Anda di halaman 1dari 6

Nama: Kelvin Naves Atiullah

Kelas: 9B/13

Sejarah Islam
Pengaruh Budaya Sekaten Terhadap Perkembangan Islam

Tradisi Sekatenan adalah salah satu


istilah yang digunakan masyarakat
Jawa dalam memperingati
hari lahir Nabi Muhammad atau
disebut juga dengan istilah Maulid
Nabi,. Acara Sekaten yang diadakan
untuk memperingati Maulid Nabi
Muhammad SAW diakhiri dengan
acara Grebeg Maulud. Grebeg
adalah
upacara adat berupa sedekah yang
dilakukan pihak keraton kepada
masyarakat berupa gunungan
Tradisi Sekatenan adalah salah satu
istilah yang digunakan masyarakat
Jawa dalam memperingati
hari lahir Nabi Muhammad atau
disebut juga dengan istilah Maulid
Nabi,. Acara Sekaten yang diadakan
untuk memperingati Maulid Nabi
Muhammad SAW diakhiri dengan
acara Grebeg Maulud. Grebeg
adalah
upacara adat berupa sedekah yang
dilakukan pihak keraton kepada
masyarakat berupa gunungan
Tradisi Sekatenan adalah salah satu
istilah yang digunakan masyarakat
Jawa dalam memperingati
hari lahir Nabi Muhammad atau
disebut juga dengan istilah Maulid
Nabi,. Acara Sekaten yang diadakan
untuk memperingati Maulid Nabi
Muhammad SAW diakhiri dengan
acara Grebeg Maulud. Grebeg
adalah
upacara adat berupa sedekah yang
dilakukan pihak keraton kepada
masyarakat berupa gunungan
Tradisi Sekatenan adalah salah satu
istilah yang digunakan masyarakat
Jawa dalam memperingati
hari lahir Nabi Muhammad atau
disebut juga dengan istilah Maulid
Nabi,. Acara Sekaten yang diadakan
untuk memperingati Maulid Nabi
Muhammad SAW diakhiri dengan
acara Grebeg Maulud. Grebeg
adalah
upacara adat berupa sedekah yang
dilakukan pihak keraton kepada
masyarakat berupa gunungan
Sebelum datangnya agama di Nusantara (sekarang Negara Kesatuan Republik
Indonesia) para masyarat dahulu memiliki suatu kepercayaan dinanisme dan animisme.
Masyarakat dahulu lebih erat dengan suatu peraturan adat yang menjadi suatu
kebudayaan dan ciri khas disuatu lingkungan masyarakat tersebut. Bisa diketahui juga
kelompok masyarakat tersebut sering disebut Suku, dan di Indonesia sendiri banyak
terdapat Suku diberbagai wilayah ditiap pulau seperti suku sunda, baduy, bugis, Madura,
jawa dan lain-lain. Setiap Suku di Nusantara memiliki berbagai keanekaragaman budaya
yang berbeda-beda.

Pandanagan hidup dan tradisi budaya masyarakat erat kaitannya dengan dakwah
Islam dan tradisi jawa kuno zaman wali yang diwarisi dari para tokoh spiritual Cirebon
dan mubaligh wali sanga: Ki Kuwu Cirebon, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga.
Sedangkan tradisi budaya mereka bercirikan Jawa Cerbonan yang merupakan akulturasi
budaya Jawa – Hindu – Islam dengan pusatnya keraton Pakungwati, Cirebon. Sehingga
pemahaman agama dan tradisi budaya oleh masyarakat Cirebon tergambar bagaikan dua
sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, disatu sisi mereka tetap teguh dalam
keyakinan agama Islam yang dianut mereka, disisi lain mereka juga setia
mempertahankan tradisi budaya Cerbonan mereka yang khas.

Tradisi budaya Cirebon yang tetap dilestarikan terungkap dalam upacara


tradisional panjang jimat dan grebeg yang dilakukan oleh kerabat keraton Cirebon,
maupun dalam berbagai upacara tradisional yang dilakukan masyarakat Cirebon yang
berkaitan dengan perayaan hari besar Islam seperti riaya (lebaran), punggahan, muludan,
dan sawalan. Tradisi budaya tersebut juga dilestarikan dalam upacara tradisional yang
berkaitan dengan siklus pertanian dan perikanan seperti sedekah bumi (mapag sri dan
bebarik atawa baritan), sedekah laut (nadran), ngarot, jaringan dan seren taun, dalam
upacara ‘penyucian diri” seperti sedekah tamba (ruwatan), tirakatan, nyepi (berkhalwat
di tempat sunyi), kliwonan (tirakatan di Gunung Jati pada hari jum’at Kliwon) dan ngirab
(mandi “bersuci” di Kalijaga pada hari rebo wekasan bulan ruwah), serta dalam berbagai
upacara yang berkaitan dengan kehidupan manusia seperti upacara perkawinan (hajat
walimah), ngunduh mantu, mitoni atau nebus weteng (upacara tujuh bulan kandungan),
jagongan bayi (muyen), njenengi, kekah (aqikah), mudun lemah, cukuran dan sunatan.
Maupun upacara yang berhubungan dengan kematian (surtanah : pemberian shalawat
dan tahlilan setelah jenazah disembayangkan.

Upaya memadukan tradisi budaya Jawa -Hindu-Islam dilakukan oleh para mubaligh
yang tergabung dalam Wali Sanga dan kemudian dilembagakan dan diterapkan kepada
masyarakat Jawa dan Madura pada masa Pemerintahan Sultan Agung dari Mataram
serta diterima sepenuhnya oleh masyarakat Cirebon pada masa pemerintahan
Panembahan Ratu dengan penyesuaian kecil disana sini. Puji-pujian syahadatain diganti
dengan gamelan sekaten.

Tradisi Sekatenan adalah salah satu istilah yang digunakan masyarakat Jawa dalam
memperingati hari lahir Nabi Muhammad atau disebut juga dengan istilah Maulid Nabi..
Acara Sekaten yang diadakan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di
akhiri dengan acara Grebe g Maulud Grebeg adalah upacara adat berupa se dekah yang
dilakukan pihak keraton kepada masyarakat berupa gumingan.

Perayaan Sekate nan yang dilaksanakan setahun sekali selama tujuh hari menjelang
peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW, dan dimulai sejak abad XV hingga abad XX
yaitu sejak zaman Sunan Kalija ga di dua keraton bekas Kerajaan Mataram yaitu keraton
Yogyakarta dan keraton Surakarta. Seiring dengan masuknya agama Islam ke Jawa
adalah merupakan wujud dari falsafah "mikul dhuwur medem jero" dari keraton
terhadap perjuangan Wali Songo yang telah berhasil menyebarkan tuntutan Nabi
Muhammad SAW. Sekaten sendiri berasal dari kata Syahadatain yang substansinya
adalah mengenalkan dua kalimat Syahadat untuk memperkenalkan ajaran tauhid dan
sekaligus tidak mengorbankan apalagi melupakan budaya Jawa. Sedangkan proses
ritualnya yaitu dimulai dengan dikehi arkannya dua gamelan dari tempat
penyimpanannya di Bangsal Sri Man ganti yakni Kyai Guntur Madu dan KyaiNaga
Wilagalahı disinggahkanke Bangsal Panconiti yangkemudian dengan pengawal para
prajurit keraton dibawa ke halaman Masjid Agung Gedhe Kauman dan di akhiri dengan
gereb eg Gunungan Sekaten (Djojowadono, 1989).
Pengaruh Tradisi Sekaten Terhadap Prilaku keagamaan Masyarakat,
Rakyat ini kemudian di ajakmasuk Islam, dengan cara arif dan bijaksana, bukan dengan
model kekerasan, damai dan sejuk.Para wali mencari cara mengumpulkan rakyat, kermi
di an ada gamelan dari jaman Majapahit, namanya Kyai Sekati. Ditabuhlah gamelan,
orang-orang mendengar, dulu itu masing langkanya hiburan Rakyat berbondong-bondong
sambil meneginang (perempuan dan laki-laki), yang pria bersorjan, bercelana panting,
ubed-ubed jarit dan belum bersandal. Yang wanita berpakaian kurung (baju Lunik),
menginang, gelung pakai tusuk konde.Setelah rampung gamelan, lalu ditera gkan oleh
para Waliitu apa, bagaimana, si apa Nabi Muhammad saw itu.Apa dan bagaimana
Islamitu, padahalmere ka kanmasih ber agama Hindu sehingga a sing itu mendengar
keterangan itu.

reaksinya orang macam-macam, ada yang pro, ada yang kontra, ada yang masih
setengah-setengah, kalau yang oke, yang setuju masuk Islam.

Kesimpulan:
Itu semua Akan kita Kembalikan pada masyarakat, Karena menurut pemahaman
mereka yang diwariskan dari keturunan terdahulu mereka, mereka percaya segala sesuatu
yang dikeluarkan keraton adalah berkah ter sendiri bagi mereka. Itu adalah sesuatu yang
sangat berharga nilainya bagi dirinya sendiri ataupun keluarga.

Bagi sebagian masyarakat yang lain yang benar-benar Islam mereka mengikuti tradi
si ini dari sisi keberag ama annya. Yaitu dengan mengikuti pengajian-pengajian yang
diadakan disela-sela bunyi-bunyian gamelan yang diadakan di Masjid Ge dhe Kauman.
Mengikuti doa bersama tidak semata mata ngalap berkah seperti masyarakat yang lain,
akan tetapi juga mengharapkan keselamatan dunia dan akhirat dan lain sebagainya.
Terutama terhindar dari segala mara bahaya yaitu Bencana Alam, baik itu gunung
meletus atau Tsunami.

Anda mungkin juga menyukai