Anda di halaman 1dari 7

Tradisi Islam Nusantara

Tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun yang masih dijalankan dalam masyarakat.
Sebelum Islam datang, masyarakat Islam sudah mengenal berbagai kepercayaan.
Kepercayaan masyarakat yang sudah turun temurun dan mendarah daging tidak mungkin
dihilangkan begitu saja. Dengan demikian tradisi Islam merupakan akulturasi antara ajaran
Islam dan adat yang ada di nusantara.
Tradisi Islam di nusantara merupakan metode dakwah yang dilakukan para ulama saat
itu. Para ulama tidak menghapus secara total adat yang sudah berlangsung di masyarakat.
Mereka memasukkan ajaran-ajaran Islam dalam adat tersebut, dengan harapan masyarakat
tidak merasa kehilangan adat dan ajaran Islam dapat diterima.

Macam-Macam Seni dan Budaya Nusantara yang Bernafaskan Islam


Banyak sekali seni budaya nusantara yang di dalamnya terkandung ajaran-ajaran
islam. Berikut adalah beberapa contohnya :
1.    Musik Gambus dan Rebana
Musik gambus atau rebana adalah lagu/sholawatan  yang diiringi dengan alat pukul
yang terbuat dari kulit hewan. Adapun ciri khas music ini adalah:
a. Diringi dengan alat music seperti, gambus, kecapi petik, marawis, atau alat music
modern
b. Syair bernafaskan islam, baik berupa nasihat, shalawat nabi baik dalam bahasa
Indonesia, arab maupun daerah

2.    Sholawat Nabi
Sholawat Nabi yaitu Do’a puji pujian yang di tunjukan kepada Nabi Muhammad
SAW, contohnya adalah sholawat badar yang di iringi dengan musik yang di lantunkan oleh
salah satunya yaitu Majelis Rosululloh. Adapun ciri-cirinya Sholawat Nabi  :
a. Menggunakan alat musik Rebana.
b. Adanya sholawat yaitu do’a dan puji pujian kepada Rosullulloh.
c. Penataan nadanya bernuansakan islam.
d. Sholawatan biasanya terdapat di dalam kitab Barjanji.
3.    Japin Bujang Marindu dan Japin Hadrah
Merupakan Jenis tari Yang berpasang pasangan yang di ambil gerak dari tari Zafin
yang bernafaskan islam dari Melayu. Tari ini menggambarkan kerinduan seorang kekasih
setelah pergi lama merantaukemudian kembali ke kampong halamanya.
Japin Hadrah merupakan tari yang di ambill dari gerak tari zapin yang bernafaskan
islam yang mengangkat kesenian Hadrah kedalam gerak tari dinamis, semua penarinya
adalah wanita.
4.    Santriswaran
Santriswaran berasal dari lingkungan keratin Surakarta dan sekitarnya, Santriswaran
merupakan salah satu Grup musik yang menggunakan alat musik terbang, kendang dan
kemanak. Nada yang di gunakan mengikuti tangga nada seledro. Penabuh musik sekaligus
sebagai penyanyi. Syair lagu yang di nyanyikan memuat ajaran islam san budaya jawa yang
di sisipi dengan Sholawat Nabi.
5.    Tari Zapin
Tari zapin bisa kita temukan di Riau. Tari ini diiringi irama gambus, yang diperagakan
oleh laki-laki yang berpasangan dengan mengenakan sarung, kemeja, kopeah hitam dan
songket dan ikat kepala lacak/destar. Tari ini dipentaskan pada saat acara upacara
pernikahan, khitanan dan hari raya islam.

6.    Tari seudati
Berasal dari Aceh umumnya diperankan oleh laki-laki dengan menari dan membuat
bunyi tabuhan dengan alat music tubuh mereka sendiri, sewaktu menepuk tangan, dada, sisi
tubuh dan menggertakan jari-jarinya.
7.    Suluk
Suluk adalah tulisan dalam bahasa jawa maupun arab yang berisi pandangan hidup
orang jawa. Serat wirid adalah tulisan pujangga jawa yang berisi bacaan-bacaan baik jawa
maupun arab yang dibaca berulang-ulang.
8.    Gembyung
Seni ini merupakan pengenvbangan dari kesenian terbang yang hidup di lingkungan
pesantren. Konon kesenian terbang itu salah satu jenis kesenian yang di pakai sebagai media
penyebaran Agama Islam di daerah Cirebon sekitarnya. Kesenian Gembyung ini biasa di
pertunjukan pada upacara-upacara  kegiatan Agama Islam seperti peringatan lahirnya Nabi
atau di sebut juga dengan Muludan, Rajaban dan kegiatan  1 Syuro yang di gelar di
sekitar  tempat ibadah.
9.    Seni Arsitektur Keraton dan Kasultanan
Arsitektur keratin dan kasultanan di Nusantara, rata-rata bercorak tradisi religio-magis,
yang terdiri dari: ruang pasebahan, sitihinggil, alun-alun, pasar, dan masjid. Contohnya
seperti istana keratin Surakarta, Kasultanan Cirebon, Kasultanan Demak, dan sebagainya.
10.     Makam atau Nisan
Makam dalam tradisi Islam di Indonesia berbentuk mar,era tau batu dan bermahkota
seperti kubah masjid (maesan), terkadang berhiaskan tulisan kaligrafi atau arabeska.
Contohnya seperti Makam Sultan Malikus Shaleh di Samudra Pasai, makam para Wali di
Jawa.
11.     Bentuk Arsitek bangunan Masjid, Surau, Langgar khas Indonesia
Masjid di Indonesia beratap tumpang mirip pura pada masa hindu, atap ini menjadi
prototype sebagian besar masjid di Indonesia. Perbedaannya hanya pada jumlah atap
tumpangnya, ada yang bertumpang 3, 5, dan 6. Bentuk bangunan Masjid di Indonesia
merupakan gabungan antara konsep pura dan bangunan kelenteng.
Berikut beberapa bangunan yang bernuansa Islam di Indonesia.
·         Gapura Masjid Kudus yang seperti candi
·         Masjid Raya Baiturrahman di Aceh
·         Masjid Agung Banten di Banten
·         Masjid Agung Demak di Demaks
12.     Wayang
Salah satu budaya Jawa hasil akulturasi dengan budaya India. Cerita-cerita
pewayangan diambil dari kitab Ramayana dan Bharatayudha. Setelah terjadi akulturasi
dengan Islam tokoh-tokoh dan cerita pewayangan diganti dengan cerita yang bernuansa
Islam. Bagi orang jawa, wayang bukan hanya sebagai tontonan, tetapi juga tuntunan
karenasarat dengan pesan-pesan moral yang menjadi filsafat hidup orang Jawa.
13.     Gamelan Sekaten
Gamelan jawa yang ditabuh saat upacara sekaten peng-islaman bagi yang akan masuk
agama islam dengan pembacaan syahadat. Sekaten ini dilaksanakan pada bulan maulud
    

Apresiasi Budaya Lokal Sebagai Tradisi Islam

Setiap daerah dimana Islam masuk sudah terdapat tradisi masing-masing. Ada yang
merupakan pengaruh Hindu dan Budha adapula tradisi asli yang sudah turun menurun.
Seperti halnya di Sumatera, di daerah lainpun para mubaligh memilih mempertahankannya
namun memberikan warna Islam.
Berikut ini beberapa contoh tradisi kesekuan di Indonesia yang bernuansa Islam :
1.         Tahlilan
Tahlilan adalah upacara kenduri atau selamatan untuk berdo’a kepada Alloh dengan
membaca surat Yasin dan beberapa surat dan ayat pilihan lainnya, diikuti kalimat-kalimat
tahlil (laailaaha illallah), tahmid (Alhamdulillah) dan tasbih (subhanallah).
Biasanya diselenggarakan sebagai ucapan syukur kepada Alloh SWT (tasyakuran)
dan mendo’akan seseorang yang telah meninggal dunia pada hari ke 3, 7, 40, 100, 1.000 dan
khaul (tahunan). Tradisi ini berasal dari kebiasaan orang-orang Hindu dan Budha yaitu
Kenduri, selamatan dan sesaji. Dalam agam Islam tradisi ini tidak dapat dibenarkan karena
mengandung unsure kemusyrikan. Dalam tahlilan sesaji digantikan dengan berkat atau lauk-
pauk yang bisa dibawa pulang oleh peserta. Ulama yang mengubah tradisi ini adalah Sunan
Kalijaga dengan maksud agar orang yang baru masuk Islam tidak terkejut karena harus
meninggalkan tradisi mereka, sehingga mereka kembali ke agamanya.
2.         Sekaten
Sekaten adalah upacara untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di
lingkungan Keraton Yogyakarta atau Maulud. Selain untuk Maulud, Sekaten
diselenggarakan pada bulan Besar (Dzulhijjah). Pada perayaan ini gamelan Sekati diarak
dari Keraton ke halaman mesjid Agung Yogya dan dibunyikan siang-malam sejak seminggu
sebelum 12 Rabiul Awal. Tradisi ini dipelopori oleh Sunan Bonang. Syair lagu berisi pesan
tauhid dan setiap bait lagu diselingi pengucapan dua kalimat syahadat atau syahadatain,
kemudian menjadi Sekaten.
3.         Gerebeg Maulud
Acara ini merupakan puncak peringatan maulud. Pada malam tanggal 11 Rabiul
Awal ini, dengan Sri Sultan beserta pembesar Keraton Yogya hadir di mesjid Agung.
Dilanjutkandengan pembacaan-pembacaan riwayat Nabi dengan ceramah agama.
4.         Takbiran
Takbiran dilakukan dengan malam 1 Syawal (Idul Fitri) dengan mengucapkan takbir
bersama-sama di masjid/mushalla ataupun berkeliling kampong (takbir keliling).
5.         Muludan
Peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dilakukan dengan mengadakan
Muludan. Peringatan ini dipelopori oleh Sultan Muhammad Al Fatihuntuk membangkitkan
semangat pasukan Muslim pada perang salib. Peringatan Maulid Nabi sebenarnya tidak
diperintahkan oleh Nabi melainkan budaya agama semata. Di Indonesia peringatan ini
dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat, dari Presiden sampai rakyat biasa. Kegiatan
ini diisi dengan pembacaan riwayat nabi (Barzanji) maupun kegiatan lainnya seperti
perlombaa-perlombaan yang bersifat Islami.
6.         Tabut/Tabuit
Dilaksanakan pada hari asyura (10 Muharram) untuk memperingati pembantaian
Hasan dan Husain bin Ali bin Abi Thalib (cucu Rosulullah) oleh pasukan Yazid bin
Muawiyah di Karbela. Dilakukan dengan mengarak usungan berwarna-warni (tabut) di
pinggir pantai kemudian dibuang ke laut lepas. Pengarakan biasanya dilaksanakan setelah
terlaksananya acara lainnya dengan menghidangkan beraneka macam hidangan makanan.
Upacara ini dilaksanakan secara turun temurun di daerah Pariaman (Sumatera Barat) dan
Bengkulu.
7.         Adat Basandi Syara’, Sara’ Basandi Kitabulloh
Masyarakat Minangkabau dikenal kuat dalam menjalankan agama Islam, sehingga
adat mereka dipautkan dengan sendi Islam yaitu Al-Qur’an (Kitabullah). Adat Minagkabau
kental dengan nuansa Islam sehingga melahirkan semboyan adat basabdi syara, syara
basandi kitabullah (Adat bersendikan syara dan syara bersendikan Kitab Alloh).

8.         Seni Tradisi Genjring


Seni tradisi ini banyak ditemukan di daerah Purwokerto, dan Banyumas pada
umumnya. Di kalangan masyarakat Banyumas, kesenian tradisi ini lebih banyak yang
berbasis di masjid. Pada masa lalu, kesenian ini cukup efektif untuk melakukan pembinaan
generasi muda, karena hampir setiap malam anak-anak muda bertemu di masjid. Untuk
mengisi waktu senggang, mereka memainkan genjring bersama-sama di masjid. Namun saat
ini kesenian ini sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan kaum muda, sehingga jumlahnya
didominasi kaum tua (50 tahunan).
   Dalam seni tradisi islam ini, syiiran shalawat dilantunkan secara rampak dengan
diiringi tabuhan rebana, tanpa tarian. Oleh masyarakat lokal, tabuhan rebana ini disebut
genjring. Hal ini mungkin dimaksudkan untuk mendekati bunyi rebana yang mirip bunyi
“jring”, orang bilang “genringan”. Seperti halnya kesenian Islam lain, kesenian ini
menggunakan dasar dari kitab Al-Berjanji. Dimana sebuah kitab yang berisi tentang puji-
pujian kepada Nabi Muhammad.
Kesenian ini di masyarakat Banyumas seringkali digunakan untuk mengarak
sunatan. Dalam prosesi ini, gengring dilakukan sambil jalan beberapa ratus meter
menyambut datangnya pengantin sunatan yang datang dari tempat disunat tersebut. Si anak
dinaikkan becak yang telah dihias, yang kemudian dibelakangnya diikuti para pemain
genjring. Menurut keterangan masyarakat Purwokerto dan Banyumas hal ini dimaksudkan
selain untuk menambah kemeriahan pesta, mengurangi rasa sakit pada si anak (karena
perhatian tertuju pada keramaian), juga dimaksudkan adanya hikmah dari pembacaan
sholawat tersebut.
Kesenian ini biasanya dimainkan oleh antara 12 sampai 30 orang. Penabuh terbang
bisa bergantian dan nyanyian dilakukan secara serempak dengan menggunakan bahasa arab.

9.         Kesenian Singkiran
Kesenian ini sangat jarang ditemui karena semakin punah, seiring kemajuan jaman,
meninggalnya para pelakunya, dan sengaja di counter kelompok tertentu (islam modern)
karena dianggap ada penyimpangan dari Islam. Kesenian Singiran merupakan salah satu
bagian integral dari ekspresi seni tradisi ummat Islam. Kesenian ini berkembang seiring
dengan tradisi memperingati seribu hari kematian (3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari dan 1000
hari) salah satu warga.
Jika dilihat dari isinya, seni tradisi ini berisikan nasehat-nasehat bagi si mayat dan
nasehat kebajikan bagi anak cucu yang masih hidup untuk selalu mendoakan orang tua
mereka.
Kelompok kesenian ini salah satunya ditemukan di daerah Tamantirto, Kasihan,
Bantul, DIY. Kelompok ini menamakan keseniannya sebagai “ Singir Ndjaratan” yang
artinya “tembang kematian”. Selain menarasikan nasehat-nasehat kebajikan, kesenian ini
juga dimaksudkan sebagai upaya untuk mendoakan para leluhur melalui pembacaan kalimat
tahlil yang mengiringi pembacaan narasi syiiran. Kesenian ini semakin hari digerus oleh
perspektif Islammodernis dan banyak tergantikan dengan tahlil dan yasinan. Kesenian ini
tidak menggunakan alat musik, namun diiringi tahlil bersama sepanjang pembacaan singir-
singirnya. Sedangkan irama atau langgam singir digunakan langgam-langgam macapat.
Secara garis besar kesenian ini diawali dengan pembacaan tahlil, kemudian bacaan singir
secara bergantian, dan kemudian pembacaan sholawat (srokal) serta diakhiri dengan doa.
10.     Kasidah
Kasidah (qasidah, qasida; bahasa Arab: “‫يدة‬HHHHHHHHHHHHH‫”قص‬, bahasa
Persia: ‫قصیده‬ atau ‫چكامه‬ dibaca: chakameh) adalah bentuk syair epik kesusastraan Arab yang
dinyanyikan. Penyanyi menyanyikan lirik berisi puji-pujian (dakwah keagamaan dan satire)
untuk kaum muslim.
Lagu kasidah modern liriknya juga dibuat dalam bahasa Indonesia selain Arab. Grup
kasidah modern membawa seorang penyanyi bintang yang dibantu paduan suara wanita.
Alat musik yang dimainkan adalah rebana dan mandolin, disertai alat-alat modern,
misalnya: biola, gitar listrik, keyboard flute. Perintis kasidah modern adalah grup Nasida
Ria dari Semarang yang semuanya perempuan. Lagu yang top yakni Perdamaian dari Nasida
Ria. Di tahun 1970-an, Bimbo, Koes Plus dan AKA mengedarkan album kasidah modern
dan lain-lain.
11.     Sholawat Jawi
Kesenian Shalawat Jawi di temukan di daerah Pleret, Bantul, dan beberapa juga
sudah menyebar di sekitar kecamatan Pleret, atau bahkan di sekitar Kabupaten Bantul.
Kesenian ini merupakan salah satu bentuk penegasan jawanisasi kesenian Islam. Kesenian
yang berkembang seiring dengan tradisi peringtaan Maulid Nabi ini mengartikulasikan syair
atau syiiran shalawat kepada Nabi Muhammad dengan medium bahasa Jawa, bahkan juga
dengan melodi-melodi Jawa (langgam sinom, dandang-gula, pangkur dan lain-lain).
Adalah Kyai Soleh yang menciptakan tembang-tembang shalawat berbahasa Jawa
yang sampai saat ini tulisannya menjadi pedoman para pelaku seni sholawat jawi, meskipun
beliau sudah lama meninggal. Kyai Soleh merupakan seorang tokoh lokal Islam yang
sekaligus seniman yang memegang teguh prinsip-prinsip ber-Islam. Kesenian ini merupakan
ekspresi keberagamaan sekaligus ekspresi kesenian bagi pelakunya. Mereka mendapatkan
manfaat keberagamaan yang mententramkan hati (sebagai kubutuhan spiritualitas) sekaligus
kebutuhan akan keindahan (seni) juga terpenuhi. Kesenian tradisi islam ini di dominasi oleh
para oang tua ( rata-rata di atas 50 tahun) dan regenerasi sepertinya tidak. Kalangan mudah
lebih senang kesenian yang lebih modern (model dan alatnya). Jadi tidak heran kesenian ini
mulai jarang ditemui, karena kelompok-kelompok kesenian ini semakin sedikit.
Selain tradisi tersebut masih banyak tradisi lain yang berkembang di daerah atau
suku-suku lainnya. Hal ini menunjukkan perbedaan sikap masing-masing daerah pada saat
menerima Islam. Tradisi-tradisi tersebut menambah kekayaan tradisi Islam Indonesia.
12.     Tari Zapin
Tari zapin bisa kita temukan di Riau. Tari ini diiringi irama gambus, yang
diperagakan oleh laki-laki yang berpasangan dengan mengenakan sarung, kemeja, kopeah
hitam dan songket dan ikat kepala lacak/destar. Tari ini dipentaskan pada saat acara upacara
pernikahan, khitanan dan hari raya islam.
13.     Tari seudati
Berasal dari Aceh umumnya diperankan oleh laki-laki dengan menari dan membuat
bunyi tabuhan dengan alat music tubuh mereka sendiri, sewaktu menepuk tangan, dada, sisi
tubuh dan menggertakan jari-jarinya.
14.     Santriswaran
Santriswaran adalah grup music dengan alat terbang, kendang, dan kemanak.
Nadanya mengiktui nada gamelan. Syair-syairnya memuat ajaran-ajaran islam dan budaya
jawa yang disisipi dengan selawat nabi. Santriswaran dikembangkan oleh seniman keraton
Surakarta.
15.     Tari Menak
Diciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX raja jogyakarta, tari menak mirip
wayang orang tetapi tari menak diambil dari serat menak. Cerita menak adalah berbahasa
jawa / sunda yang disadur dari parsi.
16.     Suluk
Suluk adalah tulisan dalam bahasa jawa maupun arab yang berisi pandangan hidup
orang jawa. Serat wirid adalah tulisan pujangga jawa yang berisi bacaan-bacaan baik jawa
maupun arab yang dibaca berulang-ulang.

17.     Megengan
Megengan dalah upacara menyambut datangnya bulan suci ramadhan, kegiatan
utamanya yaitu dengan manabuh bedug sebagai tanda jatuhnya tanggal 1 ramadhan.
18.     Selikuran
Dilakukan dikeraton Surakarta dan Yogyakarta setiap tanggal 21 Ramadhan yang
bertujuan untuk menyambut malam lailatul qodar

Anda mungkin juga menyukai