Anda di halaman 1dari 15

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI JAWA

MAKALAH

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah


Kebudayaan Islam Dan Lokal
Dosen Pengampu : M.A. Hermawan, M.S.I

Disusun Oleh :
1. Evri Maulana 224110401007
2. Tarikh Trangginas 224110401036
3. Naely Rahmaty 224110401026

KELAS 2 MPI AS

PROGAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
PROF.K.H. SAIFUDDIN ZUHRI PURWEKERTO
2022 / 2023
SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DI JAWA
PENDAHULUAN

Di zaman postmodernisme, kita memahami bahwa masyarakat Jawa masih memiliki


akulturasi yang tinggi terhadap nilai-nilai Islam. Adanya kebudayaan Jawa yang berkembang di
daerah-daerah menunjukkan Islam menyebar di Indonesia melalui kultur kebudayaan. Kita dapat
melihat di daerah sekitar Pantura seperti Jepara, Demak, Pati, Kudus, dan Rembang. Tradisi
kebudayaan masyarakat Jawa di daerah ini masih sangat kental dengan budaya dan adat istiadat
kejawen atau tradisional.

Seperti tradisi memberikan sedekah sering dilakukan oleh para keluarga Jawa pada
tetangga sebagai wujud rasa syukur atas nikmat yang diberikan Tuhan. Biasanya kegiatan
tersebut dilakukan dengan cara bersama-sama di kediaman orang yang memiliki mempunyai
hajat atau acara besar atau pada ketetapan hari-hari besar. Dengan mengumpulkan para tetangga
dan diiringi dengan doa kepada Sang Maha Kuasa. Tradisi adat tersebut biasanya dilaksanakan
masyarakat desa yang masih melestarikan adat kejawen yang dikenal dengan
slametan (shodaqoh keselamatan).

Fakta sosialnya, tradisi Jawa tersebut menunjukkan adanya praktik keagamaan yang
sering dijumpai adalah slametan. Salah satu adat istiadat yang dianggap sebagai ritual
keagamaan dalam masyarakat Islam Jawa. Mengadakan upacara slametan terkadang diambil
berdasarkan keyakinan keagamaan yang murni, akan tetapi terkadang hanya menjadi sebuah
kebiasan rutin yang dijalankan dalam suatu adat keagamaan. Peristiwa itu menjadi kebiasaan
rutin yang dapat diartikan dalam kehidupan keseharian masyarakat Jawa tradisional yang masih
kental dengan kebiasaan lamanya. Masyarakat Jawa merupakan suatu kesatuan masyarakat yang
diikuti oleh norma-norma hidup karena sejarah, tradisi, maupun agama. Hal ini dapat dilihat
dalam keadaan masyarakat Jawa di sekitar kita yaitu dengan ciri kekerabatan antar sesama
masyarakat.

Banyak sekali anak-anak di Jawa yang masih kental terhadap hukum adat yang ada di
daerah. Misalnya dalam hal-hal tertentu setiap lelaki masih bekerja membantu kerabat dalam
mengerjakan tanah pertanian, membuat rumah, memperbaiki jembatan, dan lain sebagainya.
Kebudayaan yang mereka bangun merupakan serangkaian hidup tolong menolong antar warga.

2
Keadaan masyarakat di Jawa masih sangat terjalin keaslian dan kedamaian antar warga
dan keluarga inilah yang menjadikan adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang
masih dijalankan di masyarakat Jawa. Internalisasi kebiasaan yang berurutan dan sudah menjadi
keyakinan mutlak bisa menjadikan sebuah tradisi yang awet. Tanpa latar belakang dari budaya
luar pun, tipikal masyarakat Jawa masih ajeg dan inklusif akan tradisi yang dibawakan oleh
nenek moyangnya.

A. Masuknya agama islam di pulau Jawa

Proses masuknya islam ke daerah di indonesia tidak bersamaan atau secara bersama-
sama, kenapa, karena hal ini munculah beberapa pendapat dari para tokoh dengan teori-teorinya
yang mengemukakan pendapat masuknya islam di Indonesia. menurut tokoh azyumardi azra,
Islam datang ke indonesia tidak hanya berasal dari satu waktu yang bersamaan , tidak satu
tempat, juga tidak dalam satu kelompok.
Islam merupakan unsur penting pembentuk jati diri orang Jawa. Ajaran dan kebudayaan
Islam mengalir sangat deras dari Arab dan Timur Tengah sehingga memberi warna yang sangat
kental terhadap budaya Jawa. Agama Islam disebarkan oleh Nabi Muhammad saw pada mulanya
hanya terbatas, yaitu keluarga dan sahabat terdekat.
Dalam waktu yang relatif singkat islam berkembang dengan sangat pesat. Sepeninggal
Nabi Muhammad saw, agama Islam disiarkan oleh empat sahabat yang terkenal dengan gelar
Khulafaur Rasyidin, yaitu Abu Bakar, Umar,Usman dan Ali. Islam kemudian menyebar
kedaerah-daerah luar Jazirah Arab. Maka segera bertemu dengan berbagai peradaban dan budaya
lokal yang sudah mengakar selama berabad-abad1.
Menyangkut kedatangan Islam di Nusantara, termasuk Jawa para ahli selalu terlibat
diskusi panjang dan melelahkan mengenai tiga masalah pokok tempat asal kedatangan Islam,
para pembawanya dan waktu kedatangannya. Hingga kini teori dan pembahasan yang berusaha
menjawab ketiga masalah pokok ini terasa belum tuntas dan jauh dari memadai. Ada tiga teori
disini yaitu:
1. Teori pertama diusung oleh Snouck Hurgronje mengatakan, Islam masuk ke
Indonesia dari wilayah-wilayah di anak benua India. Tempat-tempat seperti Gujarat,
Bengali dan Malabar disebut sebagai asal masuknya Islam ke Nusantara. Dalam

1
M. Hariwijaya, loc.cit, 2004, Islam Kejawen, Jogjakarta: Gelombang Pasang, Cet II

3
L’arabie et les Indes Nerlandaises, Snouck mengatakan teori tersebut didasarkan pada
pengamatan tidak terlihatnya peran dan nilai-nilai Arab yang ada dalam Islam pada
masa-masa awal yakni pada abad ke-12 atau 13. Snouck juga mengatakan, teorinya
didukung dengan hubunga yang telah terjalin lama antara wilayah Nusantara dengan
daratan India. Sebetulnya, teori ini dimunculkan pertama kali oleh Pijnappel, seorang
sarjana dari Universitas Leiden. Namun nama Snouck Hurgronce yang paling besar
memasarkan teori Gujarat ini. Salah satu alasannya adalah karena Snouck dipandang
sebagai sosok yang mendalami Islam.
2. Teori kedua, adalah Teori Persia. Tanah Persia disebut-sebut sebagai tempat awal
Islam datang ke Nusantara. Teori ini berdasarkan kesamaan budaya yang dimiliki
oleh beberapa kelompok masyarakat islam dengan penduduk Persia. Misalnya saja
tentang peringatan 10 Muharam yang dijadikan sebagai hari peringatan wafatnya
Hasan dan Husein, cucu Rasulullah. Selain itu, di beberapa tempat di Sumatera Barat
ada pula tradisi Tabut, yang berarti keranda, juga untuk memperingati Hasan dan
Husein. Ada pula pendukung lain dari teori ini yakni beberapa serapan bahasa yang
diyakini datang dari Iran. Misalnya jabar dari zabar, jer dari ze-er dan beberapa yang
lainnya. Teori ini menyakini Islam masuk ke wilayah Nusantara pada abad ke-13.
Dan wilayah pertama yang dijamah adalah Samudera Pasai.
3. teori ketiga yaitu, Teori Arabia. Dalam teori ini disebutkan, bahwa Islam yang masuk
ke Indonesia datang langsung dari Makkah atau Madinah. Waktu kedatangannya pun
bukan pada abad ke-12 atau 13, melainkan pada awal abad ke-7. Artinya, menurut
teori ini, Islam masuk ke Indonesia pada awal abad hijriah, bahkan pada masa
khulafaur rasyidin memerintah. Islam sudah mulai ekspidesinya ke Nusantara ketika
sahabat Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib
memegagang kendali amirul mukminin.
Ada tiga teori masuknya islam ke nusantara, yang pertama yaitu Teori Gujarat yang berisi
bahwa islam Indonesia berasal dari anak benua, hal tersebut di kaitkan dengan asal mulanya
islam di nusantara dengan wilayah Gujarat. Pada abad ke-7 para pedang arab menjadi pemimpin
pemungkinan muslim di wilayah pesisir pantai sumatra. Sebagian orang arab juga telah
dilaporkan karena melakukan perkawinan dengan wanita lokal di pesisir Sumatra, sehingga
membentuk komunitas muslim.

4
Teori ini telah didasari dari pandangan yang menyatakan asal negara dalam membawa
agama islam masuk ke nusantara dari gujarat. Islam membawa perubahan yang sangat dominan
dikalangkan masyarakat, di dalam bidang sosial maupun teologi dan budaya. Jepara menjadi
salah satu kerajaan yang mempunyai pelabuhan dengan teluk sehingga kota ini dapat menjadi
alternatif untuk untuk menyiarkan agama islam dan menyebar ke pulau jawa termasuk kota
Jepara itu sendiri. Yang kedua, Teori Arab yang di kemukakan oleh Crawford yang berisi bahwa
adanya interaksi pendudukan nusantara. dengan pendudukan muslim di pantai timur india.
Pedagang arab yang melakukan aktivitas perda ke indonesia. Para pedagang arab datang ke
indonesia di abad ke-7M. ketiga, Teori india islam datang dari pedagan india yang mempunyai
peranan dalam menyebarkan kebudayaan agama islam, karena selain bedagang merek juga aktif
mengajarkan agama dan kebudayaan islam kepada masyarakat setempat.
Di pulau jawa proses Islamisasi telah berlangsung sejak abad ke-11 M. proses islamisasi
terus berlangsung di pulau jawa terutama setelah majapat mencapai kebesaran disanalah kerajaan
islam pertama di pulau jawa yakati demak, yang berdiri diikuti oleh kerajaan Cirebon dan
benten2.
B. Kerajaan dan Pusat Penyebaran Islam Di Jawa Tengah
Terdapat beberapa kerajaan-kerajaan islam di jawa tengah dan kota pusat penyebaran
agama. Kerajaan tersebut anatar lain Kerajaan Demak, kerjaan Pajang, Kerajaan Jipang,
Kerajaan Mataram Islam. Adapaun salah satu kota pusat penyebaran adalah kota kudus.
1. Kerajaan Demak
Sebagai pusat penyebaran agama islam di tanah Jawa, Kerajaan Demak atau
Kesultanan Demak merupakan kerajaan berbasis Islam pertama di pulau Jawa.
Perkembangan islam dipulau Jawa tidak lain berawal dari sebuah kerajaan di daerah
Demak. Secara geografis, kerajaan Demak terletak di pesisir utara pantai Jawa. Oleh
masyarakat sekitar, Demak juga dikenal dengan sebutan Bintoro atau Glagah wangi.
Awal Kerajaan Demak merupakan sebuah kadipaten di bawah dari kerjaan Majapahit.
Jika dibandingkan dengan umur, kerajaan Demak jauh lebih muda dari kerajaan
Majapahit. Namun, berbicara sejarah, kerajaan Demak tidak pernah lepas dari pengaruh
kerajaan Majapahit. Tentu saja, karena raja dari kerajaan Demak, Raden Fatah adalah
seorang Adipati dari kerajaan Majapahit berpindah kepercayaan menjadi Islam. Pada saat
2
Adisty Nurrahmah Laili, Ega Restu Gumelar, Husnul Ulfa, Ranti Sugihartanti, Hisny Fajrussalam AKULTURASI
ISLAM DENGAN BUDAYA DI PULAU JAW Jurnal Soshum Insentif 4 (2), 137-144, 2021 Vol 12 No 2 tahun 2021

5
kerajaan Majapahit mengalami kehancuran karena perang paregreg (perang saudara),
kadipaten Bintoro/Glagah Wangi menyatakan sebuah daerah yang merdeka dan
kemudian menjadi Kerajaan Demak dengan Raden Patah sebagi raja yang pertama.
Masa kejayaan Demak terjadi pada masa Raden Patah. Dimana pada masa
kepemimpinannya, kerajaan Demak berkembang dengan cepat karena pengaruh dari Wali
Songo. Kerajaan Demak pun tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi
kerajaan islam yang besar. Kejayaan Raden Patah dalam memimpin kerajaan Demak
terjadi pada tahun 1511. Daerah kekuasaannya pun meluas hingga daerah pesisir Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Setelah Raden Patah wafat pada tahu 1518 M, beliau digantikan
oleh anaknya Pati Unus yang lebih dikenal dengan Pangeran Sabrang Lor3. Pangeran Pati
Unus memerintah selama tiga tahun yaitu dari taun 1518-1521 M4.
Setelah Pati Unus wafat, kepemimpinan diteruskan oleh Sultan Trenggono. Sultan
Trenggono Adik dari Pati Unus, Ia memerintah dengan baik selama 25 tahun yaitu sejak
1521-1546 M. Kerajaan Demak kembali mencapai masa kejayaannya. Daerah kekuasaan
Kerajaan Demak kini sudah menyentuh wilayah Jawa Barat. Itu semua berkat
kepemimpinan Pangeran Trenggono yang bijaksana,gagah, dan berani. Tahun 1524-1546
M, Islam mengalami persoalan yang sangat cepat ke seluruh Jawa bahkan sampai
Kalimantan. penaklukan Demak selanjutnya ,meliputi Madiun, Blora, Surabaya,
Pasuruan, Lamongan. Pengakuan kekuasaan Demak oleh Banjarmasin dan Palembang
semaSkin memperluas persebaran Islam itu sendiri. Dibantu oleh Syekh Siti Jenar dan
Sunan Tembayat, daerah pedalaman sekitar gunung Merapi, Penggin, dan Pajang juga
menyatakan tunduk pada Demak.
b. Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang merupakan kelanjutan dari kerajaan Islam Demak. Kerajaan
Pajang didirikian oleh Jaka Tingkir yang berasal dari Pengging. Ia adalah menantu Sultan
Trenggono yang diberi kekuasaan dari tangan Arya Penangsang pada tahun 1546 M,
seluruh kebesaran kerajaan dipindahkan ke Pajang dan ia sendiri bergelar merupakan raja
pertama yang bergelar Sultan Hadiwijaya.

3
Ismail Jakub, Sedjarah Islam di Indonesia, Djakarta: Widjaya, 1972, hal 33
4
Slamet Mujana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara islam di Nusantara,
Yogyakarta: LKiS, 2009, hal. 261

6
Pada masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya, ia berusaha memeperluas wilayah
kekuasaan ke pedalaman kea rah timur sampai ke Madiun, setelah itu beliau menaklukan
Blora pada tahun 1554 M dan Kediri pada tahun 1577 M. Pada tahun 1581 M, ia
mendapat pengakuan dari para raja di Jawa sebagai raja Islam. Pada masa
pemerintahannya , kesusasteraan dan kesenian keraton yang sudah maju di Demak dan
jepara lambat laun dikenaldi pedalaman Jawa. Demikian pula pengaruh Islam semakain
kuat di pedalaman Jawa5.
c. Kerajaan Mataram Islam
Kerajan islam Mataram didirikan oleh Panembahan Senopati. Setelah
permohonan Senopati Mataram atas penguasa pajang berupa pusaka kerajaan dikabulkan,
keinginan untuk menjadi raja sebenarnya telah terpenuhi. Sebab dalam tradisi Jawa,
penyerahan seperti itu berarti penyerahan kekuasaan. Senopati berkuasa sampai tahun
1601 M.
Sepeninggalnya, ia digantikan oleh putranya yang bernama Mas Jolang yang
terkenal dengan Sultan Seda Ing Krapyak kemudian digantikan oleh Sultan Agung yang
bergelar Sultan Agung Hanyokrokusuma Sayidin Panataagama Khalifatullah ing Tanah
Jawi (1613-1646).
Pada masa pemerintahan Sultan AGung inilah kontak senjata aatara kerjaan
Mataram dengan VOC mulai terjadi. Pada tahun 1646 M, Sultan Agung digantikan oleh
putranya, Amangkurat I. pada masanya, terjadi perang saudara dengan pangeran Alit
yang mendapat dukungan dari para ulama. Akibanya anatar pendukungnya dibantai pada
tahun 1647 M. pemberontakan itu kemudian diteruskan oleh Raden kajoran 1677 dan
1678 M. pemberontakan seperti itulah yang menyebabkan keruntuhan Kerajaan Islam
Mataram6.
d. Kudus
Kudus (dalam bahasa jawa untuk al-Quds yaitu baitul makdis) ialah nama yang
diberikan kepada tempat waktu dinyatkan sebagai tempat suci oleh Sunan Kudus
pertama,

5
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2010, hal. 337

6
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2010, hal. 338

7
yang sebelumnya di Demak sebagai imam jama’ah. Menurut legenda, Mbah Kiai
Telingsinglah yang mula-mula menggarap tempat yang kemudia menjadi kota
Kudus. Beberapa orang menyebut dia seorang cina islam, nama semula The Lin Sing.
Adanya cerita yang demikian menunjukan temapt itu sudah agak berate, sebelum
dijadikan kota suci oleh Sunan Kudus7.
Kota suci Kudus /baitul makdis sudah terkenal di jawa dan bahkan Nusantara
sebagai pusat agama. Masjid rayanya diberi nama al-manar atau al-aqsha, seperti masjid
suci di baitulmakdis. Menurut Antonio Hurdt ( dalam bukunya HJ. De Graaf dan TH.
Pigeaud) mengatakan bahwa Para pengunjung barat sudah sejak abad XVII mengagumi
menara raksasanya, suatu bangunan yang kukuh tampan dan yang arsitekturnya jelas-
jelas diilhami oleh candi-candi pra Islam. Penduduk kota suci merasa tidak perlu
memusnahkan segala sesuatu yang mengingatkan kepada kekafiran dan melupakannya
sama sekali.

C. Para Wali Songo Dan Metode Dakwah Kultural

Wali songo mempunyai peran atau jasa yang sangat penting dalam sejarah proses
penyebaran ajaran islam khususnya atau terkhusus di pulau jawa. Dalam metode penyebaran
ajaran islam yang ada di pulau jawa ini wali songo telah membuat serta merumuskan beberapa
strategi yang tepat dan sistematis untuk menghadapi kebudayaan jawa yang sangat kuat
dipertahankan oleh penduduk nusantara. Kehadiran ajaran islam yang istimewa di tengah
masyarakat jawa cukup membantumembentuk sikap dan perilaku yang baik dikalangkan
masyarakat.

Para wali songo memiliki tiga tahap yang strategis untuk menyebarkan ajaran islam. yang
pertama, tadrij atau secara bertahap atau melalui proses penyesuaian. Yang kedua, taqlid taklif
yaitu meringankan beban masyarakat tidak langsung diwajibkan untuk berpuasa. Yang ketiga,
adamul haraj yaitu tidak menyakiti dan tidak memaksa lalu dengan cara menyatukan antara nilai-
nilai islam dengan kebudayaan yang ada di pulau Jawa.

7
H.J. De Graaf dan Th. G. Pegeaud, Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa: kajian Sejarah Politik abad ke-15
dan ke-16, cet V. Jakarta: Pustaka Grafitipers, 2003, hal. 111

8
1. Maulana Malik Ibrahim

Sunan Gresik adalah walisongo yang menyebarkan ajaran islam di pulau jawa.
Sunan Gresik menggunakan metode berdagang, melakukan pengobatan tradisional
secara gratis serta mengajarkan cara baru bercocok tanam kepada masyarakat. Selain
itu sunan Gresik juga membangun pondok pesantren serta masjid pesucinan di leran,
gresik peninggalan yang masih ada sampai saat ini.

2. Raden Makhdum Ibrahim


Sunan bonang atau dengan nama asli Raden Makhdum Ibrahim beliau merupakan
putra keempat dari sunan ampel. Sunan bonang melakukan metode dakwah dengan cara
melakukan pendekatan melalui seni dan budaya yang ada di jawa seperti menjadi
dalang pertunjukan seni wayang, dan sunan bonang.
3. Muhammad Ainul Yakin
Sunan Giri atau kita kenal sebagai nama asli Muhammad Ainul Yakin beliau
merupakan anak dari maulana ishakserta ibunya bernama déwi sekar dadu. Sunan Giri
menggunakan metode dakwah dengan cara membangun sebuah pesantren yang
Bernama pesantren giri. Sunan giri memiliki jasa dalam penyebaran ajaran islam yang
ada di nusantara diantaranya dengan pendekatan kultural yaitu membuat tembang-
tembang untuk anak-anak seperti cublak suweng, muran, dan masih banyak lagi.
4. Raden Sahid

Sunan Kalijaga atau dengan nama asli raden sahid beliau merupakan anak dari
raden sahur adipati tuban. Sunan Kalijaga menggunakan metode pertunjukan seni
sebagai pendekatan ajaran islam di tengah masyarakat jawa.

Sunan Kalijaga memanfaatkan kesenian sastra, wayang dan pertunjukan kesenian


untuk menarik perhatian masyarakat jawa akan ajaran islam Usaha walisongo dalam
menyampaikan dakwa ialah melalui cara cara damai, serta menggunakan prinsip
maw‗izhatul hasanah wa mujadalah billatî hiya ahsan yaitu sebuah metode
penyampaian ajaran islam melaui tutur kata yang baik serta sederhana.

D. Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam

9
Masuknya Islam ke Nusantara tidak menyebabkan hilangnya kebudayaan sebelumnya,
tetapi memperkaya keanekaragaman budaya di Indonesia Proses masuknya Islam ke Indonesia
telah mengalami akulturasi budaya dengan budaya lokal, yaitu budaya Jawa. Menurut cerita, 9
wali menyebarkan ajaran Islam dengan nilai-nilai sosial budaya di Indonesia. Hasil Akulturasi
Islam Dengan Budaya Di Pulau Jawa.
Ada beberapa hasil akulturasi Islam dengan budaya di pulau jawa. Banyak sekali
hasil/wujud dari kedua budaya ini, berawal dari panjangnya sejarah dan perkembangan budaya
dari masa ke masa, mulai dari peradabanmanusia di pulau jawa, masa kolonial belanda dan
jepang, zaman kerajaan hindu-budha hingga kerajaan-kerajaan isla di pulau jawa. Berikut
beberapa contoh hasil akulturasi budaya.
1. Seni bangunan
Seni Bangunan adalah salah satu wujud dari akulturasi islam dengan di pulau
jawa. Contoh dari akulturasi pada seni bangunan di antaranya ialah masjid dibeberapa
daerah bangunan masjid memiliki arsitektur yang berbeda hal tersebut dipengaruhi oleh
budaya di sekitarnya.
2. Tradisi
Pada Hari Raya Idul Fitri, yang dirayakan dengan silaturahmi antar keluarga dan
tetangga. Kemudian tradisi berziarah yang merupakan bentuk dari rasa hormat terhadap
leluhur. Hal ini menjadi tanda bahwa masyarakat muslim Indonesia masih memadukan
tradisi dengan kebudayaan8.
3. Slametan
Kebudayaan Islam di zaman wali songo yang masih ada hingga kini yaitu
slametan. Slametan merupakan cara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa untuk
mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh alam.
Tradisi ini dulunya dilakukan oleh orang-orang yang menganut paham animisme
dan dinamisme. Di masa sekarang, slametan masih dilakukan oleh masyarakat Jawa
sebagai bentuk persembahan doa untuk roh nenek moyang yang dilakukan pada bulan
Ruwah atau Syaban.
4. Kalender

8
Kumparan, Sejarah Kebudayaan Islam di Jawa pada Masa Wali Songo, Jakarta selatan, 12 November 2021

10
Pada Masa Kesultanan Mataram, terjadi penggabungan antara kalender Jawa
dengan kalender Islam. dengan merubah dan menyesuaikan mengenai nama bulan pada
tahun Saka. Misalnya bulan Muharam diganti dengan Sura dan Ramadhan diganti dengan
Pasa.
5. Kesenian
Seni-seni ini menjadi sebuah pertunjukkan dan media dalam penyebaran agama
islam. Berikut ini beberapa bentuk kesenian yang muncul pada saat masa pengislaman di
Indonesia.
a. Permainan debus
Permainan debus ini berasal dari banten yaitu tarian dengan melukai tubuhnya
benda tajam tanpa meninggalkan luka.
b. Wayang
Wayang adalah sebuah pertunjukkan boneka yang di mainkan untuk
menghibur dengan memainkan sebuah cerita, wayang sudah ada pada masa kerajaan
hindu-Budha namun pada akulturasi islam di pulau jawa wayang digunakan sebagai
alat dakwah dan juga menyebarkan ajaran agama islam.
6. Seni ukir
Seni ukir dan pahat berkembang pesat pada periode Kerajaan Hindu-Budha hal ini
dapat dijumpai pada relief dan patung di candi-candi kerajaan hindubudha. Islam
mengarahkan atau memodifikasi seni ukir dalam hal kebaikan, contohnya ukiran pada
masjid, makam dan juga seni ukir kaligrafi.
Fakta sosialnya, tradisi Jawa tersebut menunjukkan adanya praktik keagamaan
yang sering dijumpai adalah slametan. Salah satu adat istiadat yang dianggap sebagai
ritual keagamaan dalam masyarakat Islam Jawa. Mengadakan upacara slametan
terkadang diambil berdasarkan keyakinan keagamaan yang murni, akan tetapi terkadang
hanya menjadi sebuah kebiasan rutin yang dijalankan dalam suatu adat keagamaan.
Peristiwa itu menjadi kebiasaan rutin yang dapat diartikan dalam kehidupan keseharian
masyarakat Jawa tradisional yang masih kental dengan kebiasaan lamanya. Masyarakat
Jawa merupakan suatu kesatuan masyarakat yang ditiru oleh norma-norma hidup karena
sejarah, tradisi, maupun agama. Hal ini dapat dilihat dalam keadaan masyarakat Jawa di
sekitar kita yaitu dengan ciri kekerabatan antar sesama masyarakat.

11
Keadaan masyarakat di Jawa masih sangat terikat keaslian dan kedamaian
antarwarga dan keluarga inilah yang menjadikan adat kebiasaan turun-temurun dari
nenek moyang yang ma sih dijalankan di masyarakat Jawa9.

E. Peninggalan-peninggalan Kerajaan Islam


Penyebaran islam di tanah Jawa terutama Jawa tengah telah banyak peninggalan
bersejarah. Ada diantara peninggalan-peninggalan tersebut yang ada dan utuh sampai sekarang
ada pula yang sudah tidak terlacak lagi jejaknya. Keraton Kerajaan Demak salah satu
peninggalan yang tidak terlacak keberadaaanya sampai dengan sekarang. Adapun peninggalan-
peninggalan Islam yang masih ada hingga sekarang antara lain:
a. Masjid Agung Demak
Masjid agung Demak yang terletak di tengah-tengah kota Demak oleh
masyarakat Indonesia, khususnya kaum muslimin dikenal dengan nama “
Masjid Wali”. Menurut cerita sejarah Jawa, bahwa bangunan masjid yang
didirikan oleh para wali berlangsung selama tiga tahap yaitu:
1. tahap pembangunan pertama yang dilakukan oleh para wali yang konon
hanya dilakukan dalam waktu satu malam (berdasarkan candra sengkolo
sekitar tahun 1466 M).
2. Tahap kedua adalah tahap perluasan dan pemugaran yang di lakukan oleh
Raden Patah yang menjabat sebagai adipati Glagahwangi dari tahun 1475-
1477 M.
3. tahap ketiga adalah mengalihfungsikan bekas pendopo dan dampar
kencana menjadi serambi masjid dan mimbar khutbah (sekitar tahun 1479
M). Ini dilakukan setelah Raden Patah memproklamirkan berdirinya
Kerajaan Demak pada tahun 1478 M10.
b. Masjid Menara Kudus
Berdasarkan pembacaan prasasti (batu tulis) berbahasa arab yang telah aus
dinyatakan bahwa masjid tersebut didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M.
9
Dewi Nur Halima, Islam dan Budaya Jawa , jakarta 28 April 2020

10
Hermawan dkk, Peninggalan Masa Islam di Jawa Tengah Abad XV-XVIII M, Semarang: Disdikbud Jateng, 2007,
Hal.15

12
ukuran prasati adalah 46 cm dan lebar 30 cm. konon kabarnya batu prasati
tersebut berasal dari kota Baitul Maqdis (al-Quds) di Jerussalem Palestina
(sekarang masuk wilayah Israel). Berdasarkan kata baitul Maqdis (al-Quds)
itulah maka terjadinya nama kudus yang berar ti suci dan merupakan
keistimewaan dan satu-satunya kota yang memilki nama dalam bahasa Arab
di seluruh tanah Jawa.
c. Masjid Besar Kauman Semaran
Perintis pendirian Masjida Kauman Semarang adalah Sunan pandan Arang.
Pada awal mulanya, masjid ini berdiri di Pulau Tirang (sekarang Mugas
Atas).16 Harus diakui bahwa Mugas Atas dimana Pandan Arang tinggal
sangat kondusif untuk padepokan, namun kawasan ini sangat tidak layak
untuk menjadi pusat pemerintahan. Karena kondisi yang demikian, Pandan
Arang memutuskan untuk berpindah ke daerah yang sekarang dinamakan
Bubakan. Dissinilah Pandan Arang mendirikan pusat pemerintahan dan
mendirikan masjid. Namun masjid ini terbakar dalam peristiwa
pemberontakan Cina melawan kongsi dagang Belanda, VOC.
Perang Semarang yang terjadi pada tahun 1741 M telah menyebabkan masjid
di Bubakan hangus terbakar. Dengan sisa kekuatan yang ada Bupati Suro
Hadimenggolo II bersama masyarakat membangun masjid baru di lokasi yang
di pandang lebih strategis yakni di sebelah barta alun-alun arah ke depan yaitu
kawasan Kanjengan yang sekatang disebut dengan Kauman.
d. Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta
Kesultanan Mataram yang runtuh akibat pemberontakan Trunajaya tahun
1677 ibukotanya oleh Sunan Amral dipindahkan di Kartasura. Pada masa
Sunan Pakubuwana II memegang tampuk pemerintahan keraton Mataram
mendapat serbuan dari pemberontakan orang-orang Tionghoa yang mendapat
dukungan dari orang-orang Jawa anti VOC tahun 1742. Kerajaan Mataram
yang berpusat di Kartasura itu mengalami keruntuhannya. Kota Kartasura
berhasil direbut kembali berkat bantuan Adipati Cakraningrat IV penguasa
Madura barat yang merupakan sekutu VOC, namun keadaannya sudah rusak
parah. Pakubuwana II yang menyingkir ke Ponorogo, kemudian memutuskan

13
untuk membangun istana baru di desa Sala sebagai ibukota kerajaan Mataram
yang baru. Bangunan Keraton Kartasura yang sudah hancur dan dianggap
"tercemar". Sunan Pakubuwono II lalu memerintahkan Tumenggung
Honggowongso (bernama kecil Joko Sangrib atau Kentol Surawijaya, kelak
diberi gelar Tumenggung Arungbinang I),
Selain berupa bangunan dan tersebut, di Kerajaan Pajang juga telah
berkembang kegiatan sastra, tasawuf, agama dan seni bangunan yang mula-
mula timbul di daerah sepanjang utara jawa dan di Jawa Timur. Tetapi
pengaruh kebudayaan Pajang kelihatannya tidak begitu terasadi Keraton
penguasa pertama Mataram, mungkin karena perhatian mereka sepenuhnya
tercurah kepada pada soal-soal materiil, pengolahan tanah dan penggarapan
dearah yang tandus, di samping penanaman kekuasana politik.

KESIMPULAN
Pada penjelasan yang disampaikan diatas sebagai bagian penting dalam ajaran islam,
akulturasi budaya jawa dengan nilai-nilai islam pada akhirnya juga mempengaruh pada niai-nilai
pendidikan, sosial, tingkah dan perilaku.
Akulturasi ini dapat kita lihat dalam metode pendidikan yaitu peninggalan sunan gresik yang
membangun pondok pesantren serta masjid persucian di leran, gresik peninggalan tersebut masih
ada dan dipakai hingga saat ini.
Penyebaran Islam di zaman Wali Songo tidak terlepas dari proses akulturasi kebudayaan
dengan agama sebelumnya. Hingga kini, peninggalan budaya wali songo masih banyak yang
dilestarikan oleh masyarakat Jawa.
Di zaman postmodernisme, kita memahami bahwa masyarakat Jawa masih memiliki
akulturasi yang tinggi terhadap nilai-nilai Islam. Adanya kebudayaan Jawa yang berkembang di
daerah-daerah menunjukkan Islam menyebar di Indonesia melalui kebudayaan kebudayaan. Kita
dapat melihat di daerah sekitar Pantura seperti Jepara, Demak, Pati, Kudus, dan Rembang.
Tradisi budaya masyarakat Jawa di daerah ini masih sangat kental dengan budaya dan adat
istiadat kejawen atau tradisional.

14
DAFTAR PUSTAKA
Adisty Nurrahmah Laili, Ega Restu Gumelar, Husnul Ulfa, Ranti Sugihartanti, Hisny Fajrussalam AKULTURASI
ISLAM DENGAN BUDAYA DI PULAU JAW Jurnal Soshum Insentif 4 (2), 137-144, 2021 Vol 12 No 2
tahun 2021

Dewi Nur Halima, Islam dan Budaya Jawa , jakarta 28 April 2020

Hermawan dkk, Peninggalan Masa Islam di Jawa Tengah Abad XV-XVIII M, Semarang: Disdikbud Jateng, 2007,
Hal.15

H.J. De Graaf dan Th. G. Pegeaud, Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa: kajian Sejarah Politik abad ke-15
dan ke-16, cet V. Jakarta: Pustaka Grafitipers, 2003, hal. 111

Ismail Jakub, Sedjarah Islam di Indonesia, Djakarta: Widjaya, 1972, hal 33

Kumparan, Sejarah Kebudayaan Islam di Jawa pada Masa Wali Songo, Jakarta selatan, 12 November
2021

M. Hariwijaya, loc.cit, 2004, Islam Kejawen, Jogjakarta: Gelombang Pasang, Cet II

Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2010, hal. 337

Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2010, hal. 338

Slamet Mujana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara islam di Nusantara, Yogyakarta:
LKiS, 2009, hal. 261

15

Anda mungkin juga menyukai