Anda di halaman 1dari 79

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebelum Islam masuk ke Indonesia, agama Hindu dan Buddah

telah berkembang luas di Nusantara ini, di samping banyak yang masih

menganut animisme dan dinamisme.1 Suatu kenyataan bahwa Islam ke

Indonesia dilakukan secara damai. Berbeda dengan penyebaran Islam di

Timur Tengah yang dalam beberapa kasus disertai dengan pendudukan

wilayah oleh militer Muslim. Islam dalam batas tertentu disebarkan oleh

pedagang, kemudian dilanjutkan oleh para guru agama (da’i) dan

pengembara sufi.2

Secara umum, dapat dikatakan bahwa proses masuknya Islam ke

Nusantara yang ditandai awal hadirnya pedagang-pedagang Arab dan

Persia pada abad ke-7 masehi, terbukti mengalami kendala sampai masuk

pada pertengahan abad ke-15. Ada rentang waktu sekitar delapan abad

sejak kedatangan awal Islam, agama Islam belum dianut secara luas oleh

penduduk pribumi Nusantara. Baru pada pertengahan abad ke-15, yaitu era

dakwah Islam yang dipelopori tokoh-tokoh sufi yang dikenal

1
Endang Saifulddin Anshari,Wawasan Islam: Pokok-pokok Pikiran Tentang
Paradigma dan Sistem Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm.197
2
Musyrifah Sunanto,Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2005), hlm.8
2

dengansebutan Wali Songo, Islam dengan cepat diserap kedalam asimilasi

dan sinkretisme Nusantara.3

Dalam kenyataannya, para Wali telah merumuskan strategi dakwa

atau strategi kebudayaan secara sistematis, terutama bagaimana

menghadapi kebudayaan Jawa dan Nusantara pada umumnya yang sudah

sangat tua, kuat, dan sangat mapan. Ternyata, para Wali memiliki metode

yang sangat bijak. Mereka memperkenalkan Islam tidak serta merta, tidak

ada cara instan, karena itu mereka merumuskan strategi jangka panjang.4

Strategi para Wali dalam mengembangkan ajaran Islam di bumi

Nusantara dimulai dengan beberapa langkah strategi. Pertama, tadrij

(bertahap). Tidak ada ajaran yang diberlakukan secara mendadak, semua

melalui proses penyusuaian. Bahkan, tidak jarang secara lahir

bertentangan dengan Islam, tapi ini hanya strategi. Misalnya mereka

dibiarkan minum tuak, makan babi, atau mempercayai para dayang dan

sang hyang. Secara bertahap, perilaku mereka itu diluruskan. Kedua

‘adamulharaj (tidak menyakiti). Para Wali membawa Islam tidak dengan

mengusik tradisi mereka, bahkan tidak mengusik agama dan kepercayaan

mereka, tapi memperkuatnya dengan cara yang Islam.5

3
Agus Sunyoto,Wali Songo: Rekonsrtrukti Sejarah yang Disingkirkan, (Tangerang:
Transpustaka,2011), hlm.37
4
Agus Sunyoto,Wali Songo: Rekonsrtrukti Sejarah yang Disingkirkan….,hlm.11
5
Agus Sunyoto,Wali Songo: Rekonsrtrukti Sejarah yang Disingkirkan…. hlm.12
3

Penyebaran Islam di tanah Jawa oleh para Wali memiliki

persamaan dengan pertama kali Rasulullah Saw menyebarkan Islam di

tanah Arab, yaitu kondisi masyarakat yang telah beragama, berkeyakinan

dan telah memiliki budaya dan tradisi setempat. Di Jawa, khususnya, telah

mengakar sebuah keyakinan dari agama Hindu dan Buddah dalam banyak

aspek, terlebih yang berkaitan dengan kematian, ritual selamatan dan

sebagainya. Tidak berbeda jauh dengan kondisi masyarakat yang hampir

sama dengan mewarisi beragam tradisi dan adat istiadat dari leluhur warga

Arab, utamanya dengan keberadaan ka’bah.6

Sesuai dengan metode dakwa Rasulullah ini, Wali Songo dan para

penyebar Islam terdahulu tidak serta menghilangkan dan menghapus

tradisi dari agama sebelum Islam. Mereka sangat toleran dengan tradisi

lokal yang telah membudaya dalam masyarakat yang tidak bertentangan

dengan akidah dan hukum Islam, serta mencoba meraih hati mereka agar

masuk Islam dengan menyelipkan ajaran Islam dalam tradisi mereka.

Meski demikian, ajaran yang dimasukkan dalam tradisi tersebut bukan hal

yang terlarang dalam agama bahkan termasuk ibadah dan pendekatan diri

pada Allah, semisal dzikir, mendo’akan orang mati dalam selamatan,

membaca surat Yasin dan menghadiakan pahalanya kepada orang yang

telah meninggal, sedekah atas nama orang meninggal dan sebagainya.7

6
Muhammad Ma’rufKhozin,Tahlilan Bid’ah Hasanah,(Surabaya:Muara
Progresif.2013), hlm. 4
7
Muhammad Ma’rufKhozin,Tahlilan Bid’ah Hasanah…., hlm.6-7
4

Satu sisi Rasulullah Saw menghargai tradisi yang telah mengakar

dalam masyarakat, di sisi lain ketika Rasulullah Saw dihadapkan dengan

tradisi yang menyimpang maka Rasulullah Saw tidak menghapusnya,

namun menggantinya dengan hal-hal yang sesuai dengan ajaran

Islam. Sebagai contohnya adalah penduduk Madinah, dimana

penduduknya telah memiliki dua nama hari (Nairuz dan Mahrajan) yang

dijadikan sebagai hari perayaan dengan bersenang-senang, persembahan

pada patung dan sebagainya. Maka, kedatangan Islam tidak menghapus

tradisi berhari raya, namun dengan mengubah rangkaian ritual yang ada di

dalamnya dengan sholat dan sedekah dalam ‘idhulfitri, juga sholat dan

ibadah haji atau qurban dalam ‘idhul adha.8

Demikian halnya cara dakwah yang dijalankan oleh para Wali

Songo khususnya di tanah Jawa. Para Wali sangat arif dengan budaya

lokal pra Islam, seperti tingkeban saat kehamilan (mendo’akan janin), 7

hari, 40 hari dan 100 hari setelah kematian dan tradisi selamatan lainnya.

Budaya ini tidak serta merta dihapus oleh para penyebaran Islam tersebut,

tetapi diisi dengan nilai-nilai yang sesuai ajaran Islam seperti baca al-

quran, shalawat, sedekah. Amaliah ini sama seperti yang dilakukan

Rasulullah Saw ketika mengubah isi hari raya di Madinah.9

Masyarakat muslim Indonesia, mayoritasnya adalah penganut

Islam bermadzhab ahlussunnah wal jama’ah. Dari total sekitar 85% umat

8
Muhammad Ma’rufKhozin,Tahlilan Bid’ah Hasanah…., hlm.11
9
Muhammad Ma’rufKhozin,Tahlilan Bid’ah Hasana….h, hlm.13
5

Islam Indonesia, 80% diantaranya adalah penganut paham sunni, yang

acuan keagamaannya adalah para generasi al-salaf al-shalih (salafusshalih)

yakni generasi zaman Nabi sampai generasi abad ke-3 Hijriyah. Lebih dari

separuh dari 80% penganut sunni adalah mereka yang mereka yang

bermadzhab sunni tradisionalis, dimana ia lebih longgar akomodatif dalam

aplikasi tradisi keagamaan dikaitkan dengan tradisi ke-Indonesiaan.10

Tradisi yang seringkali dilakukan secara turun temurun oleh

mayoritas masyarakat muslim Indonesia, ialah berkumpul untuk

melakukan tahlilan (istilah Islam – Jawa, yang dalam bahasa Indonesia

yaitu bertahlil) adalah menggunakan atau memakai bacaan-bacaan tahlil

untuk maksud dan tujuan tertentu.

Kalimat tahlil ini dalam masyarakat muslim Indonesia sering

dibaca bersama-sama baik di masjid, di rumah, di mushola, serta

dipelataran kuburan sekalipun. Bahkan umumnya didirikan juga jama’ah

tahlil, yakni sekelompok orang yang selalu mengadakan zikir dengan

membaca kalimat tahlil dengan berkala (harian, mingguan, bulanan, dan

tahunan) dari tempat ke tempat. Kegiatan yang membaca tahlil itulah yang

kemudian disebut sebagai tahlilan. Yang dibaca didalam tahlilan bukan

hanya kalimat tahlil, melainkan juga surat yasin, kalimat tasbih, shalawat,

dan pada umumnya ditutup dengan do’a-do’a tertentu.11

10
Muhammad Sholihin, Ritual kematian Islam Jawa, (Yogyakarta: Narasi, 2010), Cet.
Ke- 1, hlm.12.
11
Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Dzikir, (Bogor: Cahaya Salam, 2008), Cet. Ke-
1, hlm. 105.
6

Pembacaan tahlil, tasbih, tahmid, takbir dan beberapa surat Al-

Qur’an yang selanjutnya ditutup dengan membaca doa bersama-sama

tersebut dilakukan dengan cara bersama-sama (jamaah) ini pada umumnya

diadakan: 1. Untuk mendoakan sanak keluarga yang sudah meninggal

dunia agar segala dosanya diampuni oleh Allah Swt, juga mendoakan

supaya semua amal kebaikan dan ibadah-ibadahnya diterima oleh-Nya. 2.

Untuk selamatan ketika sewaktu pindah rumah yang baru ditempati itu

diberkahi oleh Allah Swt, dan dijauhkan dari segala musibah. 3. Untuk

menyambut kelahiran anak. Pada umumnya tahlilan dalam rangka

menyambut kelahiran buah hati ini dilakukan bersamaan dengan acara

aqiqah. Pengadaan tahlil disini sekaligus mendoakan agar anaknya kelak

tumbuh sehat, cerdas, pintar, berakhlak mulia, serta berguna bagi Islam,

nusa dan bangsa.12

Islam sebagai agama rahmatan lil alamin mempunyai tingkat

apresiasi yang tinggi terhadap “tradisi” yang ada pada masyarakat, selama

tradisi tersebut tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Hal ini

sangat logis (masuk akal), mengingat kedudukan Islam sebagai agama

yang universal, yang dimana ajarannya ataupun dakwahnya menyentuh

seluruh sendi masyarakat dunia tanpa terkecuali. Sekaligus agama penutup

yang menjadi bingkai kehidupan manusia sampai hari kiamat, dengan

segala perkembangan dan kemajuan serta dinamika peradabannya,

12
Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Dzikir…., hlm.106
7

termasuk segala bentuk tradisi lokal dan nasional yang berkembang di

sepanjang waktu dan semua tempat.13

Seperti masalah eksistensi tahlilan yang menjadi tradisi bagi

mayoritas masyarakat muslim di Indonesia, kelompok satu menyatakan

bahwa tahlilan merupakan suatu perbuatan bid’ah dan kelompok lain

menganggap tahlilan merupakan suatu ibadah yang baik dilakukan.

Tentunya kedua kelompok tersebut mempunyai anggapan dan dasar dalil-

dalil yang mereka yakini.

Menurut perspektif humanistik, kekuatan jahat atau yang merusak

pada manusia merupakan hasil dari lingkungan yang buruk, dan bukan

merupakan potensi bawaan (dasar).14 Melalui pelaksanaan tahlilan

pembentukan karakter masyarakat pada khususnya dapat serta merta

terdidik. Pendidikan Islam pada khususnya yang bersumberkan nilai-nilai

agama Islam disamping menanamkan atau membentuk sikap hidup yang

dijiwai nilai-nilai tersebut, juga mengembangkan kemampuan-kemampuan

berilmu pengetahuan sejalan dengan nilai-nilai Islam. Didalam tahlilan

juga terdapat nilai-nilai pendidikan yang terdapat didalamnya.

Tahlil merupakan Tradisi yang mewarisi banyak nilai – nilai,

seperti nilai kegiatan sosial, kebudayaan, nasionalisme, keagamaan, tolong

menolong dan lain sebagainya. Dusun Karangtengah Desa Warungpring

13
Muhammad Tholhah Hasan, Ahlussunnah Wal Jamaah dalam persepsi dan tradisi
NU, (Jakarta: Lantabora Press, 2005), Cet. Ke-3, hlm. 209.
14
Chairul Anwar, Teori-teori Pendidikan Klasik hingga Kotemporer, (Yogyakarta:
IRCiSoD, 2017), hlm. 235
8

Kecamatan Warungpring Kabupaten Pemalang adalah salah satu Dusun

yang mayoritas masyarakatnya menganut ajaran Ahlussunnah wal-

Jama’ah al-Nahdiyyah, Aswaja atau yang sekarang lebih dikenal dengan

sebutan Organisasi NU (Nahdlatul Ulama) adalah salah satu organisasi

yang menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang

lebih baik, seperti halnya yasinan dan tahlilan yang rutin diselenggarakan

oleh Masyarakat Dusun Karangtengah Kecamatan Warungpring

Kabupaten Pemalang.

Tradisi tahlilan di Dusan Karangtengah masih terus dilestarikan

hingga saat ini, bahkan tradisi tahlilan hingga saat ini bukan hanya

dilakukan untuk memperingati kematian, namun juga biasa dilakukan

dalam rangka salamatan atau tasyakuran untuk hal-hal tertentu. Tradisi ini

dimpimpin oleh seorang tokoh agama (Kyai atau Ustadz). 15 Di Dusun

Karangtengah terdapat beberapa Jam’iyah yasinan atau tahlilan,

diantaranya yaitu Jam’iyah Raudhatus Syuban, dimana jam’iyah ini

anggotanya berjumlah 35 Orang yang berasal dari warga Rt 02 sampai Rt

04 dusun Karangtengah, jam’iyah ini rutin melakukan kegiatan tahlilan

setiap malam jum’at setelah sholat isya. Jam’iyah ini anggotanya adalah

anak-anak usia remaja hingga dewasa. 16 Pada kegiatan ini selain rutinan

pembacaan yasin dan tahlilan, tetapi juga diselingi dengan pembacaan

15
Wawancara dengan Bapak Ust, Baehaqi Ketua Jamiyah Raudhatus Syuban, di
Rumah padahari Sabtu,tangal 19 Agustus 2023 jam 14.00
16
Wawancara dengan Bapak Ust, Baehaqi Ketua Jamiyah Raudhatus Syuban, di
Rumah padahari Sabtu,tangal 19 Agustus 2023 jam 14.00
9

Maulid Al Barzanji, dan juga ada kajian ilmiah yang bisa menambah

wawasana keagamaan.

Kegiatan Jam’iyah tahlil yang anggota biasanya hanya diikuti oleh

orang-orang dewasa hingga tua, pada jam’iyah Raudhatus Syuban ini

anggotanya adalah anak-anak kecil,remaja hingga dewasa. Kegiatan ini

dilakukan bertujuan untuk menjaga tradisi tahlilan dan membiasakan anak-

anak dimulai sejak dini untuk mengetahui bagaimana cara tahlilan dan

juga untuk belajar membaca Al Barzanji, sebelum adanya Jam’iyah Tahlil

dan Yasin ini anak-anak lebih suka bermain hp,menonton tv, nongkrong di

pinggir jalan dan kegiatan-kegiatan yang kurang bermanfaat lainnya, tetapi

setelah adanya kegiatan ini kegiatan anak-anak menjadi lebih bermanfaat,

akhlak dari anak-anak juga lebih baik,bisa mengetahui bagaimana caranya

tahlil dan juga bisa membaca Al Barzanji dengan baik

Berdasarkan latar belakang di atas penulis mulai tertarik untuk

meneliti dan mengkaji lebih dalam tentang tahlilan serta nilai-nilai Islam

didalamnya dengan judul ” PENERAPAN NILAI – NILAI ISLAM

MELALUI TRADISI TAHLILAN PADA JAM’IYAH RAUDHATUS

SYUBAN DUSUN KARANGTENGAH DESA WARUNGPRING

KECAMATAN WARUNGPRING KABUPATEN PEMALANG “

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi

rumusan masalah dari penelitian ini adalah :


10

1. Bagaimana Pelaksanaan Kegiatan Rutinan Tahlilan Jam’iyah

Raudhatus Syuban Dusun Karangtengah Kecamatan Warungpring

Kabupaten Pemalang?

2. Bagaimana Penerapan Nilai – Nilai Islam Melalui Tradisi Tahlilan

Pada Jam’iyah Raudhatus Syuban Dusun Karangtengah Kecamatan

Warungpring Kabupaten Pemalang?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, agar peneliti menjadi lebih

terarah secara jelas maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk Mengetahui Pelaksanaan Kegiatan Rutinan Tahlilan Jam’iyah

Raudhatus Syuban Dusun Karangtengah Kecamatan Warungpring

Kabupaten Pemalang?

2. Untuk Mengetahui Bagaimana Penerapan Nilai – Nilai Islam Melalui

Tradisi Tahlilan Pada Jam’iyah Raudhatus Syuban Dusun

Karangtengah Kecamatan Warungpring Kabupaten Pemalang

D. Manfaat Penelitian

Dalam mengadakan penelitian ini yang penulis harapkan ialah

dapat memperoleh manfaat dari segi teoritis maupun dalam aspek

terapanya, adapun manfaatnya ialah:

1. Secara teoritis

Penelitian ini dapat menjadikan referensi bagi kepentingan

pengembangan pengetahuan dan teori keguruan


11

2. Secara praktis

a. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah ilmu

pengetahuan dan menambah khazanah keilmuan dan sebagai

sumbangan pemikiran untuk mengoptimalkan pemahaman tentang

nilai-nilai pendidikan islam yang terkandung dalam pelaksanaan

tahlilan yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits

b. Bagi Kampus penelitian ini diharapkan nantinya dapat menjadi

alternatif pengayaan bahan ajar sehingga pada akhirnya dapat

melancarkan proses kegiatan belajar mengajar

c. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat

dijadikan sebagai bahan acuan atau referensi untuk melakukan

penelitian selanjutnya

E. Tinjauan Pustaka

Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan

oleh penulis adalah sebagai berikut:

Pertama, Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Pelaksanaan Tahlilan

merupakan skripsi yang disusun Oleh Arif Rahman Mahasiswa fakultas

tarbiyah dan keguruan universitas islam negeri Raden intan lampung

tahun 2018. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai-nilai

pendidikan yang terdapat dalam pelaksanaan tahlilan. Penelitian ini

menggunakan metode kualitatif. Jika dilihat berdasarkan jenisnya,

penelitian ini termasuk kedalam penelitian kepustakaan (library research),


12

sedangkan dilihat dari sifatnya penelitian ini termasuk kedalam penelitian

deskriptif. Hasil menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan islam dalam

pelaksanaan tahlilan terbagi menjadi tiga yaitu; 1. Nilai pendidikan aqidah

dengan melakukan tahlilan, seseorang akan senantiasa mengingat dan

menyebut ke-Esa-an Allah serta shalawat kepada Rasulullah, 2. Nilai

pendidikan akhlaq dengan melaksanakan tahlilan maka akan

memunculkan sikap-sikap akhlaqul karimah sebagai aspek dari pendidikan

akhlaq, 3. Nilai pendidikan ibadah dengan melaksanakan tahlilan

seseorang telah melakukan ibadah karena poin-poin dari pelaksanaan

tahlilan tersebut merupakan ibadah yang disyariatkan dalam Islam 17.

Skripsi saudara Arif Rahman dengan skripsi penulis memiliki kesamaan

pada objek penelitian yaitu Tradisi tahlilan, sedangkan perbedaanny dalam

skripsi ini tidak ada objek tempat penelitian sedangkan dalam skripsi saya

ini ada objek tempat penelitian yaitu di dusun Karangtengah Kecamatan

Warungpring

Kedua, Khamida, dengan judul Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam tradisi

bersih Desa di Purbosari Kecamatan Seluma Barat Kabupaten Seluma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sejarah tradisi bersih

Desa di Purbosari Kecamatan Seluma Barat Kabupaten Seluma. Nilai-nilai

Pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi bersih Desa dalam

penelitian ini antara lain yaitu nilai aqidah yang merupakan kepercayaan

17
Arif Rahman, Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Pelaksanaan Tahlilan,( fakultas
tarbiyah dan keguruan universitas islam negeri Raden intan lampung, 2018 )
13

masyarakat desa Purbosari bahwa hanya Allah Swt yang patut disembah

dan mampu memberikan segala sesuatu. Nilai ibadah yang merupakan

ibadah-ibadah yang disandarkan kepada Allah Swt, nilai akhlak yang

merupakan ajaran gemar bersedekah, bertanggung jawab, dan nilai

Kemasyarakatan18. Persamaan Penelitian ini dengan penelitian saya adalah

sama – sama mengkaji nilia – nilai pendidikan islam, sedangkan perbedaan

antara penelitian saudari Khamida dengan Penelitian ini, dilihat dari objek

penelitian. Saudari Khamida meneliti tentang tradisi Bersih Desa

sedangkan saudari Khamida meneliti tentang tradisi tahlilan

Ketiga, Satria Wiguna, Ahmad Fuadi dalam jurnalnya “Nilai-Nilai

Pendidikan Islam Dalam Tradisi Tahlilan Di Desa Batu Melenggang

Kecamatan Hinai Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui penerapan

nilai-nilai Pendidikan Islam dalam tradisi tahlil di Desa Batu Melenggang

Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat. Metode penelitian dengan metode

penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu observasi,

wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian mengenai nilai-nilai

pendidikan Islam pada tradisi Tahlilan adalah nilai sedekah, nilai tolong-

menolong, nilai solidaritas, nilai kerukunan, nilai silaturrahim sebagai

ukhuwah islamiyah, nilai keutamaan dzikrulmaut (mengingat kematian),

nilai keutamaan dzikrullah (mengingat kepada allah Swt), unsur dakwah,

18
Khamida, Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam tradisi bersih Desa di Purbosari
Kecamatan Seluma Barat Kabupaten Seluma.
14

dan nilai kesehatan19. Persamaan penelitian ini dengan penelitian saya

adalah sama – sama mengkaji Nilai – nilai pendidikan islam dalam tradisi

tahlilan, sedangkan perbedaan antara penelitian saudari Khamida dengan

Penelitian saya, dilihat dari objek penelitian. Saudari Khamida meneliti

tentang tradisi Bersih Desa sedangkan saudari Khamida meneliti tentang

tradisi tahlilan

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Peneliti menggunakan metode Field Research (Penelitian

Lapangan), yang menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu

proses penelitian yang memberikan hasil berupa data deskriptif yaitu

dengan kata-kata (bukan angka-angka) atau tulisan yang diperoleh dari

hasil wawancara (interview), catatan laporan, dokumen, observasi,

dokumentasi dan lain-lain) atau penelitian yang mengutamakan

pendeskripsian secara penjabaran suatu peristiwa atau prosedur

sebagaimana dalam lingkungan yang alami untuk memperoleh makna

yang mendalam dari hakikat proses tersebut.20

2. Waktu Penelitian

19
Satria Wiguna, Ahmad Fuadi dalam jurnalnya “Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam
Tradisi Tahlilan Di Desa Batu Melenggang Kecamatan Hinai
20
Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2014),
hlm.19
15

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai bulan

Oktober tahun 2023

3. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di jam’iyah yasin dan tahlil Raudhotus

Syuban yang terletak di Dusun Karangtengah Kecamatan Warungpring

Kabupaten Pemalang

4. Tekhnik Pengumpulan Data

dalam penelitian kulitatif, tekhnik pengumpulan data yang utama

adalah observasi sedangkan wawancara dan dokumentar hanya sebagai

penunjang atau pelengkap saja.

1. Metode observasi

Metode obeservasi adalah tekhnik pengumpulan data yang

dilakukan oleh peneliti dengan cara langsung ke obyek

penelitianya, atau tekhnik mendapatkan data primer dengan

mengamati langung objek datanya21 untuk melihat kegiatan yang

dilakukan atau pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan

pedoman obeservasi, sehingga peneliti mengembangkan

pengamatanya berdasarkan perkembangan yang terjadi di lapangan.

2. Metode dokumentasi

21
Jogiyanto, Metodologi Penelitian Sistem Informasi, yogyakarta: Andi Yogyakarta,
2008, hlm: 88.
16

Metode dokumentasi adalah salah satu tekhnik pengumpulan

data yang digunakan dalam metodologi peneliti sosial untuk

meneliti data historis. Dokumentasi yang peneliti dapat,

diantaranya foto piagam dan foto piala.

3. Metode wawancara

Wawancara atau interview merupakan salah satu bentuk

tekhnik pengumpulan data yang banyak digunakan dalam

penelitian deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.

Wawancara dilakukan secara lisan dalam pertemuan tatap muka

secara individual. Wawancara yang ditujukan untuk memperoleh

data individu dilakukan secara individual.22

Wawancara peneliti diajukan kepada beberapa orang tertentu

diantaranya:

a. Ketua Jam’iyah Yasin dan Tahlil Raudhatus Syuban.

b. Anggota Jam’iyah.

Pada jenis wawancara ini pertanyaan yang diajukan sangat

bergantung pada pewawancara itu sendiri, jadi bergantung pada

spontanitasnya dalam mengajukan pertanyaan kepada

terwawancara.

5. Analisis Data

22
Nana Saodikh, Metodologi Penelitian Pendidikan…. Hlm. 216
17

Analisis data merupakan proses mengatur urutan data,

mengorganisasikan dalam satu pola dan ukuran untuk dijadikan

kesimpulan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis

data sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Data yang didapat dari lapangan langsung diketik atau

ditulis dengan rapih, terinci serta sistematis setiap selesai

mengumpulkan data. Data-data yang terkumpul biasanya semakin

bertambah biasanya mencapai ratusan bahkan ribuan lembar.

Oleh sebab itu, laporan itu harus dianalisis sejak di mulainya

penelitian. Laporan-laporan itu perlu direduksi, yaitu dengan

memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian.

Kemudian mencari temanya. Data-data yang direduksi

memberikan gambaran yang tajam tentang hasil pengamatan dan

mempermudah peneliti untuk mencarinya jika sewaktu-waktu

diperlukan.

2. Display Data

Data yang semakin bertumpuk itu kurang dapat

memberikan gambaran secara menyeluruh. Oleh sebab itu

diperlukan display data. Display data adalah menyajikan data

dalam bentuk matriks, network, chart, atau grafik dan sebagainya.


18

Degan demikian peneliti dapat menguasai dan data tidak

terbenam dengan setumpuk data.

3. Menarik Kesimpulan

Penyusunan kesimpulan adalah tindakan akhir yang

dilakukan setelah peneliti selesai mengumpulkan semua data dan

merangkum semua informasi- informasi yang diperoleh, setelah

data dirasa sudah terhimpun maka kesimpulan pun diuraikan


19

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Nilai - Nilai Islam

1. Pengertian Nilai – nilai Islam

Pengertian kata value, yang kemudian diterjemahkan ke

dalam bahasa Indonesia menjadi nilai, barasal dari bahasa Latin

valere atau bahasa Prancis Kuno Valioir, sebatas arti

donotatifnya, valere, valoir, value, atau nilai dapat dimaknai

sebagai harga.23

A value, says Webster, is “a principle, standard or quality

regarded as worthwhile or desirable”, yakni nilai adalah prinsip,

standar atau kualitas yang dipandang bermanfaat atau sangat

diperlukan. Nilai ialah “suatu keyakinan atau kepercayaan yang

menjadi dasar bagi seseorang atau sekelompok orang untuk

memilih tindakannya, atau menilai suatu yang bermakna atau

tidak bermakna bagi kehidupannya”.24

Dalam pengertian lain, nilai adalah suatu seperangkat

keyakinan atau perasaan yag diyakini sebagai suatu identitas yang

memberikan suatu corak yang khusus kepada pola pemikiran,

perasaan, keterikatan maupun perilaku. Oleh karena itu sistem

23
Rohmad Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai (Bandung:
Alfabeta,2004),hlm.7
24
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengarungi Benang Kusut Dunia
Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006),hlm.I48
20

nilai dapat merupakan standar umum yang diyakini, yang diserap

dari keadaan obyektif maupun di angkat dari keyakinan,

sentiment (perasaan umum) maupun identitas yang diberikan atau

diwahyukan oleh Allah Swt.25

Dari beberapa pengertian tentang nilai di atas dapat

difahami bahwa nilai itu adalah sesuatu yang abstrak, ideal, dan

menyangkut persoalan keyakinan terhadap yang dikehendaki, dan

memberikan corak pada pola pemikiran, perasaan, dan perilaku.

Dengan demikian untuk melacak sebuah nilai harus melalui

pemaknaan terhadap kenyataan lain berupa tindakan, tingkah

laku, pola pikir dan sikap seseorang atau sekelompok orang.

Sedangkan Islam itu dalam Kamus Ilmiah Populer di artikan

menjadi damai, tentram, serta agama yang dibawa oleh nabi

Muhammad Saw dengan kitap suci Al Qur’an.26

Berdasarkan paparan pengertian nilai dan Islam seperti

yang telah disebutkan diatas, maka dapat di ambil pengertian

tentang nilai-nilai Islam sebagai berikut:

Nilai-nilai Islam merupakan bagian dari nilai-nilai material

yang terwujud dalam kenyataan pengalaman rohani dan jasmani.

Nilai- nilai keIslaman merupakan tingkat integritas kepribadian


25
Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam (Jakarta:
Bumi Aksara, 1996),hlm.202
26
Pius A Partanto dan M Dahlan Albarry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola,
I994), hlm.274
21

yang mencapai tingkat budi (insan kamil). Nilai-nilai keIslaman

bersifat mutlak kebenarannya, universal, dan suci.

Nilai Islam sebagai nilai yang tertinggi di antara nilai yang

lain, tentunya mengundang unsur yang lebih yakni menyangkut

unsur lahir dan batin makhluk yang mana nilai ini bertugas

mengatur dan menjaga makhluk agar berjalan tetap pada orbitnya,

dalam artian tidak keluar dari koridor fitrah manusia

2. Bentuk Nilai-Nilai Islam

Untuk mengadakan interaksi, manusia menciptakan aturan-

aturan dan nilai-nilai tertentu. Aturan dan nilai tertentu ini dapat

berbentuk tata tertib,etika,adat, dan aturan perundang-undangan.

Semua yang dihasilkan manusia dalam aturan ini hanya berlaku

untuk jangka tertentu sesuai dengan situasi dan kondisi yang

melingkupi manusia tersebut. Namun demikian bagi umat Islam

sumber nilai yang tidak berasal dari al-Quran dan Sunnah hanya di

gunakan sepanjang tidak menyimpang atau yang menunjang

sistem nilai yang bersumber kepada Al-Quran Dan Sunnah.27.

Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Q.S. Al-An’am 153,

sebagai berikut:

‫َو َاَّن ٰه َذ ا ِص َر اِط ْي ُمْس َتِق ْيًم ا َف اَّتِبُعْو ُهۚ َو اَل َتَّتِبُع وا الُّس ُبَل َفَتَف َّرَق ِبُك ْم َعْن َس ِبْيِله‬

27
Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar- Dasar Pendidikan Agama Islam.., hlm. 203.
22

) 153 : ‫ٰۗذ ِلُك ْم َو ّٰص ىُك ْم ِبه َلَعَّلُك ْم َتَّتُقْو َن ( االنعام‬

Artinya:

“Dan bahwa (yang kami perintahkan)ini adalah jalanku yang

lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-

jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu

dari jalan-Nya. Yang demikian di perintahkan Allah kepadamu

agar kamu bertaqwa”.28

Dari keterangan di atas dapat di fahami kelebihan Al

Qur’an diantaranya terletak pada metode yang menakjubkan dalam

konsep pendidikan yang terkandung di dalamnya. Al Qur’an telah

memberi kepuasan penalaran yang sesuai dengan kesederhanaan

fitrah manusia tanpa unsur paksaan dan di sisi lain disertai dengan

pengutamaan afeksi dan emosi manusiawi.

Dengan demikian jelaslah bahwa al-Qur’an mengetuk akal

dan hati manusia semua, karena ajaran dan pendidikan yang ada di

dalam al-Qur’an mangawali konsep pendidikannnya dari hal yang

sifatnya konkret menuju hal yang abstrak. Maka dari itu al-Qur’an

yang menjadi sumber nilai dalam agama Islam, maka yang kedua

adalah As-Sunnah. Pada hakikatnya keberadaan As-Sunnah

28
Kementrian Agama RI, Al-Qur‟an al-Karim Tajwid dan Terjemahnya, (Surabaya:
UD HALIM 2013), hlm.153
23

ditujukan untuk menjelaskan apa yang terdapat dalam Al Qur’an.29

Dengan demikian jelaslah bahwa keterikatan diantara

kedua sumber tersebut sangat kuat adanya, sehingga dapat di

fahami bahwa kedua sumber tersebut merupakan sumber nilai

yang mutlak harus dianut oleh manusia agar tercapai hidup yang

dijalaninya tidak dalam kesesatan dan jauh dari Ridlo Allah.

Dari penjelasan diatas dapat di ambil kesimpulan bahwa

nilai Islam mempunyai dua segi, yaitu segi normatif dan segi

operatif. Segi normatif menitik beratkan petimbangan baik-buruk,

benar-salah, hak-batil, diridai- dikutuk, sedangkan segi operatif

mengandung lima kategori yang menjadi

prinsip standardisasi perilaku manusia, yaitu baik, setengah

baik, netral, setengah buruk, dan buruk, hal itu dapat kita jabarkan

sebagai berikut:30

a) Wajib (baik)

Nilai yang baik dilakukan manusia. Ketaatan akan

perintah memperoleh imbalan jasa (pahala), dan kedurhakaan

akan mendapatkan sangsi (dosa).

29
Abdurrahman An- Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam Dalam
Keluarga, Di Sekolah dan Di Masyarakat (Bandung: Diponegoro, 1992), hlm.29-32
30
Muhaimin dan Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan
Kerangka Dasar Operasionalisasinya (Bandung: Trigenda Karya, I993), hlm.116-117
24

b) Sunah (setengah baik)

Nilai yang setengah baik dikerjakan, sebagai

penyempurna terhadap nilai yang baik atau wajib, sehingga

ketaatannya diberi imbalan jasa dan kedurhakaannya tampa

mendapat sangsi.

c) Mubah (netral)

Nilai yang bersifat netral, mengerjakan atau tidak, tidak

berdampakkan imbalan jasa atau sangsi.

d) Makruh (setengah buruk)

Nilai yang sepatutnya untuk ditinggalkan. Di samping

berdampak kurang baik, juga memungkinkan terjadinya

kebiasaan yang buruk, yang pada akhirnya mengakibatkan

keharaman.

e) Haram (buruk)

Nilai yang buruk dilakukan, karena mambawa

kemudaratan dan merugikan diri pribadi, maupun ketentraman

masyarakat umumnya bila subyek melakukannya, dia akan

diberi sangsi baik langsung (di dunia) maupun tidak langsung

(di akhirat).31

Karena nilai bersifat ideal dan tersembunyi dalam setiap

kalbu insan. Pelaksanaan nilai tersebut harus disertai niat. Niat

31
Muhaimin dan Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan
Kerangka Dasar Operasionalisasinya ….., hlm.116-117
25

merupakan itikad seseorang yang mengerjakan sesuatu dengan

kesadaran. Dengan niat itu seseorang dikenai nilai, karena niatlah

yang mendasari apakah aktivitas yang dilakukan subyek itu baik

tau buruk. Aktivitas yang menyalahi kehendak, ide, atau gagasan

semula seseorang, maka keberlakuan nilai bukan terletak pada

realitas yang ada, tetapi terletek dibalik realitas tersebut.32

B. Tradisi Tahlilan

1. Tradisi

Dalam ajaran Islam tradisi dikenal dengan kata „Urf yang

secara terminologi berarti segala tindakan yang menjadi kebiasaan

dan diakui sebagai hal yang baik pernah dikerjakan masyarakat

Islam dengan aturan yang sesuai dan bukan menentang syariat

Islam. Hal tersebut telah melekat dalam kehidupan masyarakat

karena telah menjadi kebiasaan yang menyatu dalam

kehidupannya baik dalam hal perilaku maupun lisannya.33

Secara etimologi, al-‘Urf berarti kebaikan. Menurut Abdul

Wahab Khalaf, kata ‘Urf adalah segala sesuatu yang telah

diketahui oleh manusia karena telah menjadi kebiasaan baik

perilaku maupun lisannya.34 Dari definisi tersebut penulis

menyimpulkan bahwa tradisi adalah suatu perkataan atau


32
Muhaimin dan Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan
Kerangka Dasar Operasionalisasinya, hlm 117-118
33
Suwarjin, Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 148
34
Khatib Suansar, Ushul Fiqh, (IPB Press, Bogor: 2014), hlm. 102
26

perbuatan yang dibentuk dari kebiasaan-kebiasaan yang sering

dilakukan dan dianggap sebagai sesuatu yang paling benar.

Kebiasaan merupakan adat dari nenen moyang kemudian

mewariskan dan diterima oleh akal pikiran yang melekat kepada

anak cucunya .

‘Urf terbagi atas tiga bagian yaitu dapat dilihat dari

objeknya, cakupanya, dan keabsahannya.

a) Dari objeknya, ‘Urf terbagi dalam dua macam, yaitu:

1) ‘Urf al-Lafdhi adalah suatu cara suatu daerah dalam

mempergunakan dan melafaskan ungkapan-uangkapan

tertentu sehingga menjadi kebiasaan.

2) ‘Urf al-Amali adalah suatu daerah yang menjadikan

perbuatan-perbuatan yang dilakukan orang-orang

terdahulunya kedalam adat

b) Dari cakupannya, ‘Urf dibagi dalam dua bagian, yaitu:

1) ‘Urf al-Aam yaitu suatu perilaku dan perbuatan yang

berlaku diseluruh masyarakat dan di seluruh daerah

secara meluas.

2) ‘Urf al-Khash yaitu suatu perilaku dan perbuatan berlaku

secara khusus didaerah dan masyarakat tertentu.

c) Dari segi keabsahan dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu:

1) Al- ‘Urf as-Shahih adalah suatu perbuatan, perkataan


27

atau kebiasaan yang terjadi disuatu daerah dan

masyarakat yang tidak bertentangan dengan dalil syara‟.

Tidak menghalalkan yang haram dan tidak meharamkan

yang halal, juga tidak membatalkan hal-hal yang wajib.

2) Al-‘Urf al-Fasid yaitu suatu perbuatan, perkataan dan

kebiasaan yang dilakukan di suatu daerah yang

berlawana dengan hukum syari‟at, karena membawa

kepada perilaku membatalkan yang wajib,

mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang

haram.35

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa al-‘Urf (adat)

jika dilihat dari objeknya ialah kebiasaan masyarakat dalam

perbuatan dan perkataan. Jika dilihat dari cakupannya ialah

kebiasaan yang sering dilakukan di daerah masing-masing baik itu

diseluruh daerah ataupun pada masyarakat-masyarakat tertentu.

Dan jika dilihat dari keabsahannya ‘Urf berarti kebiasaan

masyarakat baik yang sesuai dengan dalil syara‟ atau yang

bertentangan dengan hukum syari’at.

35
Suwarjin, Ushul Fiqh…., hlm. 151
28

2. Tahlilan

1. Pengertian tahlilan

Tahlil secara etimologi berasal dari bahasa arab yaitu

‫ِّل‬ ‫ِل‬ ‫اَل ِإَل َه ِإَّال اهلل‬


‫َتْه ْياًل َه ّل َل –ُيَه ُل‬- yang mengandung arti bacaan

dalam bahasa indonesia memiliki arti yaitu “tidak ada Tuhan

selain Allah. Atau dengan arti lain tidak ada sesembahan lain

yang patut disembah selain kepada Allah Swt, atau dalam

perkataan lain yaitu “pengakuan dan keyakinan seorang hamba

yang mengi‟tikadkan bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah

kecuali Allah Swt.

Tahlilan menurut definisi adalah pertemuan atau

perkumpulan untuk membaca tahlil yang dilakukan masyarakat

di berbagai tempat, yaitu dengan membaca al-quran, shalawat,

istigfar, tahlil, dzikir kepada Allah Swt dan di akhiri dengan

doa kepada kepada Allah Swt yang isinya agar pahala dari

bacaan yang telah dibaca dihadiahkan kepada rohnya serta

memohon ampun baginya.36

Menurut Muhammad Idrus Ramli, tahlilan adalah tradisi

atau ritual yang komposisi bacaannya terdiri dari beberapa ayat

al-Qur‟an, tahlil, tasbih, tahmid, sholawat dan lain-lain.

36
Thohir Abdullah Al-Kaff, Status tahlil dalam Al-quran dan Al hadis(Surabaya;AL
ustadz Umar baradja,1997) hlm.1
29

Bacaan tersebut dihadiahkan kepada orang-orang yang telah

wafat/meninggal dunia. Hal tersebut kadang dilakukan secara

bersama- sama dan kadang pula dilakukan sendiri-sendiri.37

Tahlilan secara terminologi merupakan mengucapkan

kalimah thayyibah dan berdoa secara bersama-sama untuk

orang yang telah meninggal dunia. Kemudian Istilah tahlilan

lebih diketahui oleh masyarakat sebagai ritual selamatan yang

dilaksanakan dari beberapa warga berpaham Islam,

mayoritasnya orang Indonesia, untuk memperingati dan

mendoakan orang atau keluarga yang telah meninggal.

Tahlilan biasanya diselenggarakan dihari pertama

kematian kemudian dihari ke 7, ke 40, ke 100, ke-satu tahun

pertama, ke-dua, hingga ke-tiga tahun. Selama melaksanakan

ritual tahlilan, puji-pujian terhadap Allah Swt merupakan

tujuan utama. Biasanya dilaksanakan melalui pembacaan ayat

suci dan doa-doa tertentu. Surah Yasin merupakan surah utama

yang dibacakan, dilanjutkan ayat kursi dan dzikir yang

meliputi tasbih (pensucian), tahmid (puji-pujian), dan istigfar

(memohon ampunan).

37
Muhammad Idrus Ramli, Membeda Bid‟ah dan Tradisi dalam persfektif Ahli
Hadits dan Ulama Salafi, (Surabaya: Khalista 2010), hlm. 58
30

Adapun urutan-urutan dan susunan bacaan dalam

kegiatan tahlilan, Madchan Anies mengungkapkan bahwa ada

delapan bagian pokok dalam tahlil, yaitu:

1. Tentang hadrah dan al-Fatihah

2. Surah al-Ikhlas, al-Muawwidzatain, dan al-Fatihah

3. Tentang permulaan surah Al-baqarah

4. Surah Al-baqarah 163 dan ayat kursi

5. Ayat-ayat terakhir surah al-Baqarah

6. Bacaan tahrim dan tabaruk dengan surah al-ahzab ayat 33

dan surah hud ayat 73

7. Bacaan istighfar, tahlil dan tasbih dan

8. Doa penutup tahlil.38

2. Sejarah Tahlilan

Acara tahlilan yang kedengarannya tak lagi asing di

telinga orang Indonesia merupakan salah satu tradisi zaman

Wali Songo yang sampai sekarang masih diamalkan oleh

sebagian besar masyarakat. Asal-usul tradisi ini sebenarnya

berasal dari kebudayaan Hindu-Buddha yang termodifikasi

oleh ide-ide kreatif para Wali Songo, penyebaran agama Islam

di Jawa. Awalnya tradisi tahlilan ini belum ada, sebab

masyarakat zaman dulu masih mempercayai kepada makhluk-

38
Andi Warisno, Tradisi Tahlilan Upaya Menyambung Silaturahmi, (Ri‟ayah: Jurnal
Sosial dan Keagamaan 2.02, 2017), hlm. 71
31

makhluk halus dan gaib. Oleh sebab itu, mereka berusaha

meminta sesuatu kepada makhluk- makhluk gaib tersebut

berdasarkan keinginan yang dikehendakinya. Agar keingin itu

terkabul, maka mereka membuat semacam sesajen yang.39

Melihat kenyatan tersebut, selain menyebar dakwah

Islam, para Wali Songo juga bertekad ingin merubah kebiasaan

merekah yang sangat kental akan nuansa tahayyul untuk

kemudian diarahkan kepada kebiasaan yang bercorak islami

dan realistik. Untuk itulah, merekah berdakwah lewat jalur

budaya dan kesenian yang cukup disukai oleh masyarakat

denga sedikit memodifikasi serta membuang unsur-unsur yang

berseberangan dengan Islam. Dengan begitu, agama Islam

akan cepat berkembang di tanah Jawa dengan tidak membuang

mentah- mentah tradisi yang selama ini mereka lakukan.

Tradisi tahlilan ini memang tidak terdapat pada zaman

Nabi Saw. Lebih tepatnya tradisi ini lebih identik dengan

perpaduan antara kebudayaan Jawa Kuno dengan tradisi Islam.

Sehingga tidak sedikit dari mereka yang secara terang-terangan

menolak, bahkan menentang tradisi ini. Sebab, mereka

menyakini bahwa acara tahlilan merupakan amalan yang tidak

dicontohkan oleh Rasulullah Saw, sehingga termasuk bid’ah.

39
Irfan Yudhistira: http://irfanyudhistira wordpross.com/2012/06/01/tradisi-tahlilan,
(diaksese tanggal 17 Agutus 2023 Pukul 18:28).
32

Namun perlu diingat, para Wali Songo dalam berdakwah

sangat mengedepankan kehati-hatian serta strategi yang jitu

dalam misinya menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat

Jawa. Sebab, dikala itu kondisi mereka yang masih beragama

Hindu dan Bunddha masih belum mampu merubah total apa

yang menjadi kebiasan dan tradisi mereka, sehingga sangat

sulit bagi para Wali apabila langsung mengkikis kebudayaan

yang mereka lakukan selama itu dalam dakwanya.

Mereka juga tidak sembarangan membuat adat-istiadat

yang mereka lakukan serta sangat selektif dan teliti memilah-

milah kebiasaan mana yang masih dalam koridor syari’at dan

mana yang bertentangan. Sebab apabila para Wali Songo

bertindak gegabah dalam menjalankan misinya, maka agama

Islam pun sulit diterima oleh orang Jawa pada waktu itu.

Bahkan tak jarang merekapun semakin membeci pada Islam

yang justru makin menghambat berkembangnya agama yang

dibawa baginda Rasulullah Saw ini. Strategi Wali Songo ini

kemudian diperkuat dengan statement Imam Syafi’i yang

dikutip dalam buku “jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam” karrangan

Ibnu Rajab yang berbunyi: “Bid’ah itu ada dua, yaitu bid’ah

hasanah (terpuji) dan bid’ah dhalalah (tercela). Bid’ah hasanah


33

berarti bid’ah yang selaras dengan sunnah, sedangkan bid’ah

dhalala berarti bid’ah yang bertentangan dengan sunnah”.40

Meskipun tradisi tahlilan di Indonesia merupakan suatu

trradisi Hindu-Buddha yang oleh Wali Songo dimodifikasi

dengan nilai-nilai islami, amalan yang ada dalam tahlilan

bukan murni dari bangsa Indonesia, melainkan sudah penah

dicontohkan sejak masa sahabat, serta pada masa tabi’in dan

seterusnya. Karena sudah pernah dicontohkan inilah maka

kebiasaan tersebut masih ada hingga kini. Misalnya

sepertiselamatan hari ketujuh diperbolehkan dalam syari’at

Islam. Sebagaimana keterangan Imam Jalaluddin

Abdurrahman As-Suyuhi dalam kitab karangannya yaitu kitab

Al-Hawi Lil Fatawi:

“Telah berkata Imam Ahmad bin Hambal RA di dalam

kitabnya yang menerangkan tentang kitab zuhud: Telah

menceritakan kepadaku Al- Asyja’i dari Sufyan sambil

berkata: Telah berkata Imam Thawus (‘ulama bersar

zaman tabi’in): Sesunggunya orang-orang yang

meninggal akan dapat ujian dari Allah dalam kuburan

mereka selama tujuh hari. Maka disunnahkan bagi

mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makan

40
Irfan Yudhistira: http://irfanyudhistira wordpross.com/2012/06/01/tradisi-tahlilan,
(diaksese tanggal 17 Agutus 2023 Pukul 19:12).
34

(sedekah) untuk orang-orang yang sudah meninggal

selama hari-hari tersebut.”41

Sementara itu, sedekah selama tujuh hari yang pahalanya

diperuntukan untuk orang yang meninggal tela berlangsung di

Mekkah dan Madinah sampai sekarang. Keterangan ini

dijelaskan oleh Imam Suyuti di dalam kitabnya Al Hawi Lil

Fatawi. Berikut penjelasannya: “Telah sampai kepadaku

bawahsanya kesunahan bersedekah selama tuju hari itu telah

berlangsung di Mekkah dan di Madinah hingga sekarang”.

Maka secara dzohir disimpulkan bahwa sedekah tersebut tidak

pernah ditinggalkan mulai dari zaman sahabat sampain

sekarang. Para generasi terkemudian (kholif) telah

mengambilnya secara turun temurun dari generasi terdahulu

(salaf) sampai masa generasi pertama.42

Pembacaan tahlil yang dikhususkan untuk orang-orang

yang telah meninggal juga menjadi tradisi turun temurun di

Hadhramaut Yaman tempat berdiamnya para ahlul bait

dzurriyah Nabi Muhammad Saw. Sejarah tersebut dapat

ditemukan dalam kitab Al-Ilmin Nibros tulisan Sayyid Al

Habib Abdulloh bin Ashi bin Hasan Al Athos. Di kitab


41
Abdullah Mustaghfirin:http://www.gomasbolawat.com/2012/04/hukum-selamatan-
hari-ke-3-7-40-100.Istml (dialkses pada hari jum’at tanggal 18 Agutus 2023 pukul 19:52)
dari Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Kitab Al-Hawi Lil Fatawi, jilid 2, hlm. 178
42
Karyawan FB: http://karyawanfb.mwb.im/sejarah-awal-mula-mnculnya-tahl.xhtml
(diakses pada hari jum’at tanggal 18 Agutus 2023 pukul 20:24)
35

tersebut di jelaskan: “Sabagain dari mereka (ahlul bait di

Hadhramaut) mengumpulkan para jama’ah yang membaca

tasbih dan tahlil sebanyak 1000 kali, kemudian mereka

menghadiakan pahalahnya kepada orang- orang yang telah

meninggal dunia.”

Jika di Mekkah dan di Madinah telah dikenal tradisi

sedekah selama 7 hari, dan di Hadhramaut telah dikenal

pembacaan tahlilan, maka ulama Wali Songo yang notabene

merupakan keturunan ahlul bait dari Hadhramaut tersebut,

mengingat para ulama ahlul bait merupakan orang- orang yang

sangat menjaga kemurnian ajaran yang didapat secara turun

temurun yang bermuara kepada Imam Ja’far Shodiq (putra Ali

bin Tahlib) sampai kepada Rasulullah Saw., dapat dipastikan

Wali Songo telah membawa tradisi ini dari sana, bukan dari

Iran tempat yang menjadi pusat syiah.43

Bukti bahwasanya Wali Songo merupakan keturunan

dari Hadhramaut ialah, bahwasanya Sayyid Ahmad

Rahmatulloh yang dikenal dengan sebutan Sunan Ampel

merupakan putra dari Sayyid IbrahimZainal Akbar bin Husain

Zainal Akbar bin Sayyid Ahmad bin Sayyid Abdulloh bin

Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin Sayyid Alwi Ammil

43
Karyawan FB: http://karyawanfb.mwb.im/sejarah-awal-mula-mnculnya-tahl.xhtml
(diakses pada hari jum’at tanggal 18 Agutus 2023 pukul 22:24)
36

Faqih (Hadhramaut) bin Muhammad Sohib Marbath bin

Sayyid Alwikholi’ Qosam bin Sayyid Muhammad bin Sayyid

Alwi bin Sayyid Ubaidillah bin Sayyid Ahmad Al Muhajir

Ilallloh bin Isa bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-Uraidli

bin Ja’far As-Shadiq bin Muhammad Ak-Baqir bin Ali Zaenal

Abidin bin Husain bin Ali suami Fatimah Az-Zahra sampai

kepada Rasulullah Saw, dengan begitu, tradisi yang dikenal

dengan tahlilan merupakan perkawinan tradisi Mekkah dan

Madinah serta Hadhramaut. Yang kebetulan Masyarakat Jawa

kala itu sudah terbiasa dengan sesajen ala Hindu. Sehingga

tradisi tahlilan ini sangat mudah diterima oleh mereka setelah

di sampaikan oleh para Wali penyebar Islam.44

Tradisi bacaan tahlil sebagaimana yang dilakukan kaum

muslimin sekarang ini tidak terdapat secara khusus pada zaman

Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Tetapi tradisi itu

mulai ada sejak zaman ulama muta’akhkhirin sekitar abad

sebelum hijriyah yang mereka lakukan berdasarkan istinbath

dari Al-qur’an dan hadits Nabi Saw, lalu mereka menyusun

rangkaian bacaan tahlil, mengamalkannya secara rutin dan

mengajarkannya kepada kaum muslimin.45

44
Karyawan FB: http://karyawanfb.mwb.im/sejarah-awal-mula-mnculnya-tahl.xhtml
(diakses pada hari jum’at tanggal 18 Agutus 2023 pukul 22:24)
45
Muhammad Danial Royyan, Sejarah tahlil, (Kendal: Lajnah Ta’lif wan
Nasyr/LTNU Kendal dan Pustaka Amanah, 2013), hlm. 2
37

Ulama berbeda pendapat tentang siapa yang pertama kali

menyusun rangkaian bacaan tahlil dan mentradisikannya.

Sebagaian mereka berpendapat, bahwa yang pertama

menyusun tahlil adalah Sayyid Ja’far Al-Barzanji, dan sebagai

lain pendapat, bahwa yang menyusunpertama kali adalah

Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad.46

Pendapat yang paling kuat dari dua pendapat yang

disebut diatas adalah pendapat orang yang menyusun tahlil

pertamakali adalah Imam Sayyid Abdullah bin Alwi Al-

Haddad, karena Imam Al-Haddad yang wafat pada tahun1132

H lebih dahulu dari pada Sayyid Ja’far Al-Barzanji yang wafat

pada tahun 1177 H. Pendapat ini diperkuat juga tulisan Sayyid

Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Abdullah bin Alwi Al-Haddad

dalam Syarah Ratib Al-Haddad, bahwa kebiasaan Imam

Abdullah Al-Haddad sesudah membaca ratib adalah bacaan

tahlil.47

Tahlil yang dilakukan oleh kaum muslimin di Indonesia

sama atau mendekti dengn tahlil yang dilakukan kaum

muslimin di Yaman. Hal itu dikarenakan tahlil yang berlaku di

Indonesia ini disiarkan Wali Songo. Lima orang dari Wali

Songo itu para habaib (keturunan Nabi Saw) dengan marga

46
Muhammad Danial Royyan, Sejarah tahlil…., hlm.3
47
Muhammad Danial Royyan, Sejarah tahlil…., hlm.3
38

Ba’alawy yang berasal dari Hadhramaut Yaman, terutama

dari kota Tarim. Namun ada sedikit perbedaan, yaitu jika di

Yaman terdapat pengiriman do’a kepada Wali Quthub yang

bernama Sayyid Muhammad bin Ali Ba’alawy yang terkenal

dengan Al-Faqih Al-Muqaddam. Sedangkan di Jawa lebih

banyak menyebutkan Sayyid Az-Syekh Abdul Qadir Al-

Jailani.48

Kalau kita perhatiakan secara cermat susunan bacaan

tahlilan tidak terdapat didalamnya satu bacaan pun yang

menyimpang dari Al-quran dan Hadits. Semua bacaan yang

ada bersumber dari keduanya. Kalaupun kemudian formatnya

tidak di atur secara langsung di dalam Al-qur’an dan Hadits,

hal itu tidaklah masalah, karena ia termasuk dzikir umum yang

waktu, bilangan dan bacaannya tidak diatur secara baku oleh

kedua sumber utama hukum Islam tersebut.49

3. Dasar Hukum Tahlilan

a) Al-Qur’an

Pada hakikatnya tahlilan adalah bacaan laa ilaaha

illallah yang dikerjakan oleh majelis dzikir, memiliki


48
Muhammad Danial Royyan, Sejarah tahlil…., hlm.8-9
49
Abiza el Renaldi, Harakah tahlilan,Yasinan dan Kenduri Arwah?,(Klaten:Pustaka
Wasilah,2012, hlm.20
39

dasar hukum dari Al-Qur‟an diantaranya: Allah SWT,

berfirman dalam Q.S Al-Ahzab ayat 41-42 sebagai

berikut:

‫ َو َس ِّبُح وُه ُبْك َر ًة َو َأِص ْيال‬.‫َيا َأُّيَه ا اَّل ِذ يَن آَم ُن وا اْذُك ُر وا الَّل َه ِذ ْك ًر ا َك ِث ًريا‬

)42-41: ‫(األحزاب‬

Artinya:
41. Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan

menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.

42. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan

petang.50

Terdapat banyak ayat dalam al-Quran yang

menganjurkan kepada umat Islam agar memperbanyak

dzikir kepada Allah Swt, karena hati akan tenang dan jiwa

terasa dekat dengan Allah Swt apabila kita sering berdzikir

kepadaNya, seseorang mampu merasakan kehadiran Allah

Swt. Perbuatan yang paling jelas sebagai bentuk

pendekatan kepada Allah Swt adalah sholat, karena dalam

setiap bacaan, gerakan, dan hati ditujukan kepadaNya.

Para ulama berpendapat bahwa kata dzikir pada ayat

50
Kementrian Agama RI, Al-Qur‟an al-Karim Tajwid dan Terjemahnya, (Surabaya:
UD HALIM 2013), hlm. 418
40

tersebut adalah sholat. Firman Allah Swt dalam ayat

tersebut, menyuruh hamba-hambaNya yang beriman dan

meyakini keberadaan Allah Swt serta meyakini bahwa

Rasulullah Saw sebagai utusan Allah dan agar

memperbanyak berdzikir untuk mengingat Allah Swt,

dengan menyebut asma Allah sebanyak-banyaknya dalam

hati dan dari ucapan lisannya pada disetiap situasi dan

kondisi apapun.51

Dapat dipahami bahwa Allah Swt, menganjurkan

kepada semua umat Muslim agar mereka senantiasa

memperbnayak berdzikir dimanapun mereka berada dalam

keadaan dan situasi apapun. Karena dzikir merupakan cara

penghambaan dan meng-Esakan Allah Swt, tentu dengan

hal tersebut banyak memberikan pahala bagi yang

melaksanakan.

b) Hadits

Tahlilan pada dasarnya adalah bacaan laa ilaaha

illallah yang dilaksanakan pada Majelis Dzikir yang

memiliki dasar hukum dari hadits Imam Muslim, yang

meriwayatkan dalam kitab sahihnya

51
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an Jilid 11
Jakarta: Tentera Hati, 2002), hlm. 288
41

‫حَّد َثَنا َعْبُد اْلَو اِر ِث الصمد بن عبد الوارث من حدثنا حممد بن ثابت‬

‫اْلَبَن ايِن َح دثين أيب َعْن َأنس أن َم اِل ٍك َر ِض َي اهلل عنه أن رسول اهلل‬

‫صلى اهلل َعَلْي ِه َو َس َّلم فن ِإذا مررمُت برياض اَجلَّن ِة َفْر َتُع وا ُقُل وا َو َم ا‬

52
)‫ِر َياُض اَجْلَّنِة َقاَل ِخ لَق الَّذ كِر (رواه الرتمذى‬

Artinya :

“Telah bercerita kepada Abdu al-Warisi bin Abdi as-

Shamidi bin Abdi al-Warisi, beliau berkata ayahku

bercerita kepadaku, beliau berkata telah cerita kepadaku

Muhammad bin Sabit, al-Banani, ayahku telah bercerita

kepadaku dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu

„alaihi wa sallam bersabda, “bila kamu melewati taman-

taman surga, maka singgahlah” sahabat bertanya “apa

taman surga itu?” Rasulullah Saw bersabda “Majelis

Dzikir.” (H.R. Iman Timidzi).53

Makna hadits tersebut menjelaskan bahwasanya Majelis

Dzikir merupakan taman-taman surga sehingga apabila

dalam perjalanan dijumpainya taman-taman surga tersebut

52
Abi Isa Muhammad bin „Isa, Sunan at-Tirmidzi, Juz 5, (Libanon: Darul Fikri 2001),
hlm. 304
53
Abi Isa Muhammad bin „Isa, Sunan at-Tirmidzi, Juz 5, (Libanon: Darul Fikri 2001),
hlm. 304
42

maka sebaiknya kita singgah dan ikut bedzikir dalam

majelis dzikir tersebut.

Pada dasarnya yang dimaksud dengan majelis dzikir

disini adalah kegiatan tahlilan atau orang-orang yang

sedang melaksanakan tahlilan. Majelis dzikir dikatakan

sebagai taman-taman surga. Berdasarkan hadits riwayat

Imam Tirmidzi diatas dan selayaknya kita harus hadir

dalam taman-taman surga.

4. Tujuan Pelaksanaan Tahlilan

Kegiatan yang dirangkaikan dengan pembacaan kalimat

takbir, tahlil, tahmid dan beberapa surah dalam al-Qur‟an

kemudian diakhiri dengan doa-doa yang dibacakan secara

bersama-sama, pada umumnya ini dilaksanakan dengan tujuan:

a) Berdoa untuk keluarga yang telah meninggal dunia dengan

harapan supaya dosa-dosa semasa hidupnya mendapat

ampunan dan segala amal ibdahnya diterima oleh Allah

Swt.

b) Sebagai bentuk syukur ketika memiliki rumah baru, agar

rumah yang ditinggali jauh dari musibah dan mendapat

keberkahan dari Allah Swt.

c) Sebagai bentuk syukur atas kelahiran seorang anak. Pada

dasarnya tahlilan yang digelar untuk merayakan kelahiran


43

buah hati biasanya dilakukan dengan cara diaqiqah.

Tahlilan ini diadakan dalam acara aqiqah dengan tujuan

agar anak tumbuh dengan baik dan sehat, cerdas, pintar,

berahlak mulia serta berguna bagi Islam, nusa dan bangsa.54

Dari beberapa uraian diatas, penulis dapat

menyimpulan bahwa tujuan pelasanaan tahlilan adalah sebagai

bentuk pengakuan dan keyakinan seseorang terhadap Allah

Swt, tiada Tuhan selain Allah. agar dengan pengakuan tersebut

mereka yang melaksanakan tahlilan selalu dalam lindungan

Allah Swt, dan sebagai bentuk permohonan maaf untuk

keluarga yang meninggal, agar dosa- dosanya selama hidupnya

mendapatkan ampunan dari Allah Swt.

5. Manfaat dalam Pelaksanaan Tahlilan

Banyak hikmah yang dapat dipetik dari pelaksanaan

tradisi tahlilan. Diantaranya dzikir dari kalimat laa ilaaha

illallah artinya tidak ada Tuhan yang pantas di sembah kecuali

Allah Swt. Kalimat Laa ilaaha illallah menyimpan begitu

banyak hikmah, bahkan hikmahnya sampai kepada dunia dan

seisinya, diantara hikmahnya yaitu:

a) Sebagai bentuk permohonan ampun kepada Allah Swt atas

dosa-dosa yang pernah diperbuat sebelumnya, baik

54
Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Dzikir, (Bogor: Cahaya Salam, 2008), Cet. Ke-
1. hlm. 106.
44

permohonana ampun untuk keluarga ataupun untuk dirinya

sendiri.

b) Memperkuat hubungan persaudaraan antara sesama, karena

majelis dzikir yang dimaksudkan pada pelaksanaan tahlilan

terdapat nilai saling membantu dan nilai silaturahmi

didalamnya.

c) Sebagai bentuk pemberian hiburan dan menenangkan hati

bagi keluarga yang ditinggalkan (meninggal dunia).

d) Dan sebagai bentuk taatnya seorang anak kepada kedua

orang tuanya yang telah wafat mendahuluinya.55

55
Arif Rahman, Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Pelaksanaa Tahlilan, (Diss.
UIN Raden Intan Lampung. 2018), hlm. 17.
45

BAB III

GAMBARAN UMUM OBYEK DAN HASIL PENELITIAN

A. Biografi Pendiri Jam’iyah Raudhatus Syuban

Jam’iyah Raudhatus Syuban didirikan Oleh KH. Farikhin

Syahmari yang sekaligus juga sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Al-

Falah Mislahul Muta’allimin, beliau lahir di Pemalang, 10 Juni 1957,

Putra dari KH. Syahmarie Syarif (Pendiri Pondok Pesantren Al-Falah

Mislahul Muta’allimin). KH. Farikhin Syahmari berasal dari keluarga

yang sederhana, ayahnya bernama KH. Syahmarie Syarif yang bekerja

sebagai seorang guru ngaji sekaligus sebagai ulama di Desa Karang

tengah Kecamatan Warungpring. KH. Farikhin Syahmari merupakan

pribadi yang dijadikan tauladan bagi masyarakat Desa Karang tengah

Kecamatan Warungpring, karena KH. Farikhin Syahmarie memiliki

kepribadian yang sangat sopan, yang baik tutur bahasanya, lemah

lembut serta memiliki jiwa sosial terhadap sesama sehingga para

santri dan para jamaahnya sangat menghormatinya.56

Meskipun KH. Farikhin Syahmari berasal dari keluarga yang

sederhana, KH. Farikhin Syahmari tetap melanjutkan sekolah,

walaupun hanya sampai Madrasah Tsanawiyah dan melanjutkan

pendidikan di pesantren. Proses pendidikan KH. Farikhin Syahmari

diawali dari Madrasah Ibtidaiyah Karang Tengah, kemudian

56
Wawancara dengan Bapak KH. Farikhin Syakhmarie Pendiri Jamiyah Raudhatus
Syuban di Ponpes Al Falah MIM pada hari Kamis,tanggal 17 Agustus 2023 jam 20.00
46

melanjutkan Madrasah Tsanawiyah. Kemudian dilanjutkan ke

pendidikan non formal (pendidikan pesantren) kemudian belajar di

pesantren sampai 8 tahun selesai belajar agama di pesantren KH.

Farikhin Syahmari banyak menguasai ilmu-ilmu agama Islam.

KH. Farikhin Syahmari banyak membuat karya-karya,

diantaranya adalah Tashilul Mubtadi’in, Maslakun Najah Fis Sholah,

Risalah Aaqoid Ahlis sunnah, Halul Warotsah, Durusun Fiqhiyyah 5

Jilid, Durusun Nahwiyah, Qowa’idus Shorfiyah. KH. Farikhin

Syahmari kemudian menikah dengan HJ. Ismawati dan menetap di

Desa Karang Tengah Kecamatan Warungpring Kabupaten Pemalang.

Dari pernikahanya dengan Ibu Hj. Ismawati beliau dikarunia 5 anak

yaitu : Shofrulayliya, Binti Mamluatul Karomah, Ahmad Mutawakkil,

Sifti Nahdlatul Ummah, Ahmad Mu’tasim.57

B. Sejarah Berdirinya Jamiyah Raudhatus Syuban

Jamiyah Radhatus Syuban adalah salah satu jamiyah yang ada

di Dusun Karangtengah Desa Warungpring Kecamatan Warungpring

Kabupaten Pemalang. Jamiyah ini Berdiri pada tahun 2012 yang

didirikan oleh KH. Farikhin Syahmari. Beliau mendirikan jamiyah ini

atas keresahan yang dirasakan beliau terhadap kegiatan – kegiatan

yang kurang bermanfaat yang dilakukan oleh anak – anak usia remaja

hingga dewasa seperti bermain hp, menonton tv, nongkrong di pinggir

57
Wawancara dengan Bapak KH. Farikhin Syakhmarie Pendiri Jamiyah Raudhatus
Syuban di Ponpes Al Falah MIM pada hari Kamis,tanggal 17 Agustus 2023 jam 20.00
47

jalan dan kegiatan-kegiatan yang kurang bermanfaat lainnya yang

dilakukan pada malam hari khususnya pada malam jum’at. Dari

keresahan ini kemudian beliau ingin membentuk sebuah jam’iyah

khusus untuk anak – anak usia remaja hingga dewasa, dimana pada

jam’iyah ini para anggota jam’iyah diharapkan bisa mengisi waktu

mereka dengan kegiatan yang lebih bermanfaat seperti belajar tahlil,

membaca Al Barzanji dan juga menambah pengetahauana agama yang

didapatkan dari kegiatan kajian agama58.

KH. Farichin Sykhmarie mendirikan Jam’iyah Raudhotu

Syuban, diberi nama Raoudhatus Syuban karena anggota jam’iyah nya

adalah anak-anak,remaja hingga usia dewasa. Raudhatus Syuban

sendiri mempunyai arti “Taman para pemuda“. Pada awal berdiri

jam’iyah ini beranggotakan 15 orang yang berada di sekitaran rumah

beliau, seiring berjalannya waktu semakin bertambah anggotanya

hingga sekarang sampai 35 orang, dan seiring berjalannya waktu dan

karena kesibukan beliau akhirnya jam’iyah Raudhatus Syuban di

lanjutkan oleh Ust. Masrohan, beliau menjadi ketua jam’iyah kurang

lebih selama 5 tahun sampai akhirnya beliau meninggal dunia

kemudian diteruskan oleh Ust Baehaqi hingga sekarang.

58
Wawancara dengan Bapak KH. Farikhin Syakhmarie Pendiri Jamiyah Raudhatus
Syuban di Ponpes Al Falah MIM pada hari Kamis,tanggal 17 Agustus 2023 jam 20.00
48

C. Letak Geografis Dusun Karangtengah

Dusun Karangtengah merupakan dusun yang terletak di desa

Warungpring Kecamatan Warungpring Kabupaten Pemalang.

Berikut dusun-dusun yang berada di wilayah desa

Warungpring:59

a) Dusun Karangtengah : Berada di wilayah Tengah

b) Dusun Tegalharja : Berada di wilayah Selatan

c) Dusun Pamulian: Berada di wilayah Selatan

d) Dusun Gombong : Berada di wilayah Utara

e) Dusun Krajan : Berada di wilayah Timur

D. Struktur Organisasi dan Anggota Jamaah Tahlil

1. Struktur Organisasi

KETUA
Ust. Ahmad Baehaqi

SEKRETARIS BENDAHARA
Abdul Malik Faisal Fahmi

ANGGOTA

59
Data desa Warungpring tahun 2023
49

2. Anggota Jam’iyah

NO NAMA UMUR

1 Ahmad Baehaqi 45 Tahun

2 Misbah 47 Tahun

3 Nur Kholis 45 Tahun

4 Abdul Malik 30 Tahun

5 Faisal Fahmi 27 Tahun

6 Dimas 25 Tahun

7 Riyan 23 Tahun

8 Fika 23 Tahun

9 Fiki 24 Tahun

10 Subhan 23 tahun

11 Atik 25 Tahun

12 Kevin 22 Tahun

13 Adit 22 Tahu

14 Zahwan 28 Tahun)

15 Rekhan 22 Tahun

16 Arul 25 Tahun

17 Bagas 18 Tahun

18 Rofik 18 Tahun

19 Fardan 22 Tahun

20 Lukni 30 Tahun

21 Junaedi 45 Tahun
50

22 Imron 34 Tahun

23 Zaenur 30 Tahun

24 Farkhan 25 Tahun

25 Adib 22 Tahun

26 Agus 33 Tahun

27 Jiki 28 Tahun

28 Irfai 26 Tahun

29 Safa 25 tahun

30 Asif 24 Tahun

31 Aji 18 Tahun

32 Firman 18 Tahun

33 Imad 22 Tahun

34 Hiyas 18 Tahun

34 Zidni 32 Tahun
51

BAB IV

ANALISA DATA PENELITIAN

A. Pelaksanaan Kegiatan Rutinan Tahlilan pada Jamiyah Raudhatus

Syuban Dusun Karangtengah Desa Warungpring Kecamatan

Warungpring Kabupaten Pemalang

Tahlilan merupakan tradisi yang sudah dijalani oleh sebagian

masyarakat secara turun-temurun semenjak masuknya islam di jawa

hingga sekarang ini untuk memperingati waktu kematian seseorang.

Di Dusun Karangtengah Desa Warungpring Tahlilan dilakukan setiap

ada orang meninggal dan juga ada yang dilaksaakan secara rutin pada

jam’iyah – jam’iyah. Seperti hal nya pada salah satu jam’iyah yang

ada di dusun Karangtengah Desa Warungpring yaitu Jam’iyah

Raudhatus Syuban, acara tahlilan rutin dilaksanakan setiap malam

jum’at setelah sholat maghrib, rangkaiannya adalah pambacaan tahlil

dan setelah itu dilanjutkan pembacaan Al Barzanji 60. Kegiatan

Jamiyah ini dilaksanakan secara bergiliran di rumah anggota

Jam’iyah, Setiap sebulan sekali yaitu pada malam jum’at kliwon

rangkaiannya adalah pembacaan surat yasin, tahlil dan setelah itu

dilanjutkan dengan kajian – kajian agama yang disampaikan oleh

ketua Jam’iyah.

60
Wawancara dengan Bapak Ust, Baehaqi Ketua Jamiyah Raudhatus Syuban, di
Rumah padahari Sabtu,tangal 19 Agustus 2023 jam 14.00
52

Kegiatan Jam’iyah ini setiap anggota akan mendapatkan

gilirannya secara gantian, yang mendapatkan gilirannya, tuan rumah

biasanya akan mempersiapkan sajian hidangan berupa makanan

kecil/snack atau kadang ada prasmanan. Akan tetapi penyajian

hidangan ini tidak ditentukan, jadi menurut kemampuan masing-

masing dari tuan rumah.61

B. Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Tahlilan Tahlilan

pada Jamiyah Raudhatus Syuban Dusun Karangtengah Desa

Warungpring Kecamatan Warungpring Kabupaten Pemalang

Kegiatan tradisi merupakan pewarisan serangkaian kebiasaan

dan nilai- nilai yang diwariskan dari suatu generasi kepada generasi

berikutnya. Nilai-nilai yang diwariskan berupa nilai-nilai yang oleh

masyarakat pendukungnya masih dianggap baik dan relevan dengan

kebutuhan kelompok. Dalam tahlilan (selamatan kematian) ini dapat

dipakai untuk mengukuhkan nilai-nilai dan keyakinan yang berlaku

dalam masyarakat. Oleh karena itu, tahlilan (selamatan kematian)

merupakan salah satu upacara keagamaan yang sangat diperhatikan

dalam rangka mendo’akan arwah yang telah mendahului mereka serta

melestarikan tradisi yang turun-temurun ini.

Dalam proses penggalian data yang berhubungan dengan

penelitian di lapangan, peneliti menggunakan beberapa metode,

61
Wawancara dengan Bapak Ust, Baehaqi Ketua Jamiyah Raudhatus Syuban, di
Rumah padahari Sabtu,tangal 19 Agustus 2023 jam 14.00
53

seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa untuk

penyajian data, peneliti menggunakan observasi, intervew, dan

dokumentasi.

Dari hasil serangkaian penelitian yang telah dilakukan peneliti

di lapangan, diperoleh data-data yang berkaitan dengan fokus

penelitian. Adapun data-data yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Nilai-Nilai Aqidah

Aqidah dalam bahasa arab diartikan sebagai ikatan,

sangkutan, karena ia mengikat dan menjadi sangkutan atau

gantungan segala sesuatu. Dalam pengertian lainnya aqidah disebut

juga dengan istilah keimanan yang berarti keyakinan62

Aqidah adalah keyakinan itu tersimpul kokoh didalam hati,

bersifat mengikat dan mengandung perjanjian. Menurut Hasan Al-

Bana ada beberapa perkara yang keyakinannya wajib dimiliki oleh

hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang

tidak bercampur dengan sedikitpun keragu-raguan. Sedangkan

menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairy akidah adalah sejumlah

kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia

berdasarkan akal, waahyu dan fitrah.63

62
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Grafindo, 2008), hlm.
78-88
63
Abdul Nasih ‘Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jawa Tengah: Insan Kamil
Solo, 2012), hlm 112
54

Aqidah dalam Islam adalah hal yang paling penting untuk

dimengerti dan difahami oleh semua orang Islam, meskipun dalam

memahami setiap orang ada yang bisa memahami secara

keseluruhan atau hanya sebagian dan membutuhkan waktu yang

cukup lama untuk memahami aqidah.

Pendidikan Aqidah disebut juga dengan pendidikan tauhid

atau keimanan. Aqidah adalah ajaran tentang keimanan terhadap

ke- Esa-an Allah SWT, pengertian iman secara sempit berarti

kepercayaan sedangkan secara luas iman adalah keyakinan penuh

yang dibenarkan oleh hati, diucapkan oleh lidah dan diwujudkan

dengan amal perbuatan.64

Nilai aqidah yang terdapat dalam pelaksanaan tahlilan yaitu

mengajarkan kepada masyarakat untuk selalu mengingat kepada

Allah SWT yang terlihat dari berzikir dan berdo’a kepada Allah

SWT. Zikir yang paling utama dan paling agung adalah ucapan laa

ilaaha illallaah, memperbanyak kalimat thayyibah dapat

menghilangkan kebingungan, bala, bencana dan kesedihan, baik

didunia maupun diakhirat.

Seperti yang dituturkan oleh bapak Ahmad Baehaqi selaku

pimpinan Jam’iyah Raudhatus Syuban Di Dusun Karangtengah

64
Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2004), hlm. 98
55

Desa Warungpring Kabupaten Pemalang, beliau menuturkan

bahwa:65

“Pada kegiatan tahlilan ini rangkaiannnya adalah banyak


membaca kalimat-kalimat thayyibah. Seperti kalimat
tahlil, tasbih, tahmid dan takbir dan lain sebagainnya.
Kalimat tahlil atau Laa ilaaha illallaah adalah kalimat
tauhid, kalimat ikhlas dan kalimat taqwa. Ia juga
merupakan kalimat thayyibah, da’wah al haq, al’urwat al-
wusqa (tali yang kokoh), dan ia adalah harga surga”

Laa ilaaha illallaah adalah kalimat yang menghalangi

pengamalnya dari api neraka ia adalah benteng yang sangat kokoh

dari siksa Allah. Ia adalah kalimat yang dapat membawa

kenikmatan pengamalnya dialam kubur, menjaganya dari gelapnya

kubur, zalimnya kubur, dan dari siksa kubur. Ia adalah simpanan

dari simpanan surga. Ia juga adalah harta dan kebaikan yang abadi.

Ketika peneliti melakukan observasi di lapangan pada

Jam’iyah Raudhatus Syuban Di Dusun Karangtengah Desa

Warungpring Kabupaten Pemalang pimpinan bapak Ahmad

Baehaqi yang menjadi Imam Tahlil dan juga sekaligus ketua

jam’iyah menuturkan.66.

“Dapat dilihat bahwa dalam pelaksanaan tahlilan terdapat


kegiatan membaca kalimat tahlil dan doa-doa juga ayat-
ayat al-Quran. Melalui pelaksanaan itu kita bisa mengingat
Allah Swt dan yakin dengan sepenuh hati bahwasanya
Allah adalah satu dan satu-atunya pemilik apa yang ada
didunia dan diakirat dan tempat kita kembali setelah
65
Wawancara dengan Bapak Ust, Baehaqi Ketua Jamiyah Raudhatus Syuban, di
Rumah pada hari Sabtu,tangal 19 Agustus 2023 jam 14.00
66
Wawancara dengan Nur Kholis anggota Jamiyah Raudhatus Syuban, di lokasi
rutinan padahari Kamis ,tangal 28 September 2023 jam 20.00
56

kematian. Jadi dalam pelaksanaan tahlilan nilai Aqidah


diterpkan masyarakat dari kegiatan pembacaan kalimat
tahlil, ayat-ayat Allah dan doa-doa tahlil”

Menurut Bapak Ahmad Baehaqi bahwa dalam tradisi tahlilan

terdapat nilai aqidah. Seseorang dapat mengingat dan yakin dengan

sepenuh hati tidak ada Tuhan selain Allah Swt. Dan Allah adalah

yang Maha Kuasa atas diri mereka sehingga meyakini bahwa tak

ada tempat mereka kembali setelah kematian kecuali hanya kepada

Penciptanya Allah Swt..

Dengan demikian sudah jelas bahwa dalam pelaksanaan

tradisi tahlilan terdapat nilai-nilai pendidikan Islam khususnya

masalah aqidah dalam penyampainnya secara umum dilakukan

dengan cara ceramah pada saat sebelum kegiatan tahlilan dimulai.

2. Nilai-nilai Ibadah

Secara umum ibadah berarti bakti manusia kepada Allah Swt.

karena didorong dan dibangkitkan oleh akidah tauhid. Ibadah

itulah tujuan hidup manusia. Ibadah merupakan elemen penting

dalam agama, ibadah adalah suatu wujud perbuatan yang dilandasi

rasa pengabdian kepada Allah Swt.67 Ibadah juga merupakan

kewajiban agama Islam yang tidak bisa dipisahkan dari aspek

keimanan tersebut68. Keimanan merupakan pundamen, sedangkan

67
Aswil Rony, dkk, Alat Ibadah Muslim Koleksi Museum Adhityawarman, (Padang:
Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Sumatera Barat, 1999), hlm. 18
68
Aswil Rony,dkk, Alat Ibadah Muslim Koleksi Museum Adhityawarman..,hlm. 60
57

ibadah merupakan manifestasi dari keimanan tersebut Ibadah

secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Secara

bahasa ibadah juga dapat diartikan sebagai rasa tunduk (taat),

melakukan pengabdian (tanassuk), merendahkan diri (khudlu),

menghinakan diri (tazallul).69 Sedangkan menurut Abu A’la Al-

Maudadi menyatakan bahwa ibadah dari akar ‘Abd yang artiya

pelayanan atau budak. Ibadah merupakan suatu bentuk

ketundukkan kepada eksistensi ( Allah Swt.) yang memberi nikmat

dan anugerah tertinggi kepada manusia.70

Ibadah dalam Islam secara garis besar dibagi kedalam dua

jenis yaitu Ibadah mahdah (Khusus) dan ibadah ghair mahdah

(Umum). Jenis-jenis ibadah khusus meliputi thaharah, shalat,

puasa, zakat dan haji. Sedangkan ibadah umum yaitu bentuk

aktivitas yang dilakukan manusia dalam kaitan hubungan antara

manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam yang bernilai

ibadah. Ibadah dalam pengertian kedua ini tidak ditentukan bentuk

dan macamnya. Selama kegiatan yang dilakukan seorag muslim

mendatangkan kemaslahatan bagi diri masyarakat dan alam dengan

didasarkan niat kepada Allah SWT maka itulah bentuk ibadah

ghair mahdah.71
69
Yusuf Al-Quradhawi, Ibadah dalam Islam, (Jakarta: Akbar, 2005), hlm. 26
70
Yusron Razak dan Tohirin, Pendidikan Agama untuk Perguruan Tinggi dan Umum,
(Jakarta: UHAMKA Press, 2011), h. 137
71
Rois Mahfud, Al-Islam Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Erlangga, 2011),
hlm 23
58

Ibadah juga merupakan penyerahan diri seorang hamba

keapada Allah SWT, ibadah yang dilakukan secara benar sesuai

dengan syariat Islam merupakan implementasi secara langsung dari

sebuah penghambaan diri kepada Allah SWT.

Islam memeberikan aturan-aturan peribadatan sebagai rasa

syukur bagi makhluk kepada khalik, karena ajaran-ajaran Islam

bersifat universal yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia

dalam hubungan-hubungannya dengan sang khalik yang diatur

dalam ubudiyah juga dalam hubungannya sehari-hari dengan

masyarakat sekitar, dan aturan budi pekerti yang baik

Tahlilan dinilai mampu menjadi sarana ibadah dengan cara

berzikir karena dalam diri manusia dzikir dipercaya dapat

menenangkan hati seorang hamba dengan Tuhannya karena

hubungannya dengan-Nya.

Zikir adalah amalan yang sangat dicintai oleh Allah SWT.

Zikrullah adalah kehidupan, karena manusia adalah makhluk yang

fana, sedangkan Allah adalah Maha hidup lagi Maha Berdiri.

Berhubungan dengan Allah berarti kita berhubungan dengan

kehidupan hakiki.

. Seperti yang dikatakan oleh bapak Ust Ahmad Baehaqi

bahwa:72

72
Wawancara dengan Bapak Ust Ahmad Baehaqi Ketua Jamiyah Raudhatus Syuban,
di lokasi rutinan padahari Kamis ,tangal 28 September 2023 jam 20.00
59

“Tradisi tahlilan yang diselenggarakan. memberi dampak


pada mental seseorang melihat dari kesadaraan mereka
akan kehadiran Allah Swt dirasakan melalui
penghayatannya dalam membacakan kalimat tahlil dan
doa-doa tahlilan lainnya. Dalam pelaksanaan thalilan doa-
doanya merupakan bentuk dzikir kepada Allah Swt
sehingga setiap orang yang bersungguh-sungguh dalam
berdizikr tersadar bahwa dirinya juga akan merasakan
kematian maka terdorong jiwanya untuk bertaubat kepada
Allah Swt dan memperbaiki diri serta menebus segala
kesalahannya di masa lalu.”

Menurut pendapat diatas mental seseorang akan terbentuk

dari cara dia berdzikir, jika dia bersungguh-sungguh berdoa dan

berdzikir kepada Allah Swt maka akan terdorong jiwanya untuk

berbuat baik dan memohon ampun kepada Allah Swt atas

kesalahannya. Bagi yang memiliki rasa dengki terhadap seseorang

maka dia pun akan terdorong jiwanya untuk saling memaafkan

Selain itu, tahlilan juga menjadi usaha seseorang untuk

bertaubat kepada Allah Swt untuknya. Taubat adalah

meninggalkan dosa karena takut kepada Allah Swt,

menganggapnya buruk, menyesali perbuatan maksiatnya, bertekad

kuat untuk tidak mengulanginya dan memperbaiki apa yang

mungkin bisa diperbaiki kembali dari amalnya. Dan dengan

tahlilan, menjadi salah satu langkah seseorang atau media serta

sarana untuk bertobat

Nilai ibadah selanjutnya yang terkandung dalam pelaksanaan

tahlilan adalah sebagai realisasi dari birrul walidain. Tentu kita


60

tahu bahwa berbakti kepada kedua orangtua adalah sesuatu yang

mempunyai kedudukan tinggi dihadapan Allah SWT. berbakti

kepada kedua orang tua dilakukan secara terus menerus baik ketika

ia masih hidup ataupun ketika sudah meninggal.

Untuk orang tua yang sudah meninggal, hal yang perlu

dilakukan oleh seorang anak adalah mendoakan keduanya agar

dapat diampuni segala dosanya dan diberikan tempat tebaik disisi

Allah Swt. bukankah salah satu amal yang tak pernah terputus

adalah do’a anak yang shaleh. Maka dari itu tahlilan menjadi media

yang tepat untuk merealisasikan berbakti kepada kedua orang tua.

Bersedekah menjadi hal yang selalu ada dalam tahlilan.

Bersedekah tentu suatu amal shaleh yang sangat dianjurkan oleh

Allah SWT, dan menjadikan pengamalnya seseorang yang mulia

dan lapang hidupnya sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-

Qur’an surat.

Bapak Ahmad Baehaqi menuturkan:73

” Dalam pelaksanaan kegiatan tahlilan terdapat nilai


sedekah yang dapat dilihat dari tamu undangan dan
masyarakat yang datang tidak sedikit yang memberikan
sumbangan berupa amplop yang isinya tidak lain adalah
uang sebagai bentuk turut berduka dan membantu
perekonomian kerabat yang ditinggal mati. Perjamuan
makanan juga termasuk sedekah dari keluarga orang yang
meninggal yang kemudian diberikan kepada masyarakat
yang datang menghadiri kegiatan tahlilan. Bahkan orang-

73
Wawancara dengan Bapak Ahmad Baehaqi Ketua Jamiyah Raudhatus Syuban, di
lokasi rutinan pada hari Kamis ,tangal 28 September 2023 jam 20.00
61

orang yang datang juga akan diberi sedikit makanan untuk


dibawa pulang ke rumah mereka.

Jadi menurut Bapak Ahmad Baehaqi, nilai sedekah juga

terkandung dalam kegiatan pelaksanaan tahlilan. Hal ini tergambar

dari masyarakat dan tamu undangan yang datang, mereka

membawa sebuah amplop yang kemudian diberikan kepada

keluarga yang sedang berduka guna untuk membantu

perekonomiannya. Keluarga yang ditinggalkan juga memberikan

sedikit sedekah kepada tamu-tamu dengan menjamukan makanan

dengan tujuan pahalanya bisa sampai kepada si mayit.

Sebagai makhluk yang beragama sudah sepantasnya dapat

mengambil hikmah dari berbagai kegiatan keagamaan yang

dilakukan kepada masyarakat tersebut. Tahlilan dalam sisi agama

merupakan kegiatan yang dianggap sebagai ibadah oleh

masyarakat. Ibadah juga diartikan cara seseorang untuk

berkomunikasi dengan Tuhannya, maka dari itu dengan membaca

tahlil atau kalimat dalam Al-Qur’an diharapkan menjadi salah satu

cara seseorang untuk mengingat Tuhannya mengingat ke-Esa-an-

Nya.

3. Nilai-nilai Akhlak

Kata “akhlaq” berasal dari bahasa arab yaitu jamak dari kata

khuluqun yang secara linguistik diartikan dengan budi pekerti,

perangai, tingkah laku atau tabiat, tata krama, sopan santun, adab
62

dan tindakan. Sedangkan menurut terminologis, dapat dikatakan

bahwa akhlaq merupakan pranata prilaku manusia dalam segala

aspek kehidupan. Dalam pengertian umum, akhlaq dapat

dipadankan dengan etika atau nilai moral74

Pendidikan Akhlak adalah bagian yang tidak dapat

dipisahkan dari pendidikan agama, karena yang baik menurut

akhlak, baik pula menurut agama, dan yang buruk menurut ajaran

agama buruk juga menurut akhlak. Akhlak merupakan realisasi

dari keimanan yang dimiliki oleh seseorang. Akhlak berasal dari

bahasa arab jama’ dari khuluqun, yang secara bahasa berarti budi

pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Sedangkan menurut

istilah akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir

yang tertanam dalam jiwa dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat

lahir berupa perbuatan baik dan buruk.75

Akhlak merupakan pondasi penting dalam setiap kehidupan

seseorang, Karena akhlak adalah sebagai sebuah landasan untuk

menjalin komunikasi dan bertata kelakuan antar sesama manusia.

Dalam Islam akhlak adalah hal yang paling utama untuk diajarkan.

Ketika orang berilmu tapi tidak mempunyai atau berperilaku yang

baik maka ilmunya akan sia-sia dan tidak akan dihargai orang, dan

74
Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid, Ilmu Akhlak, (Bandung: Pustaka
Setia, 2010),hlm.14
75
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1994),hlm.1
63

begitupula sebaliknya jika akhlak selalu ditanamkan dan dilakukan

dengan sebaik-baiknya maka akan dihargai orang.

Akhlak pada dasarnya melekat dalam diri seseorang, bersatu

dengan perilaku atau perbuatan. Jika perilaku yang melekat itu

buruk, maka disebut akhlak yang buruk atau akhlak mazmumah.

Sebaliknya, apabila perilaku tersebut baik disebut akhlak

mahmudah.76

Pada tradisi tahlilan ini terdapat nilai-nilai pendidikan akhlaq

dan makna yang tersirat mulai dari peringatan hari pertama sampai

peringatan ke-1000 hari. Makna tersebut terkemas dalam nilai-

nilai pendidikan akhlaq yang terkait dengan tradisi tersebut.

Terdapat nilai-nilai akhlaq yang terkandung dalam

pelaksanaan tahlilan ini seperti mengajarkan masyarakat memiliki

rasa solidaritas antar anggota masyarakat yang tergambarkan dan

ditandai dengan kedatangan mereka ketika hari peringatan

kematian (tahlilan), kemudian mengajarkan rasa tolong menolong

yang dilakukan oleh masyarakat sekitar untuk membantu

terselenggaranya acara tahlilan tersebut, dan mengajarkan kepada

masyarakat untuk selalu bersedekah kepada orang lain khususnya

yang membutuhkan yang tergambarkan dalam pemberian jamuan.

76
Habibah, Syarifah, Akhlak Dan Etika Dalam Islam, (Jurnal, Universitas Syiah
Kuala, Aceh, 2015), hlm.73
64

Seperi yang dikatakan oleh salah seorang anggota jamaah

yang bernama Nur Kholis:77

“Nilai tolong menolong dalam pelaksanaan tahlilan dilihat


dalam penyelenggaraanya, dalam mempersiapkan jamuan
makanan tidak hanya keluarga mayit saja yang sibuk tetapi
juga banyak ibu-ibu yang ikut membantu. Kerabat,
tetangga dan masyarakat sekitar juga ikut dalam
mempersiapkan hal-hal yang diperlukan sebelum atau
selama kegiatan berlangsung.”

Hal senada juga dikatakan oleh pimpinan jamaah tahlil bapak

Ust Ahmad Baehaqi:78

“Dilihat dari prosesnya hingga acara, tentu ada nilai


Pendidikan Islam yang terkait dengan tradisi tahlilan yang
diselenggarakan di Desa Bababinanga, misalnya perilaku
tolong-menolong terkait dengan nilai akhlak. Jadi
penerapan nilai akhlak digambarkan pada perilaku tolong-
menolong dilihat dari banyaknya masyarakat yang turut
membantu sebelum dan hingga acara tahlilan selesai .”

Dari kedua pendapat diatas menerangkan bahwa nilai tolong

menolong dalam tradisi tahlilan dilihat dalam proses

penyelengaraannya, selain tamu undangan, banyak juga

masyarakat, tetangga dan kerabat yang ikut serta dalam

mempersipkan hal-hal yang dibutuhkan untuk kegiatan. Khususnya

pada perjamuan makanan para ibu-ibu yang membantu dalam

proses penghidangan. Biasanya tujuh hari sebelum acara tahlilan

77
Wawancara dengan Nur Kholis anggota Jamiyah Raudhatus Syuban, di lokasi
rutinan pada hari Kamis ,tangal 28 September 2023 jam 20.00
78
Wawancara dengan Ust, Akmad Baehaqi Ketua Jamiyah Raudhatus Syuban, di
lokasi rutinan pada hari Kamis ,tangal 28 September 2023 jam 20.00
65

dimulai rumah tempat orang meninggal sudah mulai ramai

mempersiakan kebutuhan untuk pelaksanaan tahlilan nantinya.

Nilai akhlak juga terdapat dalam mental masyarakat yang

semakin terbentuk dalam kebaikan apabila sering mengikuti dzikir

dalam pelaksanaan tahlilan. Mental adalah bersangkutan dengan

batin dan watak manusia yang bukan bersifat badan atau tenaga:

bukan hanya pembangunan fisik yang diperhatikan melainkan juga

pembangunan batin dan watak.79

Menurut pandangan Zakiah Dradjad bahwa kesehatan mental

adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara

faktor jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi

problem-problem yang bisa terjadi, dan merasakan secara positif,

secara kebahagiaan dan kemampuan diri.80 Ciri-ciri mental sehat

menurut Zakiah Daradjad:

Zakiah Daradjad memastikan kesehatan mental dengan

menanamkan unsur keimanan dan ketaqwaan, menurutnya

kesehatan mental adalah sebagai berikut:

a. Terbebas dari gangguan dan penyakit jiwa/psikologis.

b. Terwujud keserasian antara unsur-unsur kejiwaan.

79
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2007), hlm. 733
80
Zakiah Daradjad, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 2005), hlm. 458
66

c. Mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri secara

fleksibel dan menciptakan hubungan yang bermanfaat dan

menyenangkan antara individu.

d. Mempunyai kemampuan dalam mengembangkan potensi yang

dimilikinya serta memanfaatkan untuk dirinya dan orang lain.

e. Beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt dan selalu berupaya

merealisasikan tuntutan agama dalam kehidupan sehari-hari

sehingga tercipta kehidupan yang bahagia di dunia maupun di

akhirat.81

Tahlilan dinilai mampu mempersatukan masyarakat karena

ada nilai persaudaraan, memuliakan dan menghormati tetangga,

adanya keinginan saling membantu satu dengan lainnya. Secara

sadar solidaritas dalam masyarakat juga meningkat, adanya

kesadaran bersama atau kesadaran untuk membantu seseorang

yang tertimpa musibah sehingga suasana rukun dalam masyarakat

akan terlihat dan dimiliki oleh masyarakat.

81
Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm. 154.
67

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada Jam’iyah

Raudhatus Syuban Dusun Karangtengah Desa warungpring Kecamatan

warungpring Kabupaten Pemalang dengan judul penelitian “Penerapan

Nilai – Nilai Islam Melalui Tradisi Tahlilan Pada Jam’iyah Raudhatus

Syuban Dusun Karangtengah Desa Warungpring Kecamatan Warungpring

Kabupaten Pemalang”, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Jamiyah Raudhatus Syuban, acara tahlilan rutin dilaksanakan setiap

malam jumat setelah sholat maghrib, rangkaiannya adalah pambacaan

tahlil dan setelah itu dilanjutkan pembacaan Al Barzanji . Kegiatan

Jamiyah ini dilaksanakan secara bergiliran di rumah anggota Jamiyah,

yang mendapatkan gilirannya, tuan rumah biasanya akan

mempersiapkan sajian hidangan berupa makanan kecil/snack atau

kadang ada prasmanan. Akan tetapi penyajian hidangan ini tidak

ditentukan, jadi menurut kemampuan masing-masing dari tuan

rumahSetiap sebulan sekali yaitu pada malam jumat kliwon

rangkaiannya adalah pembacaan surat yasin, tahlil dan setelah itu

dilanjutkan dengan kajian kajian agama yang disampaikan oleh ketua

Jamiyah.
68

2. Nilai-nilai Islam dalam tradisi tahlilan meliputi (nilai Aqidah, nilai

Ibadah dan nilai akhlak).

Pertama, dengan melaksanakan tahlilan seorang individu atau pun

kelompok telah menunjukkan bukti perwujudan dan peng-Esaan

kepada Allah SWT. sebagai bukti keimanannya yaitu dengan

melaksanakan tahlil, seseorang diharuskan berzikir dan berdo’a kepada

Allah SWT. dengan begitu seorang individu akan mengagungkan dan

selalu ingat akan kuasa Allah, sehingga keimanan semakin meningkat.

Kedua, , tahlilan pun mengandung nilai-nilai pendidikan ibadah.

Didalam pelaksanaan tahlilan tentu akan melihat banyak sekali praktek

pengamalan ibadah, karena memang tahlilan itu sendiri adalah salah

satu praktek ibadah. Praktek ibadah yang akan terlihat ketika

pelaksanaan tahlilan yaitu; berzikir, membaca Al-Qur’an secara

berjamaah, berdo’a kepada Allah SWT, mengingat kematian, berbakti

kepada kedua orang tua dan bersedekah serta ajang silaturahmi

Ketiga dalam pelaksanaan tahlilan juga mengandung nilai

pendidikan akhlaq. Tahlilan, bukan hanya berisikan zikir dan do’a.

Akan tetapi dalam pelaksanaannya akan sangat terlihat ghirah

(semangat) membangun solidaritas, saling tolong menolong, serta

mengajarkan kepada masyarakat bersedekah dan adab bertetangga.

Dimana adab-adab seperti itu akan terjadi pada saat tradisi ini

dilaksanakan.
69

B. Saran

Dalam rangka tercapainya tujuan nilai-nilai pendidikan Islam

dalam pelaksanaan tahlilan, maka peneliti mengemukakan saran-saran

sebagai berikut.

1. Untuk masyarakat agar sadar dan paham akan pentingnya tahlilan

bagi kerukunan antar masyarakat, karena dengan pelaksanaan

tahlilan akan tertanam secara sadar ataupun tanpa sadar nilai-nilai

pendidikan Islam itu pada diri masyarakat. Sehingga akan terwujud

kehidupan yang lebih baik.

2. Untuk mahasiswa agar mampu memahami bahwa terdapat nilai-

nilai pendidikan dalam pelaksanaan tahlilan. Sehingga dalam terjun

ke masyarakat dapat meluruskan persepsi masyarakat yang

menganggap keliru tentang pelaksanaan tahlilan


70

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman An- Nahlawi. 1992. Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam

Dalam Keluarga, Di Sekolah dan Di Masyarakat. Bandung: Diponegoro

Abi Isa Muhammad bin Isa. 2001. Sunan at-Tirmidzi, Juz 5. Libanon: Darul Fikri

Aby ‘Abdillah Muhammad bin Isma’i, Shahih al-Bukhari, (Indonesia: Maktabah

Dahlan, tth, Juz 4

Ahmad bin Muhammad bin Hambal, 1999. Musnad Imam Ahmad bin Hambal.

dalam alMaktabah asy-Syamilah, edisi ke-2, Juz 14,

Ahmad bin Muhammad bin Hambal.1999. musnad ‘Ali bin Abi Thalib r.a. dalam

Al-maktabah asy-Syamilah, edisi ke- 2, juz 2

Ahmadi Abu , Salimi Noor. 1996. Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam Jakarta:

Bumi Aksara,

Al- Asqalani, Ibnu Hajar. 1999. Fath Al-Bari fi Syarh Shahih Al-Bukhari. dalam

al-maktabah asy-Syamilah, Juz 4, edisi ke- 2,

Anwar, Chairul. 2017 Teori-teori Pendidikan Klasik hingga Kotemporer.

Yogyakarta:IRCiSoD

Departemen Agama RI. 2010Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: Yayasan

penerjemah Al-Qur’an

el-Rinaldi, Abiza. 2012. Haramkah Tahlilan, Yasinan dan Kenduri Arwah?.

Klaten: Pustaka Wasilah


71

Idrus Ramli, Muhammad. 2010. Membeda Bid‟ah dan Tradisi dalam persfektif

Ahli Hadits dan Ulama Salafi. Surabaya: Khalista

Jogiyanto. 2008. Metodologi Penelitian Sistem Informasi, yogyakarta: Andi

Kementrian Agama RI. 2013. Al-Qur‟an al-Karim Tajwid dan Terjemahnya.

Surabaya: UD HALIM

Muhaimin dan Abdul Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan

Kerangka Dasar Operasionalisasinya,

Muhaimin, Mujib Abdul. I993. Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis

dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya Bandung: Trigenda Karya

Muhaimin. 2006. Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengarungi Benang Kusut

Dunia Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Muhammad Sholikhin, Ritual kematian Islam Jawa.

Mulyana, Rohmad. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai Bandung: Alfabeta

Muslim, Abu al-Husain bin al-Hajjaj. 1993. Shahih Muslim Juz 1. Dar al-Fikri

Pius A Partanto dan M Dahlan Albarry. I994. Kamus Ilmiah Populer Surabaya:

Arkola

Q.S. Al-An’am : 153

Rahman, Arif. 2018. Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Pelaksanaa Tahlilan,

Diss. UIN Raden Intan Lampung.

Rijal Hamid, Syamsul. 2008. Buku Pintar Dzikir. Bogor: Cahaya Salam. Cet. Ke-

1
72

Rijal,Syamsul Hamid. 2008. Buku Pintar Dzikir.Bogor: Cahaya Salam.Cet. Ke- 1,

Shihab, Quraish. 2002 Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an

Jilid 11 Jakarta: Tentera Hati

Sholihin, Muhammad. 2010.Ritual kematian Islam Jawa.Yogyakarta: Narasi. Cet.

Ke- 1

Suansar, Khatib. 2014. Ushul Fiqh. Bogor : IPB Press

Sujarweni, Wiratna. 2014. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru

Press

Suwarjin. 2012. Ushul Fiqh.Yogyakarta: Teras,

Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Dzikir.Bogor: Cahaya Salam

Thohir Abdullah Al-Kaff. 1997. Status tahlil dalam Al-quran dan Al hadis.

Surabaya;AL ustadz Umar baradja

Tholhah Hasan, Muhammad. 2005. Ahlussunnah Wal Jamaah dalam persepsi dan

tradisi NU. Jakarta: Lantabora Press. Cet. Ke-3

Warisno, Andi. 2017. Tradisi Tahlilan Upaya Menyambung Silaturahmi. Ri‟ayah:

Jurnal Sosial dan Keagamaan 2.02,

Yuniardi, Harry. 2007. Santri NU Menggugat Tahlilan. Bandung: Mujahid. Cet.

Ke-11
73

LAMPIRAN – LAMPIRAN

1. DOKUMENTASI

Gambar 1 Wawancara dengan Pendiri Jam’iyah Raudhatus Syubban


74

Gambar 2 Wawancara dengan Ketua Jam’iyah Raudhatus Syubban.


75

Gambar 3 Kegiatan Rutinan Jam’iyah Raudhatus Syubban


76
77
78

2. PEDOMAN WAWANCARA

1. Apapkah makna tradisi Tahlilan menurut anda?

2. Bagaimana sejarah munculnya tradisi Tahlilan di Jam’iyah

Raudhatus Syuban Dusun Karangtengah?

3. Kapan dan dalam rangka apa saja tradisi Tahlilan di Jam’iyah

Raudhatus Syuban Dusun Karangtengah tersebut dilaksanakan?

4. Siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan tradisi Tahlilan di

Jam’iyah Raudhatus Syuban Dusun Karangtengah?

5. Apa saja persyaratan yang harus ada dalam pelaksanaan tradisi

Tahlilan di Jam’iyah Raudhatus Syuban Dusun Karangtengah?

6. Doa-doa apa saja yang dibacakan dalam peleksanaan tradisi

Tahlilan di Jam’iyah Raudhatus Syuban Dusun Karangtengah?

7. Apakah tradisi Tahlilan sudah menjadi identitas di Jam’iyah

Raudhatus Syuban Dusun Karangtengah?

8. Apakah tradisi Tahlilan perlu dilestarikan?

9. Nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam tradisi Tahlilan di

Jam’iyah Raudhatus Syuban Dusun Karangtengah?

10. Apakah nilai-nilai pendidikan islam memiliki hubungan dengan

tradisi Tahlilan di Jam’iyah Raudhatus Syuban Dusun


79

Karangtengah?

BIODATA

Penulis bernama Zidni Ilman Nafi, lahir di


Dusun Karangtengah pada tanggal 21 Januari 1991,
merupakan putra pertama dari pasangan bapak
Masrohan (alm). dan ibu Umayah. Penulis sekarang
bertempat tinggal di Dusun Karangtengah Desa
warungpring Kabupaten Pemalang. Pada tahun
1998 penulis mulai menempuh pendidikan di MI
Salafiyah Karangtengah, kemudian melanjutkan
pendidikan di MTs Salafiyah Karangtengah pada

tahun 2003, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di MA Salafiyah


Karangtengah. Setelah selesai menempuh pendidikan di sekolah menengah,
penulis kemudian melanjutkan pendidikan di bangku perkuliahan yaitu di Institut
Agama Islam Bakti Negarai (IAIBN) Tegal pada Fakultas Tarbiyah dengan
jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).

Anda mungkin juga menyukai