Anda di halaman 1dari 4

NAMA: TIARA SYIFA ATUL ULYA

KELAS: IX.4

MAPEL: SKI
BAB IV

NILAI-NILAI ISLAM DAN KEARIFAN LOKAL DARI BERBAGAI SUKU DI INDONESIA

1. Implementasi Nilai-Nilai Islam di Masyarakat Berbagai macam pengejawantahan nilai-nilai


Islam dalam masyarakat di Indonesia mengalami

Proses sejarah yang panjang. Usaha “membumikan” nilai-nilai Islam melalui dakwah Walisongo
sampai periode KH. Abdurrahman Wahid dengan istilah “pribumisasi Islam” jejaknya masih
tampak jelas sampai saat ini. Wujud dari “membumikan nilai-nilal Islam ini di antaranya
penyesuaian ajaran Islam yang menggunakan idiom-idiom bahasa Arab menjadi bahasa setempat
dan atau menggunakan bahasa lokal untuk menggantikan istilah berbahasa Arab. Nilai-nilai ajaran
Islam tercermin dalam kehidupan sehari-hari, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Implementasi nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, misalnya penggunaan nama
nama hari dalam penanggalan, yaitu Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, dan Sabtu; nama
nama orang seperti Ahmad, Muhammad, Abdullah, Abdur Rahman, dan lain-lain; pemakaian
perhitungan bulan-bulan Hijrah untuk kegiatan ibadah keagamaan, dan lain-lain. Dakwah
Walisongo dilakukan dengan cara sangat arif dan bijaksana. Wujudnya, tidak jarang bahasa lokal
digunakan untuk menggantikan istilah-istilah bahasa Arab, seperti penyebutan istilah Gusti Kang
Murbening Dumadi untuk menggantikan sebutan Allahu Rabbul ‘Alamin; Kanjeng Nabi untuk
menyebut Nabi Muhammad Saw.; Susuhunan untuk menggantikan sebutan Hadratus Syaikh; Kiai
untuk menyebut af-Alim; guru untuk menyebut al-Ustadz; dan murid untuk saalik. Semua itu
dilakukan dengan tujuan kemaslahatan masyarakat secara umum.

2. Kearifan Lokal dari Berbagai Suku di Indonesia a Kearifan Lokal di Jawa


3. 1) Tahlilan

Istilah tahlilan berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata hallala-yuhallilu-tahlilan, artinya membaca
kalimat la ilaha illallah yang mengandung makna sebuah pernyataan bahwa tiada Tuhan selain
Allah. Kalimat tahlil dan rangkalan bacaan dalam tahlil tidak lain hanyalah mengesakan dan
mengingat Allah serta taqarub ilallah, yaitu upaya untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah.
Adapun budaya tahlil mempunyai pemahaman bahwa rangkaian kalimat dari bacaan tawasul,
bacaan yang diambil dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits sampai doa yang dibaca sendiri maupun
dipimpin oleh seorang imam dan diikuti oleh beberapa orang, baik untuk hajat sendiri maupun
orang lain. Semua itu dimaksudkan lid du’a, yaitu berdoa kepada Allah dan mendoakan diri sendiri
ataupun orang lain, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Budaya tahlil ini juga
mempunyai makna; ukhuwah, syiar, pembelajaran dan ajakan untuk senantiasa berdzikir kepada
Allah dan membiasakan diri membaca Al-Qur’an serta berdoa minta ampunan dan pertolongan
kepada Allah Swt. Acara tahlil ini biasa diselenggarakan kapan pun (malam, pagi, petang) dan di
mana saja (mushala, rumah, atau kantor), baik pada acara khusus tahlil maupun pada acara-acara
tertentu sepanjang dalam koridor kebaikan.
2) Pengajian

Kegiatan pengajian adalah menyampaikan materi-materi keagamaan kepada orang lain juga
mempunyai makna dakwah, yaitu menyeru orang lain untuk meninggalkan perkara yang dilarang
oleh Allah dan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan oleh Allah untuk mendapatkan ridha
Nya. Orang yang menyampaikan materi-materi keagamaan di acara pengajian biasa disebut
mubaligh, ustadz, atau da’i, yaitu orang yang menyeru/mengajak kepada orang lain ke jalan
Adisebut

3) Peringatan Hari Besar Islam Kegiatan yang biasa disingkat PHBI ini adalah suatu acara untuk
memperingati peristiwa peristiwa besar (penting) yang terjadi dalam sejarah Islam, seperti
Kelahiran Nabi Muhammad Saw, Isra' Mi'raj, Hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah, Nuzulul
Qur'an, Idul Fitri (usal menjalankan ibadah puasa Ramadhan), dan Idul Adha (meneladani kisah
Nabi Ismail As dan Ibrahim As.).

4) Sekaten Kegiatan ini merupakan upacara untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw
(Maulud) di lingkungan Kraton Yogyakarta Selain pada momen Maulud, upacara Sekaten
diselenggarakan pada bulan Besar (Dzulhijjah). Dalam perayaan ini, gamelan Sekaten diarak dari
keraton ke halaman Masjid Agung Yogyakarta dan dibunyikan slang-malam sejak seminggu
sebelum tanggal 12 Rabi'ul Awal.

5) Grebek Maulud Acara ini merupakan puncak peringatan Maulud. Pada malam tanggal 11
Rabi'ul Awal, Sultan beserta pembesar Kraton Yogyakarta hadir di Masjid Agung Acara dilanjutkan
dengan pembacaan riwayat Nabi Muhammad Saw dan ceramah agama.

b. Kearifan Lokal di Madura 1) Sholawatan

Di Madura, budaya sholawatan dilaksanakan dengan cara yang berbeda. Jika pada umumnya
dilaksanakan di masjid, kegiatan sholawatan masyarakat Madura ini diselenggarakan di rumah
rumah secara bergantian. Misalnya, hari ini diselenggarakan di rumah Pak Rahmad maka
seminggu kemudian diadakan di rumah tetangganya. Begitu seterusnya sampai kembali ke tuan
rumah yang awal mendapat giliran.

c. Kearifan Lokal di Sunda

1) Upacara Tingkeban

Upacara ini diselenggarakan pada saat seorang ibu hamil dan usia kandungannya mencapai 7
bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan serta ibu yang melahirkan. Selamat
Tingkeban berasal dari kata tingkeb yang artinya tutup.

d. Kearifan Lokal di Melayu


1) Petang Megang

Budaya masyarakat Melayu ini dilaksanakan di Sungai Siak. Hal ini mengacu pada leluhur suku
Melayu di Pekanbaru yang memang berasal dari Siak. Kearifan lokal ini diawali dengan ziarah ke
berbagai makam pemuka agama dan tokoh-tokoh penting Riau. Ziarah dilakukan setelah shalat
Zhuhur. Lalu, dilanjutkan dengan kegiatan utama ziarah ke makam Sultan Muhammad Ali Abdul
Jalil Muazzam Syah yang juga dikenal dengan nama Marhum Pekan. Beliau merupakan sultan
kelima Kerajaan Siak Sri Indrapura (1780-1782) dan juga pendiri kota Pekanbaru.

e. Kearifan Lokal di Bugis

1) Upacara Ammateang

Budaya ini dalam adat Bugis merupakan upacara yang dilaksanakan masyarakat Bugis saat
seseorang di dalam suatu kampung meninggal dunia. Keluarga, kerabat dekat, ataupun kerabat
jauh, serta masyarakat sekitar lingkungan rumah orang yang meninggal itu berbondong-bondong
menjenguknya. Pelayat yang hadir biasanya membawa sidekka (sumbangan kepada keluarga yang
ditinggalkan) berupa barang seperti sarung atau kebutuhan untuk mengurus mayat. Selain itu, ada
juga yang membawa passolo (amplop berisi uang sebagai tanda turut berduka cita).

f. Kearifan Lokal di Minang

1) Salawat Dulang

Salawat dulang adalah cerita memuji kehidupan Nabi Muhammad Saw dan atau yang
berhubungan dengan persoalan agama Islam diiringi irama bunyi ketukan jari pada dulang atau
piring logam besar. Pertunjukan salawat dulang biasanya dilakukan dalam rangka memperingati
hari-hari besar agama Islam dan alek nagari. Pertunjukan ini tidak dilakukan di kedai (lapau) atau
lapangan terbuka. Biasanya, salawat dulang hanya dipertunjukkan di tempat yang dipandang
terhormat, seperti masjid atau surau. Pertunjukan juga biasanya dimulai selepas Shalat Isya. Sifat
pertunjukan adalah bertanya jawab dan saling melontarkan shalawat.

Anda mungkin juga menyukai