Anda di halaman 1dari 2

PERKEMBANGAN ISLAM DI SUMATERA BARAT

1. Sejarah perkembangan Islam di Sumatera Barat


Agama Islam pertama kali memasuki Sumatera Barat pada abad ke-7, di mana pada
tahun 674 telah didapati masyarakat Arab di pesisir Timur pulau Sumatera. Selain berdagang,
secara perlahan mereka membawa masuk agama Islam ke dataran tinggi Minangkabau atau
Sumatera Barat sekarang melalui aliran sungai yang bermuara di timur pulau Sumatera,
seperti Batang hari.
Perkembangan agama Islam di Sumatera Barat menjadi sangat pesat setelah kesultanan
Aceh diperintah oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar, yang berhasil meluaskan
wilayahnya hampir ke seluruh pantai barat Sumatera. Sehingga pada abad ke-13 Islam
memulai memasuki Tiku, Pariaman, air Bangis dan daerah pesisir Sumatera Barat lainnya,
Islam kemudian juga masuk ke daerah pedalaman atau dataran tinggi Minangkabau yang
disebut "darek". Di kawasan darek pada saat itu berdiri kerajaan Pagaruyung, di mana
kerajaan tersebut mulai mendapat pengaruh Islam sekitar abad ke-14. Sebelum Islam diterima
secara luas, masyarakat yang ada di sekitar pusat Kerajaan dari beberapa bukit arkeologis
menunjukkan pernah memeluk agama Buddha dan Hindu terutama sebelum memasuki abad
ke-7. Sejak abad 16 agama Islam telah dianut oleh seluruh masyarakat Minangkabau baik
menetap di Sumatera Barat maupun di luar Sumatera Barat. Namun dalam pelaksanaannya
belum semua penganut Islam yang menjalankan syaraiat Islam dengan benar bahkan masih
banyak yang melakukan pelanggaran. Hal inilah yang membuat para ulama Minangkabau
yang disebut kaum Padri mengajak masyarakat terutama sekitar kerajaan Pagaruyung
berunding untuk kembali ke ajaran Islam yang benar titik namun perundingan tersebut pada
tahun 1803 berujung kepada konflik yang dikenal sebagai perang Padri.
Setelah 20 tahun konflik berlangsung, pada tahun 1833 terjadi penyesalan di kaum adat
karena telah mengundang Belanda 12 tahun sebelumnya, yang selain mengakibatkan kerugian
harta dan mengorbankan jiwa raga, juga meruntuhkan kekuasaan Pagaruyung. Saat itu, kaum
Padri yang dipimpin oleh tuanku Imam Bonjol mulai merangkul kaum adat, dan terjadilah
suatu kesepakatan di antara kedua pihak untuk bersatu melawan Belanda. Tidak hanya itu,
kaum adat dan kaum Padri yang juga mewujudkan konsesus bersama, yaitu "adat basandi
syarak, syarak basandi kitabullah" (adat berlandaskan ajaran Islam, ajaran Islam
berdasarkan Al-Qur'an).
2. Tokoh yang menyebarkan Islam di Sumatera Barat
Salah satu yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Indonesia adalah Syeikh
Burhanuddin. Beliau lahir di Ulakan (Pariaman) dengan nama asli Pono. Pada masa kecilnya
ia dan ayahnya masih memeluk agama Buddha. Atas ajakan dan dakwah seorang pedagang
Gujarat yang saat itu menyebarkan agama Islam di Pekan Batang Bengkawas (sekarang Pekan
Tuo), Syeikh Burhanuddin dan ayahnya kemudian meninggalkan agama Buddha dan
memasuki agama Islam. Menginjak usia remaja Syeikh Burhanuddin pergi merantau ke Aceh
untuk belajar agama Islam, di Aceh beliau berguru kepada Syekh Abdur Rauf as- Singkili,
seorang Mufti kerajaan Aceh yang berpengaruh.
Pada tahun 1680 syeikh Burhanuddin kembali ke Ulakan (Pariaman), kemudian
mendirikan surau di Tanjung Medan dengan luas lahan 5 hektar. Di sanalah beliau
mengembangkan ajaran Islam dengan Terikat Sathariyah. Di surau inilah beberapa aktivitas
keagamaan dan sosial dilakukan, seperti shalat lima waktu, belajar ilmu agama, musyawarah,
berdakwah, termasuk berkesenian dan mempelajari ilmu bela diri. Surau ini kemudian
berkembang pesat dan menjadi sebuah Pondok Pesantren. Di pondok inilah beliau
mengajarkan berbagai disiplin ilmu keislaman kepada para santrinya, seperti ilmu tafsir,
hadis, fikih, akidah, dan lain-lain. Selain itu, ia juga mendakwakan Islam melalui pengajian
kepada warga masyarakat. Atas usaha Syeikh Burhanuddin tersebut, ajaran Islam cepat
menyebar di wilayah Minangkabau.

Anda mungkin juga menyukai