Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH PEMBELAJARAN TAHFIDZ AL QUR’AN

TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA KELAS IX


SMPIT LUQMAN AL HAKIM

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan upaya yang terencana dalam proses
pembimbingan dan pembelajaran bagi induvidu agar tumbuh berkembang
menjadi manusia yang mandiri , disiplin, bertanggung jawab, kreatif, berilmu
sehat, dan berakhlak (berkarakter) mulia. Undang-undang Nomor 20 tahun
2003 tentang sistem pemdidikan nasional (Sisdiknas) menegaskan: pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjaga warga negara yang
berdemokratis serta bertanggung jawab (pasal 3).1
Lembaga Pendidikan merupakan wadah yang penting bagi pembentukan
anak secara ,endasar. Anak-anak remaja khususnya tingkat SMP sedang
mengalami tahap perkembangan kecerdasan yang pesat dan perkembangan
konsepdiri yang imitasi, Artinya mulai meniru segala perbuatan yang ada
dilingkungan merekatanpa mengetahui intensitas perbuatan baik atau
buruknya kondisi yang mereka tiru.
Menurut Hermawan Kertajaya (2010:3) mengemukakan bahwa karakter
adalah “ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. 2 memahami
bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri,
atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang
bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.
Dalam rangka internalisasi nilai-nilai religius kepada peserta didik,
maka perlu adanya optimalisasi pendidikan, seperti pembentukan karakter

1
Marzuki, pendidikan karakter islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset,2017), hlm.3
2
Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa, (Surakarta: Yuma
Pustaka, 2010) hlm. 13
melalui Tahfidzul Qur‟an penanaman kitab ini dengan nama Qur‟an diantara
kitab-kitab Allah SWT itu karena kitab ini mencakup inti dari kitab-kitabnya,
bahkan mencakup inti dari semua ilmu. Hal itu diisyaratkan dalam firman-
Nya :
Q.S Al Ankabut : 49
‫َّٰظ‬
‫َب ْل ُه َو َء اَٰي ٌۢت َب ِّي َٰن ٌت ِفى ُص ُد وِر ٱَّلِذيَن ُأوُتو۟ا ٱْلِع ْلَم ۚ َو َم ا َي ْج َح ُد ِبَٔـاَٰي ِتَن ٓا ِإاَّل ٱل ِلُموَن‬
Artinya:
Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada
orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat
Kami kecuali orang-orang yang zalim.
Ayat ini menerangkan bahwa sebenarnya al-Qur’an itu adalah al-Qur’an
yang datang dengan membawanya (ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-
orang yang diberi ilmu) orang-orang mukmin yang menghafalnya. Dan tidak
ada yang mengingkari ayat-ayat kami kecuali orang-orang zalim (yakni orang-
orang Yahudi, mereka mengingkarinya, padahal al Qur’an telah jelas bagi
mereka.
Karakter religius terbentuk melalui pembiasaan Hafalan dan pembiasaan
Menghafal akan membentuk karakter religius karena karakter tidak bisa
diwariskan, karakter tidak bisa dibeli dan karakter tidak bisa ditukar. Hal itu
tidak menutup kemungkinan kemurnian ayat-ayat al Qur‟an akan diusik dan
diputar balikkan oleh musuh-musuh Islam, apabila umat Islam sendiri tidak
mempunyai kepedulian terhadap pemeliharaan menghafalkannya.
Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap
induvidu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa, dan negara. Induvidu yang berkarakter baik adalah
induvidu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggung jawabkan
setiap akibat dari keputusannya.
Menurut Robert marine karakter adalah gabungan yang samar – samar
antara sikap, perilaku bawaan, dan kemampuan, yang membangun pribadi
seseorang. Secara universal berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup
bersama berdasarkan atas pilar: kedamaian (peace), menghargai (respect),
Muchlas Samani Dan Hariyanto, Pendidikan karakter,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011),
hlm.41
kerja sama (cooperation), kebebasan (freedom), kebahagiaan (happiness),
kejujuran (honesty), kerendahan hati (humility), kasih sayang (love), tanggung
jawab (responsibility), kesederhanaan (simplicity), toleransi (tolerance), dan
persatuan (unity).3
Jadi pendidikan karakter adalah pendidikan yang akan membawa peserta
didik memiliki nilai-nilai karakter mulia, seperti hormat dan peduli kepada
orang lain, tanggung jawab, memiliki integrasi serta disiplin. Disisi lain,
pendidikan karakter juga harus mampu menjauhkan pserta didik dari sikap dan
perilaku yang tercela dan dilarang.4
Pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk pendidikan yang bisa
membantu mengembangkan sikap disiplin, mandiri dan tanggung jawab,
memberikan kasih sayang kepada anak didik dengan menunjukkan dan
mengajarkan karakter yang bagus, diibaratkan seorang pendidik itu sebuah
huruf dalam alfabet yang tak pernah sama antara yang satu dengan yang lain.
Maksudnya adalah orang yang membangun karakter dapat membedakan satu
dengan yang lain termasuk dengan yang tidak atau belum berkater atau
karakter tercela. 5
Menurut Grand, Desain pendidikan karakter diungkapkan nilai-nilai
yang terutama akan dikembangkan dalam budaya satuan pendidikan formal
dan nonforma, adalah meliputi disiplin, mandiri, Jujur, tanggung jawab,
cerdas, berpikir secara cermat dan tepat,sehat dan bersih, peduli, kreatif, dan
gotong royong.6
Banyak faktor yang dapat merubah anak menjadi karater yang baik
salah satu faktor adalah melalui pendidikan yang bernilai religius seperti
Tahfidzul Qur’an dapat menjadi faktor pendukung untuk pembentukan
karakter religius.

B. Rumusan Masalah

3
Muchlas Samani Dan Hariyanto, Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011),
hlm. 42.
4
Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset,2017), hlm.23
5
Asep Jihad, Pendidikan karakter Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 44.
6
Muchlas Samani Dan Hariyanto, Pendidikan karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011),
hlm.51.
Berdasarkan uaraian dari latar belakang masalah tersebut, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana sistem pembelajaran Tahfidzul Qur’an siswa kelas IX di
SMPIT Luqman Al Hakim?
2. Bagaimana pengaruh pembelajaran Tahfidzul Qur’an terhadap
pembentukan karakter siswa kelas IX di SMPIT Luqman Al Hakim?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah
pengaruh pembelajaran tahfidzul Qur’an terhadap pengembangan karakter
peserta didik di SMPIT Luqman Al Hakim, dan secara khusus bertujuan untuk
:
1. Untuk mengetahui system/metode pembelajaran Tahfidzul Qur’an siswa
kelas IX di SMPIT Luqman Al Hakim.
2. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran Tahfidzul Qur’an terhadap
pengembangan karakter peserta didik kelas IX di SMPIT Luqman Al
Hakim.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai
penerapan metode yang tepat dan bervariasi dalam menghafal Al-Quran.
2. Manfaat Praktis
Manfaat Praktis dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:
a. Bagi Guru pengampu Mata pelajaran Thafidzul Qur’an supaya terus
meningkatkan kemampuan diri baik dalam kurikulum maupun
metodologi menghafal al qur’an sehingga terjadi sinergi antara Guru
dan peserta didik.
b. Bagi murid, agar lebih giat dan tekun dalam menghafal al Qur’an.
c. Bagi walimurid, agar lebih loyal dalam mendukung program
pembelajaran tafidzul qur’an dan senantiasa memotivasi anak-anak
dalam menghafal al Qur’an
E. Tinjauan Pustaka
Kajian pustaka sangat penting untuk memenuhi bahan referensi dalam
mengkaji proposal skripsi ini, peneliti melakukan kajian pustaka pada skripsi
sebelumnya. diantaranya yaitu sebagai berikut:
Pertama, Penelitian Sofyan Rofi, Universitas muhammadiyah jember
2019 yang berjudul “Analisis Hasil Belajar siswa Mengikuti program Tahfidz
Qur’an”. Data yang diperoleh dari penelitian ini Bahwa sistem pembelajaran
menggunakan halaqah. Dalam pelaksanaan program tersebut terdiri dari tiga
kegiatan yaitu setoran hafalan, sima’an dan muroja’ah. Kegiatan setoran untuk
menambah hafalan serta membenarkan bacaan. Kegiatan sima’an dilakukan
untuk mendengarkan hafalan siswa kepada ustad atau guru siswa lainnya
apakah bacaannya lancar serta tepat sesuai dengan kaidah atau bacaan
makhorijul huruf. Adapun metode yang digunakan seperti talaqqi, tasmi, dan
takrir sebagian seluruhnya. Dalam proses penilaian atau evaluasi dilakukan
setelah siswa selesai hafalan.penilaian ini dilakukan dengan cara sima’an
setelah sima’an selesai siswa diberikan potangan ayat kemudian siswa
menereruskan ayat tersebut. Dengan adanya sima’an dapat mengetahui sejauh
mana kualitas hafalannya.7
Kedua, Penelitian M. Isro’ Zanuddin, Universitas Institut Agama Islam
Samarinda (IAIN) Samarinda 2019 yang berjudul “Sistem Pembelajaran
Tahfidz Qur’an” data yang diperoleh penelitian bahwa sistem pembelajaran
Tahfidz Qur’an dapat dikatakan berhasil jika siswa tersebut mampu
mengamalkan dan mengajarkan isi kandungan qur’an kepada orang lain.
Semakin banyak siswa yang mengamalkan perintah dan larangan Al Qur’an
maka semakin efektif pula program tersebut dalam mengimplementasikan
akhlak karimah baik dilingkungan madrasah khususnya dan di tengah-tengah
masyarakat pada umumnya.8
Ketiga, Penelitian Miftah Habibie, univesitas UIN Syarif Hidatullah
jakarta 2019 yang berjudul “Efektivitas Sistem Pembelajaran Tahfidz Al
7
Sofyan Rofi, Analisis Hasil Belajar Siswa Mengikuti Program Tahfidz Al Qur’an, Jurnal Pendidikan
Islam. Vol.2 No.1, 2019, hlm.6
8
M. Isro’ Zanuddin, Skripsi: Sistem Pembelajaran Tahfidz Qur’an, (Samarinda: IAIN, 2019),
Hal.17
Qur’an” data yang di peroleh penelitian bahwa efektivitas dapat dinyatakan
sebagai tingkat keberhasilan dalam mewujudkan sesuatu tujuan atau
sasarannya. Efektivitas sesungguhnya merupakan sesuatu konsep yang lebih
luas mencakup faktor didalam maupun di luar diri seseorang.9
Penelitian yang mengulas tentang pemikiran tentang pengaruh
pembelajaran tahfidz terhadaf perkembangan Akhlak atau serupa dengannya
berbagai aspek yang telah banyak dijumpai. Dari berbagai literatur yang ada,
penulis mencoba mendalami jalan pemikiran pengaruh pembelajaran tahfidzu
Qur’an terhaadap perkembangan karakter melalui pemahaman ajaran-
ajarannya tentang pendidikan.
F. Kerangka Teori
1. Pembelajaran Tahfidzul Qur’an
a. Pengertian Tafhidzul Qur’an
Istilah Tahfidzul Qur’an terdiri dari dua suku kata, yaitu Tahfidz
dan Al-Qur’an, yang mana keduanya mempunyai arti yang berbeda.
Kata Tahfidz berasal dari Bahasa arab yang artinya memelihara,
menjaga dan menghafal. Tahfidz (hafalan) secara bahasa (etimologi)
adalah lawan dari lupa, yaitu selalu ingat dan sedikit lupa. Menurut
kamus lengkap Bahasa Indonesia, hafalan berasal dari kata dasar hafal
yang artinya telah masuk ke ingatan (tentang pelajaran) dan dapat
mengucapkan di luar kepala (tanpa melihat buku atau catatan lainnya).
Menurut Syaiful Bahri Djamarah, menghafal adalah kemampuan
jiwa untuk memasukkan (learning), menyimpan (retention) dan
menimbulkan kembali (remembering) hal-hal yang telah lampau.10
Abdul Aziz Abdul Rauf definisi menghafal adalah “proses mengulang
sesuatu baik dengan membaca atau mendengar”. Pekerjaan apapun jika
sering diulang pasti menjadi hafal.11

9
Miftah Habibie, Skripsi: Efektivitas Sistem Pembelajaran tahfidz Al Qur’an (Jakarta: UIN
2019), Hal. 15

10
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta, Renek Cipta, 2008), hal 44.
11
Abdul Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah, (Bandung: Pt Syamsul Cipta
Media, 2004) cet 4, hal 49.
Al Qur’an Menurut Bahasa adalah “bacaan” sedangkan menurut
istilah (terminology) ialah firman Allah yang berbentuk mukjizat yang
diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril yang
tertulis dalam mushaf yang diriwayatkan kepada kita secara mutawatir,
merupakan ibadah dalam membacanya yang di,ulai dengan surah Al-
Fatihah dan di akhiri dengan surah An Naas.12
Jadi Tahfidzul Qur’an adalah proses untuk memelihara, menjaga
dan melestarikan kemurnian Al-Qur’an yang diturunkan kepada
Rasulullah saw di luar kepala agar tidak terjadi perubahan dan
pemalsuan serta dapat menjaga dari kelupaan baik secara keseluruhan
maupun sebagiannya.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa hakikat hafalan adalah
bertumpu pada ingatan. Berapa lama waktu untuk menerima respon,
menyimpan dan mereproduksi kembali tergantung ingatan masing-
masing pribadi. Karena kekutan ingan antara satu orang dengan orang
lain berbeda-beda.
b. Tujuan Menghafal Al-Qur’an
Manusia dalam melaksanakan aktifitas kehidupannya, tidak akan
terlepas dari adanya tujuan tertentu yang dicapainya. Tujuan dari
menghafal al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Untuk menggugurkan kewajiban mengafal al-Qur’an yang harus
ada dalam suatu masyarakat, karena ulama menjelaskan bahwa
hukum menghafal al-Qur’an adalah fardhu kifayah.
2. Dijadikan sebagai modal dasar dalam melaksanakan dakwah islam
yang baik.
3. Untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi jasmani dan
rohani.
4. Untuk menciptakan masyarakat islam.
c. Metode menghafal Al-Qur’an
Metode atau cara sangat penting dalam mencapai keberhasilan
menghafal, karena berhasil tidaknya suatu tujuan ditentukan oleh
12
Rochmatun Nafi’ah, Efektivitas Program Tahfidz Al-Qur’an Dalam Memperkuat Karakter Siswa Di
Madrasah Aliyah Negri Lasem, (Surabay: UIN, 2018), hal 20.
metode yang merupakan bagian integral dalam sistem pembelajaran.
Sebelum menjelaskan apa saja metode menghafal al-Qur’an, penulis
akan menjelaskan beberapa tata cara yang harus dipenuhi dalam
menghafal al-Qur’an, antara lain:
1. Keinginan yang tulus dan niat yang kuat untuk menghafal al-
Qur’an.
2. Pelajari aturan-aturan membaca al-Qur’an di bawah bimbingan
seorang guru yang mempelajari dan mengetahui dengan baik
aturan-aturan tersebut.
3. Terus bertekad memiliki keyakinan untuk menghafal al-Qur’an
setiap hari, yaitu dengan menjadikan hafalan sebagai wirid harian,
dan hendaklah permulaannya bersifat sederhana mulai menghafal
seperempat juz, kemudian seperdelapan padahari yang sama,
disertai memilih waktu yang sesuai untuk menghafal.
4. Mengulang hafalan yang telah dilakukan sebelum melanjutkan
hafalan selanjutnya disertai dengan kesinambungan.
5. Niat dalam menghafal dan mendalami selayaknya diniatkan demi
mencari ridha Allah Swt. bukan untuk tujuan dunia.
6. Mengerjakan apa yang ada dalam al-Qur’an, baik urusan-urusan
yang kecil maupun besar dalam kehidupan.
7. Ketika Allah Swt. memberikan petunjuk kepada kita untuk kita,
maka kita wajib mengajarkannya kepada orang lain. 13
Ada beberapa metode dalam menghafal Alqur’an yang sering
dilakukan oleh para penghafal, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Metode Wahdah
Metode wahdah adalah metode menghafal satu persatu ayat-ayat
yang hendk dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiapyak
sepuluh kali atau dua puluh kali atau lebih, sehingga proses ini
mampu membentuk pola dalam bayangannya.
2. Metode Kitabah

13
Ahmad bin salim Baduwailain, Cara Mudah Cepat Hafal Al-Qur’an (Solo: Kiswah, 2014), hal.28
Kitabah artinya menulis. Metode ini memberikan alternatif lain
daripada metode yang pertama. Pada metode ini seorang yang ingin
menghafal terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya
pada secarik kertas yang telah disediakan untuk dihafal. Kemudian
ayat tersebut dibaca sampai lancar dan benar, kemudian
dihafalkannya14
3. Metode Sima’i
Sima’i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan metode ini
adalah nmendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya.
Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai
daya extra, terutama bagi para penghafal yang tunanetra atau anak-
anak yang masih dibawah umur yang belum mengenal baca tulis al-
Qur’an. cara ini bisa mendengar dari guru atau mendengar dari
kaset.
4. Metode Gabungan
Cara ini dilakukan dengan kolektif, yakni ayat-ayat yang dihafal
dibaca secara kolektif, atau bersama-sama, dipimpin oleh
instruktur. Pertama si instruktur membacakan ayatnya kemudian
siswa menirukannya secara bersama-sama.
Sedangkan menurut Sa’dulloh macam-macam metode menghafal
adalah sebagai berikut:15
1. Bi Al-Nadzar, yaitu membacaa dengan cermat ayat-ayat al-qur’an
yang akan dihafal dengan melihat mushaf secara verulang-ulang.
2. Tahfizh, yaitu menghafal sedikit demi sedikit al-Qur’an yang telah
dibaca secara berulang-ulang tersebut.
3. Talaqqi, yaitu menyetorkan atau mendengarkan hafalan yang baru
dihafal kepada seorang guru.
4. Takrir, yaitu mengulang hafalan atau menyima’kan hafalan yang
pernah dihafalkan/sudah disima’kan kepada guru.

14
Ahsin Sakho Muhammad, Menghafal Al Qur’an (Semarang: Qawan, 2008), hal 23.
15
Abdullah Al-Muham, Menjadi Hafidz Al-Qur’an dengan Otak Kanan (Jakarta: Pustaka Ikadi,
2013), hal 36.
5. Tasmi’ yaitu mendengarkan hafalan kepada orang lain baik kepada
perseorangan maupun kepada jamaah.
Pada prinsipnya semua metode di atas baik semua untuk dijadikan
pedoman menghafal al-Qur’an, baik salah satu diantaranya, atau
dipakai semua sebagai alternatif atau selingan dari mengerjakan suatu
pekerjaan yang terkesan monoton, sehingga dengan demikian akan
menghilangkan kejenuhan dalam proses menghafal al-Qur’an
d. Faktor Pendukung dalaam Menghafal Al Qur’an
1) Faktor kesehatan, kesehatan merupakan salah satu faktor yang
sangat penting bagi orang yang akan menghafal Al Qur’an
2) Faktor psikologi, Faktor psikologi sangat berpengaruh untuk
menghafal Al Qur’an secara kesehatan jasmani sehat namun
kesehatan rohani tidak sehat itu akan mengganggu proses
menghafal Al Qur’an
3) Faktor kecerdasan, Kecerdasan adalah faktor pendukung dari
keberhasilan di proses menghafal, namun di faktor kecerdasan
sangat mempengaruhi dalam proses menghafal walaupun
kecerdasan setiap induvidu pasti berbeda-beda. Jika seorang cerdas
ilmu maka sangatlah mudah untuk menghafal Al Qur’an bukan
berarti kurangnya kecerdasan menjadi alasan untuk tidak
menghafal yang terpenting ialah niat, tekad, rajin, dan istiqomah.
4) Faktor motivasi, Orang yang belajar menghafal perlu dukungan
atau motivasi dari orang terdekat, orang tua, keluarga serta kerabat
atau teman sejawat agar dalam menghafal Al Qur’an penuh dengan
semangat tinggi. Jadi, motivasi sangat perlu di proses menghafal Al
Qur’an bila tidak motivasi sangatlah sulit untuk menghafal Al
Qur’an sengan semangat.
5) Faktor usia, Penelitian membuktikan bahwa ingatan pada usia
anak-anak lebih kuat dibandingkan dengan usia dewasa. Pada usia
muda, otak manusia masih sangat segar dan jernih, sehingga hati
lebih fokus, tidak terlalu banyak kesibukan, serta masih belum
memiliki banyak problem hidup. Untuk itulah usia yang cocok
dalam upaya mengahfal al-Qur’an ini sangat berpengaruh terhadap
keberhasilannya dalam menghafalnya. Adapun usia yang cocok
adalah pada usia sekitar 5 tahun hingga 23 tahun.16
2. Proses Pembentukan Karakter
Karakter terhadap anak hendaknya menjadikan mereka terbiasa
untuk berperilaku baik, sehingga ketika anak tidak melakukan kebiasaan
baik itu yang bersangkutan akan merasa rendah. Dengan demikian,
kebiasaan baik sudah menjadi semacam instink, yang secara otomatis akan
membuat seorang anak menjadi tidak nyaman bila tidak melakukan
kebiasaan baik itu. Oleh karena itu, pembentukan nilai sejak dini terhadap
anak perlu dilakukan.
Karakter yang kuat biasanya dibentuk oleh pembentukan nilai yang
menekankan tentang baik dan buruk. Nilai ini dibangun melalui
penghayatan dan pengalaman, membangkitkan rasa ingin dan bukan
menyibukkan diri dengan pengetahuan. Adapun beberapa kaidah tentang
pembentukan karakter, yaitu:
a. Kaidah bertahapan, artinya proses perubahan, perbaikan, dan
pengembangan harus dilakukan secara bertahap. Seorang anak dalam
hal ini tidak bisa dituntut untuk berubah sesuai yang diinginkan secara
tiba-tiba dan instan, namun ada tahapan-tahapan yang harus dilalui
dengan sabar dan tidak terburu-buru. Adapun orientasi dari kegiatan
ini adalah terletak pada proses, bukan pada hasil. Sebab proses
pendidikan itu tidak langsung dapat diketahui hasilnya, akan tetapi
membutuhkan waktu yang lama sehingga hasilnya nanti akan paten.
b. Kaidah kesinambungan, artinya perlu adanya latihan yang dilakukan
secara terus-menerus. Seberapapun kecilnya porsi latihan, yang
penting latihan itu berkesinambungan. Sebab proses yang
berkesinambungan inilah yang nantinya membentuk rasa dan warna
berfikir seseorang yang lama-lama akan menjadi karakter anak yang
khas dan kuat.

16
Danang Ardianto,Skripsi: Evaluasi program Tahfidz Al Qur’an juz amma (Yogyakarta: UMY,
2015), hlm.8
c. Kaidah momentum, artinya mempergunakan berbagai momentum
peristiwa untuk fungsi pendidikan dan latihan. Misalnya
menggunakan momen bulan ramadhan untuk mengembangkan atau
melatih sifat sabar, kemauan yang kuat, dan kedemawanan.
d. Kaidah motivasi instrinsik, artinya karakter anak terbentuk secara kuat
dan sempurna jika didorong oleh keinginan sendiri, bukan karena
paksaan oranglain. Jadi proses merasakan sendiri dan melakukan
sendiri adalah penting. Hal ini sesuai dengan kaidah umum bahwa
mencoba sesuatu akan berbeda hasilnya antara yang dilakukan sendiri
dengan hanya yang dilihat ataudiperdengarkan saja. Oleh karena itu,
pendidikan harus menanamkan motivasi yang kuat dan lurus serta
melibatkan aksi fisik yang kuat, ini karena kedudukan seorang guru
selain untuk memantau dan mengevaluasi perkembangan anak-anak,
juga berfungsi sebagai unsur perekat, tempat curhat dan sarana tukar
pikiran bagi anak didiknya.
e. Kaidah pembimbing, artinya perlunya bantuan orang lain untuk
mencapai hasil yang lebih baik daripada dilakukan seorang diri.
Karakter ini tidak bisa dilakukan tanpa seorang guru atau
pembimbing.17
3. Tujuan Karakter
Tujuan karakter merupakan usaha yang disengaja untuk membantu
seseorang memahami, menjaga, dan berperilaku yang sesuai dengan nilai-
nilai karakter mulia. Pendidikan karakter tidak bisa dibiarkan jalan begitu
saja tanpa adanya upaya-upaya cerdas dari para pihak yang bertanggung
jawab tenhadap pendidikan. Tanda upaya cerdas, pendidikan karakter tidak
akan menghasilkan manusia yang pandai sekaligus menggunakan
kepandainya dalam rangka bersikap dan berperilaku baik (berkarakter
mulia)
Pengalaman itu bersifat pasif dan aktif. Pengalaman yang bersifat
aktif berarti berusaha dan mencoba, sedangkan pengalaman pasif berarti
menerima dan mengikuti saja. Kalau siswa mengalami sesuatu berarti guru
17
Mhammad Anis Matta, Membentuk Karakter cara islami (Jakarta: Al-I’tishom cahaya Umat,
2003), h 67-70.
yang berbuat, sedangkan kalau seorang guru mengikuti alur dalam
pembelajaran maka akan memperoleh keberhasilan.
Bahan pembelajaran pendidikan karakter bagi anak tidak semata-
mata mengambil buku pembelajaran yang diperoleh dalam pelajaranyang
terpisah, tetapi harus berisi kemungkinan-kemungkinan yang dapat dapat
mendorong anak untuk semangat dalam berbuat. Sebagai, peran guru
dalam mendidik karakter tidak hanya berhubungan dengan mata pelajaran
diperoleh, sehingga menempatkan dirinya dalam seluruh interaksi
kebutuhan, kemampuan dan kegiatan siswa.18
Adapun pola karakter yang diterapkan untuk membina disiplin
disekolah antara lain:
1. Konsep diri( self concept) menekankan bahwa konsep diri masing
induvidu merupakan faktor penting setiap perilaku. Untuk
menumbuhkan konsep diri guru disarankan empatik, penerima, hangat
dan terbuka kepada siswa.
2. Ketrampilan berkomunikasi (comminication skills), guru harus
memiliki ketrampilan ditutur kata dan cara bahasa kepada siswa agar
siswa memahami.
3. Klarifikasi nilai (values clarification), di strategi ini dilakukan untuk
membantu peserta didik dalam menjawab dari pertanyaan tentang nilai-
nilai yang dia terima dan membentuk sikap nilai sendiri
4. Analisis transaksional ( transactional analysis), guru disarankan belajar
sebagai orang dewasa, yang mampu menghadapi persoalan-persoalan
pada peserta didik.
5. Konsekuensi logis dan alami (natural and logical consequences),
perilaku yang sering terjadi pada diri peserta didik mengembangkan
kepercayaan yang salah pada dirinya, maka sebagai guru menunjukkan
perilaku yang dapat membantu permasalahan dari peserta didik dan
memanfaatkan akibat logis dan alam dari perilaku yang salah.

18
Agus Zaenul Fitri, “Manajemen pendidikan karakter berbasis nilai & etika disekolah,
(yogyakarta:Ar Ruzz Media, 2012), hlm.26-27
6. Terapi realitis (reality therapy), sekolah harus berupaya mengurangi
kegagalan dan meningkatkan keterlibatan.19
Sedngkan pada tahun 2011, seluruh tingkat pendidikan indonesia
harus menyisipkan pendidikan karakter formal dan nonformal disekolah,
diantaranya meliputi:
a. Jujur, perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya selalu
berkata apa adanya, dapat dipercaya dalam perkataan, tingkah laku dan
perbuatan.
b. Tanggung jawab, melakukan tugas sepenuh hati, berusaha keras apa
yang dicapai, mampu mengatasi segala permasalahan, dan mampu
mengambil keputusn yang benar.
c. Cerdas, berpikir secara cermat dan tepat. Bertindak penuh dengan
perhitungan rasa ingin tahu tinggi, pintar komunikasi bergaul dengan
sopan dan santun menjunjung nilai-nilai kebenaran, kebajikan serta
mencintai Allah SWT dan lingkungan.
d. Sehat dan bersih, menghargai ketertiban, kedisiplinan, terampil, dan
menerapkan hidup seimbang.
e. Peduli, sikap dan tindakan yang selau ingin memberi bantuan pada
orang lain yang sedang membutuhkan.
f. Kreatif, berpikir dan melakukan sesuatu menghasilkan cara atau
memiliki ide baru.
g. Gotong royong, mampu bekerja sama dengn baik, memiliki memiliki
prinsip bahwa tujuan akan lebih cepat jika dilakukan secara bersama-
sama
h. Mandiri, sikap dan perilaku yang tidak tergantung dengan orang lain
dalam menyelesaikan tugas nya.
i. Disiplin, tindakan dan perilaku tertib dan patuh pada peraturan.20

19
Agus Zaenul Fitri, “Manajemen pendidikan karakter berbasis nilai & etika disekolah”,
(yogyakarta:Ar Ruzz Media, 2012), hlm.76

20
Hartono, “Pendidikan Karakter Dalam Kurikulum 2013”, Jurnal Jnanan Budaya.vol.19 no.2, 2014,
hlm.262

Anda mungkin juga menyukai