Anda di halaman 1dari 4

Tradisi merupakan kebudayaan masa lampau yang diwariskan dalam bentuk

sikap, perilaku sosial, kepercayaan, prinsip-prinsi, dan sekepakatan perilaku. Hal


ini berasal dari pengalaman di masa lampau yang membentuk perilaku masa kini.
Di Indonesia terdapat berbagai macam tradisi yang masih dijaga dengan baik oleh
pengikutnya. Bisa dalam bentuk adat istiadat, ritual, upacara keagamaan. Dalam
pelaksanaannya tergantung/terpengaruh oleh lingkungan setempat.

Selamatan

Setiap ada peristiwa yang menakutkan, atau yang menyenangkan atau adanya
harapan, seperti perkawinan, sakit, panen padi, menanam padi selalu
mengadakan upacara selamatan. Selamatan dilakukan sebagai rasa syukur,
dengan permohonan agar selalu mendapatkan keselamatan.

Setelah Islam datang selamatan dikemas Islami, seperti dengan tahlilan, penajian.
Sebelum Islam datang diisi dengan bacaan mantra-mantra.
Ada upacara lain yang sering dilakukan masyarakat sekitar kita, yaitu upacara
kematian, yaitu saur tanah, satu hari, tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari,
seratus hari, seribu hari, nguwis-uwisi kematian seseorang. Acara selamatan
selalu diisi dengan kenduri (membagi-bagi makanan) sesuai tema selamatan yang
sedang dilakukan.

Upacara Turun Tanah di Aceh

Nama aslinya adalah Peutron Aneuk U Tanoh atau turun tanah. Artinya orang tua
menurunkan bayi ke tanah setelah bayi berusia 44 hari. Sebelumnya seorang ibu
melakukan pantangan dengan tujuan agar bayi sehat dan baik.

Upacara dipimpin oleh ketua adat dengan menggendong bayi menuju tangga
rumah sambil membaca do’a-do’a dari ayat Al Qur’an. Kemudian menuruni tangga
rumah dengan bayi tetap digendongnya.
Sampai di tanang upacara dilanjutkan mencincang batang pisang atau pohon
keladi yang telah disediakan. Hal ini mengibaratkan keperkasaan dan
dimaksudkan agar bayi kelak dikaruniai sifat perkasa dan kesatria.

Ketua ada melanjutkan acara membawa masuk bayi ke dalam nimah yang
disambut oleh seluruh hadirin dan keluarga. Dimeriahkan dengan rebana, tari-
tarian, pencak silat, permainan kesenian lainnya. Disajikan pula berbagai
makanan.

Sekaten

Pada tahun 1939 tahun saka atau 1477 M, Raden Patah dengan dukungan para
wali mendirikan masjid Demak. Berdasarkan kesepakatan digelar siar Islam
selama 7 hari menjelang kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dibunyikan dua
perangkat gamelan karya Sunan Giri yang membawakan gending karya Sunan
Kalijaga.

Setelah mengikuti acara tersebut, masyarakat yang ingin memeluk Islam


mengucap dua kalimat syahadat (sahadatain). Dari kalimat tersebut muncul istilah
sekaten.
Saat kerajaan Islam dari Demak pindah ke Mataram perayaan sekaten tetap
digelar. Begitu juga setelah Mataram terbagi menjadi dua Kasultanan Yogyakarta
dan Kasunanan Surakarta.

Di Kasultanan Yogyakarta perayaan sekaten berdasarkan tiga dasar pokok yaitu:


1.    Dibunyikan dua perangkat gamelan (Kajeng Kyai Nagawilaga dan Kajeng Kyai
Guntur Madu) di Kagungan Dalem Pagongan Masjid Agung Yogyakarta selama 7
hari berturut-turut, kecuali Kamis malam sampai Jumat sian.
2.    Peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW tanggal 11 Mulud malam di
serambi kagungan Dalem Masjid Agung. Dengan bacaan riwayat nabi oleh Abdi
Dalem Kasultanan, para kerabat, pejabat, rakyat.
3.    Pemberian sekedah Ngarsa Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng
Sultan, berupa hajad dalem gunungan dalam upacara grebeg sebagai upacara
puncak Sekaten.
Mulai tahun 1960 sekaten sebagai pasar rakyat. Pasar malam perayaan sekaten
berlangsung selama 39 hari. Menurut penanggalan Jawa selain Grebeg Mulud ada
juga grebeg syawal yang diadakan hari pertama syawal (bulan jawa). Grebeg besar
diadakan pada hari ke 10 bulan Jawa yang dihubungkan dengan hari raya umat
Muslim (qurban, idul adha).

Adat Perkawinan Aceh

Tradisi penikahan Aceh banyak diwarnai oleh tradisi Islam, hal bisa dilihat dari
beberapa tahapan-tahapan pernikahan:
Melamar
Keluarga pria yang akan melamar seorang gadis mengutus seorang penghubung
yang disebut seulangke. Apabila pihak perempuan setuju pihak pria
mengantarkan tanda ikatan yang disebut ranub kong baba. Biasanya berupa emas
dan pakaian untuk si gadis. Kedua keluarga kemudian menetapkan hari
perkawinan dan mas kawis yang harus di berikan pihak pria. Mas kawin disebut
jeunameu.

Persiapan perkawinan
Menjelang pernikahan sang gadis dipingit selama satu bulan untuk dibimbing cara
berumah tangga, dianjurkan tekun mengaji.
Dua hari sebelum pernikahan, keluarga wanita mengadakan upacara mandi air
bunga bagi gadis. Dengan tujuan membersihkan dosa, disamping sebagai
pengharum badan. Diteruskan mengadakan upacara koh andam yaitu upacara
membersihkan anak rambut di tengkuk, dahi, merapikan alis mata, juga menginai
kuku-kuku menjadi mereh, memerahkan bibir dengan memakai sirih.

Upacara pernikahan
Sebelum upacara pernikahan dilangsungkan , calon pengantin perempuan
memperlihatkan  kemampuannya menamatkan pembacaan al Qur’an. Kemudian
ayah kandung pengantin perempuan memimpin upacara pernikahan/ijab kabul.
Setelah itu pihak pengantin pria menyerahkan jeunameu atau mas kawin berupa
sekapur sirih, seperangkat kain adat, emas puan. Emas yang digunakan adalah
uang mas kuno seberat 100 gram. Sebelum kedua mempelai dipersandingkan di
pelaminan keluarga mengadakan upacara menginjak telur yang dilakukan oleh
pengatin pria.

Pakaian Pengantin
Pengatin pria celana panjang yang (cekak musang), kain sarung (pendua), serta
kemeja belanga pakai bis benang emas, memakai kopiah (makutup), sebilah
rencong terselip di depan perut. Pengantin perempuan memakai celana panjang
(cekak musang) baju kurung sampai pinggul, kain sarung. Perhiasan berupa kalung
yang disebut kula, pending, gelang tangan, gelang kaki.
Ziarah Kubur

Yaitu kebiasaan mengunjungi makam dan meletakkan bunga di atas


kuburan seseorang. Sampai saat ini masih dipertahankan. Tujuan
awalnya adalah untuk memohon restu dan mendapat berkah dari
orang yang sudah meninggal. Tradisi ini dipengaruhi budaha Hindu-
Budha yakni pemujaan terhadap arwah nenenk moyang.

Setelah Islam datang tujuan ziarah diarahkan untuk mendo’akan yang


telah meninggal agar diampuni dosa-dosanya juga sebagai media
kontemplasi bagi seseorang agar selalu mengingat kematian.
Biasanya yang dikunjungi makam para wali. Setelah berkembang juga
makan sanak keluarga. Waktu ziarah menjelang bulan Ramadhan dan
hari raya idul fitri. Saat ziarah diisi dengan bacaan tahlil, tahmid, surah
pendek dalam al Qur’an.

Anda mungkin juga menyukai