Anda di halaman 1dari 4

TRADISI BASAFA

a) Asal Usul Tradisi

Sejarah kegiatan basapa ini tentunya tidak lepas dari Syekh Burhanuddin di nagari/
kecamatan Ulakan yang menyebarkan agama Islam ke seluruh Minangkabau dalam kurun
waktu 1056-1104 H / 1646-1692 M. Syekh Burhanuddin sendiri mempelajari agama Islam di
Aceh, yaitu di Singkel selama 2 tahun dan di Banda Aceh selama 28 tahun dengan Syekh
Abdurrauf. Selama kurang lebih 30 tahun belajar, Syekh Burhanuddin kembali ke Pariaman,
tepatnya di Ulakan untuk mengembangkan ajaran agama Islam. Di sana Syekh Burhanuddin
juga membangun pusat agama Islam, dengan dibantu dengan empat orang muridnya yang
juga ahli di bidang masing-masing. Keempat muridnya tersebut antara lain Tuanku Bayang,
seorang ahli ilmu sharaf; Tuanku Kubung Tigobaleh, seorang ahli ilmu nahwu; Tuanku
Padang Ganting, seorang ahli fiqih; dan Tuanku Batu Hampa yang merupakan seorang ahli
ilmu tafsir dan Al-Qur'an.

Syekh Burhanuddin rutin mengumpulkan keempat muridnya tersebut untuk


membahas berbagai masalah yang dihadapi. Pertemuan tersebut sengaja dilakukan pada
tanggal 11 Syafar, di mana saat itu merupakan saat bulan naik sehingga malam harinya
mendapatkan sinar terang dari bulan. Dan secara kebetulan, Syeih Burhanuddin wafat pada
tanggal 10 Syafar di hari Arba'a atau Rabu, di mana menurut sebagian orang ada yang
menyebutkan tahun wafatnya adalah 1104 H, ada juga yang menyebutkan tahun 1111 H.
Setelah Syekh Burhanuddin wafat, para murid dan pengikut setia sang ulama lainnya rutin
datang ke makamnya yang berada di Ulakan untuk berziarah. Waktu untuk berziarah tidak
tetap, kapan saja ziarah bisa dilaksanakan. Baik di bulan Safar, Rabiul
akhir, Rajab, Syawal, Zulhijah, maupun bulan lainnya.

Karena jadwal yang tidak beraturan tersebut, pada tahun 1315 H beberapa tokoh
agama dan adat di wilayah sekitar Pariaman mengadakan pertemuan untuk membahas
mengenai jadwal ziarah, beberapa diantaranya adalah Tuanku Syeikh Kapalo Koto dari
Pauhkamba dan Tuanku Syekh Katapiang dari Kalampaian Ampalutinggi Kecamatan VII
Koto Kabupaten Padang Pariaman. Hal ini dimaksudkan agar waktu berziarah lebih
terkoordinir, terlihat syi’arnya paham yang dibawah Syekh Burhanuddin, yakni paham
Ahlussunnah waljamah di ranah Minang. Tuanku Syeikh Katapiang juga menyetujui
pemikiran tersebut sehingga Tuanku Syekh Kapalo Koto menyebarkan undangan untuk
pertemuan yang bakal digelar. Undangan disebarkan kepada para ulama, kadhi, khatib, labai,
mufti, dan bilal yang mayoritas adalah pengikut paham Syekh Burhanuddin.
Ternyata undangan tersebut mendapat tempat di hati ulama dan umat. Setelah
berkumpul, maka disampaikanlah pemikiran Tuanku Syekh Kapalo Koto tadi. Selama ini
ziarah ke makam Syeikh Burhanuddin tidak beraturan waktunya. Ke depan, seluruh pengikut
Syekh Burhanuddin yang berpahamkan Ahlussunnah waljamaah melakukan ziarah ke
makamnya disatukan di bulan Safar. Pada saat itu, juga terdapat perbedaan antara pengikut
paham Ahlussunnah waljamaah dengan pengikut paham lain seperti Syiah, Jabariah, dan
Mu’tazilah. Atas pertimbangan tersebut, ditetapkanlah ziarah Basapa diadakan pada hari
Rabu setiap 10 Safar atau Rabu pada saat bulan naik (terang). Sekarang ini, beberapa minggu
sebelum pelaksanaan Basapa, para tokoh terutama pemuka agama dan adat di Ulakan
mengadakan rapat untuk menetapkan hari-H kegiatan Basapa.

Bisa dikatakan bahwa , Basapa adalah suatu upacara yang dilakukan oleh


masyarakat Muslim di sekitar Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat khususnya di
kecamatan Ulakan. Kegiatan utama yang dilakukan dalam tradisi ini adalah berziarah ke
makam Syekh Burhanuddin, salah satu tokoh yang berperan penting dalam penyebaran
agama Islam di Sumatra Barat pada masa pemerintahan Kerajaan Pagaruyung. Kegiatan ini
bertujuan untuk mengenang jasa sang ulama dalam upayanya menyebarkan agama Islam.
Basapa dilakukan setiap bulan Safar dalam penanggalan kalender Islam atau Hijriah.

b) Proses Pelaksanaan Di Masyarakat

Dalam penyelenggaraannya, kegiatan basapa ini terbagi ke dalam tiga kegiatan utama.
Pertama adalah mengunjungi Masjid Tuo, masjid yang didirikan sebagai tempat bagi Syekh
Burhanuddin mengajarkan agama Islam kepada para muridnya di samping sebagai tempat
ibadah. Lalu yang kedua adalah mendatangi tempat yang menyimpan berbagai barang
peninggalan dari Syekh Burhanuddin. Dan yang ketiga barulah datang ke makam Syekh
Burhanuddin untuk berziarah. Kegiatan yang sudah berlangsung sejak lama ini kemudian
menjadi salah satu ikon dari Kabupaten Padang Pariaman dan menjadi wisata religi tidak
hanya bagi masyarakat setempat, banyak juga masyarakat atau umat yang datang dari luar
untuk datang mengikuti kegiatan ini. Jika basapa benar-benar jatuh tepat pada tanggal 10
Safar, maka akan diperingati sebagai "basapa gadang" atau basapa besar-besaran.
c) Urgensi atau Nilai Makna yang terkandung

Syeh Burhanudin satu-satunya orang yang pertama kali membuka tempat pendidikan
agama islam secara Formal, pesantren istilah yang kita kenal pada masa saat ini. Hal ini dapat
dibuktikan di suraunya yang pertama yang terletak ditanjuang medan, disekeliling surang
tersebut, sudah terdapat rumah-rumah kecil tempat tinggal santri-santri beliau selama mereka
menuntut ilmu Agama Islam. Untuk mengenang jasa-jasa beliau dilakukan ziarah kubur oleh
murid-muridnya dan masyarakat yang menerima ajaran yang beliau ajarkan

d) Perubahan dari zaman ke zaman


Di antara ritual yang banyak mengundang kritik tersebut adalah: sesajen yang ditaruh
di atas kuburan, salat di atas kuburan, menjadikan air yang sudah ditaruh di atas kuburan
sebagai obat yang dapat menyembuhkan, salat sunat “Burha”, dan beberapa lainnya.
Di tengah pro-kontra tersebut, pelaksanaan basapa sendiri hingga kini tetap
berlangsung, bahkan dilakukan di bawah koordinasi pemerintah daerah Padang Pariaman.
Dalam konteks Sumatra Barat ini, basapa tampaknya telah menjadi bagian dari bentuk
keberagamaan lokal yang tidak akan mudah hilang, karena nilai-nilainya telah mengakar
dalam kultur sebagian masyarakatnya, khususnya masyarakat penganut tarekatnya Syaikh
Burhanuddin Ulakan itu.
SUMBER BACAAN
Fatthurrahman, Oman. 2008. Tarekat Syattariyyah di Minangkabau. Jakarta: Prenada Media
Group
Samad, Duski. 2003. Syekh Burhanuddin dan Islamisasi Minangkabau (Syarak Mandaki
Adat Manurun). Padang: The Minangkabau Foundation Yayasan Pengembangan Ekonomi
dan Kesejahteraan Masyarakat
Syarifoedin.Amir.2011.MINANGKABAU (Dari Dinasti Iskandar Zulkarnain Sampai Tuanku
Imam Bonjol).Jakarta : PT Gria Media Pratama
Prasetyo, Yanu Endar.2010: Mengenai Tradisi Bangsa.Yogyakarta:IMU
Asra.2016. Tradisi Ziarah Makam Syekh Burhanuddin (Studi Kasus: Nagari Ulakan,
Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman: UNAND

Anda mungkin juga menyukai