PENDAHULUAN
Membahas tentang Islam di nusantara, terkhusus di jawa, maka tidak akan pernah
lepas dengan nama “Wali Songo”. Karena dengan syariat merekalah Islam tersebar dan
meluas menjadi agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat di pulau jawa. Dari mereka
juga lahir para wali, ulama dan mubaligh yang menyebarkan Islam ke wilayah nusantara
lainnya, sehingga sampai sekarang agama Islam menjadi mayoritas yang dianut oleh
penduduk Indonesia.
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa
pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu
Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan
Cirebon di Jawa Barat.
Pada waktu itu, Masyarakat pulau Jawa mayoritas beragama Hindu dan Budha,
dengan syariat perjuangan para wali, berbondong-bondong masuk Islam. uniknya, dalam
proses perubahan besar ini nyaris tidak ada setetespun darah tertumpah. Semua berjalan
dengan damai dan penuh kasih sayang. Tanpa paksaan sedikit- pun proses Islamisasi
berjalan dengan mulus. Ini berbeda dengan proses Islamisasi di India yang disiarkan lewat
penaklukan-penaklukan oleh Sultan Mahmud Ghazna, Dinasti Khijlia, Tughlaq, Lodia,
Aurangzeb, Haidar Ali, dan Tipu Sultan yang ditandai pembunuhan massal, kekerasan,
khitan paksan, dantindakan-tindakan kejam, ternyata tidak cukup kuat mendorong dakwah
Islam secara masif ditengah penduduk pribumi India. Sebab tidak sedkit kasus menunjukan
1
http://inet-komp.blogspot.co.id/2014/10/makalah-walisongo.html
1
setelah kelompok-kelompok penduduk diislamkan leat kekerasan, pada saat ada
kesempatan akibat melemahnya politik kekuasaan Islam, penduduk kembali pada
agamanya semula. 2
B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan diatas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas sebagai
berikut:
C. Tujuan Pembahasan
Supaya difahami secara tepat dan komprehensif dari kisah perjalanan hidup Wali
Songo hal-hal berikut ini:
Selanjutnya, kita dapat mengambil pelajaran dan tauladan keberhasilan dan nilai-
nilai sosial budaya dari kisah-kisah Wali Songo tersebut.
BAB II
2
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo; Buku Pertama Yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta Sejarah,
(Jakarta: Pustaka Ilman, 2013), Hal. 42-43.
2
PEMBAHASAN
Wali Songo secara etimologi berarti Wali Sembilan. Wali atau waliy berasal dari bahasa
Arab “waliya yawla” yang berarti dekat dengan, mengikuti dengan tanpa batas/terpisahkan,
menguasai, mengurus, menolong, memerintah mencintai. Sedangkan kata waliy itu sendiri arti
secara bahasanya banyak, diantaranya yang mencintai, teman, dan yang menolong. 3 Dalam bahasa
Arab, terkadang ada satu kata yang memiliki makna fa’il (subyek) dan Maf’ul (obyek)
sekaligus. Demikian pula dengan kata waliy yang memiliki kedua pengertian sekaligus
tersebut. Ia bisa berarti orang yang mencintai Allah, atau orang yang dicintai Allah, atau,
bahkan, orang yang mencintai dan dicintai Allah sekaligus. Sedangkan kata songo berasal
dari bahasa jawa yang berarti “sembilan”. Jadi, Wali Songo berarti Wali Sembilan, yakni sembilan
orang yang mencintai dan dicintai Allah. 4Maka walisongo secara umum diartikan sebagai
sembilan wali yang dianggap telah dekat dengan Allah SWT, terus menerus beribadah kepada-Nya,
serta memiliki kekeramatan dan kemampuan-kemampuan lain di luar kebiasaan manusia. 5
Wali Songo yang berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Sunan Gresik atau
Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel atau Raden Rahmat, Sunan Bonang atau Raden
Maulana Makhdum Ibrahim , Sunan Drajat atau Raden Qosim Syarifudin, Sunan Giri atau
Raden Paku (Raden Ainul Yakin), Sunan Kalijaga atau Raden Mas Syahid, Sunan Muria
3
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Proressif, 1984),
hal. 1582.
4
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo ..................................... Hal. 109.
5
Tarwilah, peranan Wali Songo dalam pengembangan Dakwah Islam dalam Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah
XI Kalimantan, Volume 4 No.6 Oktober 2006. Hal. 82.
6
Tarwilah, Peranan Wali Songo ………………..Hal. 82-83.
3
atau Raden Said (R. Prawoto), Sunan Kudus atau Raden Ja’far Sadiq, dan Sunan Gunung
Djati atau Syarif Hidayatullah.7 Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan.
Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga
dalam hubungan guru-murid.8
Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik (w. 1419 M/882 H) adalah nama salah
seorang Walisongo, yang dianggap yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah
Jawa. Ia dimakamkan di desa Gapura, kota Gresik, Jawa Timur.9
Sunan Gresik diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal
abad ke-14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti
pengucapan lidah orang Jawa terhadap As-Samarqandy. Dalam cerita rakyat, ada yang
memanggilnya Kakek Bantal.10
Maulana Malik Ibrahim memiliki, 3 isteri bernama: 1. Siti Fathimah binti Ali Nurul
Alam Maulana Israil (Raja Champa Dinasti Azmatkhan 1), memiliki 2 anak, bernama:
Maulana Moqfaroh dan Syarifah Sarah 2. Siti Maryam binti Syaikh Subakir, memiliki 4
anak, yaitu: Abdullah, Ibrahim, Abdul Ghafur, dan Ahmad 3. Wan Jamilah binti Ibrahim
Zainuddin Al-Akbar Asmaraqandi, memiliki 2 anak yaitu: Abbas dan Yusuf. Selanjutnya
7
Lia Syukriah Sahroni dan faisol Hakim, Pendidikan Agama Islam Untuk SMP Kelas IX (Bogor: Rekatama,
2010), hal. 95.
8
Sudadi, Pengantar Studi Islam Untuk Mahasiswa dan Umum, (Yogyakarta: Mediatera, 2015), Hal. 77.
9
http://nakbarell.blogspot.co.id/2012/01/makalah-wali-songo.html
10
https://saripedia.wordpress.com/tag/penyebaran-islam-di-tanah-jawa/
11
http://nakbarell. ……………………
4
Sharifah Sarah binti Maulana Malik Ibrahim dinikahkan dengan Sayyid Fadhal Ali
Murtadha [Sunan Santri/ Raden Santri] dan melahirkan dua putera yaitu Haji Utsman
(Sunan Manyuran) dan Utsman Haji (Sunan Ngudung). Selanjutnya Sayyid Utsman Haji
(Sunan Ngudung) berputera Sayyid Ja’far Shadiq [Sunan Kudus].12
Dari huruf-huruf Arab yang terdapat di batu nisannya dapat diketahui bahwa Syekh
Maulana Malik Ibrahim adalah si kakek Bantal, penolong fakir miskin, yang dihormati
para Pangeran dan para sulthan ahli tata negara yang ulung, hal itu menunjukan betapa
hebat perjuangan beliau terhadap masyarakat, bukan hanya pada kalangan atas melainkan
juga pada golongan rakyat bawah yaitu kaum fakir miskin. Beliau juga seorang ahli
pertanian dan ahli pengobatan, sejak beliau berada di Gresik hasil pertanian rakyat Gresik
meningkat tajam. Dan orang-orang yang sakit banyak yang disembuhkannya dengan daun-
daunan tertentu.13
Malik Ibrahim menetap di Gresik dengan mendirikan masjid dan pesantren
untuk mengajarkan agama Islam kepada masyarakat sampai ia wafat. Maulana Malik
Ibrahim wafat pada hari Senin, 12 Rabiul Awal 822 H/ 1419 M, dan dimakamkan di
Gapura Wetan, Gresik. Pada nisannya terdapat tulisan Arab yang menunjukkan bahwa
dia adalah seorang penyebar agama yang cakap dan gigih.14
2. Sunan Ampel
Sunan Ampel adalah putra tertua Maulana malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah
Jawi dan Silsilah Sunan Kudus, dimasa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia
lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama ampel sendiri diidentikan dengan nama tempat
dimana ia lama bermukim, yaitu di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini
menjadi bagian dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang).15
Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya.
Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat
penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Ia menikah dengan Dewi Condrowati yang
bergelar Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja dan menikah juga
dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi
12
https://saripedia......................
13
MB Rahimsyah AR, Kisah Wali Songo; Para Penyebar Agama Islam di Tanag Jawa (Surabaya: Mulia Jaya, 2008), Hal. 7.
14
Tarwilah, ......................., Hlm. 84
15
Sudadi, Pengantar Studi …………………… Hal. 80.
5
Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo, berputera: Sunan Bonang,Siti
Syari’ah,Sunan Drajat,Sunan Sedayu,Siti Muthmainnah dan Siti Hafsah. Pernikahan Sunan
Ampel dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera: Asyiqah, Dewi
Murtasiyah, Raden Husamuddin (Sunan Lamongan,Raden Zainal Abidin (Sunan
Demak),Pangeran Tumapel dan Raden Faqih (Sunan Ampel 2). Makam Sunan Ampel
teletak di dekat Masjid Ampel, Surabaya.16
Sunan Ampel juga turut membantu mendirikan mesjid Agung Demak yang
didirikan pada tahun 1477 M. Salah satu diantara empat tiang utama Mesjid itu hingga
sekarang masih diberi nama beliau. Sunan Ampel juga yang pertama kali menciptakan
Huruf Pegon atau tulisan Arab berbunyi bahasa Jawa, yang biasanya digunakan di
Pesantren.18
Beliau diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan disebelah
barat Masjid Sunan Ampel, Surabaya.19
3. Sunan Bonang
Sunan Bonang adalah anak Sunan Ampel, yang berarti juga cucu Maulana Malik
Ibrahim. Nama kecilnya adalah Raden Makdum Ibrahim. Lahir 1465 M dari seorang
perempuan bernama Nyi Ageng Manila, puteri seorang adipati di Tuban. Sunan Bonang
belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta. Setelah cukup dewasa, ia berkelana
untuk berdakwah di berbagai pelosok Pulau Jawa. Mula-mula ia berdakwah di Kediri, yang
mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Di sana ia mendirikan Masjid Sangkal Daha. Ia
16
https://saripedia.....................
17
http://anggabudibaskara192.blogspot.co.id/2014/12/makalah-perkembangan-islam-pada-zaman.html
18
MB. Rahimsyah AR, Kisah Wali Songo …………… Hal. 21.
19
Sudadi, Pengantar Studi ……………………………….. Hal. 82.
6
kemudian menetap di Bonang -desa kecil di Lasem, Jawa Tengah -sekitar 15 kilometer
timur kota Rembang.20
4. Sunan Drajat
Sunan Drajat merupakan putra dari Sunan Ampel yang terkenal sebagai anak yang
cerdas. Nama asli Sunan Drajat adalah Raden Qasim atau juga dikenal Raden Syarifudin.
Raden Qasim merupakan adik dari Sunan Bonang. Sejak kecil, Raden Qasim selalu
menghabiskan waktu bermainnya di daerah asalnya yaitu Ampeldenta. Saat menginjak
dewasa, Raden Qasim ingin seperti kakaknya yang telah dikirim ke Tuban untuk
berdakwah. Raden selalu mempelajari semua ajaran-ajaran Islam untuk dikuasai. Setelah
menguasai pelajaran Islam, Raden Qasim segera mencari tempat untuk berdakwah. Tempat
yang di ambil dan dijadikan pusat kegiatan dakwahnya adalah di desa Drajat, Kabupaten
Lamongan. Raden Qasim selain berdakwah juga menjadi pemegang kendali otonom
kerajaan Demak kurang lebih selama 36 tahun.22
7
lembut dan sering menolong mereka yang menderita. Di pondok pesantrennya, ia banyak
memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir miskin.23 Ia wafat di Tuban pada tahun 1525.24
5. Sunan Giri
Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq, saudara kandung Maulana malik Ibrahim.
Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir di
Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka
Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang oleh
keluarga ibunya-seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu-ke laut. Raden
Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi versi Meinsma).25
Sunan Giri adalah keturunan ke-23 dari Nabi Muhammad, merupakan murid dari
Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang. Ia mendirikan pemerintahan
mandiri di Giri Kedaton, Gresik; yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah Islam di
wilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke kepulauan Maluku. Salah satu
keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang menyebarkan agama Islam ke
wilayah Lombok dan Bima.27
6. Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga terkenal karena menyebarkan agama Islam melalui metode budaya
Jawa atau disatu padukan ajaran-ajaran agama islam dengan budaya jawa, Sunan Kalijaga,
23
Sudadi, Pengantar Studi ……………………………….. Hal. 92.
24
http://inet-komp.blogspot.co.id/2014/10/makalah-walisongo.html
25
Sudadi, Pengantar Studi ………………………………… Hal. 82.
26
Tarwilah, Peranan Wali Songo ………………………. Hal.87.
27
http://sepengatahuanku.blogspot.co.id/2013/01/makalah-tentang-wali-songo.html
8
merupakan “wali” yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir sekitar
tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban -keturunan dari tokoh
pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya Wilatikta diperkirakan telah
menganut Islam.Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah
nama panggilan seperti Lokajaya,Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden
Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang
disandangnya.Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun
Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat
erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini
untuk berendam (kungkum) di sungai (kali) atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut
istilah itu berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai ”
penghulu suci” kesultanan.Van Den Berg menyatakan bahwa Sunan Kalijaga merupakan
keturunan Arab yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah Shallallahualaihiwasallam.28
Masa hidupnya diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Ia mengalami masa
akhir Majapahit (1478), kesultanan Demak, kesultanan Cirebon dan Banten, kerajaan
pajang, hingga awal kehadiran kerajaan mataram dibawah pimpinan Panembahan
Senopati. Ia juga ikut merancang pembangunan Mesjid Agung Cirebon dan Mesjid Agung
Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama mesjid,
merupakan hasil kreasinya.29
Dalam berdakwah, sunan Kalijaga mempunyai pola yang sama dengan gurunya
yaitu sunan Bonang, Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk
dakwah, karena itu Ia toleran dengan budaya lokal. Ia menggunakan seni ukir, wayang,
gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beliau wafat pada pertengahan
abad ke 15 dan dimakamkan didesa kadilangu Demak.30
7. Sunan Muria
Sunan Muria atau Raden Umar Said, nama kecilnya Raden Prawoto, adalah putra
Sunan Kalijaga. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga dari isterinya yang bernama Dewi
28
http://anggabudibaskara192.blogspot.co.id/2014/12/makalah-perkembangan-islam-pada-zaman.html
29
Istirokhah, Sejarah Kebudayaan Islam Untuk MTs.Kls. IX,(Bandung: Rahma Media Pustaka, 2012), Hal. 46.
30
http://www-yusufblogspot.blogspot.co.id/p/makalah-perananan-wali-songo-dan.html
9
Sarah binti Maulana Ishaq. Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan
Ngudung. Jadi Sunan Muria adalah adik ipar dari Sunan Kudus.31
Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil, pergi ke pelosok-
pelosok desa, dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Sunan Muria
seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak
(1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah
betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh
semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga
sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan
Kinanti .32 Beliau memusatkan kegiatan dakwahnya di Gunung Muria. Beliau wafat di
tempat tersebut diperkirakan pada abad ke-15.33
8. Sunan Kudus
Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq, tetapi sewaktu kecil dipanggil Raden Undung.
Kadang-kadang ia dipanggil dengan Raden Amir Haji, sebab ketika menunaikan ibadah
haji ia bertindak sebagai pimpinan rombongan (amir). Ia putera Raden Usman Haji yang
menyiarkan Islam di daerah Jipang Panolan, Blora. Menurut silsilahnya, Sunan Kudus
masih mempunyai hubungan keturunan dengan Nabi Muhammad SAW. Silsilah
selengkapnya adalah : Ja’far Sadiq bin Raden Usman Haji bin Raja Pendeta bin Ibrahim
as-Samarkandi bin Maulana Muhammad Jumadal kubra bin Zaini al-Husein bin Zaini al-
Kubra bin Zainul Alim bin Zainul Abidin bin Sayyid Husein bin Ali R.A.34
31
http://sepengatahuanku.blogspot.co.id/2013/01/makalah-tentang-wali-songo.html
32
https://dieragil.wordpress.com/2008/06/09/wali-songo/
33
http://anggabudibaskara192.blogspot.co.id/2014/12/makalah-perkembangan-islam-pada-zaman.html
34
Tarwilah, Peranan Wali Songo …………………. Hal. 93.
35
Sudadi, Pengantar Studi …………………………… Hal. 93.
10
Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan
Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang, penasehat Sultan Demak, Mursyid
Thariqah dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa
dan priyayi Jawa. Di antara yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan Prawoto penguasa
Demak, dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalan -nya yang
terkenal ialah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan
Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.36
Sunan Gunung Jati adalah salah seorang dari walisongo yang banyak berjasa dalam
menyebarkan Islam di Pulau Jawa, terutama di daerah Jawa Barat dan juga pendiri
Kesultanan Cirebon. Nama aslinya adalah Syarif Hidayatullah. Sunan Gunung Djati lahir
tahun 1448 M dan wafat pada 1568 M dalam usia 120 tahun. 37Dialah pendiri dinasti raja-
raja Cirebon dan Banten. Ia adalah cucu raja Pajajaran, Prabu Siliwangi. Dariperkawinan
Prabu Siliwangi dengan Nyai Subang Larang, lahirnya dua putera dan satu puteri, masing-
masing bernama Raden Walangsungsang, Nyai Lara Santang dan Raja Sengsara.38
36
https://saripedia.wordpress.com/tag/penyebaran-islam-di-tanah-jawa/
37
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam; Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1993), Hal.
216.
38
Tarwilah, Peranan Wali Songo ………………..Hal. 93.
39
Ibid.
11
status Cirebon menjadi sebuah kesultanan. Ia kemudian terkenal dengan gelar Sunan
Gunung Jati.Setelah Cirebon resmi berdiri sebagai sebuah kerajaan Islam yang bebas dari
kekuasaan Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha mempengaruhi kerajaan yang belum
menganut agama Islam itu. Dari Cirebon, ia mengembangkan agama Islam ke daerah-
daerah lain di Jawa Barat, seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa
dan Banten. Ia meletakkan dasar bagi pengembangan Islam dan perdagangan orang-orang
Islam di Banten pada tahun 1525/1526 M. Ketika ia kembali ke Cirebon, Banten
diserahkan kepada anaknya, Sultan Maulana Hasanuddin yang kemudian menurunkan raja-
raja Banten. Di tangan raja-raja Banten inilah kemudian Kerajaan Pajajaran dikalahkan.
Atas prakarsa Sunan Gunung Jati, penyerangan ke Sunda Kelapa dilakukan pada tahun
1527. Penyerangan ini dipimpin oleh Faletehan atau Fatahilah (w. 1570), panglima perang
Kerajaan Demak dan menantu Sunan Gunung Jati. Menurut Purwaka Caruban Nagari,
Sunan Gunung Jati, sebagai salah seorang walisongo mendapat penghormatan dari raja-
raja lain di Jawa, seperti kerajaan Demak dan Pajang. Karena kedudukannya sebagai raja
dan ulama, ia diberi gelar Raja Pandita. Setelah Sunan Gunung Jati wafat, Cirebon
mengalami pasang surut. Sunan Gunung Jati wafat pada tahun 1568 dan dimakamkan di
Pasir Jati Bukit Sembung Cirebon.40
Prof. DR. Cecep Syarifudin, berpendapat, ada empat jurus utama yang digunakan
Walisongo yang menjadi kunci keberhasilannya dalam menyebarkan agama Islam. Empat
40
http://www.slideshare.net/chariezzfawzan/peranan-wali-songo-membangun-peradaban-islam-tanah-
jawa
41
http://matahati-aguskarianto-sumenep.blogspot.co.id/2013/03/kunci-keberhasilan-dawah-wali-
songo.html
12
jurus tersebut membuktikan universalitas nilai-nilai ideologi Walisongo yang sekaligus
sebagai bukti kebesarannya.42
Pertama, Tasamuh (toleran). Tanah Jawa, sebagai medan dakwah Walisongo waktu
itu, bukanlah sebuah kawasan bebas nilai dan keyakinan. Sebaliknya, ketika pendakwah-
pendakwah mulai masuk, Tanah Jawa adalah pusat dari lingkaran budaya Hindu dan
Budha terbesar di Asia Tenggara, di mana nilai-nilai keyakinan dan budaya telah mengakar
dengan kuat di hati masyarakat.
Belum lagi tantangan berupa nilai-nilai lokal masyarakat Jawa, yang kemudian
berakulturasi dengan budaya Hindu Budha dan membentuk sebuah kearifan batiniah yang
unik. Maka, dibutuhkan sebuah kearifan tersendiri jika hendak mengadakan sebuah
revolusi kebudayaan. Walisongo, yang memang berasal dari kultur sunni dan sufi,
memahami betul pendekatan bagaimana yang dibutuhkan untuk merangkul masyarakat
Jawa. Perbedaan besar antara ajaran Islam dengan Hindu Budha tidak lantas menciptakan
jarak antara generasi awal Walisongo yang berasal dari Arab dengan masyarakat lokal.
Dengan tingkat toleransi yang tinggi, secara perlahan para wali meleburkan diri dalam
kehidupan bermasyarakat. Sehingga terjadilah akulturasi kebudayaan.
Kedua, Tawasuth (moderat atau non ekstrim). Ajaran Islam yang turun di tanah
Arab, tentu mempunyai kultur yang sangat berbeda dengan kultur masyarakat Jawa.
Namun perbedaan cara pandang tersebut tidak dengan serta merta dilawan dan diberangus
secara ekstrim. Sebaliknya, para wali justru ngemong dan membiarkan masyarakat
melakukan tradisi-tradisi yang sudah berabad-abad dilakoninya sambil perlahan-lahan
mewarnai dengan nuansa keislaman. Maka, di tanah Jawa –khususnya dan Indonesia pada
umumnya- dikenal ritual-ritual yang tidak terdapat di Timur Tengah. Tradisi peringatan
nelung dina (peringatan hari ketiga kematian), pitung dina (hari ketujuh), dan seterusnya,
misalnya, merupakan warisan dari budaya hindu Jawa. Oleh para wali tradisi ini tidak
ditentang, namun diwarnai dengan nuansa keislaman. Pembacaan mantra dan puja-puji
bagi roh leluhur digantikan dengan bacaan tahlil dan mendoakan orang yang meninggal
serta umat Islam secara keseluruhan. Dengan demikian, secara perlahan dan Non Violence
(tanpa kekerasan) ritus-ritus yang sarat kemusyrikan berganti alunan zikir dan doa.
42
Ahmad Iftah Sidik, Zakarbeliau dan Suhaili, “Wali Songo Dalam Perspektif Peradaban Islam” Makalah
ditulis Pada mata kulbeliauh Genealogi Dan Pendekatan Dalam Studi Peradaban Islam (Jakarta: STAINU,
Tanpa Tahun), Hal. 11-13.
13
Perubahan secara damai ini juga perlahan menumbuhkan Culture Of Peace di hati umat
Islam Jawa.
Keempat, Iqtida’ atau I’tidal (Keberpihakan pada keadilan). Meski bangga menjadi
anggota masyarakat dari sebuah kerajaan besar, rakyat Majapahit yang menganut agama
Hindu tetap saja mempunyai ganjalan besar, yaitu sistem diskriminasi kultural yang di-
namakan kasta. Sistem kasta ini secara perlahan menciptakan kesenjangan sosial antar
masyarakat. Terlebih ketika pecah perang saudara antar keluarga kerajaan yang berujung
pada maraknya kerusuhan, kelaliman, kejahatan, dan kemiskinan.
Dalam situasi seperti itulah Walisongo masuk dan memperkenalkan ajaran Islam
yang egaliter. Prinsip kesetaraan dan keadilan yang diusung oleh agama baru tersebut
kontan saja meraih simpati masyarakat yang kemudian berbondong-bondong memeluk
agama Islam. Dalam Islam, masyarakat Jawa menemukan ketenangan yang dicari-cari
selama ini, perlindungan spiritual dan kultural.
Pertama, karena para Wali itu dapat memenuhi tuntutan dakwah dari Al-Qur’an,
hadist, serta tuntutan dari ahli-ahli dakwah sebelumnya seperti keikhlasan yang murni,
bersatu dalam ukhwah yang kuat terorganisir, berpegang pada dasar musyawarah serta
factor-faktos sosial psikologis (kejiwaan dalam masyarakat) yang dimiliki oleh mereka.
Kedua, disebabkan karena factor dalam ajaran Islam itu sendiri, karena agama Islam
memang merupakan agama yang mempunyai daya penetrasi (penyerapan) yang kuat,
43
http://ramdhanisuper.blogspot.co.id/2012/09/dakwah-walisongo.html
14
berdaya difusi/osmosi yang cepat melebihi agama mana pun. Di samping itu agama Islam
itu sangat sederhana, luwes, mudah dan menarik, dapat diterima siapa pun dan bagaimana
taraf kecerdasannya. Oleh sebab itu barang siapa yang mau mengikrarkan kalimat yang
sederhana “Laa Ilaaha Illallah, Muhammadar Rasulullah” saja sudah dapat dianggap orang
Islam.
Ketiga, disebabkan karena situasi kondisi masyarakat Jawa dewasa itu. Kesuksesan
dakwah Walisongo dewasa itu karena dipengaruhi oleh kondisi yang bersamaan dengan
kacaunya kerajaan Majapahit dan akhirnya runtuh sama sekali. Dalam kondisi seperti itu,
akhirnya orang mulai gelisah dan rindu kepada pembaharuan, dan kerinduan ini ternayata
bisa dipenuhi oleh Walisongo yang membawa Islam sebagai alat pembaharuan.
Dalam sebuah “makalah” di media sosial dikatakan ada tiga kunci kesuksesan Wali
Songo dalam penyebaran Islam di pulau nusantara, wabilkhusus di Jawa. 44
Tiga kunci
tersebut sama dengan sebuah artikel dengan judul “Mabadi ‘Asyrah Islam Nusantara” yang
ditulis oleh Prof. Dr. M. IsomYusqi, Direktur Pascasarjana STAINU Jakarta; Faris Khoirul
Anam, pengurus Aswaja NU Center Jatim.45 Ketiga hal tersebut adalah amputasi, asimilasi
dan minimalisasi. Untuk jelasnya, akan diterangkan sebagai berikut.
Amputasi yaitu memotong atau menghilangkan bagian tertentu. Dalam hal ini
tradisi yang yang menyimpang tersebut harus dihilangkan, meskipun metode yang
dijalankan para Wali secara bertahap-tahap. Sebelum Islam datang, masyarakat Jawa
kebanyakan menjadikan batu dan pohon sebagai sesembahannya. Sebagaimana masyarakat
jahiliyah yang menyembah berhala pada zaman nabi. Para wali songo meniru dan
menggunakan metode Rosulullah untuk memberantas tradisi ini. Tidak bisa ditolelir lagi
bahwa tradisi semacam itu harus dibabat habis.
44
http://www.elhooda.net/2014/04/audio-video-kajian-islam-inilah-3-kunci-kesuksesan-dakwah-walisongo-
di-nusantara/
45
http://stainujakarta.ac.id/mabadi-asyrah-islam-nusantara
15
Kunci dakwah yang kedua adalah Asimilasi. Cara ini menjadi kunci terbesar
keberhasilan dakwah Islam di manapun berada. Asimilasi artinya membelokkan dari segala
sesuatu yang tidak baik menjadi baik. Mereka masyarakat Jawa yang masih kukuh dengan
tradisi yang tidak sesuai agama Islam secara bertahap, tanpa sadar dan sedikit-demi sedikit
diubah tradisinya sesuai syariat Islam. Ketika masa-masa panen, orang orang Jawa
sebelumnya memiliki tradisi larung sesaji ke laut atau sungai. Sesaji itu mereka
persembahkan ke leluhurnya yang sudah meninggal. Ketika menghadapi hal semacam ini,
para wali songo lantas tidak menyalahkannya secara terang-terangan. Secara bertahap
mereka membelokkan tradisi tersebut dengan menjadikan sesaji tersebut untuk tidak
dilarung ke laut namun dijadikannya tumpeng besar. Mereka mengarak tumpeng tersebut
dan mengundang warga sekitar untuk diajak makan bersama. Bentuk rasa syukur inilah
yang sesuai dengan syariat Islam. Sesuai dengan hadits nabi tentang sedeqah: “Sedeqah itu
bisa memadamkan kemurkaan Allah subhanahu wata’ala”.
Dari para pendapat diatas, diketahui bahwa Wali Songo telah berhasil mengajarkan
kepada bangsa Indonesia, bahwa kesuksesan penyebaran Islam tidak harus menggunakan
kekerasan atau jihad perang. Akan tetapi, kesuksesan dakwah juga bisa dilakukan dengan
pendekatan budaya atau pendekatan sosial kemasyarakatan. Walisongo telah berhasil
meng-Islam-kan masyarakat di kawasan Asia Tenggara terutama Indonesia. Walisongo
telah memberi banyak jasa dan peninggalan penting berupa pesan-pesan moral kepada
masyarakat Nusantara tentang pentingnya ramah dan santun dalam beragama.46
46
http://www.fimadani.com/walisongo-dan-islam-nusantara/
16
Apabila dikaji dari kisah perjalanan hidup Wali Songo dalam dari berbagai sumber
pustaka dan non pustaka, maka dapat dianalisis bahwa terdapat nilai-nilai sosial budaya
yang luhur yang ditinggalkan mereka. Nilai-nilai sosial budaya tersebut diantaranya
religiusitas/spritualitas, moralitas, egalitas, solidaritas dan sensitivitas sosial, edukatif dan
kaderisasi, akulturatif, toleransi, dan harmonisasi.
Nilai Moralitas, terdeteksi dari keseharian tingkah laku atau akhlaq Wali songo
yang menyebarkan Islam dengan penuh sopan santun, ramah tamah, dan penuh dengan
kebijaksanaan. Bagaimana mungkin penduduk Jawa pada waktu itu tidak akan tertarik
untuk masuk agama Islam, ketika Wali Songo dan santri-santri mereka bersifat dan
bersikap yang mengandung etika yang baik atau berbudi luhur. Jejak Wali Songo masih
terlihat dalam nilai-nilai moral yang dianut masyarakat Jawa seperti nilai kesabaran,
keikhlasan, andap asor (tawadhu), keadilan, guyub rukun (ukhuwah), kerelaan,
kesederhaaan, nrimo (qana’ah), eling (dzikr), ngalah (tawakal), pasrah (Lillah) yang
menunjukan pada nilai-nilai sufistik.47
Nilai egalitas, hal ini tercermin dengan sikap Wali Songo yang tidak membedakan
kasta-kasta yang ada sebelumnya di masyarakat Jawa yang menganut agama Hindu-Budha.
Para Wali mengajarkan persamaan sebagai manusia dihadapan Allah SWT, tidak ada
perbedaan golongan kaya dan papah, golongan ternama dan jelata, golongan ningrat dan
melarat, kecuali ketaqwaannya. Hal ini juga yang membuat simpati penduduk pulau Jawa,
sehingga mereka dapat mengembangkan nilai dan kreasi hidup untuk menjadi orang
bertaqwa, tanpa terkungkung oleh kasta dan tingkatan buatan manusia di dunia.
47
Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo ........................... Hal. 378.
17
Nilai solidaritas dan Sensitivitas sosial, 48 ini dapat disaksikan bagaimana Wali
Songo memberi makanan kepada penduduk yang lapar, memakaikan pakaian pada
masyarakat yang telanjang, dan membantu pada orang yang membutuhkan. Para Wali akan
beriba hati dan peka pada penderitaan penduduk Jawa, yang pada saat itu sedang terjadi
kekacauan politik yang berdampang pada krisis ekonomi; kekurangan sandang, papan dan
pangan. Sehingga ketika Wali Songo yang datang dari kaum Agamawan dan bangsawan
(kasta Brahmana dan ksatria dalam Hindu) memberi bantuan dengan penuh cinta dan kasih
sayang, hati mereka tersentuh dan tertarik pada ajaran agama Islam yang dianut dan
disebarkan oleh Wali Songo tersebut.
Nilai edukatif dan kaderisasi , ini dapat dikaji dari kisah Wali Songo, tatkala mereka
mendirikan tempat pendidikan yang eksis sampai sekarang; yang disebut Pondok
Pesantren. Para Wali jaman dulu dan Ulama jaman sekarang menjadikan pesantren sebagai
penggemblengan ilmu agama dan umum kepada para santri, serta kaderisasi ulama,
mubaligh dan ustadz sebagai pengemban dan penerus risalah kenabian. Disamping ha itu,
juga dalam perilaku dan tata laku para Wali mengandung pendidikan serta sauri tauladan
bagi masyarakat dulu, dan umat saat sekarang.
Nilai akulturatif terbukti dengan metode dakwah Wali Songo, yang membiarkan
tradisi dan budaya masyarakat Jawa pada waktu itu terjaga dan lestari dengan memasukan
keyakinan Tauhid padanya dan nilai-nilai Islami. Jadi, para wali yang Mulia tidak secara
prontal dan radikal merubah tradisi sosial budaya yang ada, tapi menyaring yang baik
diambil yang buruk ditinggalkan secara perlahan, tetapi yang paling pokok dimasuki
aqidah tauhid dan nilai-nilai keislaman yang agung. Sebagai contoh, wayang kulit
dibiarkan lestari sampai kini, tapi kepercayaan kepada banyak Tuhan (polytheisme) diganti
dengan ajaran Tauhid Islam (monotheisme), serta merubah cerita dengan disusupi nilai-
nilai keislaman.
Nilai toleransi, 49 dapat tergambar dalam kisah walisongo yang tenggang rasa kepada
kepercayaan setempat, diantaranya kepercayaan masyarakat kudus yang kuat pada agama
meraka, yaitu Hindu pada waktu itu, yang mengharamkan menyembelih sapi, ditolerir oleh
Sunan Kudus yang tidak membolehkan menyembelih sapi pada waktu idul adha tetapi
48
Agus Sunyoto, Wali Songo ............................... Hal. 44.
49
Agus Sunyoto, Wali Songo ............................... Hal. 44.
18
diganti dengan daging kerbau. Dengan sikap toleransi inilah justru masyarakat kudus
tertarik untuk menganut agama Islam.
Nilai harmonisasi, dapat teranalisis dari langkah Wali Songo yang menyeimbangkan
atau pengharmonisan cara dakwah mereka sebagai pembawa risalah Islam dengan kondisi
sosial budaya penduduk pulau Jawa. Bagaimana para Wali secara cerdas dan lugas
berusaha menyebarkan Islam dengan penuh keramah-tamahan, kedamaian dan kesalehan
sosial lainnya. Hal tersebut dilakukan tanpa mengusik terlalu berisik keadaan sosial dan
tradisi budaya masyarakat setempat.
BAB III
KESIMPULAN
Wali Songo secara etimologi berarti Wali Sembilan. walisongo secara umum diartikan
sebagai sembilan wali yang dianggap telah dekat dengan Allah SWT, terus menerus beribadah
kepada-Nya,serta memiliki kekeramatan dan kemampuan-kemampuan lain di luar kebiasaan
19
manusia. Mereka adalah Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel atau
Raden Rahmat, Sunan Bonang atau Raden Maulana Makhdum Ibrahim , Sunan Drajat atau
Raden Qosim Syarifudin, Sunan Giri atau Raden Paku (Raden Ainul Yakin), Sunan
Kalijaga atau Raden Mas Syahid, Sunan Muria atau Raden Said (R. Prawoto), Sunan
Kudus atau Raden Ja’far Sadiq, dan Sunan Gunung Djati atau Syarif Hidayatullah.
KH. Achmad Siddiq berpendapat, Kunci kesuksesan Wali Songo dalam penyebaran
Islam di Nusantara karena mereka melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk al-
Qur'an, yakni dengan hikmah (kebijaksanaan) dan pengajaran yang baik dan dengan
petunjuk-petunjuk yang baik (ramah tamah) serta ajaklah mereka berdialog (bertukar
pikiran) dengan cara sebaik-baiknya. Menurut Prof. DR. Cecep Syarifudin, berpendapat,
ada empat jurus utama yang digunakan Walisongo yang menjadi kunci keberhasilannya
dalam menyebarkan agama Islam yakni tasamuh (toleransi), tawasuth, tawazun dan I’tidal.
Dalam sebuah makalah kunci kesuksesan Wali Songo dalam penyebaran Islam ada
empat faktor. Pertama, karena para Wali itu dapat memenuhi tuntutan dakwah dari Al-
Qur’an, hadist, serta tuntutan dari ahli-ahli dakwah sebelumnya, Kedua, disebabkan karena
factor dalam ajaran Islam itu sendiri, karena agama Islam memang merupakan agama yang
mempunyai daya penetrasi (penyerapan) yang kuat, berdaya difusi/osmosi yang cepat
melebihi agama mana pun, Ketiga, disebabkan karena situasi kondisi masyarakat Jawa
dewasa itu, dan Keempat, Islam memberi aspirasi baru dan memperluas pandangan rakyat
Jawa. Dalam sumber yang lain kunsci kesuksesan Wali Songo dalam penyebaran Islam di
Jawa dengan cara amputasi, asimilasi dan minimalisasi.
Dari kisah perjalanan hidup Wali Songo dalam dari berbagai sumber pustaka dan
non pustaka, maka dapat dianalisis bahwa terdapat nilai-nilai sosial budaya yang luhur
yang ditinggalkan mereka. Nilai-nilai sosial budaya tersebut diantaranya
religiusitas/spritualitas, moralitas, egalitas, solidaritas dan sensitivitas sosial, edukatif dan
kaderisasi, akulturatif, toleransi, dan harmonisasi.
20
DAFTAR PUSTAKA
Sunyoto,Sunyoto. 2013.
Atlas Wali Songo; Buku Pertama Yang Mengungkap Wali Songo Sebagai Fakta
Sejarah, Jakarta: Pustaka Ilman.
Kisah Wali Songo; Para Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa,Surabaya: Mulia Jaya.
Sudadi, 2015.
21
Istirokhah, 2012.
Sejarah Kebudayaan Islam Untuk MTs.Kls. IX, Bandung: Rahma Media Pustaka.
Sidik, Ahmad Iftah., Zakaria dan Suhaili, Tanpa Tahun.
“Wali Songo Dalam Perspektif Peradaban Islam” Makalah ditulis Pada mata kuliah
Genealogi Dan Pendekatan Dalam Studi Peradaban Islam , Jakarta: STAINU.
Tarwilah, 2006.
peranan Wali Songo dalam pengembangan Dakwah Islam dalam Ittihad Jurnal
Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 4 No.6 Oktober 2006.
Sumber Internet:
http://inet-komp.blogspot.co.id/2014/10/makalah-walisongo.html
http://nakbarell.blogspot.co.id/2012/01/makalah-wali-songo.html
https://saripedia.wordpress.com/tag/penyebaran-islam-di-tanah-jawa/
http://anggabudibaskara192.blogspot.co.id/2014/12/makalah-perkembangan-islam-pada-
zaman.html
22
23