Selamatan
Setiap ada peristiwa yang menakutkan, atau yang menyenangkan atau adanya
harapan, seperti perkawinan, sakit, panen padi, menanam padi selalu
mengadakan upacara selamatan. Selamatan dilakukan sebagai rasa syukur,
dengan permohonan agar selalu mendapatkan keselamatan.
Setelah Islam datang selamatan dikemas Islami, seperti dengan tahlilan, penajian.
Sebelum Islam datang diisi dengan bacaan mantra-mantra.
Ada upacara lain yang sering dilakukan masyarakat sekitar kita, yaitu upacara
kematian, yaitu saur tanah, satu hari, tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari,
seratus hari, seribu hari, nguwis-uwisi kematian seseorang. Acara selamatan
selalu diisi dengan kenduri (membagi-bagi makanan) sesuai tema selamatan yang
sedang dilakukan.
Nama aslinya adalah Peutron Aneuk U Tanoh atau turun tanah. Artinya orang tua
menurunkan bayi ke tanah setelah bayi berusia 44 hari. Sebelumnya seorang ibu
melakukan pantangan dengan tujuan agar bayi sehat dan baik.
Upacara dipimpin oleh ketua adat dengan menggendong bayi menuju tangga
rumah sambil membaca do’a-do’a dari ayat Al Qur’an. Kemudian menuruni tangga
rumah dengan bayi tetap digendongnya.
Sampai di tanang upacara dilanjutkan mencincang batang pisang atau pohon
keladi yang telah disediakan. Hal ini mengibaratkan keperkasaan dan
dimaksudkan agar bayi kelak dikaruniai sifat perkasa dan kesatria.
Ketua ada melanjutkan acara membawa masuk bayi ke dalam nimah yang
disambut oleh seluruh hadirin dan keluarga. Dimeriahkan dengan rebana, tari-
tarian, pencak silat, permainan kesenian lainnya. Disajikan pula berbagai
makanan.
Sekaten
Pada tahun 1939 tahun saka atau 1477 M, Raden Patah dengan dukungan para
wali mendirikan masjid Demak. Berdasarkan kesepakatan digelar siar Islam
selama 7 hari menjelang kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dibunyikan dua
perangkat gamelan karya Sunan Giri yang membawakan gending karya Sunan
Kalijaga.
Tradisi penikahan Aceh banyak diwarnai oleh tradisi Islam, hal bisa dilihat dari
beberapa tahapan-tahapan pernikahan:
Melamar
Keluarga pria yang akan melamar seorang gadis mengutus seorang penghubung
yang disebut seulangke. Apabila pihak perempuan setuju pihak pria
mengantarkan tanda ikatan yang disebut ranub kong baba. Biasanya berupa emas
dan pakaian untuk si gadis. Kedua keluarga kemudian menetapkan hari
perkawinan dan mas kawis yang harus di berikan pihak pria. Mas kawin disebut
jeunameu.
Persiapan perkawinan
Menjelang pernikahan sang gadis dipingit selama satu bulan untuk dibimbing cara
berumah tangga, dianjurkan tekun mengaji.
Dua hari sebelum pernikahan, keluarga wanita mengadakan upacara mandi air
bunga bagi gadis. Dengan tujuan membersihkan dosa, disamping sebagai
pengharum badan. Diteruskan mengadakan upacara koh andam yaitu upacara
membersihkan anak rambut di tengkuk, dahi, merapikan alis mata, juga menginai
kuku-kuku menjadi mereh, memerahkan bibir dengan memakai sirih.
Upacara pernikahan
Sebelum upacara pernikahan dilangsungkan , calon pengantin perempuan
memperlihatkan kemampuannya menamatkan pembacaan al Qur’an. Kemudian
ayah kandung pengantin perempuan memimpin upacara pernikahan/ijab kabul.
Setelah itu pihak pengantin pria menyerahkan jeunameu atau mas kawin berupa
sekapur sirih, seperangkat kain adat, emas puan. Emas yang digunakan adalah
uang mas kuno seberat 100 gram. Sebelum kedua mempelai dipersandingkan di
pelaminan keluarga mengadakan upacara menginjak telur yang dilakukan oleh
pengatin pria.
Pakaian Pengantin
Pengatin pria celana panjang yang (cekak musang), kain sarung (pendua), serta
kemeja belanga pakai bis benang emas, memakai kopiah (makutup), sebilah
rencong terselip di depan perut. Pengantin perempuan memakai celana panjang
(cekak musang) baju kurung sampai pinggul, kain sarung. Perhiasan berupa kalung
yang disebut kula, pending, gelang tangan, gelang kaki.
Ziarah Kubur