Anda di halaman 1dari 9

Islamisasi Jawa: Akulturasi Islam dengan Budaya Jawa pada

Arsitektur Ukiran Masjid Jami’ Al-Istiqomah Sidoharjo


Linda Tiya Wati
Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang No.5,
Sumbersari, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65145
Email: linda.tiya.2107316@students.um.ac.id

Abstract: Islam has become a primary religion that is embraced by the current Ladonesian
community. Before Islam came to Indonesia, the community had embraced the initial belief
system and believed in the belief in the ancestors of Hindu-Budha Islam, which came to
Indonesia and spread throughout the region, including the island of Java. Islam requires Islam
to be able to integrate its teachings with culture on the island of Java. This article discusses
Islam in Java which is able to acculturate with the old age. It is an engraving. The existence of
acculturation between Islam and Javanese culture in the form of measurements can be seen in
the architectural architecture of the mosque Jami’ Al-Istiqomah Sidoharjo.
Keywords: Islam, acculturation, architecture

Abstrak: Islam menjadi agama masyoritas yang dianut oleh masyarakat Indonesia saat ini.
Sebelum Islam datang ke Indonesia, masyarakat telah menganut system kepercayaan dimulai
dari kepercayaan terhadap roh leluhur hingga agama Hindu-Budha. Islam datang ke Indonesia
dan menyebar ke seluruh wilayah termasuk Pulau Jawa. Pada proses penyebaranya, Islam
menghadapi masyarakat yang sangat memegang teguh adat dan kebudayaan, sehingga
mengharuskan Islam mampu memadukan ajaranya dengan kebudayaan di Pulau Jawa. Artikel
ini membahas tentang Islam di Jawa yang mampu berakulturasi dengan kebudayaan Jawa,yaitu
ukiran. Adanya akulturasi antara Islam dengan kebudayaan Jawa berupa ukiran dapat dilihat
pada arsitekur masjid Jami’ Al-Istiqomah Sidoharjo.
Kata kunci: Islam, Akulturasi, Arsitektur.

Indonesia merupakan negara yang beragam salah satunya ditandai dengan memiliki enam
agama sebagai agama resmi. Agama tersebut adalah Kristen, Katholik, Hindu, Budha, Islam,
dan Konghucu. Tidak ada satu pun pihak yang dapat memaksakan orang lain dalam memilih
agamanya. Hal ini sesuai dengan Pancasila butir pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Begitu juga dengan agama yang dipeluk oleh masyarakat Jawa. Di mana
masyarakat Jawa terkenal kental dengan budaya dan adat istiadat.

Linda Tiya Wati | 1


Islam masuk ke Jawa pada abad ke 11 yang kemudian dijadikan agama mayoritas bagi
masyarakat Jawa. Hal tersebut dikarenakan Islam yang pada ajaranya tidak mengenal kasta
seperti yang ada pada ajaran agama sebelumnya. Karena hal tersebut Islam mampu menarik
simpati masyarakat Jawa. Kebudayaan Jawa yang kental tidak menjadikan Islam sulit masuk
dalam kehidupan masyarakatnya. Islam yang tidak pernah memaksa berhasil memadukan
ajaranya dengan budaya Jawa. Perpaduan ini menyebabkan adanya akulturasi antara budaya
Jawa dengan Islam. Salah satu bentuk fisik yang dapat dilihat dari adanya akulurasi tersebut
adalah masjid yang terdapat ukiran pada arsitekturnya.
Masjid atau masyarakat Jawa sering menyebut dengan mesjid merupakan tempat yang
penting bagi pemeluk agama Islam. Selain sebagai tempat ibadah, masjid adalah pusat
komunitas muslim. Perayaan hari besar Islam, diskusi agama, ceramah dan belajar Al Qur’an
juga dilakukan di masjid (Hayat, 2016).
Saat ini banyak ukiran yang digunakan sebagai arsitekur bangunan masjid. Ukiran
dikerjakan pada sebuah media seperti kayu, batu, dan logam sehingga menimbulkan bentuk
cembung atau cekung dengan alat tertentu. Setiap ukiran memiliki bentuk dan makna
tersendiri. Adanya ukiran sebagai bentuk akulturasi budaya Jawa dengan agama Islam dapat
dilihat salah satunya pada masjid Jami’ Al Istiqomah Desa Sidoharjo, Kecamatan Senori,
Kabupten Tuban.
Metode

Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah studi literatur dengan
mengumpulkan data yang relevan kemudian di analisis dengan menjelaskan dalam bentuk kata-
kata yang tersusun yang diperluas sehingga diperoleh kesimpulan. Dalam analisis ini dilakukan
3 kegiatan yaitu (1) penyederhanaan kata; (2) penyalinan data dengan penyederhanaan
informasi; (3) menarik kesimpulan. Menurut Danial dan Warsiah (2009), studi literatur
merupakan penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah buku, majalah yang
berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian. Sedangkan menurut Zed (2008) studi literatur
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara melakukan kajian
kepustakaan yang berkaitan dengan membaca, mencatat, dan metode pengumpulan data
pustaka serta megolah bahan penelitian.

Linda Tiya Wati | 2


Islam di Indonesia
Masuknya Islam di Indonesia memiliki banyak teori yang berbeda. Teori yang muncul
membahas tentang kapan dan dibawa oleh siapa Islam masuk ke Indonesia. Keberagaman teori
yang ada muncul akibat dari pemikiran para ahli sejarah. Pemikiran tidak hanya berasal dari
sejarawan Indonesia, namun juga berasal dari sejarawan luar negeri. Para sejarawan memiliki
alasan yang kuat dan telah melewati berbagai pertimbangan dalam memunculkan sebuah teori
yang membahas tentang Islam di Indonesia. Terdapat lima teori yang muncul dan masing-
masing memiliki alasan serta bukti mengenai masuknya Islam di Indonesia.
1. Teori Gujarat
Islam masuk ke Indonesia berasal dari India. Teori ini pertama kali berasal dari
professor melayu di Universitas Leiden, Belanda (Bintoro, 2020). Profesor tersebut
bernama Pijnapple. Menurut Pijnapple Islam datang dari Pantai Barat, tepatnya daerah
Gujarat dn Malebar. Selain itu J. P. Moquette juga berkesimpulan bahwa Islam masuk
ke Indonesia berasal dari Gujarat berdasarkan pengamatan yang Dia lakukan.
Pengamatan Moqquete dilakukan pada batu nisan di Pasai yang terdapat tulisan 17
Dhulhijah 831 H serta batu nisan pada makam Maulana Malik Ibrahim yang memiliki
kesamaan dengan batu nisan di Cambay, Gujarat India.
2. Teori Persia
Teori ini menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia di bawa oleh orang-orang dari
Persia. Di Indonesia teori Persia dibangun oleh P.A. Hoesin Djajaningrat (Dalimunthe,
2016). Teori ini didasarkan pada kebudayaan yang ada pada masyarakat Indonesia
memiliki kesamaan dengan kebudayaan di Persia. Kebudayaan tersebut dapat dilihat
antara lain pada peringatan 10 Muharram atau Asyura.
3. Teori Arab
Teori Arab menyatakan bahwa Islam berasal langsung dari Arab. Teori ini pertama
dikemukakan oleh Crawfurd (Binarto, 2020). Pernyataan ini didukung oleh ulama
terkenal Indonesia, Hamka dalam bukunya yang berjudul Sejarah Umat Islam Jilid IV
menyatakan bahwa Islam masuk dan berkembang di Indonesia pada abad ke-7 M yang
dibuktikan dengan adanya permukiman Arab di Pantai Barat Sumatera pada zaman
Kerajaan Sriwijaya, Hamka menyatakan bahwa Ia mendasarkan pandanganya pada
peranan bangsa Arab dalam proses masuknya Islam di Indonesia (Dalimunthe, 2016).

4. Berita Eropa

Linda Tiya Wati | 3


Berita dari Eropa didasarkan pada keterangan Marcopolo pda tahun 1292 M. Ketika
Marcopolo menuju Eropa setelah perjalanan dari China melalui jalan laut, Ia singgah di
Sumatera bagian utara. Saat itu Ia menyaksikan pendududuk Perlak di ujung utara
Pantai Sumatera memeluk agama Islam. Teori ini didukung oleh C. Snouch
Hugrongo,W. F. Struttercheim, Bernard H.M.(Permana, 2020).
5. Teori China
Dalam tulisan Ma Huan yang merupakan penulis pengikut perjalanan Laksaman Ceng
ho, menyatakan bahwa kira-kira tahun 1.400 M sudah ada saudagar-saudagar Islam
yang tinggal di Pantai Utara.
Dalam prosesnya Islam diIndonesia menyebar pada masyarakat Indonesia
dilakukan dalam berbagai saluran secara pelan-pelan dan damai. Menurut
Tjandrasasmita (2009), Islam di Indonesia dalam proses penyebaranya melalui enam
cara. Enam cara tersebut adalah melalui saluran saluran perdagangan, pernikahan,
tashawuf, Pendidikan, politik, dan yang paling banyak terjadi adalah melalui saluran
kesenian.

Islamisasi Jawa
Jika merujuk pada penemuan makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik Jawa
Timur, di mana dalam makam tersebut terdapat nisan yang bertuliskan tahun 475 H atau 1082
M. Sehingga dapat disimpullkan bahwa islamisasi di Jawa dimulai pada abad ke 11 M. Islam di
Jawa di bawa oleh para wali yang disebut dengan Wali Songo. Dalam penyebaranya walisongo
menggunakan berbagai metode untuk dapat beradaptasi dengan masyarakat Jawa yang sangat
erat dengan kebudayaan. Metode tersebut dilakukan dalam bentuk pernikahan, perdagangan,
politik, dan pendekatan budaya. Islam mudah diterima oleh masyarakat Jawa karena ajaranya
yang tidak mengenal kasta. Selain itu dalam penyampaian dakwah Islam para walisongo
menggunakan berbagai strategi, yaitu pengaruh sufisme, Pendidikan, dan Seni Budaya.
Pengaruh sufisme pada penyebaran Islam dapat dilihat dari banyaknya karya sastra
sufistik berbentuk tembang, hikayat, dan kidung. Sedangkan dalam pendidikan para Wali
Songo banyak mendirikan pesantren dan masjid sebagai pusat penyebaran Islam.
Dalam penyampainya yang menggunakan pendekatan seni budaya, Islam banyak
beradaptasi dengan kebudayaan Jawa. Hasil dari adaptasi inilah yang kemudian melahirkan
adanya percampuran kedua kebudayaan. Percampuran ini tidak menghilangkan ciri khas dari
Islam maupun dari kebudayaan Jawa. Agama Islam di Jawa memiliki karakter dan ekspresi

Linda Tiya Wati | 4


keberagaman yang unik dikarenakan penyebarannya yang lebih dominan mengambil bentuk
akulturasi baik yang bersifat menyerap maupun dialogis (Sambulah, 2012).
Dalam menghadapi budaya asing yang datang, masyarakat jawa mengedepankan sikap
toleransi. Masyarakat Jawa memiliki kecakapan kultural dalam beradaptasi. Masyarakat Jawa
memiliki sikap mental yang berbasis pada moralitas harmonisasi kehidupan (Bakri, 2014).
Selain itu masyarakat Jawa juga memiliki karakter yang adaptif dan kompromis. Hal ini
dibuktikan ketika menanggapi masuknya Islam di Jawa. Ditambah lagi dengan Islam yang
ajaranya tidak mengenal Kasta dan paksaan, sehingga akulturasi Islam dalam kebudayaan Jawa
memperoleh tempat yang luas.
Adanya hubungan akulturasi antara Islam dengan kebudayaan Jawa tetap berlangsung
hingga dewasa kini. Pada era globalisasi banyak muncul gerakan yang ingin melakukan
purifikasi Islam dalam kebudayaan Jawa, tetapi kebudayaan Islam Jawa yang sudah terbentuk
tetap eksis. Bahkan tradisi Islam Jawa telah menjadi identitas dan semakin berkembang.

Arsitektur Ukiran Masjid Jami’Al-Istiqomah dengan akulturasi budaya Islam Jawa

Masuknya Islam ke Jawa yang masyarakatnya kental akan kebudayaan, mengharuskan


adanya keterpaduan antara keduanya, hal ini yang kemudian melahirkan akulturasi kebudayaan
antara Islam dan budaya Jawa. Akulturasi timbul akibat perpaduan antara kebudayaan asing
dengan kebudayaan asing yang muncul tanpa menhilangkan kebudayaan lama
(Koenjaraningrat, 1990:202). Akulturasi tersebut kemudian mengakibatkan adanya budaya
yang lahir dari adanya perpaduan antara Islam dan Jawa. Bentuk akulturasi ini dapat dilihat
salah satunya dengan adanya masjid yang dalam arsitektur bangunanya terdapat ornamen-
ornamen budaya Jawa seperti ukiran. Ukiran sendiri selain memiliki fungsi keindahan juga
memiliki fungsi praktis. Selain itu bentuk ukiran yang dianggap unik serta dapat dikreasikan
dalam berbagai bentuk serta motif termasuk kaligrafi. Hal ini yang menjadikan ukiran banyak
digunakan dalam arsitektur masjid.
Penggunaan ukiran pada masjid sebagai akibat adanya akulturasi Islam dengan Jawa dapat
salah satunya pada arsitektur Masjid Jami’ Al Istiqomah Sidohrjo. Dalam arsitekturnya ukiran
dimanfaatkan fungsi praktis sebagai sekat pemisah antar jamaah serta dijadikan sebagai hiasan
yang memiliki makna sesuai dengan karakter masyarakat Sidoharjo. Motif yang digunakan
mayoritas diambil dari motif jepara berupa siliran, yaitu dari bentuk tumbuhan yang menjalar
memiliki daun pokok dan daun induk berbentuk relung. Tangkai relungnya melingkar,
bercabang, dan sambung menyambung. Sendangkan disetiap ujung relungnya berbentuk

Linda Tiya Wati | 5


jumbai daun krawing yang dilengkapi dengan buah kecil bulat. Meskipun memiliki motif yang
sama yaitu motif dari Jepara, ukiran yang digunakan memiliki desain yang berebeda disetiap
penempatan ukiran. Terdapat empat titik penempatan ukiran pada masjid Jami’Al Istiqomah
yang masing-masing memiliki fungsi berebeda.
1. Pada Sekat Ruang Depan dan Ruang Imam

Gambar 1. Ukiran pada sekat ruang depan dan ruang imam


(sumber: Wati, 2021)

Penempatan ukiran yang pertama berada antara ruang depan yang digunakan untuk
jemaah perempuan dan ruang imam yang digunakan untuk jemaah laki-laki. Ukiran tersebut
memiliki motif Jepara dengan desain daun trubus tanpa buah dan bunga. Daun trubus tidak
berebentuk bongkok namun tetap merelung-relung dan disetiap ujung relunganya terdapat daun
yang bergerombol.

2. Pada Mihrab Imam

Linda Tiya Wati | 6


Gambar 2. Ukiran pada mihrab Imam masjid Jami’ Al Iatiqomah
(sumber: Wati, 2021)

Berbeda dengan motif ukiran yang digunakan pada sekat ruang depan dengan ruang
imam, mihrabnya masjid Jami’ Al Isiqomah didominasi dengan ukiran berebentuk kaligrafi. Di
mana desain paling atas terdapat sembilan bintang. Pada bagian bawah terdapat ukiran lagi
dengan motif Jepara yang desainya sama dengan desain yang digunakan pada sekat ruang
pertama. Desain kaligrafi diambil dari beberapa ayat Al Qur’an yang masing-masing memiliki
makna.

3. Pada Mimbar

Gambar 3. Ukiran pada Mimbar masjid Jami’ Al Istiqomah


(sumber: Wati, 2021)

Linda Tiya Wati | 7


Mimbar pada masjid Jami’ Al Istiqomah berebentuk miniatur gazebo yang pada
atapnya menggunakan desain seperti rumah joglo. Motif Jepara juga digunakan pada mimbar,
namun dengan desain yang berebeda. Desain yang digunakan yaitu motif bunga dengan daun
yang merelung serta di bawahnya terdapat desain motif padi. Pada ujung relung terdapat ukiran
yang menyerupai ukiran motif Pajajaran. Selain motif Jepara, pada mimbar juga terdapat
ukiran dengan desain kaligrafi

4. Sekat Samping Jama’ah Perempuan dengan Laki-laki

Gambar 4. Ukiran pada sekat samping masjid


(sumber: Wati, 2021)

Motif Jepara juga digunakan dalam desain sekat samping antara jama’ah laki-laki
dengan perempuan. Desain yang digunakan yaitu motif Jepara dengan desain buah dan bunga
anggur yang disusun bergerombol serta dengan relung yang dikelilingi daun. Motif
menggambarkan tumbuhan yang ditanam dalam pot.

Kesimpulan
Terdapat banyak teori dalam menyatakan siapa dan kapan masuknya Islam ke
Indonesia. Banyak teori yang muncul akibat dari pemikran para ahli sejarah. Bukan hanya dari
Indonesia namun juga dari luar negeri. Dalam penyebaranya Islam melalui banyak saluran,
salah satunya adalah kesenian. Saluran kesenian tersebut yang berperan besar dalam proses

Linda Tiya Wati | 8


islamisasi di Jawa. Akibat dari masuknya agama islam pada masyarakat Jawa mengharuskan
Islam mampu beradaptasi dengan kebudayaan jawa yang kental. Adanya akulturasi antara
Islam dengan kebudayaan Jawa melahirkan banyak kebudayaan baru pada masyarakatnya.
Kebudayaan tersebut dapat berupa fisik maupun adat istiadat. Salah satu bentuk fisik dari
adanya akulturasi tersebut dapat dilihat dari adanya ukiran pada bangunan masjid. Masjid Jami’
Al-Istiqomah Desa Sidoharjo merupakan contoh nyata dari akulturasi islam dengan
kebudayaan Jawa, yaitu seni ukir. Seni ukiran pada masjid Jami’ Al Istiqomah Desa Sidoharjo
menggunakan motif yang mayoritas merupakan motif Jepara berupa desain tumbuhan. Namun
selain tumbuhan motif ukiran juga berebentuk kaligrafi. Ukiran ditempatkan pada tempat yang
berbeda dan memiliki fungsi yang berbeda pula.

Daftar Rujukan

Annum Dalimunthe,L. 2016. Kajian Proses Islamisasi di Indoesia. Jurnal Studi Agama dan
Masyarakat, 12(1),115-125
Baiti,R. 2014. Teori Proses Islamisasi di Indonesia. Wardah, 15(2), 133-145
Bakri, S. 2014. Kebudayaan Islam Bercorak Jawa (Adaptasi Islam dalam kebudayaan Jawa).
Jornal of Islamic student, 12(12), 33-39.
Bintoro. 2020. Teori dan Proses Islamisasi di Indonesia. Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri,
3(1), 287-301.
Danial, E. & Warsiah. 2009. Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Laboratorium Pendidikan
Kewarganegaraan.
Hayat, R.2016. Studi Tentang bentuk dan Makna Motif Ukiran pada Masjid Asasi di Kota
Padang Panjang. SERUPA: The Journal of Art Education, 4(2), 1-17.
Koentjaraningrat.1990. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Setiawan, A. & Sulaiman, A.M. 2017. Pengembangan Desain Motif Ukir untuk Aktualisasi
Identias Jepara sebagai Kota Ukir. Andharupa, Jurnal Desain Komunikasi visual &
Multimedia, 3(1), 31-48
Zed. M. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor

Linda Tiya Wati | 9

Anda mungkin juga menyukai