Islam Di Indonesia
Strategi Dakwah Islam Di Indonesia
Perkembangan Organisasi Organisasi Islam Di Indonesia
Manfaat Mempelajari Sejarah Perkembangan Islam Di Indonesia
Islam Di Indonesia
Perkawinan
Dari aspek ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial ekonomi yang
lebih baik daripada kebanyakan penduduk pribumi. Hal ini menyebabkan banyak
penduduk pribumi, terutama para wanita, yang tertarik untuk menjadi isteri-isteri
para saudagar muslim. Hanya saja ada ketentuan hukum Islam, bahwa para wanita
yang akan dinikahi harus diislamkan terlebih dahulu. Para wanita dan keluarga
mereka tidak merasa keberatan, karena proses pengislaman hanya dengan
mengucapkan dua kalimah syahadat, tanpa upacara atau ritual rumit lainnya.
Pendidikan
Proses Islamisasi di Indonesia juga dilakukan melalui media pendidikan. Para
ulama banyak yang mendirikan lembaga pendidikan Islam, berupa pesantren.
Pada lembaga inilah, para ulama memberikan pengajaran ilmu keislaman
melalui berbagai pendekatan sampai kemudian para santri mampu menyerap
pengetahuan keagamaan dengan baik.
Tasawuf
Jalur lain yang juga tidak kalah pentingnya dalam proses Islamisasi di
Indonesia adalah tasawuf. Salah satu sifat khas dari ajaran ini adalah
akomodasi terhadap budaya lokal, sehingga menyebabkan banyak masyarakat
Indonesia yang tertarik menerima ajaran tersebut. Pada umumnya, para
pengajar tasawuf atau para sufi adalah guru-guru pengembara, Mereka mahir
dalam hal magis, dan memiliki kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka
ada juga yang menikahi anak-anak perempuan para bangsawan setempat.
Kesenian
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah melalui
pertunjukkan wayang. Seperti diketahui bahwa Sunan Kalijaga adalah tokoh
yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta
upah materi dalam setiap pertunjukan yang dilakukannya. Selain wayang,
media yang dipergunakan dalam penyebaran Islam di Indonesia adalah seni
bangunan, seni pahat atau seni ukir, seni tari, seni musik dan seni sastra.
Politik
Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah
rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu
tersebarnya Islam di wilayah ini. Jalur politik juga ditempuh ketika kerajaan
Islam menaklukkan kerajaan non Islam, baik di Sumatera, Jawa, maupun
Indonesia bagian Timur.
Perkembangan Organisasi Organisasi Islam
Jamiat Khair
Organisasi ini didirikan di Jakarta oleh masyarakat Arab Indonesia padatanggal 17
Juli 1905. Di antara pendirinya adalah Sayid Muhammad Al-Fachir bin Syihab, Sayid
Idrus bin Ahmad bin Syihab, dan Sayid Sjehan bin Syihab. Semuanya termasuk
golongan sayyid, yaitu kaum ningrat atau bangsawan Arab.Ada dua program yang
diperhatikan Jamiat Khair, mendirikan dan membina sekolah dasar, serta
menyeleksi dan mengirim para pelajar untuk mengikuti pendidikan di Turki.
Jamiat Khair tidak hanya menerima murid keturunan Arab, tetapi juga untuk
umum.
Al-Irsyad
Organisasi sosial ini didirikan oleh kaum pedagang Arab di Jakarta. Al-Irsyad
memusatkan perhatiannya pada bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah
dan perpustakaan. Sekolah Al-Irsyad banyak jenisnya. Ada sekolah tingkat dasar,
sekolah guru dan program takhassus memperdalam agama dan bahasa asing.
Cabang-cabang Al- Irsyad di Cirebon, Pekalongan, Bumiayu, Tegal, Surabaya, dan
Lawang.
Persyarikatan Ulama
Organisasi sosial kemasyarakatan ini semula bernama Hayatul Qulub, didirikan di
Majalengka, Jawa Barat, oleh K.H. Abdul Halim pada tahun 1911. Kiai Halim
adalah alumni Timur Tengah. Ia menyerap ideide pembaruan yang dihembuskan
oleh Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani, dua tokoh pembaruan di
Mesir. Sejak 1917 namanya diubah menjadi Persyarikatan Ulama. Persyarikatan
Ulama memiliki ciri khas, mempertahankan tradisi bermazhab dalam fiqih;
tetapi menerapkan cara-cara modern dalam pendidikan. Pada tahun 1952
Persyarikatan Ulama diubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) setelah
difusikan dengan Al-Ittihad al- Islamiyah (AII) atau persatuan Islam. AII didirikan
dan dipimpin oleh K.H. Ahmad Sanusi yang berpusat di Sukabumi, Jawa Barat.
Nahdatul Ulama
Dikalangan pesantren dalam merespon kebangkitan nasional, membentuk
organisasi pergerakan, seperti Nahdatul Wa an (Kebangkitan Tanah Air) pada
1916. Kemudian pada tahun 1918 mendirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga
dengan Nahdatul Fikri (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan
sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari Nahdatul Fikri kemudian
mendirikan Nahdatul Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat ini
dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Perkembangan
selanjutnya, untuk membentuk organisasi yang lebih besar dan lebih
sistematis, serta mengantisipasi perkembangan zaman, maka setelah
berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk
membentuk organisasi yang bernama Nahdatul Ulama (Kebangkitan Ulama).
Nahdatul Ulama didirikan pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi
ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar. Untuk menegaskan
prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy’ari merumuskan kitab Qānμn
Asāsi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqād Ahlussunnah
Wal Jamā’ah. Kedua kitab tersebut kemudian diimplementasikan dalam
khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam
berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
Muhamaddiyah
Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 oleh K.H.
Ahmad Dahlan. Kegiatan Muhammadiyah dipusatkan dalam bidang pendidikan,
dakwah dan amal sosial. Muhammadiyah mendirikan berbagai sekolah Islam ala
Belanda, baik dalam satuan pendidikan, jenjang maupun kurikulumnya.
Muhammadiyah pun menerima subsidi dari pemerintah Belanda. 202 Kelas XII
SMA/MA/SMK/MAK Organisasi ini sangat menekankan keseimbangan antara
pendidikan agama dan pendidikan umum, serta pendidikan keterampilan. Para
alumni lembaga pendidikan Muhammadiyah diharapkan memiliki aqidah Islam
yang kuat, sekaligus memiliki keahlian untuk hidup di zaman modern.