Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sama seperti ilmu-ilmu independen lainnya, ilmu dakwah memiliki sejarah
pemikirannya sendiri, tahapan perkembangannya dari waktu ke waktu, dan tentunya
keberadaannya stabil hanya dalam literatur luas yang berkembang dari ilmu ini.
Pembahasan tentang dimensi-dimensi tersebut juga memerlukan pembahasan tentang
pentingnya perspektif kesejarahan ini bagi keilmuan dakwah, yang telah mendahului
sejarah perkembangan keilmuan dakwah dan selalu direvisi.1

Dalam pembukaannya disebutkan bahwa sejarah perkembangan dakwah tidak


lepas dari sejarah dakwah itu sendiri, oleh karena itu hal ini semakin dibenarkan
meskipun dakwah tidak ada bersamaan dengan lahir dan tumbuhnya Islam, jelas bahwa
pemikiran kisah dakwah terus berlanjut sejak saat itu. Dakwah sebagai kegiatan muncul
setelah Allah SWT melancarkan Islam. tentang orang Bersamaan dengan itu, ilmu
dakwah akhirnya muncul dan berkembang dalam konteks semakin berkembangnya
bidang dakwah sebagai suatu kegiatan yang akan dihadapi. Padahal, kemunculan dakwah
sebagai ilmu tidak berbeda dengan konsep ilmu murni dalam perspektif ilmu
pengetahuan modern. Kemudian, jika dakwah adalah tindakan (pengamatan) dan ilmu
diperlukan sebagai landasannya, maka tentu tidak ada salahnya. Oleh karena itu, dalam
hal ini penting untuk membahas tahapan khusus dalam perkembangan pemikiran dakwah
dan kemudian tahapan sejarah dalam perkembangan keilmuan dakwah.2

Proses penyebaran Islam di pulau Jawa sangat erat kaitannya dengan kegiatan
dakwah Islam yang dilakukan oleh para ulama dan pedagang Timur Tengah. Kedatangan
mereka membawa serta sejarah baru yang hampir mengubah wajah Jawa secara
keseluruhan. Islam adalah konsep ajaran agama yang humanistik, yaitu memandang
manusia sebagai tujuan sentral, berdasarkan konsep “humanisme teosentris”, yaitu proses
Islam tauhidiyah, bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan hidup dan peradaban umat
manusia. Prinsip humanisme teosentris ini menjadi nilai yang dihayati dan
diimplementasikan dalam konteks masyarakat budaya. Simbol-simbol muncul dari
sistem teosentris humanisme ini, tercipta melalui proses dialektika antara nilai-nilai
1
Wahidin saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2011) hal. 158
2
Ibid. Hal 158-159
1
agama dan nilai-nilai budaya.3

Ketika Islam masuk ke pulau Jawa, masyarakat menganut beberapa kepercayaan


kuno seperti animisme dan dinamisme, serta ajaran yang masih sangat kental dengan
corak Hindu dan Budha. Oleh karena itu, Islam tidak dapat langsung diterima di
masyarakat. Orang Jawa mulai memeluk Islam karena menemukan beberapa persamaan
dalam ajaran yang dibawa para wali pada masa itu dengan budaya Jawa, termasuk
kesamaan pandangan tentang hakikat kehidupan. Orang menerima dan memahami Islam
sebagai doktrin dengan bantuan budaya lokal. Maka jelaslah bahwa kearifan budaya
lokal memegang peranan penting dalam proses Islamisasi di Pulau Jawa.4

Umat Islam di Jawa memiliki karakter yang sangat unik dan menarik terkait
dengan ekspresi keberagamaannya. Hal tersebut dikarenakan proses penyebaran Islam di
Jawa mempengaruhi proses akulturasi dan asimilasi ajaran agama Islam dengan tradisi
budaya lokal masyarakat itu sendiri. Namun karena budaya lokal sangat mengakar dalam
kehidupan individu masyarakat Jawa, maka serapan budaya tersebut berlanjut dalam pola
ritual keagamaan setelah mereka memeluk agama Islam. Proses ini dianggap sebagai
langkah untuk membawa mereka pada semua ajaran Islam. Salah satu bentuk akulturasi
budaya Jawa terhadap ajaran Islam adalah lahirnya tradisi-tradisi pribumi yang
menjangkau beberapa wilayah pulau Jawa. Salah satunya adalah tradisi Aboge, yakni
aliran Islam yang mendasarkan seluruh aktivitasnya pada perhitungan kalender Alif Rebo
Wage, disingkat Aboge. Pada dasarnya penanggalan Aboge sudah tidak relevan lagi saat
ini karena seharusnya sekarang kita menggunakan penanggalan Asapon (Alif Selasa
Pon). Para pendukung percaya bahwa para wali telah menggunakan kalender Aboge ini
sejak abad ke-14.5

BAB II
3
Ridwan, Suwito, Sulkhan Chakim, Supani, Islam Kejawen (Sistem Keyakinan dan Ritual Anak-Cucu ki Bonokeling),
(Purwokerto: Stain Purwokerto Press & Unggun Religi, 2008), hal. 29
4
Budiono Hadisutrisno, Sejarah Wali Songo: Misi Pengislaman di Tanah Jawa, (Yogyakarta: Grha Pustaka,
2010), hal. 177
5
Sulaiman, Islam Aboge: Pelestarian Nilai-Nilai Lama di Tengah Perubahan Sosial, (Jurnal Analisa Volume 20
Nomor 01 Juni 2013) hal. 2

2
PEMBAHASAN

A. PROSES MASUKNYA ISLAM DI TANAH JAWA

Pada awal agama Islam masuk ke Tanah Jawa, penduduknya masih banyak yang
memeluk agama Hindu dan Budha. Selain itu masih terdapat kepercayaan lama yaitu
percaya terhadap nenek moyang. Masuknya Islam di Tanah Jawa memang tidak secara
langsung, namun melalui tahapan demi tahapan atau secara berangsur-angsur dan
damai. Awal mula kedatangan Islam adalah di daerah pesisir karena orang-orang asing
datang melalui jalan perairan dengan mengunakan kapal, dan kedatangan Islam
pertama kali di Jawa tidak dapat dinyatakan secara para pasti6
Di dalam proses penyebaran Islam masjid tidak hanya berfungsi untuk
tempat beribadah tetapi juga tempat pengajian, dan dari majidlah proses penyebaran
Islam di mulai. adapun Selain masjid dalam pembentukan kelembagaan Islam
Walisongo dalam penyebaran Islam juga mendirikan pesantren.pada khazanah
penyebaran Islam, setiap Wali memiliki pesantren yang dinisbahkan dengan nama
wali tersebut berada. Seperti pesantren Ampel, pesantren Bangkuning, Pesantren
Drajat, pesantren Giri dan sebagainya Peranan pesantren sebagai lembaga
penyebaran Islam di Jawa telah dibahas
secara mendalam oleh ahli sejarah.7

Ada sejumlah teori yang dikemukakan, tetapi bersamaan dengan itu muncul
pula keberatan-keberatan yang pada dasarnya berpangkal pada ketiadaan dokumen
autentik yang dapat memberi petunjuk. Teori-teori itu berkisar pada dua persoalan,
yaitu kapan masuknya Islam dan dari mana datangnya Ada sejumlah teori yang
dikemukakan, tetapi bersamaan dengan it muncul pula keberatan-keberatan yang pada
dasarnya berpangkal pada ketiadaan dokumen autentik yang dapat memberi petunjuk.
Teori-teori itu berkisar pada dua persoalan, yaitu kapan masuknya Islam dan dari
mana datangnya.8

Pertama, Islam datang ke Jawa pada abad ke-11 berdasarkan prasasti di


Gresik,
Leran, yang menggambarkan keberadaan seseorang bernama Fatimah binti Maimun
yang meninggal pada tahun 1082. Pandangan ini diduga menimbulkan keberatan dari

6
Edi Setiadi, Dkk. Sejarah Kebudayaan Islalam, hal.131
7
Azyurmardi Azra, 2002, Islam Nusantara, Jaringan Global dan Lokal, Mizan, Bandung, hal. 13
8
Abdul Jamil, 2000, Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media.
3
berbagai kalangan bahwa batu nisan tersebut dibawa ke Jawa setelah tahun yang
disebutkan di dalamnya.9
Kedua, Islam telah ada di Jawa selama berabad-abad 14 didasarkan pada batu
nisan yang ditemukan di Trowulan. Batu nisannya berangka tahun 1368, menandakan
bahwa pada tahun itu keraton Jawa memeluk agama Islam di bawah naungan keraton.
Fakta ini menunjukkan bahwa masuknya Islam pada tahun-tahun sebelumnya harus
melewati daerah pesisir, yang kemudian masuk ke pedalaman.10
Ketiga, Islam sudah berada di Jawa pada abad 15 berdasarkan batu nisan dari
makam Maulana Malik Ibrahim yang meninggal pada tahun 1419. Beberapa
pandangan menyatakan bahwa beliau adalah seorang kaya berkebangsaan Persia yang
bergerak di bidang per-dagangan rempah-rempah. Pandangan lain menyatakan bahwa
beliau adalah salah seorang di antara wali sembilan yang dianggap penyebar Islam di
Pulau Jawa.11

Proses pergeseran menuju pedalaman, ditengarai oleh Kuntowijoyo sebagai


pergeseran Islam kosmopolit menuju Islam agraris dan Islam yang mistik azra
bependapat ada empat hal disampaikan histiografi tradisional. Islam di nusantara
pertama langsung dari arab adapun kedua Islam diperkenalkan oleh para guru atau
juru dakwah profesional.penguasa adalah orang yang pertama kali masuk
Islam.adapun sebagian besar para juru dakwah profesional datang di Nusantara pada
abad ke-12 dan ke-135.12

Akhir abad ke 15 sampai awal abad ke 16 mempunyai arti penting bagi


perkembangan Islam di Jawa. Sebagai masa peralihan dari sistem politik Hindu
Budha yang berpusat dipedalaman Jawa Timur ke sistem sosial politik Islam yang
pusatnya di pesisir utara Jawa tengah. Puncak islamisasi di Jawa yang dilakukan oleh
para wali. Walisango pada masa pelembagaan Islam menggunakan beberapa tahapan,
yaitu pertama mendirikan masjid. Pada proses penyebaran Islam masjid tidak hanya
berfungsi untuk tempat beribadah tetapi juga tempat pengajian, dan dari majidlah
proses penyebaran Islam di mulai. adapun Selain masjid dalam pembentukan
kelembagaan Islam Walisongo dalam penyebaran Islam juga mendirikan pesantren.
Pada khazanah penyebaran Islam, setiap Wali memiliki pesantren yang dinisbahkan

9
Hadisutrisno, Budiono. Sejarah Wali Songo: Misi Pengislaman di Tanah Jawa. Yogyakarta. Graha
Pustaka, hal. 24
10
Ibid,25
11
Ibid,26
12
Azyurmardi Azra, Islam Nusantara, Jaringan Global dan Lokal, (Bandung, Mizan 2002) hal. 13
4
dengan nama wali tersebut berada. Seperti pesantren Ampel, pesantren Bangkuning,
pesantren Drajat, pesantren Giri dan sebagainya. Peranan pesantren sebagai
lembaga penyebaran Islam di Jawa telah dibahas secara mendalam oleh ahli sejarah.13

Wali dan manusia adalah dua entitas yang berbeda. Untuk bisa kearah itu
diperlukan penyadaran bahwa wali-wali adalah sosok yang memiliki kelebihan,
karena kedekatannya dengan Allah SWT. Wali dapat menjadi wasilah atau perantara
yang menghubungkan antara manusia dengan Allah. Untuk dapat menjadi wasilah
tentu harus memiliki atau memenuhi persyaratan kedekatan dan kesucian atau menjadi
orang suci. Kedekatan tersebut diperoleh melalui upaya-upaya individual yang
dilakukan seseorang dalam berhubungan dengan Allah lewat dzikir atau wirid dan
riyadha yang sistematis dan terstruktur. Melalui kedekatan (taqarrub) akan
memunculkan aura yang disebut dengan kesucian. Dengan demikian kesucian adalah
level kedua yang diperoleh seseorang setelah level pertama dipenuhi, dan lewat
kesucian wasilah dapat dimaknai.14

K.H. Hasyim Asy‘ari berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wali adalah
orang yang terpelihara dari:
a) Melakukan dosa, baik dosa besar, ataupun dosa kecil.
b) Terjerumus oleh hawa nafsunya sekalipun hanya sekejap dan apabila melakukan dosa
maka dia cepat-cepat bertaubat kepada Allah. SWT Sebagaimana tersebut di dalam al-
Quran.15

B. TINGKATAN WALI DAN POSISINYA


Syaikhul Akbar Ibnu Araby membuat klasifikasi tingkatan wali dan posisinya.
Ada banyak dari mereka, ada yang terbatas dan tidak terbatas. Setidaknya ada 9, level
secara garis besar dapat diringkas sebagai berikut:16
1. Wali Aqthab atau Wali Quthub
Wali yang sangat sempurna. Wali ini memimpin dan menguasai wali di seluruh alam
semesta. Jumlahnya hanya satu setiap masa. Ketika Wali itu meninggal, Wali Quthub
lainnya yang menggantikan.
2. Wali Aimmah
Pembantu wali Quthub. Posisi mereka menggantikan Wali Quthub jika dia meninggal.
13
Clifford Geerzt,The Javanese Kyahi, The Changing Role Of Cultural-Broaker 1959-1960, The Hague,) hal. 40
14
Joko Tri Haryanto, 2003, IAIN Walisongo Mengeja Tradisi Merajut Masa Depan, (Pustakindo Pratama, Semarang)
hal. 3
15
Ibnu Araby. Futuhatul Makkiyah
16
Ibid.
5
Total masing-masing dua orang setiap masa. Seorang pria bernama Abdur Robbi
bertugas sebagai saksi alam Malakut. Dan seorang lagi bernama Abdul Malik sedang
bertugas menyaksikan alam malaikat.
3. Wali Autad
Total ada empat orang. Terletak di empat area Poin utama, yang masing-masing
mendominasi di dalam distrik-distrik di Pusat regionalnya ada di Ka'bah. Terkadang di
Wali Autad ada juga wanita. Mereka bergelar Abdul Haiyi. Abdul Alim, Abdul Qodir
dan Abdu Murid.
4. Wali Abdal
Abdal berarti pengganti. Disebut demikian jika meninggal di suatu tempat, mereka
menunjuki penggantinya. Jumlah Wali Abdal adalah tujuh orang yang berkuasa tujuh
zona iklim. Penulis Futûhatul Makkiyah dan Fushus Hikam mengaku pernah melihat dan
berinteraksi dengannya baik tujuh dengan Wali Abdal di Makkatul Mukarramahi

5. Wali Nuqoba
Jumlah mereka 12 orang setiap masa. Allah memahamkan mereka dari hukum Syariah.
Dengan sehingga mereka segera memahami semua penipuan nafsu dan setan. Saat Wali
Nuqoba' melihat bekas telapak Kaki di tanah, mereka tahu jejaknya saleh atau bodoh,
orang baik atau tidak.
6. Wali Nujaba
Jumlah total mereka adalah 8 orang dalam setiap masa.
7. Wali Hawariyyun
Berasal dari kata Hawari, artinya pembela. Dia Orang-orang yang membela agama Allah
menggunakan argumentasi maupun senjata zaman nabi Muhammad SAW sebagai rasul
adalah Zubair bin Awam. Tuhan memberkati Wali Pengetahuan Hawariyyun, keberanian
dan tekad memuja
8. Wali Rajabiyyun.
Disebut demikian karena Karomah selalu terlihat Di bulan Rajab. Jumlah mereka 40
orang. Ditemukan di berbagai negara dan mengenal satu sama lain. Wali Rajabiyyun
dapat mengetahui hati seseorang
9. Wali Khatam
Khatam berarti penutup. Total hanya ada satu orang setiap saat Wali Khatam
bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengelola Wilayah Umat Nabi Muhammad
SAW.

6
C. PENYEBARAN ISLAM MELALUI WALI
Penyebaran Islam, khususnya ke Jawa, terjadi pada para wali. Wali dalam
konteks ini adalah kependekan dari wali-yullah yang artinya Orang yang dianggap dekat
dengan Tuhan, orang yang dekat suci (karamah = bersinar) memiliki keragaman
Ekstra/Manfaat. Penjaga dipertimbangkan terlebih dahulu memulai transmisi Islam di
Jawa dan sering disebut Wali Sembilan atau Wali Songo. Sebagian besar para wali
adalah penduduk asli negeri asing, dari barat, dari negeri atas angin, dari Sumatra, lebih
sering asalnya tidak diketahui manusia jelas.17

Bahwa mereka dengan tiba-tiba telah ada di Tanah Jawa di tengah-tengah rakyat,
dengan cara yang aneh, adalah hal-hal yang acap kali diceritakan dengan cara yang lebih
rnenarik dan mengagumkan. Umumnya orang kita lebih tertarik mendengar hal-hal yang
ajaib dari seorang asing daripada mendengar cerita itu dari bangsa sendiri yang biasanya
mengemukakan keadaan-keadaan yang lama, yang umumnya sudah didengarnya
berulang-ulang.18

D. PERJUANGAN DAKWAH WALI SONGO

Penyebaran Islam di tanah Jawa tidak lepas dari perjuangan dakwah Wali Sanga yang
menuai sukses besar. Makna Wali Sanga dapat dipahami secara denotatif dan konotatif.
Nama Wali Sanga dalam arti denotatif berarti sejumlah guru besar atau ulama yang
ditugaskan untuk berdakwah di suatu daerah tertentu. Dalam pengertian konotatif bahwa
seseorang yang mampu mengendalikan babahan hawa sanga (sembilan lubang pada diri
manusia), maka dia akan memperoleh predikat Kewalian yang mulia dan selamat dunia-
akhirat.19
Walisongo secara sederhana berarti sembilan orang yang telah mencapai tingkatan
“wali”, Wali tidak hidup bersama tetapi satu sama lain memiliki hubungan yang sangat dekat,
jika tidak dalam ikatan darah, maka juga dalam hubungan guru-murid.  Adapun nama-nama
kesembilan wali itu sebagai berikut20 :
1. Maulana Malik Ibrahim
17
Idham Kholid A.R. wali songo: eksistensi dan perannya dalam islamisasi dan implikasinya terhadap munculnya
tradisi-tradisi di tanah jawa. (Cirebon. 2016)
18
Ibid.
19
Purwadi, 2005, Dakwah Sunan Kalijaga. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
20
Ibid.
7
Beliau termasuk salah satu dari Wali Sanga yang menyiarkan agama islam di
Gresik, Jawa Timur. Sunan Gresik berasal dari daerah Magribi, Afrika Utara. Beliau
datang ke Indonesia pada zaman Majapahit tahun 1379 untuk syiar Islam, bersama
dengan Raja Cermin dan putra-putrinya. Raja Cermin adalah raja Hindustan. Syekh
Magribi wafat tahun 1419 Masehi atau 882 H. Makamnya di Gapura Wetan, Gresik,
Jawa Timur. Sunan Gresik atau Kakek Bantal begitu ia sering disapa sangat terkenal di
kalangan rakyat jelata, terutama di kalangan kasta rendah yang selalu tertindas oleh
kasta yang lebih tinggi. Sunan Gresik menjelaskan bahwa dalam Islam setiap orang
memiliki kedudukan yang sama, hanya orang-orang yang beriman dan bertakwa yang
memiliki kedudukan yang tinggi di mata Allah. Ia mendirikan pesantren, sebuah
perguruan tinggi Islam, tempat para santri dididik dan dilatih untuk menjadi calon
menteri.21
Sementara itu, sumber setempat menyebutkan, kawasan yang didatangi Syekh
Maulana Malik Ibrahim saat mendarat di Pulau Jawa adalah Desa Sembalo dekat Desa
Leran, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, yang berjarak 9 kilometer sebelah utara
kota Gresik, tak jauh dari makam. Fatimah binti Maimun. Kemudian dia memulai
transmisi Islam dengan mendirikan mesjid pertama di kota Pasucinan di Manyari.
Kegiatan pertama yang diikuti oleh Maulana Malik Ibrahim adalah berdagang di suatu
tempat terbuka di dekat pelabuhan yang disebut Desa Rumo, yang menurut cerita
setempat berkaitan dengan kata Rumi (Persia), yaitu tempat tinggal Rumi. Setelah
merasa dakwahnya di Sembalo berhasil, Maulana Malik Ibrahim pindah ke kota
Gresik, tinggal di desa Sawo. Setelah itu ia datang ke Kutaraja Majapahit, menemui
raja dan mendakwahkan Islam kepada raja. Namun, raja Majapahit yang tidak mau
masuk Islam menerimanya dan kemudian memberinya sebidang tanah di pinggiran
Gresik, yang kemudian dikenal dengan nama Desa Gapura. Maulana Malik Ibrahim
membuka pesantren di desa Gapura untuk melatih para tokoh masyarakat dan penyebar
Islam yang diharapkan mampu melanjutkan misinya menyebarkan kebenaran Islam
kepada masyarakat wilayah Majapahit yang mengalami kemunduran akibat perang
saudara.22
Di Gresik beliau juga memberikan arahan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat Gresik. Dia memiliki ide untuk mengalirkan air dari pegunungan untuk
mengairi sawah dan ladang. Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah seorang Walisongo
yang dianggap sebagai bapak Walisongo. Ia wafat pada tahun 882 H atau 1419 M. di
21
Ridin Sofwan, Islamisasi di Jawa, (Pustaka Pelajar, 2000), hlm 9.
22
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo,‖ (Depok: Pustaka Iman, 2017), hlm 77
8
Gresik23

2. Sunan Ampel
Beliau mendirikan pesantren di Ampeldenta, Surabaya. Tokoh-tokoh Sunan
Ampel antara lain Raden Paku (Sunan Giri), Raden Makdum (Sunan Bonang),
Syarifuddin (Sunan Drajat), Raden Patah (Raja Demak), Sunan Kalijaga (menantu),
Maulana Iskak (Blambangan). Sunan Ampel aktif terlibat dalam pembangunan Masjid
Agung Demak pada tahun 1401 atau 1479 Masehi. Sunan Ampel menjadi pengikut
perintis perjuangan dakwah Islam, Maulana Malik Ibrahim. Sunan Ampel selalu
menggunakan kata-kata budaya lokal dalam Syarinya, yang merupakan bentuk pujian.
Menurut Babad Diponegoro, Sunan Ampel sangat berpengaruh di keraton
Manjapahit, bahkan istrinya berasal dari keraton, Raden Fatah, putra Prabu Prabu
Brawijaya dari Majapahit, menjadi murid Ampel. Sunan Ampel dikenal sebagai arsitek
Kerajaan Islam di Pulau Jawa. Ia mengangkat Raden Fatah sebagai Sultan Demak yang
pertama. Selain itu, Sunan Ampel mendirikan Masjid Agung Demak pada tahun 1479
bersama para wali lainnya. Pada awal Islamisasi pulau Jawa, Sunan Ampel
menginginkan masyarakat menjaga akidah yang murni. Ia tidak setuju bahwa adat-
istiadat manusia seperti kenduri, selamatan, kurban dan sebagainya masih hidup dalam
sistem sosial budaya masyarakat yang menerima Islam. Namun, para wali lainnya
merasa bahwa semua kebiasaan ini harus dibiarkan untuk sementara waktu, karena sulit
bagi masyarakat untuk meninggalkannya sekaligus. Pada akhirnya, Sunan Ampel
mengapresiasinya. Hal ini dibuktikan dengan persetujuannya ketika Sunan Kalijaga
mengusulkan untuk memberikan nuansa Islam pada adat Jawa untuk menarik umat
Hindu dan Budha.24
Di dalam dan sekitar Surabaya, tempat Sunan Ampel menjadi raja, orang
memanggil ibunya "Mak". Juga di daerah Mojokerto-Jombang dan Kediri-Nganjuk ada
kebiasaan memanggil "mak", yang kemungkinan disebarkan oleh Raden Abu Hurairah,
sepupu Sunan Ampel, yang tinggal di Wirasabha (Mojoagung). Ungkapan itu juga
berkembang di pantai utara. Penyebaran Jawa diyakini dilakukan oleh Sunan Bonang,
Sunan Drajat, Sunan Giri, Raden Patah, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus dan Sunan
Gunung Jati yang merupakan putra, menantu, keponakan dan murid Sunan Ampel.
Bahkan, akhir-akhir ini masyarakat di pantai utara Jawa sering menggunakan istilah
23
Ibid, 194
24
Tatang Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Tsanawiyah untuk Kelas IX Semester 1 dan 2. 27-29.
9
“Mak” untuk daerah Jawa Barat.25

3. Sunan Bonang
Dalam bidang sastra dan budaya kontribusinya antara lain mendukung Raden
Patah dalam mendirikan Masjid Demak, berdakwah melalui wayang, mengembangkan
alat musik gamelan khususnya bonang, kenong dan kempul, tembang macapat, suluk
Wujil. Sunan Bonang adalah Wali Sanga yang mengelola untuk menyebarkan agama
Islam. Ajaran Sunan Bonang disampaikan melalui pesan-pesan simbolik yang harus
dimaknai dengan jelas. Ajaran Sunan Bonang terdapat dalam kitab Suluk Wul. Wujil
adalah abdi dalem kesayangan Raja Prabu Brawijaya dari Majapahit.
Menurut ilmu, Sunan Bonang mempelajari ilmu dan ilmu agama dari ayahnya
sendiri, yaitu Sunan Ampel. Ia belajar dengan santri Sunan Ampel lainnya seperti
Sunan Gir, Raden Patah dan Raden Kusen. Selain Sunan Ampel, Sunan Bonang juga
berguru kepada Syekh Maulana Ishak saat berada di Malaka bersama Raden Paku
Sunan Giri berziarah ke Tanah Suci. Sunan Bonang dikenal sebagai seorang penyebar
agama Islam yang menguasai fiqh, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur dan ilmu
bela diri dengan kesaktian dan kesaktian yang mengagumkan. Bahkan masyarakat
mengenal Suna Bonang sebagai sosok yang sangat piawai mencari sumber air di
tempat-tempat yang sulit air26.
Sunan Bonang dikenal lebih banyak memasukkan tema seni dan budaya ke
dalam dakwahnya, seperti yang dilakukan muridnya Sunan Kalijaga. Sunan Bonang
tidak hanya dikenal berdakwah sebagai dalang yang memainkan wayang, tetapi juga
pandai mengarang lagu macapata. Agaknya dari pihak ibunya, seorang bangsawan dari
Tuban, Sunan Bonang banyak belajar seni budaya Jawa, yang membawanya untuk
memahami dan menguasai kekhasan sastra Jawa, khususnya tembang Macapat. sangat
populer saat itu. Sunan Bonang diketahui telah menggubah beberapa tembang
macapat.27
4. Sunan Drajat
Nama aslinya adalah Raden Syarifudin. Sumber lain menyebutkan namanya
Raden Qasim, putra Sunan Ampel, yang ibunya Dewi Candrawati. Jadi Raden Qasim
adalah saudara dari Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang). Sunan Drajat yang lahir
dengan nama Raden Qasim diperkirakan lahir pada tahun 1470 Masehi. Sunan Drajat

25
Agus Sunyoto, ―Atlas Wali Songo,‖ (Depok: Pustaka Iman, 2017),207
26
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo,‖ (Depok: Pustaka Iman, 2017) hlm 238
27
Ibid,241
10
adalah putra bungsu dari Sunan Ampel dan Nyi Ageng Manila. Menurut Babad
Majapahit dan Babad Cerbon, Raden Qasim adalah adik dari Nyai Patimah bergelar
Gede Panyuran, Nyai Wilis alias Nyai Pengulu, Nyai Taluki bergelar Nyai Gede
Maloka, dan Raden Mahdum Ibrahim bergelar Sunan Bonang. Artinya Sunan Drajat
sama dengan Sunan Bonang yaitu keturunan Jawa Champa Samarkand karena Sunan
Ampel, ayahnya adalah anak dari Ibrahim Asmarakand.28
Sunan Drajat juga konon suka pertunjukan wayang dan terkadang memainkan
wayang sebagai dalang seperti Sunan Bonang, kakaknya. Beberapa cerita yang
berkembang di masyarakat mengatakan bahwa Sunan Drajat, setelah lama tinggal di
Drajat, memindahkan tempat tinggalnya ke selatan yang tanahnya lebih tinggi, yang
disebut Dalem Duwur. Di Dalem Duwur, Sunan Drajat hidup sebagai orang tua sampai
kematiannya. Beberapa peninggalan Sunan Drajat yang tersisa, antara lain beberapa
gamelan yang disebut “Singo Mengkok” dan beberapa artefak lainnya.29
Pada masa akhir Majapahit terjadi krisis sosial ekonomi dan politik. Sunan
Drajat menjadi juru bicara yang membela rakyat tertindas. Beliau mengecam tindakan
elite politik waktu itu yang hanya mengejar kekuasaan demi kenikmatan pribadi.
Dalam bidang sastra-budaya beliau membantu Raden Patah dalam pembangunan
Masjid Demak, menciptakan lembang langkur. Sunan Drajat menghendaki keselarasan
lahir-batin, jasmani-rohani, dunia-akhirat supaya hidupnya sejahtera. Hidup di dunia
yang fana ini harus dimantaatkan sebaik-baiknya, yaitu untuk beramal saleh.30
5. Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga menggunakan kesenian yang berkaitan dengan penyebaran
Islam, antara lain wayang, sastra, dan masih banyak kesenian lainnya. Para dakwah
Islam seperti Walisongo mengambil pendekatan artistik untuk mendapatkan perhatian
satu sama lain, sehingga tanpa sadar mereka tertarik dengan ajaran Islam ketika mereka
awalnya tertarik pada media seni. Misalnya, Sunan Kalijaga adalah seorang seniman
wayang. Dia tidak pernah meminta penonton untuk mengikutinya dalam membaca
syahadat. Beberapa wayang masih dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi ajaran
agama dan nama pahlawan Muslim telah ditambahkan ke dalam cerita.31
Kanjeng Sunan Kalijaga diakui oleh masyarakatsebagai Guru Suci ing Tanah
Jawi. Layanannya luar biasa kehebatannya adalah kemampuannya untuk
mentransmisikan ajaran Agama Islam cara Wiccasana dan mudah diterima menurut
28
Ibid, 304
29
Ibid, 310
30
Purwadi, 2005, Dakwah Sunan Kalijaga. Yogyakarta: Pustaka Belajar
31
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010). hlm 308
11
kelas sosial yang berbeda. Pendekatan Kanjeng Sunan Kalijaga menjelaskan wacana
tersebut sebagai tiga hal yaitu Momong, Momori dan Momot. Momong berarti
merangkul, memelihara, memimpin dan ingin memimpin. Seperti anak kecil jika ia
tidak mampu hidup mandiri, pengasuh berkewajiban melayani anak sesuai dengan
kebutuhannya harus dilakukan selama masih dalam batas-batas akal dan kebajikan.
Dirawat oleh Kanjeng Sunan Kalijaga pihak yang lemah menyukai sikap orang tua
yang suka mengasuh anak seperti Nyai dengan anak didiknya guru dengan siswa.
Momor berarti kesediaan untuk berkencan, bersosialisasi, berteman dan berteman.
Tujuan musim gugur ini adalah untuk membuat pihak lain merasa akrab. Sikap ramah
tanpa jarak, penuh kejujuran dan ketulusan membuat teman-teman yang diajak bergaul
lebih hormat dan pendiam. Kanjeng Sunan Kalijaga dihormati oleh seluruh orang Jawa
karena kebijaksanaannya dalam urusan sehari-hari. Moot berarti kesediaan untuk
menerima keinginan dan inspirasi dari kelompok yang berbeda. Kanjeng Sunan
Kalijaga sangat berhasil dalam menegakkan kedudukan agama, kekuasaan dan budaya.
Pada masa Keraton Demak, kekuasaan berada di tangan Sultan, urusan agama
dialihkan ke Wali Sanga, dan dinamika budaya terus berkembang di kalangan
masyarakat. Kanjeng Sunan Kalijaga dapat memadukan ketiganya keserasian,
keselarasan dan keseimbangan.
6. Sunan Giri
Sunan Giri adalah putra Maulana Ishak dan ibunya bernama Dewi Sekardadu
putra Menak Samboja. Kehebatan Sunan Giri antara lain terlihat sebagai anggota
Dewan Walisongo. Nama Sunan Giri tidak lepas dari berdirinya kerajaan Islam
pertama di Jawa yaitu Demak. Beliau adalah seorang Wali yang aktif terlibat dalam
perencanaan pendirian negara dan terlibat sebagai penasehat militer dalam penyerangan
Majapahit.32
Sunan Giri juga dikenal sebagai seorang dalam ilmu tauhidnya, demikian pula
ilmu fiqihnya. Beliau sangat berhati- hati apabila hendak memutuskan hukum, takut
kalau tidak sesuai dengan ajaran Nabi. Dalam masalah ibadah, Sunan Giri tidak dikenal
kompromi dengan adat istiadat dan kepercayaan lama. Ibadah menurut bekiau harus
dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Tidak boleh dicampur aduk dengan
kepercayaan animisme. Pelaksanaan ibadah harus sesuai dengan aturan yang tersebut
didalam Alqu’an dan Sunnah Rasul.33
32
Ridin Sofwan, dkk, Islamisasi Islam di Jawa Walisongo, Penyebar Islam di Jawa, Menurut Penuturan Babad,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004). Hlm 65
33
Abu Khalid, 2003, Kisah Perjalanan Hidup Wali Sanga Dalam Menyebarkan Agama Islam Di Tanah Jawa,
Surabaya: Karya Ilmu.
12
Sunan Giri menciptakan karya sastra seni untuk mrnyiarkan Agama Islam seni
itu berupa seni tembang dan permainan. Seperti Jamuran (kejar-kejaran), cublak-
cublak suweng (teka-teki), jelungan, gulo ganti,dan sebagainya. 34 Adapun tembang-
tembang yang diciptakan Sunan Giri antara lain lagu lir - ilir dan dandang gula.
7. Sunan Kudus
Beliau lahir pada pertengahan abad ke-15 Masehi. atau 9 Hijrah. Nama ayahnya
adalah Raden Usman Haji yang bernama Sunan Ngudung Jipang di Panolani, Blora.
Dia masih berhubungan dengan Husain bin Ali. Kakek Sunan Kudus adalah saudara
Sunan Ampel, jadi mereka ada hubungan darah. Sunan Kudus banyak menciptakan
karya sastra dan budaya, Candi Maskumambang, Candi Mijili dan Masjid Menara
Kudus. Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 M. atau 960 Hijriah dan dimakamkan di
Kudus. Pintu makam Sunan Kudus terukir dengan kalimat Asmaul Husna, tahun 1895
Jawa atau 1296 Hijriyah atau 1878.
Menurut versi Cirebon yang ditulis oleh Rachman Sulendraningrat dalam The
Living History of Wali Songo (1988), Sunan Kudus adalah putra dari Sunan Undung.
Sunan Undung sendiri merupakan anak dari saudara Sultan Mesir, adik dari Rara
Dampul. Sunan Undung dan adiknya Rara Dampul pergi ke tanah Puser Bumi di
Cirebon dan bertemu Syarif Hidayat, sepupu mereka yang menjadi Sunan di Gunung
Jati.35
Sunan Kudus menyebarkan agama Islam di dalam dan sekitar wilayah Kudus.
Ia memiliki keahlian khusus dalam bidang agama, khususnya dalam ilmu fikih, tauhid,
hadis, tafsir dan logika. Oleh karena itu beliau satu-satunya di antara para Waliun yang
dijuluki Wali al-'ilm (Penjaga Ilmu Yang Luas), dan karena ilmunya beliau banyak
didatangi para penuntut ilmu dari berbagai daerah. Kepulauan.
Ada sebuah cerita yang mengatakan bahwa Sunan Kudus pernah belajar di
Baitul Maqdis, Palestina dan berjasa membasmi penyakit yang pernah memakan
banyak korban di Palestina. Pemerintah Palestina memberinya surat keterangan
wilayah (wilayah) Palestina atas jasanya, namun Sunan Kudus menginginkan
pemberian itu dialihkan ke Jawa, dan Amir (penguasa setempat) menerima
permintaannya. Setelah kembali ke Jawa, beliau membangun masjid di kawasan Loran
pada tahun 1549, masjid tersebut dinamakan Masjid Al-Aqsa atau Al-Manar (Masjid
Menara Kudus) dan kawasan tersebut berganti nama menjadi Kudus yang berasal dari
nama sebuah kota di Palestina, Al-Quds. Melakukan dakwah budaya, Sunan Kudus
34
Ali Mufrodi, Kitab Emas Wali Sanga, Surabaya: Depok Asri,2013.
35
Agus Sunyoto, ―Atlas Wali Songo,‖ (Depok: Pustaka Iman, 2017), hlm 366
13
menciptakan berbagai cerita religi. Yang paling terkenal adalah Gending
Makumambang dan Mijil.36

8. Sunan Muria
Salah satu Wali yang banyak berdakwah menyebarkan Islam di kota-kota pulau
Jawa adalah Sunan Muria. Ia lebih dikenal dengan sebutan Sunan Muria karena pusat
dan makam dakwahnya berada di Gunung Muria (18 km sebelah utara kota kudus
sekarang).37 Sunan Muria sangat perhatian dalam menyampaikan ajaran Islam melalui
kesenian. Ia menciptakan tembang Sinom dan Kinanthi. Tembangnya yang popular
dilantunkan dalang pada zaman sekarang adalah Sinom Parijotho. Parijotho sendiri
adalah nama tumbuhan yang hidup di lereng Muria.38
Beliau adalah putra dari Sunan Kalijaga dan Dewi Saroh. Nama aslinya Raden
Umar Said, dalam berdakwah dia seperti bapaknya yang berarti cara halus, seperti
mengambil ikan yang tidak mengeruhkan air. Muria dalam menyebarkan Islam.
Sasaran dakwahnya adalah pedagang, nelayan, dan rakyat biasa. Beliau adalah satu-
satunya wali yang merekomendasikan seni gamelan dan wayang sebagai sarana
dakwah, dan beliau menciptakan lagu-lagu Sinom dan Kinanthi. Ia memperkaya
banyak tradisi Jawa dengan pengaruh Islam seperti Nelung Dino, Mitung Dino, Nyatus
Dino, dan masih banyak lagi.39
Melalui lagu-lagu ciptaannya, Sunan Muria mengajak umatnya untuk
mengamalkan ajaran Islam. Karena itulah Sunan Muria lebih memilih berdakwah
kepada rakyat jelata daripada bangsawan. Cara dakwah inilah yang membuat Suna
Muria dikenal sebagai Sunao yang ingin berdakwah dengan cara ngeli, yakni.
tenggelam dalam masyarakat.40
Beliau juga menggunakan pertunjukan wayang kulit sebagai sarana dakwah.
Dalam gaya dakwahnya yang moderat, Sunan Muria memadukan ajaran agama dengan
tradisi budaya Jawa. Misalnya, perayaan adat digunakan sebagai sarana untuk
menanamkan nilai-nilai Islam. Pembacaan mantra, persembahan kepada arwah
almarhum diganti dengan do’a, sholawat, dan shodaqoh
9. Sunan Gunung Jati
36
Tatang Ibrahim, Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Tsanawiyah untuk Kelas IX Semester 1 dan 2. Hlm 33
37
Ibid,34
38
Nur Ahmad, 2021, Dakwah Kultural Nilai Nilai Kearifan Lokal: Ajaran Sunan Muria Di Kampung Budaya Dawe
Kudus, Vol. 8 No. 1, hlm. 157
39
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam. 199
40
Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Walisongo Misi Pengislaman di Tanah Jawa. Hlm 137-138
14
Menurut naskah Mertasinga berjudul Sajarah Wali yang diterjemahkan dan
diterjemahkan oleh Amman N. Wahyu, Syarif Hidayat yang kemudian dikenal sebagai
Sunan Gunung Jati adalah putra Sultan Hud yang memerintah di Tanah Bani Israel.
dari pernikahan dengan Syekh Nur Jati/Nyi Rara Santang. Sultan Hud adalah putra
Raja Odhara dari Mesir. Raja Odhara, putra Jumadil Kabir, raja agung negeri Quswa.
Jumadil Kabir, putra Zainal Kabir. Zainal Kabir, Filo dari Zainal Abidin. Zainal Abidin
filo de Hussain nome filo de Ali bin Abi Thalib kun Siti Fatimah binti Profeto
Muhammad Saw.41
Salah satu strategi dakwah yang diterapkan Syarif Hidayat untuk memperkuat
posisinya dan mengembangkan hubungan dengan tokoh-tokoh berpengaruh di Cirebon
adalah pernikahan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Serat
Purwaka Caruban Nagari, Babad Tjerbon, Nagarakretabhumi, Sadjarah Banten dan
Babad Tanah Sunda menyatakan bahwa Syarif Hidayat Susuhunan Gunung Jati beristri
sedikitnya enam orang. Dikisahkan bahwa Syarif Hidayat pertama kali menikah dengan
Nyai Babadan, putri Ki Gedeng Babadan, sehingga memperluas pengaruhnya dari
Gunung Sembung sampai ke daerah Babadan. Namun, Nyai Babadani dikabarkan
meninggal sebelum dikaruniai seorang putra.42
Sebagai Sultan dan Ulama, peran Sunan Gunung Jati sangat erat kaitannya
dengan pengislaman wilayah Cirebon dan Banten. Sebagai seorang Ulama, Sunan
Gunung Jati dipercaya memiliki pemahaman Islam yang tinggi, itulah salah satu alasan
beliau diangkat menjadi Sunan diantara Walisongo.
Banyak metode yang digunakan Sunan Gunung Jati untuk menarik minat
masyarakat agar memeluk Islam mulai dari perdagangan, perkawinan, jalur politik,
dakwah, hingga penaklukan. Akan tetapi untuk memudahkan penulisan, maka proses
Islamisasi Sunan Gunung Jati akan difokuskan para metode berdakwah beliau. Metode
berdakwah yang dilakukan Sunan Gunung Jati sangat unik, menurut tradisi Cirebon
dakwah yang dilakukan beliau dilakukan dengan cara-cara yang menarik perhatian,
diantaranya dengan menggunakan pepatah-pepitih yang sampai saat ini masih sering
didengar masyarakat Cirebon.43

D. PEMBAGIAN PENDUDUK
Pembagian penduduk menurut keyakinan agama, preferensi etis, dan ideologi

41
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo,‖ (Depok: Pustaka Iman, 2017), hlm 282
42
Ibid,292
43
Dadan Wildan, op. cit., hlm. 244.
15
politik menghasilkan tiga jenis budaya utama, yang mencerminkan tatanan moral
budaya Jawa, yang diwujudkan dalam mode, konsep umum petani, pekerja, pengrajin,
pedagang atau pegawai membentuk perilaku mereka di semua bidang kehidupan.
Ketiga jenis budaya tersebut adalah Abangan, Santri dan Priyayi. Saat ini ada tiga
struktur sosial inti di Jawa, yakni Desa, Pasar, Dan Birokrasi Pemerintah masing-
masing digunakan dalam arti yang lebih luas dari biasanya. 44
Desa Jawa setua orang Jawa itu sendiri, karena tampaknya orang Melayu-
Polinesia yang pertama kali datang ke pulau itu sudah memiliki pengetahuan tentang
pertanian. Perkembangan Kampung Jawa hingga bentuknya yang sekarang dipandu dan
diekspresikan pada setiap tahap oleh sistem religi yang kurang lebih menyatu; Sistem
religi itu sendiri tentu saja juga berkembang. Pada periode pra-Hindu, sekitar 400 SM
tiba di pulau ini atau sebelumnya, mungkin "animisme" yang masih lazim di antara
suku-suku penyembah berhala merupakan seluruh tradisi keagamaan yang ada, tetapi
selama berabad-abad tradisi itu terbukti mampu mengintegrasikan unsur-unsur baik
Hinduisme maupun Islam ke dalam satu kesatuan sinkretis yang menyusul pada abad
ke-15.45
Sistem religi suatu desa biasanya terdiri dari perpaduan yang seimbang antara
unsur animisme, Hindu dan Islam Sinkretisme Jawa, yang merupakan cerita rakyat asli
pulau itu. Dasar utama peradaban, namun situasinya menjadi lebih rumit, karena seperti
yang akan kita lihat nanti, tidak hanya banyak petani yang mematuhi sinkretisme ini,
tetapi juga banyak penduduk kota sebagian besar petani kelas bawah yang terpinggirkan
atau anak petani yang terlantar mengikutinya juga. Tradisi keagamaan Abangan, yang
sebagian besar terdiri dari pesta keupacaraan yang disebut slametan, kepercayaan yang
luas dan kompleks terhadap roh, dan berbagai teori dan praktik pengobatan, sihir, dan
tenung, adalah subvarian pertama dari sistem keagamaan umum Jawa. jelaskan nanti di
bawah ini. Sistem ini sebagian besar dan umumnya terkait dengan desa Jawa.46
Substruktur sosial utama yang kedua, Pasar, harus dimengerti dalam arti yang
luas hingga mencakup seluruh jaringan hubungan dagang dalam negeri di pulau itu.
Untuk bagian terbesar, aspek interlokal perdagangan ini berada di tangan orang Cina;
aspek yang lebih lokal berada di tangan orang Jawa, sekalipun ada banyak keadaan
yang tumpang-tindih. Pengaitan elemen perdagangan orang Jawa dengan versi Islam
yang lebih murni daripada yang lazim di Jawa, bisa ditarik ke belakang sampai ke saat

44
Clifford Geertz, Agama Jawa: Abangan,Santri,Priyayi. (Depok: Pustaka jaya 1985), xxx.
45
Ibid.
46
Ibid.
16
masuknya agama Timur Tengah itu ke Pulau Jawa. Pasalnya, agama itu masuk sebagai
bagian dari perluasan dagang besar-besaran di sepanjang Laut Jawa, yang pada
akhirnya dirangsang oleh kemunculan Abad Eksplorasi di Eropa. Kedatangan orang
Belanda menghancurkan perdagangan orang Jawa yang ramai serta berkembang di
pelabuhan-pelabuhan pantai utara-Surabaya, Gresik, Tuban dan lain-lain-sebagai bagian
dari ekspansi ini. Namun, kultur dagang itu tidak mati sepenuhnya; ia bertahan hidup
sampai sekarang, walaupun sudah banyak berubah dan melemah. Bangkitnya gerakan
pembaruan Islam di Indonesia pada awal abad ini sebagai bagian dari gerakan
nasionalis secara umum, yang pada 1945 akhirnya membuat Indonesia merdeka dari
kekuasaan Belanda, menghidupkan kembali dan semakin mempertajam semangat untuk
Islam yang lebih murni, yang tidak begitu terkontaminasi oleh animisme atau
mistisisme, di antara elemen pedagang kecil dalam masyarakat Jawa.47
Islam yang lebih murni ini adalah sub-tradisi yang disebut Santri. Meskipun
subvarian Santri ini bersifat generik dan umumnya diasosiasikan dengan unsur Jawa
bisnis, namun tidak terbatas pada kalangan bisnis saja. Demikian pula, tidak semua
pengecer benar-benar pendukung subvarian tersebut. Ada unsur Santri yang kuat di
desa-desa. Mereka sering dipimpin oleh petani kaya yang bisa berziarah ke Mekkah dan
mendirikan sekolah agama setelah mereka kembali. Di sisi lain, terutama setelah perang
dan hilangnya permintaan pelayan dan buruh Belanda, pasar penuh dengan pedagang
kecil yang kejam yang mencoba mencari nafkah. Meskipun demikian, Santri masih
menjadi pedagang terbesar dan teraktif. Tradisi keagamaan komunitas santri tidak
hanya terdiri dari pelaksanaan ritual dasar Islam yang cermat dan teratur - shalat, puasa,
haji - tetapi juga mencakup semua organisasi sosial, amal dan politik Islam. Tradisi ini
merupakan subvarian lain dari sistem religi Jawa pada umumnya.48
Yang ketiga adalah Priyayi. Pada mulanya, priyayi hanya merujuk pada
aristokrasi turun-temurun, yang dengan mudah diambil Belanda dari raja-raja pribumi
yang ditaklukkan dan kemudian diangkat sebagai pejabat bayaran. Elit resmi ini, yang
berakar pada keraton Jawa Hindu pra-kolonial, memupuk dan mengembangkan etika
keraton yang sangat maju, seni tari, teater, musik dan puisi yang sangat kompleks serta
mistisisme Hindu-Buddha. Mereka tidak menekankan unsur-unsur animistik
sinkretisme Jawa yang bersifat menyeluruh seperti kaum Abangan, tetapi mereka tidak
menekankan unsur-unsur Islam seperti kaum santri, melainkan menitikberatkan pada

47
Clifford Geertz, Agama Jawa: Abangan,Santri,Priyayi. (Depok: Pustaka jaya 1985), xxxi.
48
Ibid.
17
unsur-unsur Hindu.49
Selama abad ini status sosial dan politik yang diwariskan oleh kelompok ini,
sejauh menyangkut penduduk asli Jawa (tentu saja, sampai revolusi, Belanda memiliki
supremasi yang nyata), menjadi semakin lemah. Akses ke birokrasi menjadi lebih
mudah bagi orang-orang dari kalangan bawah, tetapi pendidikan yang baik dan
pekerjaan "kerah-putih" non-pemerintah semakin banyak bermunculan. Selain itu,
dalam kelompok "birokratis" inilah Belanda memiliki efek akulturasi paling cepat, yang
pada gilirannya menghasilkan elit politik Republik Indonesia yang sangat sekuler,
Barat, dan umumnya anti-tradisionalis. Akibatnya, budaya keraton tradisional
menurun.50

1. Variasi Abangan
a. Pesta Komunal Slametan Sebagai Upacara Inti.
Sebagian besar Slametan berlangsung pada malam hari tepat setelah matahari
terbenam dan mereka yang melakukannya melakukan sholat Maghrib. Misalnya, jika
acaranya adalah pergantian nama, panen atau khitanan, maka tuan rumah mengundang
ahli agama untuk menentukan hari baik menurut sistem penanggalan Jawa. Ketika
sampai pada kelahiran atau kematian, peristiwa itu sendiri yang menentukan
momennya. Sepanjang hari dihabiskan untuk menyiapkan makanan. Wanita
melakukan pesta kecil melibatkan anggota keluarga saja, sedangkan pesta besar
melibatkan meminta kerabat untuk membantu. Upacara itu sendiri hanya dilakukan
oleh laki-laki. Para wanita tinggal di belakang (atau dapur) tetapi tentu saja mereka
mengintip melalui dinding bambu ke molangan (ruang depan atau ruang utama) tempat
para pria duduk bersila di atas tikar dan melakukan upacara. dan menikmati makanan
yang disiapkan oleh wanita.51
Slametan memiliki makna "Ketika kamu mengadakan Slametan, tidak ada yang
merasa berbeda dengan orang lain, sehingga mereka tidak ingin dipisahkan. Lagi pula,
Slametan melindungimu dari hantu sehingga mereka tidak mengganggumu." Yang
khas adalah kecenderungan untuk menyatakan akibat-akibat perilaku sosial dalam
pengertian psikologis sebagai akibat terakhirnya terhadap keseimbangan emosi
individu dan menyatakannya secara negatif. Di Slametan setiap orang diperlakukan
sama. seseorang merasa lebih rendah dari yang lain, dan tidak ada yang ingin

49
Clifford Geertz, Agama Jawa: Abangan,Santri,Priyayi. (Depok: Pustaka jaya 1985), xxxii.
50
Ibid.
51
Clifford Geertz, Agama Jawa: Abangan,Santri,Priyayi. (Depok: Pustaka jaya 1985), h.4
18
mengasingkan diri dari orang lain. Bahkan jika kita memberikan Slameta kita, roh-roh
lokal tidak akan mengganggu kita, membuat kita sakit, sedih atau bingung. Tujuannya
negatif dan psikologis - tidak adanya perasaan agresif terhadap orang lain, kekacauan
emosional. Keadaan yang diinginkan adalah slamet, yang oleh orang Jawa
didefinisikan sebagai "tidak apa-apa" - "tidak apa-apa" atau lebih tepatnya "tidak
terjadi apa-apa (pada orang)".52

b. Kepercayaan terhadap makhluk halus.


Seorang tukang kayu muda, lebih metodis daripada rata-rata orang Jawa, memberi tahu
saya bahwa ada tiga jenis roh utama: memedi (secara harfiah berarti orang-orangan
sawah), lelembut (hantu) dan tuyul.
1. Memedi (merupakan makhluk menakutkan).
Memedi hanya mengganggu atau menakut-nakuti orang, tetapi biasanya tidak
menimbulkan kerugian yang serius. Diri laki-laki disebut Gendruwo dan
perempuan Wéwé (menikah dengan Gendruwo, mereka selalu terlihat
menggendong anak kecil dengan selendang di pinggangnya, seperti ibu manusia).
Memed biasanya ditemukan pada malam hari, terutama di tempat yang gelap dan
sepi. Seringkali mereka tampil dengan menyamar sebagai orang tua atau kerabat
lainnya, hidup atau mati, bahkan terkadang menyerupai anak mereka sendiri.
Tukang kayu ingat bahwa beberapa tahun yang lalu seorang anak hilang di tempat
ini. Orang-orang menonton sepanjang minggu. Dan ketika mereka akhirnya
menemukan anak laki-laki itu, dia bersembunyi di belakang rumah dengan sangat
ketakutan untuk berbicara karena dia melihat Gendruwoo mengambil wujud
ayahnya. "Ayah" ini duduk di atas pohon dan mengencingi anak itu. Sebenarnya,
kata si tukang kayu, anak itu tidak perlu terlalu takut; makhluk halus itu sama
sekali tidak berbahaya dan hanya ingin menakut-nakuti.53
2. Lelembut (mahluk halus yang menyebabkan kesurupan).
Tidak seperti memedi, lelembut dapat membuat seseorang sakit atau gila. lelembut
masuk ke dalam tubuh seseorang dan jika dukun asli Jawa tidak mengobati orang
tersebut, maka orang tersebut akan mati. Para dokter Barat tidak dapat berbuat apa-
apa terhadap penyakit atau kegilaan yang disebabkan oleh hantu; Hanya dukun
yang bisa menyembuhkannya. Dukun sering dapat melihat ke mana perginya racun
itu dan dapat menghilangkannya dengan menggosokkannya di tempat yang tepat -
52
Ibid. h.7
53
Clifford Geertz, Agama Jawa: Abangan,Santri,Priyayi. (Depok: Pustaka jaya 1985), h.9
19
di kaki, lengan atau punggung, misalnya. Karena hewan itu sama sekali tidak
terlihat, ia tidak mengambil wujudnya sendiri, yang sangat berbahaya bagi
manusia.54
3. Tuyul (makhluk halus anak-anak).
"anak-anak bukan manusia". Tukang kayu menunjuk ke dua anak berusia tiga
tahun yang mendengarkan percakapan kami dan berkata: "Tuyuli seperti anak-anak
ini, tetapi mereka bukan manusia, mereka adalah roh anak-anak." Mereka tidak
mengganggu orang, tidak menakut-nakuti mereka atau membuat mereka sakit;
sebaliknya, mereka sangat disayangi manusia, karena membantunya menjadi kaya.
Jika Anda ingin berkomunikasi dengan mereka, Anda harus berpuasa dan
bermeditasi; segera orang itu akan melihatnya dan mulai sekarang dapat
menggunakannya untuk tujuannya sendiri. Jika orang ingin kaya, dia bisa
menyuruh mereka mencuri uang. Mereka bisa pergi sekaligus dan melakukan
perjalanan jauh dan tidak kesulitan mencari uang untuk tuan mereka.55

Terlepas dari kekaburan, kontradiksi, dan diskontinuitas keyakinan


spiritual, mereka juga menyampaikan makna yang lebih luas dan lebih universal
daripada penjelasan diskrit yang biasa tentang luka yang tak tersembuhkan, kabut
psikis, dan ketidakbahagiaan yang tak terduga. Semua ini menunjukkan
kemenangan budaya atas alam dan keunggulan manusia atas non-manusia. Ketika
budaya Jawa berkembang dan hutan tropis yang lebat menjadi sawah dan tempat
tinggal, roh-roh mundur ke hutan belantara yang tersisa, puncak gunung berapi dan
Samudra Hindia (di mana Lara Kidul, Ratu Laut Selatan, mungkin adalah
Lembang Jawa yang paling kuat, 7 di setiap penantian). Bodoh dan cukup keras
kepala untuk memakai pakaian hijau di dekat rumahnya, tenggelam ke dasar
lautan). Menurut model Jawa, ketika seseorang menjadi semakin beradab, mereka
cenderung menjadi lelah, bingung, atau tersesat, membuat mereka rentan terhadap
kerasukan setan.56
2. Variasi Santri
varian ini adalah varian yang mengikuti dan akan mengikuti hukum Islam santri
berfokus pada doktrin Islam, terutama interpretasi moral dan sosialnya Bagi Santri, rasa
rasis adalah hal yang paling penting. Islam dipandang sebagai suatu rangkaian
lingkaran sosial konsentris, rasisme yang melebar dan melebar, individu semua Muslim

54
Ibid. h.9-10
55
Ibid. h.10
56
Clifford Geertz, Agama Jawa: Abangan,Santri,Priyayi. (Depok: Pustaka jaya 1985), h.27
20
di dunia; komunitas besar orang percaya yang selalu membaca nama nabi lama-lama,
berdoa dan membaca Alquran.57
Ketika orang bertanya kepada kelompok santri mengapa mereka harus
berpuasa, mereka hampir selalu memberikan tiga alasan: menunjukkan kepatuhan pada
perintah-perintah Allah; untuk merasakan bagaimana rasanya menjadi lapar sehingga
orang bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi lapar miskin dan tidak cukup makan;
memperkuat sehingga orang dapat bertahan penderitaan apa pun yang menimpanya.
Varian Santri di kalangan masyarakat Jawa ini adalah pemeluk agama Islam yang
melakukan ritual-ritual formal seperti yang ada dalam konsep Islam ortodoks. Yang
paling penting dan penting adalah: Sholat, puasa, zakat dan haji (bagi yang mampu).
Varian Santri ini berbeda dengan varian Abangan yang tidak menganggap penting
untuk berkomitmen pada ritual formal Islam.58 
3. Variasi Priyayi
a. Konsep dasar pandangan dunia-priyayi.
Namun, untuk memahami pandangan Priyayi, seseorang harus memahami arti dari
pasangan konsep lainnya: lahir dan batin. lahir berarti "lingkup batin pengalaman
manusia" dan batin adalah "lingkup luar perilaku manusia". Godaan langsung untuk
menyamakan tubuh dan pikiran akan menjadi kesalahan serius. Roh tidak merujuk
pada posisi spiritualitas tertentu, yang diwujudkan dan dipisahkan dari tubuh, tetapi
pada kehidupan emosional individu secara umum - apa yang kita sebut "kehidupan
batin" atau "subyektif"; itu terdiri dari bentuk-bentuk muram. perasaan pribadi dan
perubahan dan segera dirasakan dengan semua kesegeraan fenomenologis. Kelahiran,
di sisi lain, mengacu pada bagian kehidupan manusia yang berada di garis depan
penelitian oleh psikolog perilaku yang ketat - tindakan gerak tubuh, gerak tubuh, dan
bahasa manusia. Dua pasang fenomena ini, internal dan eksternal, dianggap sebagai
domain yang kurang lebih independent harus diberi nama secara terpisah dalam urutan
yang benar, atau mungkin lebih tepat secara berurutan. Tatanan kehidupan lahiriah
menyisakan kebebasan untuk menata kehidupan batiniah. Manusia yang beradab harus
memberikan bentuk yang baik pada gerakan tubuh, yang bersifat kasar dan membentuk
perilaku eksternalnya, dan keadaan emosional, yang bervariasi dan melibatkan
pengalaman internalnya. Kapal sejati selalu sopan.59 
b. Dimensi umum kepercayaan priyayi.
57
Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, alih bahasa Aswab Mahasin, (Jakarta: Pustaka
Jaya, 1989), hlm. 175
58
Ibid, hal. 300
59
Clifford Geertz, Agama Jawa: Abangan,Santri,Priyayi. (Depok: Pustaka jaya 1985), h.335
21
Priyayi menekankan unsur-unsur agama Hindu. Dia adalah pemimpin atau wakil
penting tata krama, misalnya tingkat Bahasa dan mengikuti kode etik. Keagamaan
mereka lebih dekat dengan hal-hal yang berbau mistis dalam ajaran dan praktik
mistisisme. Bahasa bertingkat adalah bahasa yang terdiri dari berbagai tingkatan atau
varietas dengan lawan bicara. Kecuali perhatian saat berbicara, Priyayi menjaga sikap
dan perilaku mereka ingin tunduk hormat pada orang tua.60 
Tiga pokok utama kehidupan "keagamaan" Priyayi adalah etiket, seni, dan praktik
mistis. penggunaan kata "agama" di sini dalam arti yang agak lebih luas daripada
biasanya, tetapi tidak ada lagi yang dapat dilakukan selama faktor-faktor ini
digabungkan sedemikian rupa sehingga tidak ada gunanya untuk
mempertimbangkannya secara terpisah. Etika, seni, dan praktik mistis adalah
pengejaran Priyayi yang berurutan saat mereka bergerak dari permukaan pengalaman
manusia ke kedalamannya, dari aspek luar kehidupan ke aspek batinnya.
1. Etika, peningkatan perilaku antarpribadi menjadi praktik umum yang sesuai,
memberikan formalitas spiritual pada perilaku sehari-hari, mendisiplinkan pikiran
dan tubuh secara ganda, mengungkapkan makna batin melalui gerak-gerik lahiriah.
Praktek mistik, pengendalian intens kehidupan pikiran dan emosi, mengatur
sumber daya spiritual yang disalurkan ke kebijaksanaan tertinggi. Rantai yang
menghubungkan ketiganya, yaitu elemen yang sama yang menyatukan mereka dan
menjadikan ketiganya hanya modus berbeda dengan realitas yang sama inilah yang
masyarakat India meminjam konsep yang disebut rasa. Rasa memiliki dua arti
utama: "perasaan" dan "makna". Sebagai "perasaan" itu adalah salah satu indera
tradisional - melihat, mendengar, berbicara, mencium, dan mengecap.61

60
Nur hidayah, varian keagamaan masyarakat jawa. (Surabaya), h.4
61
Clifford Geertz, Agama Jawa: Abangan,Santri,Priyayi. (Depok: Pustaka jaya 1985), h.343
22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Studi-studi penting melalui penelitian tentang Islam pada masyarakat Jawa telah
banyak ditulis para ahli dan terpublikasikan, khususnya para antropolog, baik Barat
maupun Indonesia. Islam (tasawuf) telah mewarnai kebatinan masyarakat Jawa
sehingga penanaman budaya antara tradisi mistik (kejawe) Jawa dan kebatinan Islam
(tasawuf) terasa lebih harmonis dalam masyarakat Jawa tanpa unsur saling hegemoni.
Proses Islamisasi di Jawa dapat ditelusuri melalui sejarah perkembangan tasawuf atau
mistisisme Islam. Ada sejumlah teori yang dikemukakan, tetapi bersamaan dengan it
muncul pula keberatan-keberatan yang pada dasarnya berpangkal pada ketiadaan
dokumen autentik yang dapat memberi petunjuk.
Awal Masuknya islam di jawa Islam ke Indonesia dimulai dari daerah pesisir
seperti Pasai, Gresik, Goa, talo, Cirebon, Banten dan Dema proses pergeseran menuju
pedalaman, ditengarai oleh Kuntowijoyo sebagai pergeseran Islam kosmopolit
menuju Islam agraris dan Islam yang mistik azra bepndapat ada empat hal
disampaikan histiografi tradisional. Pada proses penyebaran Islam masjid tidak hanya
berfungsi untuk tempat beribadah tetapi juga tempat pengajian, dan dari majidlah
proses penyebaran Islam di mulai. Makna WalisongoWali dan manusia adalah dua
entitas yang berbeda. Untuk bisa kearah itu diperlukan penyadaran bahwa wali-wali
adalah sosok yang memiliki kelebihan, karena kedekatannya dengan Allah SWT.
B. Saran
Model dakwah Sunan Kalijaga diharapkan mampu menjadi acuan oleh para
Da’i dalam melakukan dakwah sehingga mampu menyampaikan dakwah sama
dengan yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga.

23
DAFTAR PUSTAKA

Nur Ahmad. 2021. Dakwah Kultural Nilai Nilai Kearifan Lokal: Ajaran Sunan Muria Di
Kampung Budaya Dawe Kudus. Kudus: Jurnal IAIN Kudus. Volume 8. Nomor 1.

Aripudin, Acep. 2012. Dakwah ntar budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Evi, Dewi. 2014. Walisongo: Mengislamkan Tanah Jawa. Semarang: Jurnal Wahana
Akademika. Volume 1. Nomor 2

Geertz, Clifford. 1964. The Religion of Java, The Chicago University Press. Jakarta: Pustaka
Jaya.

Hadisutrisno, Budiono. 2010. Sejarah Wali Songo: Misi Pengislaman di Tanah Jawa.
Yogyakarta. Graha Pustaka.

Hisyam, Umar. 1974. Sunan Kalijaga. Kudus: Menara Kudus.

Ibrahim, Tatang. 2009. Sejarah Kebudayaan Islam, Madrasah Tsanawiyah Untuk Kelas IX
Semester 1 dan 2, Bandung. CV ARMICO.

Jamil, Abdul. 2000. Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media.

Khalid, Abu. 2003. Kisah Perjalanan Hidup Wali Sanga Dalam Menyebarkan Agama Islam
Di Tanah Jawa. Surabaya: Karya Ilmu

Kholid A.R, Idham. 2016. Wali Songo: Eksistensi Dan Perannya Dalam Islamisasi Dan
Implikasinya Terhadap Munculnya Tradisi-Tradisi Di Tanah Jawa. Cirebon: Stain
Cirebon.

Mufrodi, Ali. 2013. Kitab Emas Wali Sanga. Surabaya: Depok Asri.

Munir, Samsul. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.

Ridwan, Suwito, dkk. 2008. Islam Kejawen (Sistem Keyakinan dan Ritual Anak-Cucu ki
Bonokeling). Purwokerto: Stain Purwokerto Press & Unggun Religi.

Sofwan, Ridin, dkk. 2004. Islamisasi Islam di Jawa Walisongo, Penyebar Islam di Jawa,
Menurut Penuturan Babad. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sofwan, Ridin. 2000. Islamisasi di Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


24
Sunyoto, Agus. 2017. Atlas Wali Songo. (Depok, Pustaka Iman,2017

Syukur, Fatah. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra.

Purwadi. 2005. Dakwah Sunan Kalijaga. Yogyakarta: Pustaka Belajar

25
26
27

Anda mungkin juga menyukai