammad bin Shalih al-
Utsaimin, bahkan Lajnah Daimah berpendapat bid’ah mengenai sholat tasbih.
Alasan dari para ulama diantaranya :
a) Hadistnya doif bahkan palsu
b) Menyalahi aturan shalat sebagaimana sholat biasanya, karena banyak
bacaan tasbihnya
4. Antara Bin Baz dan Albani
Bin Baz menyatakan bahwa hadis ini maudu’ berdasarkan pernyataan Ibnu Al
Jauzi dalam kitab al-maudu’at yang dikatakan majhul. Pendapat Ibnu Al Jauzi
dalam kitabnya demikian :

“Bisa dikatakan, jalur sanad paling baik tentang sholat tasbih adalah sanad yang
melewati Musa bin Abdul Azis. Para ulama berbeda pendapat terkait hukum
sholat tasbih ini dikarenakan kualitas Musa bin Abdul Azis .
Ibnu Al Jauzi pernah mengkritisi semua jalur sanad hadist tasbih dan
menemukan bahwa seorang rawi bernama Musa bin Ubaidah merupakan seorang
yang berpredikat dhaif dan majhu serta menilainya tsiqah. Musa bin Abdul Azis
Abu Syuaib al-Qanbari adalah orang Yaman, beliau wafat tahun 175 H. Para
pakar hadis seperti Ibnu Hibban menyebutkan dalam kitab as-Tsiqat yaitu kitab
yang khusus berbicara rawi-rawi yang dianggap tsiqah oleh Ibnu Hibban. Ibnu
Syanin dengann jelas menuliskan bahwa Musa bin Abdul Aziz ini tsiqah.
Selain itu, Yahya bin Main ketika ditanya mengenai Muhammad Ibnu
Musa beliau berkomentar; La ara bihi ba’san (saya menganggapnya tidak apa-
apa). Al Hafidz al Mizzi menuliskan biografi lengkap Musa bin Abdul Azis. An
Nasa’i sebagaimana disitir oleh al Mizzi berkomentar; Laisa bihi ba’sun (tidak
apa-apa). Imam Bukhari juga menuliskan biografi Musa bin Abdul Azis dalam
kitab at-Tarikh al-kabir. Namun jika berlandaskan atas pemikiran Ibnu Jauzi
mengenai majhul nya Musan bin Abdul Azis menurut Hanif Lutfi itu tidak adil,
karena banyak para ulama ilmu hadis menuliskan biografi Musa bin Abdul Azis
sementara Ibnu Al Jauzi berkomentar dengan bahasa majhul adana (tidak
diketahui oleh saya).7
Adapun Musa bin Ubaydah dalam meriwayatkan hadits dari Abdullah bin
Dinar hadits-hadits yang mungkar. Menurut Ibnu Ma‟in mengatakan haditsnya
tidak dapat dijadikan hujjah, dhoif. Abu Zur‟ahmengatakan haditsnya tidak kuat.
Ibnu Abi Hatim mengatakan munkar al-hadits. Al-Nasai mengatakan dho‟if, laysa
bi siqah, Ibnu Sa‟id mengatakan siqah banyak haditsnya, akan tetapi tidak
dapat dijadikan hujjah. Ya‟qub bin Syaybah mengatakan shaduq haditsnya lemah
sekali, Ibnu Qani‟ dan Ibnu Hibban mengatakan dho‟if.8 Musa bin Ubaydah
dipermasalhkan atas kulaitasnya, karena dianggap lemah dan dhaif oleh para
ulama hadist, sam halnya dengan Musa bin Abdull Azis.

C. Pendapat Ulama Banyumas


Menurut salah satu ulama Banyumas, Kahar Muzaki, S.Ag, M.Ag yang
menjadi Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Daerah Muhammadiyah
Banyumas, menyatakan bahwa perbedaan para ulama mengenai hadis tentang
sholat tasbih tidak ada yang berpendapat shahih secara mutlak karena terdapat
salah satu perawi yang majhul dan diragukan oleh para ulama hadist. Namun bagi
yang mengamalkan shalat tasbih tidak termasuk perbuatan bid'ah serta yang tidak
mengamalkan juga tidak merugi. Shalat tasbih sendiri adalah sunnah yang masih
diperselisihkan oleh para ulama, oleh karena itu jika tidak mengamalkannya maka
itu dimaksudkan untuk keluar untuk menghindari dari hal yang diperselisihkan.
Walloohu a'lam bi showab.
D. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada hadis mengenai sholat
tasbih yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majjad dan at-Tirmidzi kualitas
hadis tersebut dhaif. Musa bin Abdul Azis dan Musa bin Ubaydah dikategorikan
sebagai periwayat hadist yang lemah sehingga jika terdapat hadis yang

7
Hanif Lutfi, Benarkah Sholat Tasbih.... hlm 13-14
8
Winda Fitriyani, Skripsi Hadits Tentang Keutamaan Shalat Tasbih.... hlm 80
diriwayatkan oleh keduanya para ulama ragu akan ke shahihannya. Amalan sholat
tasbih yang dilakukan oleh sebagian umat Islam merupakan salah satu cara untuk
lebih mendekatkan diri kepada Allah, maka hal tersebut menjadi salah satu cara
agar mereka merasa lebih tentram dan mesra dalam berdialog kepada Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA
Lutfi, Hanif, Benarkah Sholat Tasbih Itu Bid’ah?, Jakarta : Rumah Fiqih
Publishing, 2018.

Ath-Thahhaan , Mahmud Ahmad, Taisir Musthalah Al-Hadits.

Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih, Musthalah Al-Hadits.

Fitriyani, Winda, Skripsi Hadits Tentang Keutamaan Shalat Tasbih (Studi Kritik
Sanad Dan Matan), UIN Raden Intan Lampung, 2018.

Anda mungkin juga menyukai