KELAS : IX A TRADISI DAN UPACARA ADAT DI NUSANTARA
1. Qasidah
Qasidah artinya suatu jenis seni suara yang menamilkan
nasehat-nasehat keislaman. Dalam lagu dan syairnya banyak mengandung dakwah Islamiyah yang berupa nasehat-nasehat, shalawat kepada Nabi dan doa-doa. Biasanya qasidah diiringi dengan musik rebana. Kejadian pertama kali menggunakan musik rebana adalah ketika Rasulullah saw disambut dengan meriah di Madinah.
2. Tahlilan
Tahlilan adalah upacara kenduri atau selamatan untuk berdoa
kepada Alloh dengan membaca surat Yasin dan beberapa surat dan ayat pilihan lainnya, diikuti kalimat-kalimat tahlil (laailaaha illallah), tahmid (Alhamdulillah) dan tasbih (subhanallah). Biasanya diselenggarakan sebagai ucapan syukur kepada Alloh SWT (tasyakuran) dan mendoakan seseorang yang telah meninggal dunia pada hari ke 3, 7, 40, 100, 1.000 dan khaul (tahunan). Tradisi ini berasal dari kebiasaan orang-orang Hindu dan Budha yaitu Kenduri, selamatan dan sesaji.
3. Sekaten
Sekaten adalah upacara untuk memperingati Maulid Nabi
Muhammad SAW di lingkungan Keraton Yogyakarta atau Maulud. Selain untuk Maulud, Sekaten diselenggarakan pada bulan Besar (Dzulhijjah). Pada perayaan ini gamelan Sekati diarak dari Keraton ke halaman mesjid Agung Yogya dan dibunyikan siang-malam sejak seminggu sebelum 12 Rabiul Awal. Tradisi ini dipelopori oleh Sunan Bonang. Syair lagu berisi pesan tauhid dan setiap bait lagu diselingi pengucapan dua kalimat syahadat atau syahadatain, kemudian menjadi Sekaten.
4. Adat Basandi Syara, Sara Basandi Kitabulloh
Masyarakat Minangkabau dikenal kuat dalam menjalankan agama Islam, sehingga adat mereka dipautkan dengan sendi Islam yaitu Al-Quran (Kitabullah). Adat Minagkabau kental dengan nuansa Islam sehingga melahirkan semboyan adat basabdi syara, syara basandi kitabullah (Adat bersendikan syara dan syara bersendikan Kitab Alloh).
5. Seni Tradisi Genjring
Seni tradisi ini banyak ditemukan di daerah Purwokerto, dan
Banyumas pada umumnya. Di kalangan masyarakat Banyumas, kesenian tradisi ini lebih banyak yang berbasis di masjid. Pada masa lalu, kesenian ini cukup efektif untuk melakukan pembinaan generasi muda, karena hampir setiap malam anak-anak muda bertemu di masjid. Untuk mengisi waktu senggang, mereka memainkan genjring bersama-sama di masjid. Namun saat ini kesenian ini sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan kaum muda, sehingga jumlahnya didominasi kaum tua (50 tahunan).
6. Kesenian Singkiran
Kelompok kesenian ini salah satunya ditemukan di daerah
Tamantirto, Kasihan, Bantul, DIY. Kelompok ini menamakan keseniannya sebagai Singir Ndjaratan yang artinya tembang kematian. Selain menarasikan nasehat-nasehat kebajikan, kesenian ini juga dimaksudkan sebagai upaya untuk mendoakan para leluhur melalui pembacaan kalimat tahlil yang mengiringi pembacaan narasi syiiran. Kesenian ini semakin hari digerus oleh perspektif Islam modernis dan banyak tergantikan dengan tahlil dan yasinan 7. Sholawat Jawi
Kesenian Shalawat Jawi di temukan di daerah Pleret, Bantul,
dan beberapa juga sudah menyebar di sekitar kecamatan Pleret, atau bahkan di sekitar Kabupaten Bantul. Kesenian ini merupakan salah satu bentuk penegasan jawanisasi kesenian Islam. Kesenian yang berkembang seiring dengan tradisi peringtaan Maulid Nabi ini mengartikulasikan syair atau syiiran shalawat kepada Nabi Muhammad dengan medium bahasa Jawa, bahkan juga dengan melodi-melodi Jawa (langgam sinom, dandang-gula, pangkur dan lain-lain).
8. Tradisi Upacara Bugis Makasar
Upacara tujuh bulan kehamilan, dalam bahasa Bugis Bone
disebut Mappassili, artinya memandikan. Makna upacara ini adalah untuk tolak bala atau menghindari dari malapetaka/bencana, menjauhkan dari roh-roh jahat sehingga segala kesialan hilang dan lenyap. Acara itu diawali dengan iring-iringan pasangan muda tersebut, dalam pakaian adat Bugis menuju sebuah rumah- rumahan yang terbuat dari bambu dengan hiasan bunga dan pelaminan yang meriah oleh warna-warna yang mencolok. Sebelumnya, calon ibu yang hamil tujuh bulan dari pasangan muda ini harus melewati sebuah anyaman bambu yang disebut Sapana yang terdiri dari tujuh anak tangga, memberi makna agar rezeki anak yang dilahirkan bisa naik terus seperti langkah kaki menaiki tangga. Upacara Mappassili diawali dengan membacakan doa-doa yang diakhiri oleh surat Al-Fatihah oleh seorang ustadzah. Bunyi tabuh-tabuhan dari kuningan yang dipegang oleh seorang bocah laki-laki mengiringi terus upacara ini.
NAMA : ROBI ATUL ADAWIYAH
KELAS : IX A
TRADISI DAN UPACARA ADAT DI NUSANTARA
1. Kenduren Kenduren Upacara adat Jawa yang pertama adalah kenduren atau selametan. Upacara ini dilakukan secara turun temurun sebagai peringatan doa bersama yang dipimpin tetua adat atau tokoh agama. Adanya akulturasi budaya Islam dan Jawa di abad ke 16 Masehi membuat upacara ini mengalami perubahan besar, selain doa hindu/budha yang awalnya digunakan diganti ke dalam doa Islam, sesaji dan persembahan juga menjadi tidak lagi dipergunakan dalam upacara ini.
2. Tahlilan
Tahlilan adalah upacara kenduri atau selamatan untuk berdoa
kepada Alloh dengan membaca surat Yasin dan beberapa surat dan ayat pilihan lainnya, diikuti kalimat-kalimat tahlil (laailaaha illallah), tahmid (Alhamdulillah) dan tasbih (subhanallah). Biasanya diselenggarakan sebagai ucapan syukur kepada Alloh SWT (tasyakuran) dan mendoakan seseorang yang telah meninggal dunia pada hari ke 3, 7, 40, 100, 1.000 dan khaul (tahunan). Tradisi ini berasal dari kebiasaan orang-orang Hindu dan Budha yaitu Kenduri, selamatan dan sesaji. Dalam agam Islam tradisi ini tidak dapat dibenarkan karena mengandung unsure kemusyrikan. Dalam tahlilan sesaji digantikan dengan berkat atau lauk-pauk yang bisa dibawa pulang oleh peserta. Ulama yang mengubah tradisi ini adalah Sunan Kalijaga dengan maksud agar orang yang baru masuk Islam tidak terkejut karena harus meninggalkan tradisi mereka, sehingga mereka kembali ke agamanya.
3. Sekaten
Sekaten adalah upacara untuk memperingati Maulid Nabi
Muhammad SAW di lingkungan Keraton Yogyakarta atau Maulud. Selain untuk Maulud, Sekaten diselenggarakan pada bulan Besar (Dzulhijjah). Pada perayaan ini gamelan Sekati diarak dari Keraton ke halaman mesjid Agung Yogya dan dibunyikan siang-malam sejak seminggu sebelum 12 Rabiul Awal. Tradisi ini dipelopori oleh Sunan Bonang. Syair lagu berisi pesan tauhid dan setiap bait lagu diselingi pengucapan dua kalimat syahadat atau syahadatain, kemudian menjadi Sekaten.
4. Adat Basandi Syara, Sara Basandi Kitabulloh
Masyarakat Minangkabau dikenal kuat dalam menjalankan agama Islam, sehingga adat mereka dipautkan dengan sendi Islam yaitu Al-Quran (Kitabullah). Adat Minagkabau kental dengan nuansa Islam sehingga melahirkan semboyan adat basabdi syara, syara basandi kitabullah (Adat bersendikan syara dan syara bersendikan Kitab Alloh).
5. Seni Tradisi Genjring
Seni tradisi ini banyak ditemukan di daerah Purwokerto, dan
Banyumas pada umumnya. Di kalangan masyarakat Banyumas, kesenian tradisi ini lebih banyak yang berbasis di masjid. Pada masa lalu, kesenian ini cukup efektif untuk melakukan pembinaan generasi muda, karena hampir setiap malam anak-anak muda bertemu di masjid. Untuk mengisi waktu senggang, mereka memainkan genjring bersama-sama di masjid. Namun saat ini kesenian ini sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan kaum muda, sehingga jumlahnya didominasi kaum tua (50 tahunan). 6. Kesenian Singkiran
Kelompok kesenian ini salah satunya ditemukan di daerah
Tamantirto, Kasihan, Bantul, DIY. Kelompok ini menamakan keseniannya sebagai Singir Ndjaratan yang artinya tembang kematian. Selain menarasikan nasehat-nasehat kebajikan, kesenian ini juga dimaksudkan sebagai upaya untuk mendoakan para leluhur melalui pembacaan kalimat tahlil yang mengiringi pembacaan narasi syiiran. Kesenian ini semakin hari digerus oleh perspektif Islam modernis dan banyak tergantikan dengan tahlil dan yasinan
7. Sholawat Jawi
Kesenian Shalawat Jawi di temukan di daerah Pleret, Bantul,
dan beberapa juga sudah menyebar di sekitar kecamatan Pleret, atau bahkan di sekitar Kabupaten Bantul. Kesenian ini merupakan salah satu bentuk penegasan jawanisasi kesenian Islam. Kesenian yang berkembang seiring dengan tradisi peringtaan Maulid Nabi ini mengartikulasikan syair atau syiiran shalawat kepada Nabi Muhammad dengan medium bahasa Jawa, bahkan juga dengan melodi-melodi Jawa (langgam sinom, dandang-gula, pangkur dan lain-lain).
8. Tradisi Upacara Bugis Makasar
Upacara tujuh bulan kehamilan, dalam bahasa Bugis Bone
disebut Mappassili, artinya memandikan. Makna upacara ini adalah untuk tolak bala atau menghindari dari malapetaka/bencana, menjauhkan dari roh-roh jahat sehingga segala kesialan hilang dan lenyap. Acara itu diawali dengan iring-iringan pasangan muda tersebut, dalam pakaian adat Bugis menuju sebuah rumah- rumahan yang terbuat dari bambu dengan hiasan bunga dan pelaminan yang meriah oleh warna-warna yang mencolok. Sebelumnya, calon ibu yang hamil tujuh bulan dari pasangan muda ini harus melewati sebuah anyaman bambu yang disebut Sapana yang terdiri dari tujuh anak tangga, memberi makna agar rezeki anak yang dilahirkan bisa naik terus seperti langkah kaki menaiki tangga. Upacara Mappassili diawali dengan membacakan doa-doa yang diakhiri oleh surat Al-Fatihah oleh seorang ustadzah. Bunyi tabuh-tabuhan dari kuningan yang dipegang oleh seorang bocah laki-laki mengiringi terus upacara ini.