PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah masuknya Islam ke wilayah Nusantara sudah berlangsung
demikian lama, sebagian berpendapat bahwa Islam masuk pada abad ke-7 M
yang datang lansung dari Arab. Pendapat lain mengatakan bahwa Islam
masuk pada abad ke-13, dan ada juga yang berpendapat bahwa Islam masuk
pada sekitar abad ke 9 M atau 11 M . Perbedaan pendapat tersebut dari
pendekatan historis semuanya benar, hal tersebut didasar bukti-bukti sejarah
serta peneltian para sejarawan yang menggunakan pendekatan dan
metodenya masing-masing.
Berdasarakan beberapa buku dan keterangan sumber referensi sejarah,
bahwa Islam mulai berkembang di Nusantara sekitar abad 13 M. Hal tersebut
tak lepas dari peran tokoh serta ulama yang hidup pada saat itu, dan diantara
tokoh yang sangat berjasa dalam proses Islamisasi di Nusantara terutama di
tanah Jawa adalah “ Walisongo”. Peran Walisongo dalam proses Islamisasi di
tanah Jawa sangat besar. Tokoh Walisongo yang begitu dekat dikalangan
masyarakat muslim kultural Jawa sangat mereka hormati. Hal ini karena
ajaran-ajaran dan dakwahnya yang unik serta sosoknya yang menjadi teladan
serta ramah terhadap masyarakat Jawa sehingga dengan mudah Islam
menyebar ke seluruh wilayah Nusantara
Walisongo adalah sekelompok manusia pilihan Allah swt untuk
menyebarkan agama islam dan memberi petunjuk kepada umatnya ke jalan
yang benar. Walisongo menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa yang terbagi
dari Surabaya-Gresik-Lamongan JawaTimur, Demak-Kudus-Muria di Jawa
Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. Keberhasilan Islamisasi Jawa merupakan
hasil perjuangan dan kerja keras Walisongo. Proses Islamisasi berjalan
dengan damai, baik politik maupun kultural, meskipun terdapat konflik
itupun sangat kecil sehingga tidak mengesankan sebagai perang maupun
kekerasan ataupun pemaksaan budaya. Penduduk Jawa menganut dengan
suka rela. Walisongo menerapkan metode dakwah yang lentur atau baik
sehingga dapat diterima baik oleh masyarakat jawa. Kehadiran para Wali
ditengah-tengah Pulau Jawa tidak dianggap sebagai ancaman. Para Wali ini
menyebarkan agama Islam dengan menggunakan pendekatan budaya dengan
cara akuluturasi seni budaya lokal yang dikemas dengan Islam seperti
wayang, tembang jawa, gamelan , upacara-upacara adat yang digabungkan
dengan Islam dan dengan kepiawaan para Wali menggunakan unsur-unsur
lama (Hindu-Buddha) sebagai media dakwah mereka dan sedikir demi sedikit
mereka memasukan nilai-nilai ajaran agama islam kedalam unsur dan bisa
juga disebut metode ini metode sinkretisme yang berarti pencampuradukan
sebagai unsur aliran atau paham sehingga yang bentuk abstrak yang berbeda
membentuk keserasiaan. Walisongo merupakan simbol penyebaran agama
Islam di Indonesia khususnya Pulau Jawa. Pada masa era itu didominasinya
agama Hindu Buddha dan budaya Nusantara dan kemudian yang digantikan
dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran islam di
Indonesia khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh yang lain juga berperan.
Namun peranan sangat besar yang mereka mainkan hanya tidak hanya dalam
kontek sejarah pendirian Islam di Jawa ,juga pengaruhnya begitu besar dalam
pembentukannya kebudayan masyarakat Pemikiran dan gerakan yang
dilakuakn oleh para Wali dalam pengembangan dakwah Islam secara
langsung, membuat para “Sembilan Wali” ini disebut dibanding yang lain.
Dalam kata lain, masing-masing tokoh peranan yang unik dalam penyebaran
agama Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Dengan cara apa para Walisongo menyebarkan agama Islam ?
2. Bagaimana peranan Walisongo dalam penyebaran agama Islam ?
3. Strategi apa yang dilakukan para Walisongo dalam menyebarkan Islam
sampai
Nusantara ?
C. Tujuan
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai proses perkembangan islam di
Indonesia bagi para pembaca. Disamping itu, makalah ini juga bertujuan untuk
memberikan informasi kepada para pembaca bahwa kami menjelaskan sejarah
perkembangan islam dan perkembangan pada masa yang akan datangnya.
Tujuan utama dari penulisan makalah ini adalah untuk menganalisis risalah
dakwah walisongo mulai dari titik awal penyebaran hingga perkembangannya
dalam proses Islamisasi di tanah Jawa dan sekitarnya, menjelaskan hubungan
antara Walisongo dengan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, khusunya
kerajaan Islam di Jawa dan sekitarnya serta peninggalan-peninggalan
Walisongo yang pengaruhnya sangat melekat dikalangan masyarakat Jawa.
Tujuan khususnya yaitu untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester (UTS)
Ganjil pada mata kuliah Sejarah Perkembangan Islam Indonesia (SPPI)
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN WALI SONGO
Walisongo berasal dari dua kata yaitu “Wali” dan “Songo”. Perkataan “Wali” sendiri
berasal dari bahasa Arab yaitu “Walaa” atau “Waliya” yang mengandung arti “Qaraba”
yaitu dekat, yang berperan melanjutkan misi kenabian (Nasution, 1992; Saksono,
1995)[2]. Hal ini sesuai dengan kiprah dakwah para wali sebagai ulama yang dekat
dengan Allah SWT dalam menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa. Sedangkan
pengertian kata “Wali” menurut Al-Qur’an dipakai dengan pengertian “kerabat, teman
atau pelindung”, hal ini dapat kita lihat terjemahan Q.S Al-Baqarah : 257 yang
menjelaskan: “Allah pelindung (waliyu) orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan
mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang kafir,
pelidung-pelindung (auliya) mereka ialah syetan, yang mengeluarkan mereka dari
cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka
kekal didalamnya.”.
Sementara kata “Songo” berasal dari bahasa Jawa yang berarti “Sembilan”. Beberapa
versi mengatakan bahwa kata Songo berasal dari kata “Sana” yang berarti “tempat”,
Ada juga yang berpendapat kata “Songo” berasal dari kata “Tsana” yang berati “Mulia” .
Belum ada penjelasan yang pasti mengenani pengertian kata “Songo” ini, namun
berdasarkan pendapat dan teori-teori umum perkataan “Songo” atau “Sanga” berasal
dari bahasa jawa yang berarti “ Sembilan”, yaitu sembilan Wali yang terkenal sebagai
pejuang agama islam di Tanah Jawa.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat kita pahami bahwa “Walisongo” adalah sembilan
intelektual yang menjadi tokoh terpenting dalam gerakan pembaharuan di Tanah Jawa .
Hal ini dapat kita lihat dari pengaruh ajaran para wali yang terasa dalam berbagai
bentuk kehidupan masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam,
perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga sistem pemerintahan di
Pulau Jawa.
B. Asal-usul Walisongo
Ada beberapa teori yang membahas masuknya Islam ke Pulau Jawa, sebagian
berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Pulau Jawa sekitar abad 9 M, sebagian lain
menyebutkan pada abad ke-14, dan ada juga yang berpendapat bahwa agama Islam
masuk ke Pulau Jawa sekitar abad ke-15. Islam masuk pada abad ke-9 berdasarkan
inskrpsi di Leran Gresik yang berupa batu nisan makam Fatimah binti Maimun, dalam
nisan tertulis wafat pada tahun 1082 M. pendapat ini mendapat sanggahan beberapa
sejarawan diantaranya Ricklefs yang meyakini bahwa batu nisan tersebut bukanlah asli
dari Pulau Jawa, melainkan dari luar Pulau Jawa. Pendapat kedua mengatakan bahwa
agama Islam masuk ke Pulau Jawa sejak abad ke-14, hal ini berdasarkan bukti sejarah
berupa batu nisan di Trowulan. Dalam batu nisan tersebut tertera angka tahun 1368
yang menginidiksikan bahwa pada tahun tersebut sudah ada orang Jawa dikalangan
kerajaan yang telah memeluk agama Islam. Pendapat ketiga mengatakan bahwa Islam
sudah berada di Pulau Jawa sekitar abad ke-15. Hal ini didasarkan pada makam
Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M. Sumber lain menyebutkan
bahwa beliau ini berasal dari Persia, sebagian mnyebutkan berasal dari Arab Mesir, dan
ada pula yang menyebutkan berasal dari Cina (Champa). Diantara beberapa pendapat
tersebut, yang terakhir lebih diterima dikalangan masyarakat luas.
Maulana Malik Ibrahim merupakan sesepuh Walisongo yang menjadi cikal bakal
lahirnya para Walisongo yang lain. mengenai beliau ini, ada perselisihan pendapat
tentang asal keturunan beliau. Ada yang berpendapat bahwa beliau berasal dari Arab
Mesir, hal ini didasarkan gelar “Al-Malik” yang sesuai dengan nama gelar raja-raja di
Mesir saat itu selain itu bukti yang paling nyata adalah bahwa sebagian besar rakyat
Indonesia menganut Madzhab Syafi’i, salah satu Madzhab yang menjadi mayoritas
dikalangan rakyat Mesir. Teori ini didukung oleh Hamka . Teori kedua mnyebutkan
bahwa Maulana Malik Ibrahim berasal Gujarat (India). Pandangan ini di kemukakan
oleh Snouck Hurgonje. Menurutnya Sumatra dan Jawa mengenal Islam lewat jalur
perdagangan India-Nusantara. Pandangan ini didukung kenyataan bahwa batu nisan
Maulana Malik Ibrahim berasal dari Gujarat. John F.Cady mendukung teori ini dalam
bukunya yang berjudul “South East Asia, In Historcal Background”.[4] Teori ketiga
mengatakan bahwa Islam masuk ke Pulau Jawa melalui Kamboja, hal ini didasarkan
pandangan bahwa adanya hubungan antara Kerajaan Nusantara dengan Kerajaan
Champa di Kamboja. beberapa babad yang ada menyebutkan bahwa Maulana Malik
Ibrahim sebelum ke Nusantara beliau telah terlebih dahulu mengislamkan Raja
Champa, kemudian diikuti oleh seluruh rakyat dikerajaan, bahkan Maulana Malik sendiri
menikah dengan salah satu putri raja Champa, yang masih saudara dengan ratu
Darawati yang merupakan istri raja Prabu Brawijaya. Teori keempat mengatakan bahwa
Islam masuk ke Pulau Jawa berasal dari Cina, hal ini didasarkan pada Babad Tanah
Jawi dan Serat Kandha yang mengatakan bahwa Raden Patah merupakan anak dari
Putri Cina. Pandangan didasarkan pula cerita rakyat Jawa Timur. Teori ini sesuai
dengan Naskah Melayu dan Hikayat Hasanudin yang menjelaskan bahwa penyiar
agama Islam diwilayah Nusantara adalah orang Cina. Mengenai pendapat yang ketiga
ini, Prof. Dr. Slamet Mulayana mendukungnya, dalam bukunya dikatakan bahwa Bong
Swi Hoo merupakan nama lain dari Sunan Ngampel[5], ia adalah menantu dari Gang
Eng Cu yang merupakan kapten Cina di tuban, kapten tersebut diutus untuk melayani
kepentingan orang-orang Tionghoa di Jawa, dapat disimpulkan bahwa kapten tersebut
merupakan Arya Teja yang mendapat Gelar Arya Damar dari Rani Suhita raja
Majapahit pengganti Hyang Wisesa (Wikramawardhana). Sementara putri Gang Eng
Cu sendiri yang dinikahkan dengan Sunan Ngampel bernama Ni Gede Manila.
Pendapat ini didasarkan pada perbandingan Babad Tanah Jawi/Serat Kanda dengan
berita yang ada di Klenteng Sam Po Kong di Semarang. Lebih jauh Slamet Mulyana
menyebutkan beberapa nama Wali yang merupakan keturunan Cina peranakan
diantaranya, Dja Tik Su (Ja’far Sadik, Gelar Sunan Kudus, Bong-ang (Sunan Bonang),
dan Gang Si Cang (Raden Said, gelar Sunan Kalijaga)[6].
Berdasarkan penjelasan uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa asal-usul Islam di
Pulau Jawa merupakan para guru sufi yang dalam perjalanannya ke Nusantara melalui
jalur perdagangan sutra atau jalur Samudra Hindia. Di kawasan Timur-Tengah mereka
menempuh perjalanan menuju Kanton dan dari sinilah mereka menempuh perjalanan
menuju Champa yang selanjutnya ke Nusantara[7]. Semua teori yang ada kita anggap
benar, mengingat penyebaran Islam pada saat itu melalui jalur perdagangan yang pada
beberapa wilayah mereka singgah dibeberapa pelabuhan yang ada di Nusantara
E. Peninggalan Walisongo
1. Kesenian
Dalam bidang kesenian, para wali banyak sekali menciptakan tembang-tembang musik
tradisional, gamelan, wayang dan lain-lain. Semuanya dipergunakan untuk sarana
dakwah Islamiyah, karena dengan cara demikian dianggap paling efektif mengundang
banyak orang sehingga masyarakat tertarik untuk memeluk agama Islam. Para wali
banyak mengakulturasikan budaya dan adat masyarakat sekitar dengan syariat Islam.
Namun diantara wali songo ada yang kurang setuju terhadap cara dakwah yang
demikian. Meskipun berbeda pendapat mereka tidak saling berselisih, karena setiap
wali mempunyai cara masing-masing dalm berdakwah.
Ada bebarapa wali yang terkenal dalam menciptakan karya seni sebagai media untuk
berdakwah, diantaranya Sunan Bonang merupakan wali yang terkenal dengan
dakwahnya lewat alat musik Bonang, wayang, serta tembang Macapat. Salah satu
syairnya yang terkenal hinnga sekarang adalah syi’iran tombo ati, syair tersebut berarti
syair obat hati yang terdiri dari lima perkara, yaitu membaca Al-Quran dan memahami
maknanya, Qiyamullail, berkumpul dengan orang yang Shaleh, banyak berpuasa, dan
dzikir malam. Sunan Drajad terkenal dengan pencipta tembang Pangkur. Raden Paku
atau Sunan Giri terkenal sebagai pencipta tembang Pocung, Asmarandana, serta
pencipta permainan Jetungan, Jamuran, Gulag ganti dan Cublak-cublak suweng.
Sunan Kudus terkenal dengan tembangnya yang bernama Maksumambang dan Mijil.
Sunan Muria terkenal dengan tembang Sinom dan Kinanti . dan diantara para wali yang
paling banyak menciptakan karya seni adalah Sunan Kalijaga, beliau merupakan
seorang buadayawan yang sangat tersohor di Masyarakat jawa. Karyanya yang
terkenal adalah Gamelan Nagawilaga, Gamelan Guntur Madu, Gamelan Nyai Sekati,
Gamelan Kyai Sekati, Tembang Dhandhanggula, kain batik motif Garuda, Baju Takwa ,
serta dalang dalam cerita-cerita Wayang Beber dan Wayang Kulit.
Peninggalan yang lain yang tak kalah menarik adalah situs Kewalian Giri Kedhaton di
Gresik situs ini dulunya diyakini sebagai Pesantren Sunan Giri yang berjarak satu
kilometer dari makam Sunan Giri. Dalam situs itu terdapat Langgar atau Musola
berukuran 5×6 m. Dahulu Pesantren Giri terkenal luas ke seluruh Nusantara, bahkan
dijadikan sebagai pusat penyebaran Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Alumni
pondok pesantren ini tersebar baik di Nusantara maupun di luar negeri, termasuk Cina,
Mesir, Arab, bahkan sampai Eropa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Walisongo menyebarkan agama Islam dipulau Jawa, yaitu dengan proses
perdagangan, berdakwah serta usaha-usaha yang dilakukan oleh para
Walisongo untuk memperluas agama Islam. Walisongo JUGA banyak berperan
dalam proses Islamisasi di Nusantara, khususnya di Pulau Jawa. Gerakan dakwah
yang kultural serta sikapnya yang mampu membaur dengan masyarakat dan
mengakulturasikan antara budaya pribumi dengan ajaran dan Syariat Islam membuat
kiprah dakwah mereka berhasil. Metode dakwah Walisongo secara umum bersifat
kultural dipandang sangat cocok dengan kondisi masyarakat saat itu. Sebagian besar
masyarakat pribumi saat itu masih menganut ajaran Hindu-Budha yang juga sebagai
ajaran resmi dianut Kerajaan Majapahit.
Dari aspek politis, banyak sekali peran Walisongo dalam pembentukan kerajaan-
kerajaan Islam di Nusantara, khususnya di Pulau Jawa. Diantaranya , pada masa
kekuasaan Demak, Walisongo berperan sebagai ulama yang menyebarkan agama
Islam, pembina masyarakat dalam bidang sosial dan agama, serta sebagai penasehat
para raja. Runtuhnya Kerajaan Majapahit, serta berdirinya Kerajaan Demak, Pajang,
dan Mataram, Walisongo memiliki hubungan yang mendalam dengan keempatnya.
Meskipun mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain
mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-
murid. Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad
16. Daerah penyebaran utamanya yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur,
Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Banten, Sunda Kelapa dan Cirebon di Jawa
Barat.