Anda di halaman 1dari 21

Tradisi Haul Di Pesantren

Studi atas Praktik Haul Di Pesantren

Desa Buntet, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon

A. Latar Belakang Masalah


Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang
sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat. Martin Van Bruinessen memperkirakan
pesantren telah ada sejak masa pra-Islam, dimana terdapat tempat-tempat pertapaan para
penyebar Islam di Jawa.1 Pesantren berdiri sejak penyebaran Islam di Indonesia pada abad
ke 15 M, dimana pesantren dijadikan sebagai alat untukberdakwah oleh Walisongo.2
Sampai saat ini, pesantren masih eksis dan berkembang di masyarakat dan menjadi
lembaga besar dengan segala tradisi yang ada di dalamnya.

Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indoneisa, pesantren memiliki


beberapa tradisi; Diantara tradisinya yaitu tradisi keilmuan, sufistik, dan kultur. Tradisi
keilmuan seperti mengaji kitab-kitab klasik atau yang biasa disebut kitab kuning.
Biasanya, kyai membacakan kitab di depan para santrinya. Selain itu ada tradisi sufistik,
yang bertujuan untuk kepentingan ubudiyahnya seperti shalat berjamaah lima waktu
yang dilengkapi dengan dzikir, wirid atau ratib dan ada pula Kyai yang mengajarkan
tarekat.3Adapun tradisi kultur yakni seperti mengadakan pringatan maulid Nabi
Muhammad saw pada bulan Maulid, diskusi kecil mengenai kitab, atau yang dikenal
dengan sebutan Bahtsul Masa’il/ Bahtsul Kutub, Mengunjungi makam wali atau ziarah,
dan peringatan Haul.

Haul merupakan salah satu tradisi rutin tahunan, yang biasa dilakukan di pesantren.
Pesantren di Jawa, hampir semuanya mempunyai perayaan tahunan (Hawl)yakni
memperingati hari ulang tahun kematian para kyai yang berjasa dalam mendirikan
pondok pesantren.4 Para kyai percaya bahwa untuk mengharapkan berkah, tidak hanya
kepada wali atau guru yang masih hidup saja, akan tetapi kyai yang sudah
meninggalpuntetap dianggap penting dalam mencari keberkahannya. Maka dari itu, haul
tetap diadakan setiap tahunnya karena menganggap berkah tetap ada meskipun yang

1
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Pesantren: Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia,
(Bandung: Mizan 1999) cet 11. Hal 16
2
Mustofa, Jurnal An-Nuha: Kedatangan Islam dan Pertumbuhan Pondok Pesantren di Indonesia Perspektif
Filsafat Sejarah, vol. 2 No. 1 , Juli 2015
3
Martin Van Bruinessen, hlm 20.
4
Martin Van Bruinessen,, hlm 20.

1
diharapkan keberkahannya telah meninggal. Sehingga, kyai, warga, dan santri bersama-
sama sepakat untuk tetap mempringati haul para pendahulu yang sudah meninggal.

Haul berasal dari bahasa arab “al haulun” atau “al-haulaini” yang memiliki arti,
setahun, dua tahun, perpindahan dan dua belas bulan. Haul dalam arti satu tahun yakni
pertama, haul yang berkaitan dengan zakat dan kedua, haul sebagai peringatan wafatnya
seseorang. Dalam bab zakat,“al-haul” adalah sebagai syarat diwajibkannya seseorang
untuk mengeluarkan zakat. Sedangkan yang kedua, “al-haul” sebuah ritual yang biasa
dilakukan setiap satu tahun sekali. Biasanya haul dalam arti ini, dilakukan dengan
menziarahi makam almarhum atau almarhumah.5 Haul dalam arti zakat dan tradisi
memiliki kemiripan arti, yakni kedua-duanya diadakan dalam satu tahun sekali.

Sementara itu, haul yang dimaksud penulis adalah sebuah tradisi yang ada di
pesantren. Haul di pesantren biasanya diadakan untuk memperingati hari wafatnya kyai-
kyai yang sudah meninggal. Biasanya orang yang diperingatinya adalah tokoh-tokoh
besar, seperti orang yang telah mendirikan pondok pesantren atau orang yang berjasa
dalam pengajaran keilmuan di pesantren tersebut. Haul dilaksanakan dengan acara-acara
ritual keagamaan yang ada di dalamnya, yakni bertujuan untuk mendoakan orang yang
telah meninggal.

Ada tiga hal dalam praktik haul yang tidak bisa dihilangkan yakni; Tahlil
(membaca Al-quran/mendoakan mayit), pengajian (Mauidoh Hasanah) dan sedekah.6
Tahlil sebagaimana rangkaiannya yakni pembacaan Tasbih, Tahmid, ayat Kursi, dan doa.
Adapun mauidoh hasanah diadakan untuk memberikan arahan dan untuk menghimbau
masyarakat agar mengerjakan amal saleh, dan menambah ketakwaan bagi orang-orang
Islam. Sedangkan sedekah yakni sebagai selamatan agar amal ibadah yang disampaikan
dari orang hidup, sampai kepada orang yang tekah meninggal. Dalam kitab
Kaukabuddurriyah dikatakan bahwa amal baik seseorang yang masih hidup, dimana
amal soleh tersebut ditujukan kepada orang sudah meninggal maka, pahala tersebut akan
sampai kepada orang yang meninggal dan orang yang meninggal akan membalas dengan
mendoakan kepada orang yang masih hidup.7 Sehingga, tradisi haul disamping sebagai
ritual, juga sudah menjadi kebutuhan bagi orang-orang karena untuk mencari pahala bagi
dirinya.
5
Rijal Barokah, https://www.nuruliman.or.id/haul-sejarah-dan-pengertian diunduh pada 07 Feb. 19 pukul 11.04
6
https://www.google.co.id/al-badar.net/pengertian-haul-dan-hukum-memperingati-haul diunduh pada 07 Feb. 19
pukul 11.25 WIB.
7
Abdullah Umar, Kitab Kaukabuddurriyah masalah Khilafiyyah (dalam Bab Sampainya Pahala bagi Orang
Meninggal), juz 1 hlm 18.

2
Acara haul biasanya berlangsung tepat pada waktu kematian seseorang, biasanya
acara berlangsung selama tiga hari tiga malam dengan variasi acara lainnya.8 Namun, ada
juga yang melaksanakan tidak mengikuti tanggal kematiannya, juga dengan cara yang
sederhana, dan hanya berlangsung satu hari, seperti hanya mengadakan tahlil,
mendoakan dan sedekah. Acara yang sederhana ini sebenarnya esensi dari pada haul
tersebut, yaitu dengan memperingati dan mendo’akan kepada orang yang telah
meninggal. Namun pada perkembangannya, haul memang mempunyai banyak variasi-
variasi acara sebagai acara tambahan. Biasanya, acara haul yang besar diadakan jika
yang diperingatinya adalah tokoh-tokoh besar seperti para Ulama’, dan Kyai-Kyai besar,
antara lain seperti acara haul Gus dur yang diadakan di Solo, haul Kyai Hamid
pasuruandan lain sebagainya.

Salah satu Pesantren yang masih melestarikan tradisi Haul yaitu Pesantren di Desa
Buntet Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Buntet, merupakan
salah satu desa yang terdapat 50 lebih pesantren. Banyaknya jumlah pesantren, memiliki
asal-usul dan sejarah yang sangat panjang, dimana di dalam sejarah tersebut terdapat
Ulama’ dan Kyai yang berjasa dalam berdirinya pesantren Buntet. Sebagaimana dalam
sejarahnya bahwa Pesantren Buntet, didirikan pada tahun 1750 oleh Kyai Muqayim bin
abdul Hadi, atau yang dikenal dengan panggilan mbah muqayim. 9 Pada
perkembangannya, memang yang berdiri di daerah Buntet bukan hanya pesantren tempat
menimba ilmu agama saja, akan tetapi banyak pula lembaga pendidikan formal yang
sudah ada disana, dari mulai tingkatan Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan sekolah
tinggi. Hal ini menjadikan Buntet menjadi salah satu tempat yang diperhitungkan dalam
menimba pendidikan agama dan pengetahuan umum yang ada di Cirebon. Bagitupun
setiap acara yang diadakan, salah satunya pada acara haul yang semakin berkembang.

Haul di pesantren Buntet, dilaksanakan secara turun temurun oleh masyarakat


Buntet mulai dari tahun 1970 an.10 Berawal dari hanya ziarah kecil dengan hanya
mendatangi makam saja, kemudian diadakan haul memperingati wafatnya salah satu
Kyai Buntet. Dengan perkembangan zaman, haul berubah menjadi memperingati untuk
seluruh Kyai dan warga Buntet. Kemudian, haul diteruskan oleh kayi, santri, dan juga
masyarakat Buntet sendiri sampai saat ini. Memang tidak ada arsip khusus yang
8
Abdullah Hanif, Tradisi Peringatan Haul dalam Pendekatan Sosiologi Pengetahuan Peter L. Berger, pdf
9
Maksum Mukhtar, Pondok Pesantren di Wilayah III Cirebon, (Yogyakarta, Kaukaba Dipantara 2014), cet.1
hlm 113
10
Wawancara dengan Kiai Ahmad Mursyidin (salah satu sesepuh dan pengasuh pp Buntet), 07 Feb. 19 pukul
14.23 WIB di kediaman rumahnya.

3
berbicara mengenai tradisi haul di Pesantren Buntet ini, Akan tetapi keluarga kyai serta
warga Buntet tetap melaksanakan ritual haul tersebut.

Tujuan diadakannya haul di pesantren Buntet, yakni untuk mengenang jasa para
Kyai yang telah mendirikan Pesantren Buntet. Dengan mendoakan para Kyai diharapkan
dapat menjadi tambahnya pahala bagi orang yang yang menghadirinya. 11 Selain itu,
menghadiri acara haul dapat mendekatkan diri kepada Allah. Seperti yang dikatakan
Habib Taufiq Assegaf dalam ceramahnya, bahwa memperingati kematian orang-orang
yang shaleh,dapat membangkitkan semangat ibadah kita kepada Allah SWT karena,
menyebutkan (mengingat) kebaikan-kebaikan dari orang yang telah meninggal.12

Haul di Pesantren Buntet, Sudah sekitar 9 tahun diadakan pada setiap bulan April.
Akan tetapi, bulan April bukanlah sebagai waktu patokan diadakannya haul. Kyai
Ahmad mengatakan bahwa patokan pelaksanaan haul yaitu tahun Hijriyah,yang tepatnya
di bulan Sya’ban. Adapun penentuan hari dan tanggal dilaksanakannya haul, mengikuti
hasil rapat panitia.13 Ketika bulan Sya’ban jatuh pada selain di bulan april, maka bisa saja
haul diadakan pada selain bulan April.

Dalam pelaksanaan acara haul di pesantren Buntet pada masa-masa sebelumnya,


haul diadakan secara sederhana. Kyai Ahmad mengatakan bahwa pada zaman dulu, haul
dilaksanakan di masjid yangdihadirioleh kerabat, kyai, warga, dan santri Buntet saja.
Acara haul hanya berlangsung satu hari, yakni dengan rangkaian acaranya seperti tahlil,
berdoa bersama dan selamatan berupa sedekah dengan membuat makanan saja. Haul
diadakan tanpa adanya kepanitiaan, dan juga tidak ada pedagang yang berjualan diarea
tempat haul tersebut.14

Seiring dengan perkembangan zaman, haul di pesantren Buntet telah mengalami


perkembangan, yakni dari rangkaian acara pelaksanaannya. Perkembangan acara haul di
pesantren Buntet seperti diadakannya kepanitiaan karena besarnya acara sehingga
membutuhkan orang yang menentukan waktu dilaksanakannya acara haul dan merangkai
beberapa rangkaian acara haul. Beberapa perkembangannya seperti membuat panggung
pengajian, pembacaan sholawat Debaiyah, mulai menggunakan sepeaker untuk pengeras

11
Ibid,
12
Ceramah agama habib Taufiq Assegaf pada acara peringatan Haul Habib Hasan bin Hasyim Al Habsyi 21 sep
2017 yang di lihatdarihttps://www.youtube.com/watch?v=LSzXG6VSf0cpadaharirabutanggal 27, pukul 06.56
WIB.
13
Wawancara dengan Kiai Ahmad Mursyidin (salah satu mantan panitia haul, sekaligus sesepuh dan pengasuh
pp Buntet), 07 Feb. 19 pukul 14.23 WIB di kediaman rumahnya.
14
Ibid,

4
sura karena yang mengahadirinya semakin banyak, bazar buku, adanya para pedagang
disepanjang jalan menuju Buntet, sunatan masal, donor darah, halaqoh atau seminar,
nikah masal pada tahun 2012 dan 2013. Tetapi setelah tahun-tahun itu, tidak diadakan
lagi nikah masal karena syarat dan prosesnya sangat panjang dan juga rumit. 15 Selain
rangkaian acara yang berkembang, juga mengundang tokoh-tokoh ternama baik itu kyai-
kyai maupun pejabat.

Berdasarkan hasil dokumentasi haul pada masa-masa sebelumnya, selain para kyai-
kyai, ada beberapa pejabat Indonesia yang pernah menghadiri acara haul di pesantren
Buntet, diantaranya; bapak Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono (Presiden RI) dan
Prof.Dr. KH. Said Agil Al Munawwar (Menteri Agama) hadir pada haul tahun 2004,
bapak KH. Abdurrahman Wahid (Presiden RI) dan bapak Siswono Yudohusodo pada
haul 2005, ibu HJ. Megawati Soekarnoputri (Presiden RI) dan ibu Rini Suwandi
(MENPERINDAG), KH. Maftuh Basyuni (Menteri Agama RI) pada haul tahun
2008,bapak H. Jusuf Kalla (wakil presiden RI) pada haul 2009, Ir.H. Helmi Faisal Zaeni
(Menteri PDT) pada haul 2010, bapak Drs. H. Suryadharma Ali, MS.i (menteri Agama
RI) pada haul 2014, bapak Drs. H. Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama RI) dan
panglima TNI (Tentara Nasional Indonesia) Jenderal Gatot Nurmantyo pada haul 2016,
bapak Ir. H. Jokowidodo (Presiden RI) dan Kang Dedi Purwadi (Bupati Purwakarta)
pada haul 2017, bapak Nahrawi Imam (Menteri Pemuda Olahraga RI) dan tokoh
budaywan bapak Sujiwo Tejo pada haul 2018.16

Selain berkembang dengan variasi acara, haul juga dimeriahkan dengan adanya
beberapa pedagang di sepanjang jalan menuju lokasi haul. Pedagang berjualan di tempat
yang sudah dikavling-kavling oleh panitia, dengan menyewa tanah tersebut. pada tahun
2018, pedagang yang ingin berjualan dikenai pajak 350 per kavlingnya.17 Menurut
beberapa perkataan warga bahwa besar kecilnya uang sewa tanah, tergantung jauh
dekatnya lokasi menuju haul. Pajak semakin besar jika lokasinya berdekatan dengan
acara haul, dan juga sebaliknya. Salah satu warga lebih memililih berjualan di halaman
rumahnya, meskipun biasanya berjualan di jalan sekitar haul.18 Hampir sepanjang jalan

15
Wawancara dengan kang Anas (ketua panitia haul 2017,2018, dan 2019 di halaman rumah kang Anas), pada
27 Feb. 19 pukul 16.15 WIB
16
Dokumentasi haul di Pesantren Buntet pada tahun 2004-2018
17
Wawancara dengan kang Anas (ketua panitia haul 2017,2018, dan 2019 di halaman rumah kang Anas), pada
27 Feb. 19 pukul 16.15 WIB
18
Wawancara dengan Bi Ojah (salah satu warga dan pedagang di Buntet) 06 Feb. 19 pukul 11.36 WIB di dapur.

5
menuju lokasi haul yang disewakan, adalah halaman rumah milik warga yang ketika haul
sudah menjadi kebiaasaan dikavling oleh panitia untuk berjualan para pedagang.

Rangkaian variasi acara, biasanya berlangsung selama satu minggu menjelang hari
haulnya. biasanya tepat pada hari haul adalah acara inti, biasanya para kyai, warga,
santri, dan pengunjung mengunjungi makam atau maqbaroh bersama-sama untuk tahlil
dan berdoa, tepatnya setelah waktu ashar. Sedangkan pada malam harinya, biasanya
setelah shalat Isya, kyai, santri dan warga hadir di lokasi pengajian yang biasanya
diadakan di halaman Masjid Jami’ Buntet Pesantren, untuk menyaksikan mauidhoh
hasanah. Malam tersebut merupakan malam puncak haul,yakni berakhirnya semua acara
dari beberapa rangkaian acara yang ada. Biasanya acara berisi pemberian penghargaan
kepada santri berprestasi dan dilanjutkan dengan acara inti yakni pembukaan, pembacaan
ayat suci Al-quran, shalawat, ceramah dan ditutup dengan pembacaan doa bersama.

Berdasarkan rangkaian acara praktik haul yang ada di Pesantren Buntet yang
semakin berkembang, penulis mengamati adanya perubahan nilai. Jika dahulu haul
diadakan hanya sebatas ritual keagamaan, kini haul dimanfaatkan untuk berbagai tujuan
dan kepentingan seperti; meningkaatkan perekonomian, politik dan eksistensi yang
menjadi daya tarik bagi warga buntet dan sekitarnya agar pesantren Buntet semakin
nampak dimata masyarakat. Agama sebagai sistem nilai, sudah tentu mengalami proses
perubahan dengan berajalannya waktu baik akulturasi maupun kolaborasi, dan itu semua
merupakan tindakan manusia sendiri.19 Haul di pesantren Buntet memang tidak
menghilangkan inti acaranya, akan tetapi rangkaian acara yang diadakan menjadi sebuah
tanda tanya.

Haul pada dasarnya bertujuan untuk kepentingan Ukhrawi, kini berubah menjadi
tujuan duniawi, lebih khusus dalam bidang ekonomi. Hal ini, diperkuat dengan
diadakannya bazar dan lapak perdagangan, dimana setiap tanah yang disewakan dikenai
biaya oleh panitia penyelenggara haul, yang jelas-jelas bukanlah substansi dasar dari haul
itu sendiri. Lapak-lapak perdagangan, yang besar kecilnya jumlah sewa tanah tergantung
jauh dekatnya lokasi haul, menjadi hal yang tidak adil dalam hukum perpajakan sewa
tanah. Dasar pengenaan pajak yakni sesuai dengan jumlah bruto nilai persewaan, jumlah
bruto persewaan adalah jumlah yang dibayarkan oleh penyewa.20 Selain itu, sepanjajng
jalan menujun lokasi haul, ada beberapa halaman milik warga yang dijadikan untuk
19
Roibin, Relasi Agama dan Budaya Masyarakat Kontemporer, (UIN-Malang, Press, 2009) cet. 1. hlm 192.
20
http://www.ortax.orgPajak penghasilan atas Persewaan Tanah atau Bangunan diunduh pada 26 Feb. 19 pukul
10.03 WIB

6
berdagang. beberapa warga yang tidak terima, akan tetapi dengan doktrin untuk mencari
berkah dari kyai, warga mengikhlaskan tanahnya untuk perdagangan ketika haul.21

Hadirnya para pejabat negara, juga bukanlah kewajiban dalam suatu haul. Akan
tetapi penulis mengamati hadirnya para pejabat memiliki kepentingan lain, bisa saja
politik dan untuk menunjukkan eksistenis pesantren Buntet. Haul pesantren Buntet
terlihat besar karena pejabat yang hadir adalah tokoh-tokoh besar dari mulai presiden RI
dan yang lainnya, sehingga menjadi kebanggaan tersendiri bagi santri dan warga. Selain
itu penulis menduga, pejabat-pejabat yang diundang pada acara haul memang mereka
yang memiliki kesamaan pandangan politik, dan tentu saja ini dapat kita ibaratkan
hubungan simbiosis mutualisme antar keduabelah pihak. Satu sisi pejabat politik
memperoleh pencitraan dengan hadir di acara besar haul pesantren Buntet Cirebon dan
mendapat simpati dari masyarakat, di sisi lain masyarakat dan para keluarga Kyai Buntet
terangkat eksistensinya karena acara haul dihadiri oleh pejabat-pejabat besar, lebih dari
itu hal ini tentu akan berimbas pada pembangunan Pesantren Buntet itu sendiri dengan
bantuan-bantuan dari pejabat pemerintah yang sudah terjalin melalui hubungan simbiosis
mutualisme tadi.

Adanya haul di Pesantren Buntet, juga merupakan kesenangan tersendiri bagi


sebagian orang, seperti yang dikatakan salah satu santri yakni datangnya sanak saudara,
dan para alumni masing-masing pondok yang ada.22 tidak hanya santri, bagi masyarakat
Adanya haul, menjadi kesempatan untuk datang atau silaturahmi ke kyai dan warga
buntet, sehingga hubungan sosialnya semakin erat. Tradisi ziarah makam merupakan
praktik menghubungkan suatu generasi sehingga terbangun solidaritas, perasatuan dan
kebersamaan.23

Mengundang orang-orang penting dalam acara haul, juga menarik perhatian


masyarakat, baik dari sekitar Cirebon maupun dari seluruh penjuru nusantara. Banyaknya
masyarakat yang hadir dalam acara haul, menjadi peluang yang menguntungkan bagi
warga dan masyarakat sekitar untuk meningkatkan perekonomian mereka seperti
berjualan maupun dengan menyediakan lahan parkir bagi pengunjung. Acara-acara yang
sebenarnya bukan esensi dari haul, tetapi mempunyai manfaat bagi sebagian masyarakat

21
Wawancara dengan kang Anas (ketua panitia haul 2017,2018,2019) dihalaman rumah kang anas, pada 27
Februari 19, pukul 16.15 WIB
22
Wawancara dengan Anisa istiqomah (salah satu santri pondok Ummu Aiman) pada 24 Februari 19, pukul
13.20 WIB. Di pondok.
23
Ahmad Baso, Pesantren Studies 2a Kosmopolitanisme Peradaban Kaum Santri di Masa Kolonial, (Jakarta,
Pustaka Afid 2015) cet. 3 Hlm 52.

7
seperti sunatan masal, membantu sebagian masyarakat yang kurang mampu dalam
bidang ekonomi. Sunatan masal menjadi salah satu alternative untuk melaksanakan
perintah agama Islam tanpa membebani keluarga yang kurang mampu dalam bidang
ekonomi. Selain itu, rangkaian acara lainnya yaitu bahsul masa’il dan seminar, hal ini
sangat bermanfaat bagi masyarakat karena biasanya hal ini berkaitan dengan menjawab
berbagai masalah kontemporer yang ada saat ini, masyarakat tidak hanya digiring untuk
meneladani sikap-sikap para pendahulu mereka yang shaleh dengan tujuan ukhrawinya,
secara duniawipun acara haul ini juga peduli akan kehidupan yang kita jalani sekarang.

Haul di pesantren Buntet, sudah menjadi kebiasaan acara yang diadakan secara
besar-besaran. Dengan diramaikan variasi-variasi acara selain acara inti, mengundang
tokoh-tokoh ternama di Indonesia, dan adanya para pedagang. Bahkan, haul seperti
kurang lengkap jika seluruh variasi acara tersebut dihilangkan. Tanpa adanya variasi
acara, acara haul dianggap seperti kurang lengkap dan tidak ramai, jadi seperti sudah
menjadi keharusan ketika acara haul berlangsung harus diadakan variasi acara,
mengundang tokoh dan adanya perdagangan di sepanjang jalan menuju lokasi haul.
Perubahan praktik Haul di pesantren Buntet memiliki nilai lain, selain bertujuan
untuk kepentingan akhirat. Maka dalam hal ini, penulis akan lebih menitikberatkan pada
pembahasan perubahan nilai dan orientasi tradisi haul di Pesantren Buntet Cirebon.
Dengan adanya fenomena perubahan praktik haul di Pesantren Buntet, menjadi sesuatu
yang menarik untuk dikaji. Penulis mengajukan penelitian dengan judul Tradisi Haul di
Pondok Pesantren: Studi atas Praktik Haul di Pondok Pesantren Buntet,
Astanajapura, Kabupaten Cirebon.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, agar penulisan ini lebih fokus maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Mengapa tradisi haul di Pesantren Buntet Cirebon masih di pertahankan ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui alasan dipertahankannya haul di pesantren Buntet Cirebon.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis

8
Hasil peneilitian ini diharapkan mampu menambah wawasan keilmuwan
akademik, khususnya bagi mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon mengenai tradisi haul
di Pesantren Buntet Cirebon.
2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi pengetahuan bagi mahasiswa IAIN Syekh
Nurjati Cirebon dan mahasiswa lainnya, serta menambah wawasan keilmuan bagi
masyarakat khususnya di Pesantren Buntet Cirebon. Selain itu, penelitian ini merupakan
sebagai persyaratan mendapatkan gelas S1 sarjana Ushuluddin bagi peneliti.
E. Tinjauan Pustaka
Berkenaan dengan penulisan skrpsi ini yang berjudul Tradisi Haul di Pesantren
Buntet Cirebon, peneliti mencoba melakukan beberapa penelitian kajian mengenai
penilitan yang terdahulu. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengulangan penulisan
dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Beberapa hasil penelitian terdahulu akan
dipaparkan di bawah ini sebagai berikut:
Pertama, skripsi karya Ghundar Muhamad Al-Hasan, dengan judul Tradisi Haul
dan Terbentuknya Solidaritas Sosial (Studi Kasus Peringatan Haul KH. Abdul Fattah
pada Masyarakat Desa Siman Kabupaten Lamongan), tahun 2013.24 Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dampak secara langsung pada etika, perilaku, keimanan
warganya, penyatuan integritas, dan terbentuknya solidaritas dari diadakannya tradisi
haul di Desa Siman Kabupaten Lamongan tersebut. penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Tulisan ini memang ditujukan untuk meneliti tradisi
haul yang berada di Desa Seman Kabupaten Lamongan, akan tetapi skripsi karya
Ghundar Muhamad Al-Hasan ini sangat membantu penulis dalam memahami perilaku,
keimanan masyarakat yang mengikuti tradisi haul. Dalam hal ini, penulis juga mengkaji
tentang tradisi haul, akan tetapi fokusnya berbeda. Fokus penulis lebih pada praktik-
praktik yang ada dalam haul di Pesantren Buntet Cirebon.
Kedua, skripsi karya Aspuri, dengan judul Pengaruh Tradisi Haul KH
Abdurrahman terhadap Keberagamaan Masyarakat Mranggen Demak, tahun 2009.25
Penelitian ini membahas mengenai pengaruh tradisi haul pada keberagamaan masyarakat
Mranggen Demak. Tradisi haul diteliti pada makna identitas budaya, sekaligus tradisi

24
Ghundar Muhamad Al-Hasan, Skripsi: Tradisi Haul dan Terbentuknya Solidaritas Sosial (Studi Kasus
Peringatan Haul KH. Abdul Fattah pada Masyarakat Desa Siman Kabupaten Lamongan), Jakarta UIN Syarif
Hidayatullah, 2013
25
Aspuri, Skripsi: Pengaruh Tradisi Haul KH Abdurrahman terhadap Keberagamaan Masyarakat Mranggen
Demak, Semarang: IAIN Walisongo, 2009.

9
keagamaan, serta memiliki dimensi sosial. Penilitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode kualitatif dan dijelaskan dengan pendekatan deskriptif analisis. Tulisan ini
membantu penulis dalam memahami identitas dari pada haul itu sendiri. Dalam hal ini,
berbeda dengan penulis yang mengkaji tentang haul, akan tetapi fokusnya berbeda.
Perbedaan fokus penelitian ini, yakni terletak pada metode. Dalam tulisan ini, penulis
akan menggunakan metode fenomenologi deskriptif.
Ketiga, skripsi karya Yulianti, dengan judul Tradisi Haul Syekh Abdul Qadir Al-
Jaelani dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat di Desa
Purwosari Kecamatan Padang Ratu Kabupaten Lampung Tengah, tahun 2018.26
Penelitian ini mengkaji tentang manfaat tradisi haul yang sudah biasa dilakukan, bagi
kehidupan sosial keagamaan masyarakat di Desa Purwosari Kecamatan Lampung
Tengah. Tradisi haul Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani tersebut, selalu dihadiri oleh
pengunjung dari berbagai daerah dan setiap tahun selalu bertambah. Penelitian ini
dilakukan dengan penelitian lapangan, dan hasil dari lapangan ditulis dengan
menggunakan metode deskriptif analisis kualitatif. Tulisan Yuliyanti ini membantu
penulis dalam memahami haul dari segi manfaatnya. Berbeda dengan penelitian yang
akan penulis lakukan ini, yang lebih fokus pada praktik tradisi haul yang ada di
Pesantren Buntet Cirebon.
Keempat, skripsi karya Umi Mufidah, dengan judul Studi tentang Upacara Haul
dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Masyarakat di Desa Wates Kecamatan
Tanggulangin Sidoarjo, tahun 2016.27 Penelitian ini menjelaskan tentang pengaruh tradisi
haul terhadap kehidupan masyarakat Desa Wates Kecamatan Tanggulangin kabupaten
Sidoarjo. Tulisan tersebut, fokus terhadap dampak keberagmaan, sosial dan ekonomi
masyarakat di Desa Wates. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Tulisan skripsi karya Umi Mufidah ini, membantu penulis dalam memahami berbagai
macam dampak tradisi haul pada masyarakat. Akan tetapi berbeda dengan penulis yang
lebih fokus pada praktik-praktik haul di Pesantren Buntet Cirebon.
Kelima, tulisan Sungging Widagdo dan Emi Dyah Kurnia, pada tahun 2013 dalam
jurnal Lingua Volume X, no. 1, 2014 dengan tema “ Nilai Pendidikan dalam Tradisi

26
Yulianti, Skripsi: Tradisi Haul Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial
Keagamaan Masyarakat di Desa Purwosari Kecamatan Padang Ratu Kabupaten Lampung Tengah, Lampung:
UIN Raden Intan, 2018
27
Umi Mufidah, Skripsi: Studi tentang Upacara Haul dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Masyarakat di
Desa Wates Kecamatan Tnggulangin Sidoarjo, Surabaya: Universitas Negeri Sunan Ampel, 2016.

10
Upacara Haul Semangkin di Desa Mayong Lor Kecamatan Mayong Kabupaten
Jepara”.28 Penelitian ini fokus pada praktik-praktik yang ada di dalam haul seperti pentas
seni, arak-arakan, tahlil, sesaji dan wayangan. Di dalam tulisan ini, membahas tentang
makna, fungsi dan nilai-nilai pendidikan yang ada di dalam rangkaian acara haul di Desa
Mayong. Penulis menggunakan metode analitik deskriptif kualitatif. Tulisan ini
membantu penulis dalam memahami makna praktik-praktik yang ada di dalam tradisi
haul. Akan tetapi berbeda fokus dengan tulisan yang akan penulis kaji yakni bukan pada
nilai pendidikannya akan tetapi nilai-nilai keagamaannya.
Keenam, Skripsi karya Rendra Eka Wardana, dengan judul Nilai-Nilai Pendidikan
Islam dalam Tradisi Jodangan di Makam sunan Pandanaran Bayat Klaten Tahun 2017,
tahun 2018.29 Penilitian ini mengkaji tentang jodangan, yang diadakan setiap satu tahun
sekali pada bulan Ruwah. Dalam tradisi jodangan tersebut, sama seperti tradisi haul yang
diadakan setiap satu tahun sekali. Dalam tulisan ini, penulis ingin mengungkap bahwa
tradisi jodangan yang terdapat simbol-simbol, memiliki makna dan nilai yang tersirat
yang belum dipahami oleh masyarakat. Fokus tulisan ini lebih fokus menggali pada nilai
pendidikan Islam yang terdapat dalam tradisi jodangan tersebut. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif analisis. Berbeda dengan tulisan ini, penulis lebih fokus
pada praktik-praktik haul yang ada di pesantren Buntet Cirebon.
Ketujuh, skripsi karya Nurus Sholihah, dengan judul Tradisi Haul Habib Al-Habsyi
Masyarakat Muslim Muhibbin di Pasar Kliwon Surakarta Tahun 1980-2009, tahun
2009.30 Penelitian ini meneliti tentang dampak dari pada diadakannya tradisi haul dari
mulai tahun 1980-2009. Dampak yang dipaparkan yakni sosial, keagamaan, ekonomi,
budaya, dan pariwisata. Penelitian ini bertempat di pasar kliwon Surakarta,
menggunakan penelitian sejarah dengan beberapa langkah yakni; Heuristik, kritik
sumber, interpretasi dan historiografi. Berbeda dengan yang akan penulis kaji yakni
dengan menggunakan metode fenomenologi deskriptif.
Kedelapan, jurnal filsafat karya Prima Amri dan Septiana Dwi Putri Maharani,
dengan judul Tradisi Ziarah Kubro Masyarakat Palembang dalam Perspektif Hierarki
Nilai Max Scheler, Volume 28 no. 2 tahun 2018.31 Jurnal tersebut meneliti mengenai
28
Sunggung Widagdo dan Emi Dyah Kurnia, Jurnal Lingua: Nilai Pendidikan dalam Tradisi Upacara Haul
Semangkin di Desa Mayong Lor Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara, no. 1 Volume X, 2014.
29
Rendra Eka Wardana, Skripsi: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Jodangan di Makam sunan
Pandanaran Bayat Klaten Tahun 2017, Surakarta: IAIN Surakarta, 2018
30
Nurus Sholihah, Skripsi: Tradisi Haul Habib Al-Habsyi Masyarakat Muslim Muhibbin di Pasar Kliwon
Surakarta Tahun 1980-2009, Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009.
31
Prima Amri dan Septiana Dwi Putri Maharani, Jurnal Filsafat: radisi Ziarah Kubro Masyarakat Palembang
dalam P erspektif Hierarki Nilai Max Scheler, Volume 28 no. 2, 2018.

11
nilai-nilai filosofis yang terdapat dalam tradisi ziarah kubro pada masyarakat Palembang.
Tulisan tersebut ingin mengungkap bahwa ziarah tidak hanya sebatas ziarah saja, akan
tetapi memiliki makna-makna filosofis di dalamnya. Akan tetapi, masyarakat palembang
menganggap bahwa hal tersebut hanya sebuah ritual biasa. Tidak hanya itu, tulisan ini
dianalisi menggunakan perspektif hierarki nilai Max Scheler. Tulisan ini menggunakan
metode deskriptif analitik dalam bentuk kepustakaan. Tulisan ini juga membantu penulis
dalam melihat makna tradisi haul. Akan tetapi Berbeda dengan penulis, yang lebih
mengfokuskan mendeskripsikan praktik-praktik yang ada dalam acara haul, jika tulisan
tersebut menggunakan perspektif pemikiran Max Scheler, berbeda juga dengan tulisan
ini yang menggunakan persepektif pemikiran Emile Durkheim.
F. Landasan Teori
Haul merupakan sebuah tradisi keislaman yang biasa dilakukan oleh masyarakat
atau komunitas tertentu, untuk mengenang hari kematian seseorang. Seseorang yang
diperingati hari haul, bisa siapa saja. Biasanya haul yang paling terkenal ketika yang
diperingati adalah tokoh-tokoh besar seperti ulama’ kyai dan lainnya. Dikenangnya hari
kematian tersebut bertujuan untuk mengingat jasa dan meneladani kebaikan-kebaikan
orang yang sudah meninggal. Dalam tradisi haul, terdapat beberapa ritual yang harus
dilakukan seperti tahlilan, membaca sholawat, ceramah, dan berdoa. Tahlil dan ceramah
biasanya dipimpin oleh salah satu orang, biasanya kyai. Sedangkan shalawat biasanya
ada yang satu orang atau lebih. Selain itu, biasanya anggota keluarga membuat makanan
untuk diberikan kepada orang yang hadir dalam haul tersebut, setelah rangkaian acara
selesai. Ada pula yang membuat tambahan makanan berbentuk bingkisan atau berkat,
sebagai buah tangan untuk dibawa pulang bagi orang yang mengikuti acara haul tersebut.
semua yang dilakukan tersebut selain untuk mengenang jasa orang yang telah meninggal,
juga untuk menambah pahala bagi orang yang mengikuti acara tersebut.
Tradisi haul sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw. Dalam kitab
Kakabudurriyah juz 1 dalam bab al-Haul, dikatakan bahwa Nabi Muhammad saw setiap
tahunnya selalu datang ke kuburan untuk berziarah keppada para syuhada yang gugur di
medan perang uhud. Salah satu Syuhada’nya yaitu sayyidina Hamzah, paman Rasulullah
saw. Kemudian hal tersebut diikuti oleh sahabat nabi seperti sahabat Umar, Utsman dan
Ali.32 Kebiasaan ini, kemudian diikuti oleh para ulama’ kyai dan masyarakat. hingga saat
ini, ziarah masih dilakukan.

32
Abdullah Umar, Kitab Kaukabuddurriyah masalah Khilafiyyah (dalam Bab Sampainya Pahala bagi Orang
Meninggal), juz 1 hlm 32.

12
Seiring dengan berjalannya waktu, haul semakin eksis dikalangan masyarakat
dengan tampilan yang semakin menarik. Haul dilakukan secara terus-menerus dengan
waktu yang sama dan tertentu pula. Kebanyakan acara haul saat ini, sudah dilengkapi
dengan para pedagang dan rangkaian acara lain selain acara inti di atas. Terlebih lagi jika
haul yang diadakan adalah tokoh-tokoh besar, haul semakin ramai dan menarik perhatian
masyarakat. tidak hanya dilengkapi dengan pedagang, bahkan acara lainnya juga
dihadirkan, seperti menghadirkan para tokoh-tokoh ternama. Sehingga, haul menjadi
acara yang sangat penting dan harus dilakukan bagi masyarakat. Penulis ingin meneliti
tradisi haul di Pesantren Buntet Cirebon dimana, haul merupakan salah satu ritual
keagamaan, khusunya agama Islam.
Melihat fenomena haul di atas, penulis akan menggunakan teori Durkheim mengenai
ritual. Ritual adalah serangkaian acara yang dilakukan oleh masyarakat untuk
menuangkan perasaan yang ada dalam hati seseorang kepada sesuatu yang tidak bisa
dicapai oleh apapun. Manusia, pada fitrahnya adalah membutuhkan lindungan dan selalu
mencari pengaduan kepada tuhannya. Manusia adalah makhluk yang selalu
menghambakan dirinya kepada Tuhannya.33 Seperti ketika manusia dalam keadaan
susah, sedih, kesulitan atau kesusahan, sadar atau tidak manusia selalu membutuhkan
tuhannya. Manusia sebagai makhluk yang diberi akal yang dapat memahami sesuatu
yang tersembunyi dan menyibak pengetahuan34, mencari ide-ide tentang bagaimana ia
meluapkan perasaan kepada tuhannya. Maka, dari akal itulah timbul pemikiran atau ide-
ide untuk mengadakan cara bagaimana memuaskan emosionalnya yakni dengan cara
ritual.

Durkheim mendefinisikan ritual berawal dari pengertian apa itu Agama.


Menurutnya, Agama adalah sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan,
yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus, kepercayaan-kepercayaan, dan praktek-
praktek yang bersatu menjadi komunitas moral yang tunggal. 35 Agama adalah praktek
ritual yang berkaitan dengan yang kudus. Hampir semua Agama memiliki ritual, karena
ritual menyiratkan suatu tindakan secara berulang dan dilakukan secara terus menerus,
bertahap, berciri tradisional, menggambarkan tindakan yang menyimbolkan nilai-nilai
kepercayaan masyarakat.36 Begitu juga dengan haul yang merupakan ritual atau praktek
33
Suwitno NS, Mencoreng Wajah Tuhan, (Yogyakarta: PT STAIN Purwokerto Press 2005) cet. 1 hlm. 4
34
Ibid, hlm 17.
35
Mohamad Zaki Hussein, indeks artikel: Sosiologi Agama Durkheim,
http://media.isnet.org/kmi/islam/gapai/Durkheim.html pada 24 Mar. 19 pukul 09.13 WIB.
36
Asliah Zainal, Jurnal: Al-Izzah, Sakral dan Profan Dalam Ritual Life Cycle : Memperbincangkan
Fungsionalisme Emile Durkheim, Volume. 9 No. 1, Juli 2014.

13
keagamaan yang dilakukan secara terus menerus dan merupakan sebuah kepercayaan
masyarakat.

Menurut Durkheim konsentrasi utama agama terletak pada dua sifat yakni “yang
sakral” dan “profan”. Yang dimaksud sakral adalah hal-hal yang dilindungi, dianggap
suci dengan penuh larangan-larangan. Sedangkan yang profan adalah hal-hal tempat
larangan-larangan itu diterapkan dan harus dibiarkan berjarak dari hal-hal yang sakral. 37
Yang sakral adalah sesuatu yang dianggap suci, tidak bisa bercampur dengan hal-hal
yang dilarang, dan dilakukan oleh sutau komunitas atau masyarakat. yang sakral adalah
sesuatu yang disisihkan dan dilakukan secara terpisah, keterpisahan inilah yang menjadi
pembeda.38 Sedangkan yang profan adalah hal-hal yang tidak ada dalam sakral, dimana
hal-hal yang dilarang pada sakral, terdapat pada yang profan dan bisa dilakukan secara
individu. Ritual harus kembali pada yang sakral dan menjauhkan dari hal-hal yang
profan, karena antara yang sakral dan profan tidak bisa disatukan.39

Ritual bertujuan untuk menegaskan kembali pada komitmen suatu Klen (kelompok)
dan berfungsi untuk memberi kesempatan kepada individu untuk memperbaharui
komitmen pada suatau kelompok.40 Selain itu, objek yang ada dalam yang suci mampu
menjadikan masyarakat merasa damai dan sejahtera.41 Maka, ritual menjadi sangat
penting bagi suatu kelompok karena, manusia sendiri memiliki kepentingan, yakni demi
terpuaskannya perasaan setelah melakukan ritual tersebut. Baik puas dalam hal
spriritualnya, maupun dalam kelompoknya.

Manusia melakukan ritual, karena ritual memiliki fungsi bagi manusia itu sendiri.
Manurut Durkheim, ritual keagamaan merupakan hal atau sesuatu yang paling utama,
jika dalam suatu agama ada sesuatu yang dikatakan abadi, maka yang paling abadi
tersebut adalah ritual-ritual dan upacara-upacara peneguhan setiap anggota masyarakat.42
Maka dalam suatu masyaraka, ritual adalah suatu keharusan dan kewajiban untuk
menjaga kepercayaan dan hubungan antar masyarakat. Tingkah laku upacara-upacara
keyakinan yang dilakukan, mempengaruhi tindakan keseharian masyarakat. Ketika
sesuatu dilakukan secara terus menerus, maka hal tersebut menjadi kebiasaan, begitu

37
Emile Durkheim, The Elementary from of The Religious Life, diterjemahkann oleh Inyiak Ridwan Muzir dan
M. Syukri, (Jogjakarta: IRCiSoD, 2011) cet. 1 hlm 72.
38
Ibid, hlm 433.
39
Ibid, hlm 445.
40
Ibid, hlm 39-40.
41
Ibid, hlm 36.
42
Daniel L.Pals, Seven Theories of Religion, (Jogjakarta: IRCiSoD 2012) cet. 2 hlm 166.

14
juga ritual. Dalam suatu agama dan kepercayaan, berkembang beberapa rangkaian ritual
yang wajib dilakukan.43 Seperti adanya peralatan, benda-benda tertentu dan memakai
pakaian tertentu.44
Dalam kehidupan bermasyarakat, terdapat unsur-unsur yang penting, yaitu unsur
yang mengatur ikatan-ikatan diantara anggota masyarakat. Di dalamnya terdapat aturan
di luar individu, yang mengatur sah tidaknya suatu hubungan individu. Aturan ini oleh
Durkheim disebut : Collective consciousness atau kesadaran kolektif. Kesadaran kolektif
yang berada di luar individu dapat merasuk ke dalam individu dengan wujud : aturan
moral, aturan agama, aturan-aturan tentang yang baik dan yang buruk, luhur, mulia dan
lain-lain. Collective Consciousness akan tetap bertahan sekalipun manusia meninggal. Ia
mengandung daya memaksa, sehingga ada hukuman bagi yang melanggarnya. Dengan
perkataan lain, Collective Consciousnesss tidak lain adalah consensus masyarakat, yang
mengatur hubungan sosial di dalam masyarakat yang bersangkutan. Ia menampakkan
bentuk tertinggi dari kehidupan psikis manusia yang berada di luar dan di atas individu.45

Praktik haul yang ada di Buntet Pesantren Cirebon memiliki unsur-unsur yang
dikatakan oleh Durkheim tentang profan dan sakral, untuk itu penulis memakai teori
Durkheim ini untuk melihat praktik Haul, disamping itu hal ini akan membantu penulis
untuk melihat kepentingan-kepentingan yang terselubung dari praktik-praktik Haul
selama ini yang sudah menjadi sesuatu yang lumrah melalui Collective consciousness
seperti yang dikatakan Durkheim.
G. Metodologi Penelitian
Penelitian yang baik adalah penelitian yang jelas dan fokus, agar lebih terarah. 46.
penelitian yang akan penulis lakukan yaitu penelitian lapangan dengan menggunakan
metode kualitatif. Penelitan kualitatif adalah penelitian yang lebih mengutamakan pada
proses dan makna atau persepsi, dimana penelitian diharapkan mampu mendapatkan
informasi dalam bentuk apapun.47 Metode yang penulis gunakan adalah kualitatif

43
Parsudi Suparlah, Skripsi: “Agama”: dalam Analisis dan Interpretasi Sosiologi. Surabaya: UIN Sunan Ampel
diunduh dari http://digilib.uinsby.ac.id pada 17 Mar. 19 hlm 36
44
Imam Suorayogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001) hlm 41.
45
Parsudi Suparlah, Hal 37-38
46
https://brainly.co.id diunduh pada 20 Mar. 19 pukul 10.25 WIB
47
Aman, Metodologi Penelitian Kualitatif, diunduh dari https://staff.uny.ac.id diunduh pada 20 Mar. 19 pukul
10.28 WIB

15
desakriptif, yaitu metode penelitian yang menjelaskan dan mengungkap makna dalam
sebuah konsep dan pengalaman.48
1. Jenis Peneleitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan, yang bermaksudn untuk
mempelajari secara intensif tentang tradisi haul yang ada di Pesantren Buntet.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian tulisan ini bertempat di salah satu pesantren yaitu di Desa
Buntet Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon.
3. Penentuan Sumber Data
a. Data Primer
Sumber data primer merupakan sumber data pokok, yang mengenai tradisi haul di
Pesantren Buntet. Sumber data pokok ini dilakukan dengan cara wawancara ke
masyarakat Buntet baik itu tokoh masyarakat, santri, alumni dan pedagang yang ikut
serta dalam tradisi haul tersebut. wawancara dilakukan secara langsung dan kajian
pustaka dari sumber bacaan tentang haul. Data wawancara didapatkan langsung dari
masyarakat yang mengikuti acara haul.
b. Data Skunder
Sumber data skunder merupakan data tambahan yang mendukung penelitian ini.
Sumber data skunder didapatkan dari masyarakat yang mengikuti haul dan tulisan
lain yang membahas tentang haul dan sumber bacaan pedukung lainnya.
4. Metode Pengumpulan Data
a. Wawancara Mendalam
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, yaitu tanya jawab dengan
seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai
suatu hal.49 Dalam penelitian ini, peneliti mengambil beberapa informan yang
diwawancarai yaitu tokoh Agama, Kiai, santri, alumni, pedagang, dan masyarakat.
wawancara tersebut brtujuan untuk mencari informasi secara mendalam mengenai
praktik-praktik haul.
b. Observasi atau Pengamatan
Observasi merupakan proses pengamatan sistematis aktifitas manusia yang
dilakukan secara terus menerus, dari aktifitas alami untuk menghasilkan sebuah

48
Juliyansyah Noor, Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis dan Karya Ilmiah, (Jakarta: Kencana 2003) cet. III,
hlm. 36.
49
KBBI Ofline.

16
fakta.50 Observasi dilakukan dengan pengamatan menggunakan panca indra seperti
mata, telingan, dan panca indra lainnya. Metode ini dilakukan untuk mengumpulkan
data-data yang didapat dari informan, kemudian diamati secara langsung mengenai
praktik-praktik tradisi haul di Pesantren Buntet Cirebon.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengambilan data dan penyelidikan yang
diperoleh dari dokumen-dokumen. Dokumen bisa berbentuk gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang.51 Metode ini dilakukan untuk menggambarkan tradisi
haul menegnai praktiknya di Pesantren Buntet Cirebon.
5. Teknik Analaisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi, dengan cara memilah
data yang mendukung ke dalam pola, memilih mana yang masuk dalam pembahasan,
memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan. 52
Data-data yang telah terkumpulkan dan sudah dianalisis, selanjutya data akan
dideskripsikan. Proses ini dilakukan agar penulis bisa mendeskripsikan tradisi haul di
Pesantren Buntet Cirebon mengenai praktik-praktiknya. Agar tulisan ini menjadi
tulisan yang tersusun dan mampu menjadi tulisan yang ilmiah. Hal tersebut dilakukan
agar tulisan ini, dapat dipahami oleh diri sendiri dan juga orang lain.
H. Sistematika Pembahasan
Tulisan yang baik, salah satunya yakni tulisan yang tersusun secara sistematis,
baik dari cara penulisan maupun pembahasan. Agar tulisan ini mudah dipahami,
penulis mencoba menggambarkan sistematika pembahasan, yang akan ditulis dalam
skripsi ini.
Bab pertama, yang berisi pendahuluan. Dalam bab ini berisi mengenai latar
belakang perlunya dilakukan penelitian tradisi praktik-praktik haul di Pesantren
Buntet. Dalam bab ini juga memaparkan mengenai rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian
dan sistematika pembahasan.

50
Hayim Hasanah, Jurnal: at-Taqaddum, Teknik-Teknik Observasi (sebuah alternatif metode pengumpulan data
Kualitatif Ilmmu-Ilmu Sosial), volume, 8 no. 1 Julis 2016.
51
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: ALFABETA 2017) cet. 25, hlm.
240.
52
Ibid, hlm 244.

17
Bab kedua, bab ini berisi gambaran umum tentang Pondok Buntet Pesantren
Cirebon, baik dari segi letak geografis maupun gambaran umum masyarakat yang ada
di dalamnya.
Bab ketiga, Pada bagian ini penulis membahas tentang praktik haul Buntet
Pesantren Cirebon baik yang dilakukan dari zaman dahulu sampai sekarang,
dilanjutkan dengan mengklasifikasikan mana ritual yang bersifat profan dan mana
ritual yang bersifat sakral.
Ba ke empat Bab ini berisi analisis penulis dari hasil temuan di lapangan, maka
dalam penulisannya akan diawali dengan pembahasan perubahan-perubahan praktik
haul di Buntet Pesantren Cirebon dan dilanjutkan melihat kepentingan-kepentingan
apa yang ada didalamnya dengan merujuk pada Collective consciousness seperti yang
dikatakan Durkheim.
Bab ke lima Dalam bab ini akan dijelaskan simpulan hasil penelitian yang telah
dilakukan. Bab ini juga berisi mengenai saran yang bertujuan untuk perbaikan dalam
penelitian yang akan datang.

Daftar Pustaka

18
 Buku

Baso Ahmad. 2015. Pesantren Studies 2a Kosmopolitanisme Peradaban Kaum Santri


di Masa Kolonial. Jakarta: Pustaka Afid. cet. 3
Bruinessen Van Martin. 1999. Kitab Kuning, Pesantren dan Pesantren: Tradisi-
Tradisi Islam di Indonesia, Bandung: Mizan

Durkheim Emile. 2011. The Elementary from of The Religious Life, diterjemahkann oleh
Inyiak Ridwan Muzir dan M. Syukri. Jogjakarta: IRCiSoD. cet. 1
Mukhtar Maksum. 2014. Pondok Pesantren di Wilayah III Cirebon. Yogyakarta:
Kaukaba Dipantara.

Noor Juliyansyah. 2003. Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis dan Karya Ilmiah,
Jakarta: Kencana. cet. III

NS Suwitno. 2005. Mencoreng Wajah Tuhan. Yogyakarta: PT STAIN Purwokerto


Press. cet. 1

Roibin. 2009. Relasi Agama dan Budaya Masyarakat Kontemporer. Malang: Press. cet. 1.

Suorayogo Imam. 2001. Metodologi Penelitian Sosial-Agama, Bandung: Remaja


Rosda Karya

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung:


ALFABETA cet. 25

Umar Abdullah. Kitab Kaukabuddurriyah masalah Khilafiyyah (dalam Bab


Sampainya Pahala bagi Orang Meninggal), juz 1

 Jurnal

Amri Prima dkk. Jurnal Filsafat: radisi Ziarah Kubro Masyarakat Palembang dalam
Perspektif Hierarki Nilai Max Scheler. Volume 28 no. 2. 2018

Hayim Hasanah. Jurnal: at-Taqaddum, Teknik-Teknik Observasi (sebuah alternatif


metode pengumpulan data Kualitatif Ilmmu-Ilmu Sosial). Volume. 8 no. 1
Julis 2016.

Mustofa. Jurnal An-Nuha: Kedatangan Islam dan Pertumbuhan Pondok Pesantren di


Indonesia Perspektif Filsafat Sejarah. vol. 2 No. 1 , Juli 2015

Widagdo Sunggung dkk. Jurnal Lingua: Nilai Pendidikan dalam Tradisi Upacara
Haul Semangkin di Desa Mayong Lor Kecamatan Mayong Kabupaten
Jepara. no. 1 Volume X. 2014.

19
Zainal Asliah. Jurnal: Al-Izzah. Sakral dan Profan Dalam Ritual Life Cycle :
Memperbincangkan Fungsionalisme Emile Durkheim, Volume. 9 No. 1,
Juli 2014.

 Skripsi

Aspuri. Skripsi: Pengaruh Tradisi Haul KH Abdurrahman terhadap Keberagamaan


Masyarakat Mranggen Demak. Semarang: IAIN Walisongo. 2009.

Muhamad Ghundar. Skripsi: Tradisi Haul dan Terbentuknya Solidaritas Sosial (Studi
Kasus Peringatan Haul KH. Abdul Fattah pada Masyarakat Desa Siman
Kabupaten Lamongan). Jakarta UIN Syarif Hidayatullah. 2013

Mufidah Umi. Skripsi: Studi tentang Upacara Haul dan Dampaknya Terhadap
Kehidupan Masyarakat di Desa Wates Kecamatan Tnggulangin Sidoarjo.
Surabaya: Universitas Negeri Sunan Ampel. 2016.

Sholihah Nurus. Skripsi: Tradisi Haul Habib Al-Habsyi Masyarakat Muslim


Muhibbin di Pasar Kliwon Surakarta Tahun 1980-2009. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2009.

Suparlah Parsudi, Skripsi: “Agama”: dalam Analisis dan Interpretasi Sosiologi.


Surabaya: UIN Sunan Ampel diunduh dari http://digilib.uinsby.ac.id pada
17 Mar. 19

Wardana Rendra Eka. Skripsi: Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Jodangan
di Makam sunan Pandanaran Bayat Klaten Tahun 2017. Surakarta: IAIN
Surakarta. 2018

Yulianti. Skripsi: Tradisi Haul Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani dan Pengaruhnya
Terhadap Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat di Desa Purwosari
Kecamatan Padang Ratu Kabupaten Lampung Tengah. Lampung: UIN
Raden Intan. 2018

 Web

Aman. Metodologi Penelitian Kualitatif, diunduh dari https://staff.uny.ac.id diunduh


pada 20 Mar. 19

20
Barokah Rijal. https://www.nuruliman.or.id/haul-sejarah-dan-pengertian diunduh
pada 07 Feb. 19 Hanif Abdullah, Tradisi Peringatan Haul dalam
Pendekatan Sosiologi Pengetahuan Peter L. Berger, pdf

Ceramah agama habib Taufiq Assegaf pada acara peringatan Haul Habib Hasan bin
Hasyim Al Habsyi 21 sep 2017 yang di lihatdari
https://www.youtube.com/watch?v=LSzXG6VSf0cpada hari rabu
tanggal 25 Januari 2019
Dokumentasi haul di Pesantren Buntet pada tahun 2004-2018
https://www.google.co.id/al-badar.net/pengertian-haul-dan-hukum-memperingati-haul
diunduh pada 07 Feb. 19 pukul 11.25 WIB.
http://www.ortax.orgPajak penghasilan atas Persewaan Tanah atau Bangunan
diunduh pada 26 Feb. 19 pukul 10.03 WIB
https://brainly.co.id diunduh pada 20 Mar. 19 pukul 10.25 WIB
Zaki Hussein Mohamad. indeks artikel: Sosiologi Agama Durkheim.
http://media.isnet.org/kmi/islam/gapai/Durkheim.html pada 24 Mar. 19
pukul 09.13 WIB.

 Wawancara
Wawancara dengan Kiai Ahmad Mursyidin (salah satu sesepuh dan pengasuh pp
Buntet), 07 Feb. 19 pukul 14.23 WIB di kediaman rumahnya
Wawancara dengan kang Anas (ketua panitia haul 2017,2018, dan 2019 di halaman
rumah kang Anas), pada 27 Feb. 19 pukul 16.15 WIB di halaman rumah
kang Anas
Wawancara dengan Ibu Ojah (salah satu warga dan pedagang di Buntet) 06 Feb. 19
pukul 11.36 WIB di dapur.
Wawancara dengan Anisa Istiqomah (salah satu santri Ummu Aiman pesantren
Buntet), 03 Feb. 19 pukul 14.38 WIB di pondok Ummu Aiman

21

Anda mungkin juga menyukai