Anda di halaman 1dari 6

TRADISI NYEKAR DAN PERSPEKTIF ISLAM

Diajukan Kepada Dosen Sejarah Kebudayaan Islam dan Lokal untuk Memenuhi
Salah Satu Tugas Perkuliahan
Dosen Pengampu : Intan Nur Azizah, M.Pd.

Disusun Oleh:

BERLIANI PUTRI ZANUAR


214110402106

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO
2021
TRADISI NYEKAR DAN PERSPEKTIF ISLAM

A. Pendahuluan

Kebudayaan nyekar yang merupakan peninggalan budaya kepercayaan kini beralkulturasi


dengan Islam yang masuk di Nusantara sejak abad 12 masehi. Dengan kemasan kata yang
berbeda namun mempunyai makna yang sama, ziarah lazimnya dilakukan ketika hari-hari
besar keagamaan seperti Hari Raya Idul Fitri dan ketika jatuh bulan Ramadhan. Penulis
yang berdomisili di lingkungan yang masih kental akan tradisi dan adat istiadat juga turut
serta dalam ritual keagamaan ini. Menjumpai keutamaan dan makna filosofis yang
mendalam dan dengan metode kulitatif melalui sumber rujukan kepustakaan menjadi
alasan penulis memilih kebudayaan ini.

B. Deskripsi Kebudayaan Lokal


1. Latar Belakang Kebudayaan

Indonesia mempunyai beragam jenis kebudayaan dan tradisinya disetiap daerah. Salah
satu kebudayaan yang yang menonjol dan banyak dijumpai berasal dari suku Jawa.
Tradisi kebudayaan ini merupakan hasil dari aktivitas yang dilestarikan secara berulang
sampai saat ini. Islam berhasil mengasimilasi tradisi yang ada dengan ajaran syariatnya
ketika memasuki Nusantara pada abad 12 masehi. Ketika islam memasuki wilayah
nusantara melalui pendekatan secara lembut tidak serta merta islam menghilangkan
tradisi yang hidup disana, sehingga islam diterima dengan tangan terbuka oleh
masyarakat. Tradisi yang masih lestari hinga saat ini salah satunya tradisi nyekar.

Seperti berdoa dan ziarah kubur keluarga secara bersamaan dengan menabur bunga,
nyekar juga merupakan salah satu bentuk ritual kepercayaan. Tradisi ini muncul karena
akulturasi budaya Islam-Jawa-Hindu. Kepercayaan wong Jawa, roh adalah abadi dan
selalu pulang menemui keluarganya setiap jatuh bulan “Ruwah”. Ruwah berasal dari kata
“Ruh” yang berarti roh. Sehingga bulan ini menjadi momentum antara mereka yang
sudah meninggal dan mereka yang masih hidup untuk saling bertegur sapa.
Hindu memiliki sapaan yang khas untuk roh leluhur mereka, seperti salah satunya adalah
bunga. Bunga merupakan elemen penting dalam prosesi tradisi nyekar ini. Bunga
dianggap sebagai simbol bentuk penghormatan kepada roh nenek moyang atau
leluhurnya. Hal ini dikarenakan makam menjadi tempat tinggal atau rumah roh tersebut,
hal ini ditandakan adanya cungkup atau rumah-rumahan kecil di makam orang Jawa.

Dalam bahasa jawa bunga adalah sekar. Sehingga tradisi “nyekar” ini menjadi ritual
untuk lintas alam bagi mereka yang sudah meninggal dan sebagi pengingat akan
kematian. Ketika melakukan prosesi nyekar biasanya orang akan memposisikan dirinya
disamping makam dengan duduk jengkeng sebagai penghormatan setinggi-tingginya
kepada orang yang telah meninggal tersebut. Posisi duduk ini biasa dilakukan orang Jawa
ketika menghadap raja atau ketika meminta restu orangtua untuk mendapat pangestu.

Ziarah dalam tradisi islam sudah menjadi bagian dari ritual kegamaan dan telah
bertransformasi menjadi budaya sosial. Namun pada awalnya pada zaman Nabi
Muhammad shalallahu‟alaihi wasallam banyak melakukan ibadah ziarah dalam islam
sendiri, namun demikian Nabi Muhammad melarang melakukan ibadah haji karena
dikhawatirkan adanya faktor pencampuran ibadah dan budaya, jamaah berkecenderungan
pada penyembahan berhala. Namun seiring berkembangnya dakwah Nabi Muhammad
dan menyebarkan islam ke seluruh dunia, dengan keimanan dan keyakinan yang kuat
yang tertanam dalam diri umat islam, Nabi Muhammad shalallahu „alaihi wasallam
akhirnya mengizinkan umatnya untuk berziarah ke kuburan. Izin ini diberikan Nabi
didasarkan pada keyakinan bahwa dengan ziarah ke makam , umat islam tidak lagi
memerlukan penguburan jenazah seperti dulu.
Oleh karena itu umat islam baik laki-laki maupun perempuan dianjurkan untuk berziarah
ke makam sesama muslim untuk menunaikan ibadah ziarah karena memiliki banyak
manfaat. Bagi mereka yang sudah meninggal sebagai ganjaran membaca Al-Qur‟an dan
bagi mereka yang menziarahi sebagai pengingat akan kematian.

Tradisi nyekar ini telah berlangsung lama dan hidup sampai saat ini. Tradisi nyekar yang
telah beralkuturasi dengan islam biasanya berlangsung pada hari-hari besar keagamaan
seperti pada saat menjelang puasa ramadhan, sehari sebelum idul fitri atau terkait hari
keluarga yang ditinggalkan.
Untuk ritual nyekar asli Jawa sendiri dilakukan setiap Juma‟at Kliwon dan Selasa
Kliwon. Mereka memilih hari tersebut karena dianggap hari tersebut sebagai hari keramat
yang menghubungkan dua dunia sebagai lintas alam antara dunia roh dengan dunia
kehidupan.

Terdapat model ritual nyekar dengan cara yang berbeda-beda di setiap daerah yang dapt
dijumpai. Dan terkadang terdapat perbedaan yang mencolok ketika prosesi ritual
berlangsung antara satu individu dengan individu lainnya ataupun dengan rombongan
satu dengan rombongan lainnya tergantung bagaimana sedari awal orangtua ataupun
leluhur yang mengajarkan. Ritual tersebut merupakan ajaran yang diajarkan oleh ulama,
namun tidak sedikit ritual yang diajarkan secara turun temurun.
Bahkan bila ditelusuri lebih jauh terdapat ritual yang tidak jelas asalnya dan dimulainya
ziarah atau nyekar tersebut. Bahkan hingga saat ini masih dilakukan tanpa adanya sebab
dan alasan pelaksanaannya.

Umumnya pelaksanaan ziarah akan sama dengan yang lainnya. Prosesi ziarah yang
diajarkan mengutamkan nilai adab kesopanan. Sepert ketika memasuki gerbang atau
pintu makam hendaklah mengucapkan salam kepada ahli kubur tersebut. Selain itu
dianjurkan untuk melepas alas kaki ketika memasuki kawasan makam. Selain mendoakan
keselamatan untuk yang diziarahi, penziarah sebelumnya membersihkan sekitaran
gundukan makam lalu menaburkan bunga dan menyirami makam dengan air mawar
dengan tujuan makam tersebut terlihat segar dan sebagai tanda bahwa makam tersebut
dirawat. Selain itu adab yang dicontohkan dalam islam untuk tidak menduduki nisan
kuburan tersebut dan tidak diperbolehkan untuk melangkahi kuburan.

Selain mengunjungi sanak keluarga dan orang terdekat, orang-orang yang dianggap
sebagai tokoh penting juga terkadang diziarahi seperti Walisongo, raja-raja yang pernah
berkuasa didaerah tersebut ataupun pahlawan tanah air.

2. Nilai-nilai Filosofis dalam Kebudayaan

Nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam tradisi nyekar ini dimulai ketika memasuki
gerbang atau pintu dianjurkan untuk mengucapkan salam sebagaimana dalam hadist
Rasulullah “Ucapkanlah: Assalamu alaikum wahai penghuni kubur, dari kalangan
mukmini dan muslimin. Semoga Allah merahmati orang yang telah meninggal dan yang
masih hidup. Dan insyaaAllah kami akan menyusul kalian.” (HR. Muslim 2301).
Secara syariat mengajarkan untuk mengucapkan salam dengan tujuan untuk mendoakan
dan sebagai sapaan kepada ahli kubur tersebut. Lalu dianjurkan pula untuk melepas
sandal atau alas kaki ketika memasuki kuburan, namun tidak menutup kemungkinna
untuk tetap memakai alas kaki apabila terdapat penghalang seperti duri, kotoran, panas.
Basah dan lain sebagainya. Tujuan melepas sandal ini dengan maksud sebagai
penghormatan kepada penghuni kuburan tersebut. Selain melepas sandal adapun untuk
tidak menginjak atau melangkahi kuburan serta tidak duduk di nisan kuburan
merupakan adab selama di kuburan sebagai bentuk penghormatan dan menghargai
penghuni kuburan tersebut.

Secara umum prosesinya tradisi ini sama seperti membersihkan kuburan dari kotoran dan
tumbuhan liar, menabur bunga mempunyai makna bunga sebagai simbol penghormatan
terhadap rumah roh leluhurnya tersebut menurut kepercayaan orang jawa. Lalu
mendoakan keselamatan yang diziarahi. Yang membedakan ritual Islam-Jawa dengan
Jawa-Hindu adalah dari isi doa mereka. Bila Islam-Jawa mendoakan keselamatan ahli
kubur, Jawa-Hindu cenderung meminta sesuatu.
Untuk prosesi nyekar Jawa-Hindu dilakukan dengan bersimpuh di sebelah makam
dengan posisi jengkang sebagaimana duduknya ketika berhadapan dengan raja. Biasanya
mereka akan menyediakan sesajian dengan meminta sesuatu kepada leluhurnya.

Adapun pemilihan hari nyekar untuk kepercayaan orang Jawa Kejawen dilakukan ketika
Jum‟at Kliwon dan Selasa Kliwon yang mempunyai makna filosofis pada hari itu
merupakan hari keramat dimana gerbang dunia roh dan dunia kehidupan terbuka.

C. Analisis
Kebudayaan tradisi ziarah kubur ini telah ada sejak zaman pra-islam. Di Nusantara sendiri
tradisi nyekar telah ada ketika zaman Jawa-Hindu lalu sampai Islam memasuki Nusantara.
Ketika Islam memasuki Nusantara tidak serta merta menolak mentah-mentah tradisi yang
telah ada, namun dengan mengasimilaskan ajaran agama dengan kebudayaan setempat
sehingga islam bisa diterima dengan baik. Salah satu tradisi ini adalah nyekar. Di berbagai
daerah di Jawa tradisi ini masih dihidupkan sampai sekarang.
Tradisi nyekar Jawa-Hindu yang masih dipraktekkan oleh Jawa Kejawen biasanya mereka
akan menggunakan dupa dan sesajian untuk memohon atau meminta sesuatu kepada leluhur
atau nenek moyangnya. Sementara mayoritas yang memengang ajaran islam mencontoh
kepada ajaran agama sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad shalallahu „alaihi
wasallam.
Kebudayaan ini pada awalnya bukanlah kebudayaan Islam namun Islam mengakulturasikan
tradisi nyekar dengan ajaran agama yang biasa disebut dengan ziarah kubur. Unsur elemen
dalam praktek nyekar yang bertentangan dengan islam diformulasikan sesuai dengan syariat
agama namun dengan tidak merubah esensi maknanya.
Penulis yang hidup dilingkungan kebudayaan tradisi Islam dan Jawa yang kuat
mengidentifikasi respon masyarakat terhadap tradisi yang masih berlaku sampai saat ini.
Masyarakat cenderung tidak mempersoalkan dan dianggap sebagai hal yang wajar. Namun
stereotipe masyarakat untuk ritual yang menyajikan sesajian di kubur akan terlihat aneh dan
dianggap sebagai tindakan musyrik yang bertentagan dengan agama.

D. Simpulan
Tradisi hasil akulturasi Islam-Jawa-Hindu masih banyak dilestarikan dewasa ini. Nyekar
merupakan hasil akulturasi tersebut dengan tidak merubah nilai filosofis yang terkandung
didalamnya.
Kepercayaan wong Jawa, roh adalah abadi dan selalu pulang menemui keluarganya setiap
jatuh bulan “Ruwah”. Ruwah berasal dari kata “Ruh” yang berarti roh. Sehingga bulan ini
menjadi momentum antara mereka yang sudah meninggal dan mereka yang masih hidup
untuk saling bertegur sapa.
Hindu memiliki sapaan yang khas untuk roh leluhur mereka, seperti salah satunya adalah
bunga. Bunga merupakan elemen penting dalam prosesi tradisi nyekar ini. Bunga dianggap
sebagai simbol bentuk penghormatan kepada roh nenek moyang atau leluhurnya. Dalam
bahasa jawa bunga adalah sekar. Sehingga tradisi “nyekar” ini menjadi ritual untuk lintas
alam bagi mereka yang sudah meninggal dan sebagi pengingat akan kematian.

Tradisi nyekar ini telah berlangsung lama dan hidup sampai saat ini. Tradisi nyekar yang
telah beralkuturasi dengan islam biasanya berlangsung pada hari-hari besar keagamaan
seperti pada saat menjelang puasa ramadhan, sehari sebelum idul fitri atau terkait hari
keluarga yang ditinggalkan.
Untuk ritual nyekar asli Jawa sendiri dilakukan setiap Juma‟at Kliwon dan Selasa Kliwon.
Mereka memilih hari tersebut karena dianggap hari tersebut sebagai hari keramat yang
menghubungkan dua dunia sebagai lintas alam antara dunia roh dengan dunia kehidupan.
Secara umum prosesinya tradisi ini sama seperti membersihkan kuburan dari kotoran dan
tumbuhan liar, menabur bunga mempunyai makna bunga sebagai simbol penghormatan
terhadap rumah roh leluhurnya tersebut menurut kepercayaan orang jawa. Lalu mendoakan
keselamatan yang diziarahi. Yang membedakan ritual Islam-Jawa dengan Jawa-Hindu
adalah dari isi doa mereka. Bila Islam-Jawa mendoakan keselamatan ahli kubur, Jawa-Hindu
cenderung meminta sesuatu.
Untuk prosesi nyekar Jawa-Hindu dilakukan dengan bersimpuh di sebelah makam dengan
posisi jengkang sebagaimana duduknya ketika berhadapan dengan raja. Biasanya mereka
akan menyediakan sesajian dengan meminta sesuatu kepada leluhurnya.

E. Referensi (Jika Ada)

Referensi: https://konsultasisyariah.com/26473-mayit-menjawab-salam-para-peziarah.html
http://repository.usd.ac.id/39747/2/149114188_full.pdf.

http://jurnal.iaih.ac.id/index.php/inovatif/article/download/190/115/ . TRADISI NYEKAR DI


MAGETAN PERSPEKTIF ISLAM (2021)

Anda mungkin juga menyukai