Anda di halaman 1dari 16

ISLAM NUSANTARA

Keputusan Bahtsul Masail Maudhu'iyah


PWNU Jawa Timur Tentang Islam Nusantara
di Universitas Negeri Malang
13 Februari 2016
A. Mukadimah
B. Pembahasan
1. Maksud Islam Nusantara
2. Metode Dakwah Islam Nusantara
3. Landasan dalam Menyikapi Tradisi/Budaya
a. Ayat al-Qur'an dan hadits yang Redaksinya Mengakomodir Tradisi/Budaya Masyarakat
b. Pengakomodiran Tradisi/Budaya Jahiliyah Menjadi Ajaran Islam
c. Pendekatan Terhadap Tradisi/Budaya
d. Melestarikan Tradisi/Budaya Yang Menjadi Media Dakwah
4. Sikap dan Toleransi Terhadap Pluralitas Agama dan Pemahaman Keagamaan
a. Sikap Terhadap Pluralitas Agama
b. Toleransi Terhadap Agama Lain
c. Toleransi Terhadap Pemahaman Keagamaan Selain Ahlusssunnah wal Jama'ah
5. Konsistensi Menjaga Persatuan Bangsa untuk Memperkokoh Integritas NKRI
Musahih:
KH. Syafruddin Syarif
KH. Romadlon Khotib
KH. Marzuki Mustamar
KH. Farihin Muhson
KH. Muhibbul Aman Ali
Perumus:
H. Ahmad Asyhar Shofwan, M.Pd.I.
H. Azizi Hasbulloh
H. MB. Firjhaun Barlaman
H. Athoillah Anwar
H. M. Mujab, Ph.D
Moderator:
Ahmad Muntaha AM

Notulen:
H. Ali Maghfur Syadzili, S.Pd.I.
H. Syihabuddin Sholeh
H. Muhammad Mughits
Ali romzi

ISLAM NUSANTARA
A. Mukadimah
Pakar sejarah Ibn Khaldun (1332-1406 M) dalam karyanya, Muqaddimah (37-38) mengatakan:
Saya berharap kami (yang kamu kamu dan kamu yang mesti umami menyembuhkannya itu
palsu dan anda punya alahum kepada kami tidak meminta mu kepadamu dan kepada kalian,
yang standar untuk itu. Kau wanita yang sangat wami ha, terobsesi. kamu berlepas diri anda
yang tinggi ELF, kami kerjakan ama ha ila dari kota itu begitu aya ke - dan - mu kau a g mi,,
bahwa kamu itu. Ada yang benar dari orang-orang yang tinggi elf ke - nggak. Kita harus
wakama) - f lika a kamu akan terhina dan sts aw. - itu - itu - kau am-r faka, maka ia lika sebelum
f fa sahabat anda - dan - a-I Anda membuat saya a mi - g, - uwali itu telah-Allah - saya (semua)
RAHASIAKAN f iba jejak mereka yang.
Sungguh keadaan dunia, bangsa-bangsa, adat-istiadat dan keyakinan mereka tidak selalu
mengikuti satu model dan sistem yang tetap, melainkan selalu berbeda-beda (berubah) seiring
perjalanan hari dan masa, berpindah dari satu kondisi menuju kondisi lainnya. Sebagaimana hal
itu terjadi pada manusia, waktu, dan kota, di berbagai kawasan, zaman, dan negeri juga
terjadi/berlangsung sunnah Allah (sunnatullah) yang telah terjadi pada hamba-hambaNya.
Di bumi Nusantara (Negara Kesatuan Republik Indonesia/NKRI) terdapat tradisi dan budaya
dalam sistem pengimplementasian ajaran agama, sehingga hal itu menjadi ciri khas Islam di
Nusantara yang tidak dimililiki dan tidak ada di negeri lain. Perbedaan tersebut sangat tampak
dan dapat dilihat secara riil dalam beberapa hal, antara lain:
1. Dalam implementasi amalan Islam di Nusantara ada tradisi halal bihalal setiap tahun, haul,
silaturrahim setiap hari raya (Idul Fitri), hari raya ketupat, baca solawat diiringi terbangan,
sedekahan yang diistilahkan selamatan 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan 1000 hari, tingkepan,
sepasaran bayi, sepasaran pengantin, arak-arak pengantin yang meliputi undang mantu,
ngunduh mantu, sekaligus diadakan Walimatul 'Urs baik oleh keluarhga wanita maupun keluarga
laki-laki,dan tradisi lainnya.
2. Dalam hal berpakaian ada yang memakai sarung, berkopyah, pakaian adat Betawi, Jawa,
Papua, Bali, Madura, dan masih banyak model pakian adat lain, terutama telihat dalam pakian
pernikahan dimana pengantin dirias dan dipajang di pelaminan, dan lain sebagainya.

3. Dalam hal toleransi pengamalan ajaran Islam, ada yang solat Id di lapangan, di masjid,
musalla, bahkan ada hari raya dua kali. Ada yang shalat tarawih 20 rakaat, ada pula yang
delapan rakaat. Di antara pelaksanaan tarawih ada yang memisahnya dengan taradhi bagi
empat al-Khulafa' ar-Rasyidin, dengan shalawat, dan ada yang memisahnya dengan doa. Dalam
acara akikah ada yang diisi dengan shalawatan, dan ada yang diisi tahlilan, dan selainnya.
4. Dalam hal toleransi dengan budaya yang mengandung sejarah atau ajaran, ada di sebagian
daerah dilarang menyembelih sapi seperti di Kudus Jawa tengah yang konon merupakan bentuk
toleransi Sunan Kudus pada ajaran Hindu yang menyucikannya, adat pengantin dengan
menggunakan janur kuning, kembang mayang, dan selainnya.
5. Dalam toleransi dengan agama lain ada hari libur nasional karena hari raya Islam, hari raya
Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, dan ada hari libur lainnya.
Kemudian Islam Nusantara menjadi tema utama pada Muktamar NU ke 33 di Jombang.
Munculnya istilah Islam Nusantara mengundang reaksi yang beragam, baik yang pro maupun
yang kontra sejak sebelum muktamar digelar sampai sekarang. Karena itu, PW LBM NU Jawa
Timur memandang sangat perlu membuat rumusan tentang Islam Nusantara secara objektif dan
komprehensif dalam rangka menyatukan persepsi tentang Islam Nusantara.

B. Pembahasan
1. Maksud Islam Nusantara
Islam adalah agama yang dibawa oleh Rasul Allah, padahal kata "baik" menurut kamus besar
bahasa Indonesia, adalah pelafalan atau nama bagi semua kepulauan Indonesia. Tambah
Wikipedia, Provinsi Cayman yang membentang dari sumatra sampai papua, sekarang
kebanyakan negara adalah wilayah Indonesia.
Ketika penggunaan nama Indonesia (berarti Kepulauan Hindia) disetujui untuk dipakai untuk
ide itu, kata Nusantara tetap dipakai sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia. Pengertian ini
sampai sekarang dipakai di Indonesia.
Sebenarnya belum ada pengertian definitif bagi Islam Nusantara. Namun demikian Islam
Nusantara yang dimaksud NU adalah: a) Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang diamalkan,
didakwahkan, dan dikembangkan di bumi Nusantara oleh para pendakwahnya, yang di antara
tujuannya untuk mengantisipasi dan membentengi umat dari paham radikalisme, liberalisme,
Syiah, Wahabi, dan paham-paham lain yang tidak sejalan dengan Ahlussunnah wal Jamaah,
sebagaimana tersirat dalam penjelasan Rais Akbar Nahdlatul Ulama Hadhratus Syaikh KH.
Hasyim Asy'ari dalam Risalah Ahlussunnah wal Jama'ah (h. 9):
- dan-lu f baya amasuki ahli yang merusak atau dilalaikan bima habi ahli maka sesungguhnya
manusia itu, makan kepala jawa, nikmat, wabaya menuju kota malang-berilah uh - kamu. Kamu
maksud saya untuk membuat hidup kita iha f tangan saya, anda atau dilalaikan, wabaya nikmat

kami kepala saya ditahan yang dibangkitkan pada yang ditinggal f nabi kami seg ama - .
Semua orang yang saya muslim-R-O-kamu orang jawa, saya g - f ma tahun nikmat yang gratis,
yang saleh, a mati afi blog saya sekarang anda Malang itu yang kau itu wamu habi (H-saudara
saya yang jadi kamu dan kamu yang kita lihat, fakuluhum abi mouse f-hi al yang saat itu oranghabi afsi habi ima nabi - mu. Isi terjamin b. yang tinggi ELF, waf s, dan cetak
Selain itu, Islam Nusantara menurut NU juga dimaksudkan sebagai b) metode (manhaj) dakwah
Islam di bumi Nusantara di tengah penduduknya yang multi etnis, multi budaya, dan multi agama
yang dilakukan secara santun dan damai, seperti tersirat dalam pernyataan Syaikh Abu al-Fadhl
as-Senori Tuban dalam Ahla al-Musamarah fi Hikayah al-Aulia' al-'Asyrah, (h. 23-24) saat
menghikayatkan dakwah santun Sayyid Rahmad (Sunan Ampel):
Kemudian berkata pak rahmat dia tidak ada di pulau ini muslim hanya saudaraku pak raja seni
dita dan kawan Abu Hurairah. Kami pertama jryrh muslim di jawa... Maka wiesel pak rahmat
menyebut orang ke agama Allah (dan bahkan mengikutinya dalam islam semua dukungan phil
zdan sekitarnya dan lebih apakah tembok surabaya. Dan ini hanya dengan mwzz dan
ada dalam panggilan dan memberikannya kepada orang lain dan mereka mereka mendebatmuCompliant: brad kamu il sabi indah anda dengan abika ikma - maka dari itu, maw . Kedua,
orang itu, maka, itu adalah yang ilhum cols ha saya (saya telah sa ayat (Lebah: 125) dan
penciptaannya fi saudaranya untuk itu sungguh Untuk menghilangkan stres, mi lilmu, dimana
(Batu: 88), Dan Firman-nya: " wmu ma cols yang menghalangi lalu dan saya ingin anda ketika
ha kamu berdua mu ka - untuk sts-dan-umurnya niscaya kami ketika saya al-Go-Tinggi ELF,
maka-Alika - kamu orang eropa mi umu (Luqman: 17). Jadi harus dan muslim dan mshykh
mereka pada metode ini bahkan menjadi manusia masuk agama allah kelompok.
Dalam kitab yang sama, Syaikh Abu al-Fadhl as-Senori juga memaparkan dakwah Maulana
Ishaq (paman Sunan Ampel) yang didahului dengan khalwat untuk riyadhah (tirakat) menjaga
konsistensi mengamalkan syariat, baik ibadah fardhu maupun sunnah. Kemudian dengan
karamahnya mampu menyembuhkan Dewi Sekardadu putri Minak Sembayu Raja Blambangan
Banyuwangi yang sedang sakit dan tidak dapat disembuhkan para Tabib saat itu, sehingga
dinikahkan dengannya dan diberi hadiah separuh wilayah Blambangan. Jasa besar, posisi
strategis, dan keistikamahan dakwahnya menjadi sebab keberhasilan dakwahnya mengislamkan
banyak penduduk Blambangan, Banyuwangi (Ahla al-Musamarah, h. 24-26).

2. Metode Dakwah Islam Nusantara


Sampai kini masih terjadi perbedaan pendapat di kalangan sejarawan tentang masuknya Islam di
Nusantara. Di antara yang menjelaskannya adalah Ulama Nusantara Syaikh Abu al-Fadhl asSenori dalam Ahla al-Musamarah, Islam masuk ke Nusantara (Jawa secara lebih khusus) pada
akhir abad keenam Hijriyyah, bersamaan dengan kedatangan Sayyid Rahmat dan Sayyid Raja
Pandita dari Negeri Campa (Vietnam sekarang) ke Majapahit untuk menjenguk Bibinya
Martanigrum yang menjadi istri Raja Brawijaya. Sementara menurut Sayyid Muhammad Dhiya'
Syahab, dalam ta'liqatnya atas kitab Syams azh-Zhahirah, Sayyid Ali Rahmat datang ke Jawa
pada 751 H (1351 M). Meskipun demikian, semua sepakat bahwa Islam masuk ke Nusantara
dengan dakwah santun dan penuh hikmah.

Metode dakwah Islam Nusantara yang ramah, santun dan penuh hikmah, setidaknya meliputi
metode dakwah Islam Nusantara masa Walisongo dan masa kekinian. Pertama, metode dakwah
Islam Nusantara pada masa Walisongo sebagaimana tergambar dalam Ahla al-Musamarah fi alAuliya' al-'Asyrah yang antara lain dengan:
a. Pendidikan: pendidikan agama Islam yang kokoh meliputi syariat, tarekat, dan hakikat
sebagaimana pendidikan yang dilangsungkan oleh Sunan Ampel.
b. Kaderisasi: menghasilkan generasi penerus yang konsisten menjalankan syariat, riyadhah,
dan menjauhi segala kemungkaran, sehingga mampu menjadi pimpinan yang mengayomi
sekaligus disegani di tengah masyarakatnya dan mampu mengajaknya untuk memeluk agama
Islam, seperti halnya yang dilakukan oleh Sunan Ampel dan Pamannya, Maulana Ishaq dalam
mendidik anak-anak dan murid-muridnya.
c. Dakwah: konsistensi menjalankan dakwah yang ramah dan penuh kesantunan sebagaimana
dakwah Walisongo sehingga menarik simpati dan relatif diterima masyarakat luas.
d. Jaringan: jaringan dakwah yang kokoh, sistematis, dan terorganisir, penyebaran murid-murid
Sunan Ampel. Sunan Bonang di Lasem dan Tuban, Sunan Gunungjati di Cirebon, Sunan Giri di
Tandes, Raden Fatah di Bintoro, Sunan Drajat di Lamongan dan Sedayu, dan selainnya.
e. Budaya: seperti pendirian masjid sebagai pusat peradaban Islam, seperti masjid Ampel,
Masjid Demak.
f. Politik: politik li i'lai kalimatillah yang bersentral pada musyawarah ulama.
Referensi:
a. Ahla al-Musamarah, h. 14-48
b. Syams azh-Zhahirah, I/525
Kedua, metode dakwah Islam Nusantara di masa kini secara prinsip sama dengan metode
dakwah di masa Walisongo, meskipun dalam strateginya perlu dilakukan dinamisasi sesuai
tantangan zaman, dengan tetap berpijak pada aturan syari. Secara terperinci metode tersebut
dapat dilakukan dengan:
a. Berdakwah dengan hikmah, mau'izhah hasanah, dan berdialog dengan penuh kesantunan.
b. Toleran terhadap budaya lokal tidak bertentangan dengan agama.
c. Memberi teladan dengan al-akhlak al-karimah.
d. Memprioritaskan mashlahah 'ammah daripada mashlahah khasshah.
e. Berprinsip irtikab akhaff ad-dhararain.
f. Berprinsip dar' al-mafasid muqaddam 'ala jalb al-mashalih.
Ulama sepakat mashlahah yang dijadikan dasar adalah mashlahah yang punya pijakan syariat,
sehingga mashlahah yang mengikuti hawa nafsu ditolak. Sebab, bila mashlahah dikembalikan
kepada manusia maka standarnya akan berbeda-beda sesuai kepentingan masing-masing.
Inilah yang melatarbelakangi rumusan fikih dikembalikan pada madzahib mudawwan (mazhab
yang terkodifikasi). Allah Swt berfirman:
- kalau umu dan Allah tidak aw f di kau jadi ikum untuk anda sehingga anda akan menyimpan lu)
dan scatter ayay - yang akan menjadi fi (Faw Isa-dan-FURNITURE HUTANG UNTUK ANDA. falahu ulu sehingga kami termasuk orang-orang yang anda wi memiliki dia dengan yang begitu

falaha) kami berikan walabawayhi likuli barang itu untuk anda yang ingin memiliki mi huma
manusia d usu mima Kita melihat bahwa anda tinggi elf yang ada di wala. untuk lam fi yaku lahu
wala yang telah melihat semua terjadi wawa tunggal abawa uh lalu falumihi revenge of fi ulu
bahwa kau orang yang tinggi elf adik kami - falumihi ketipisan D-USU ketika memberi barang itu
dengan orang yang dianggap sebagai biha sintaks aw d hutang untuk dijadikan pengurus b
ukum wa ukum tidak kau berdiri saja mereka, ayuhum " lakum buruk mereka kembali Telah
benar-benar, juga harus mi kau allah yang tinggi ELF-Allah ada ali aki bisa iman h. (Wanita: 11)
Dasar aba walawi anggur nggak pengen dikatakan lafasa ahwa-di-Kau-the ama atau dituduh a
itu dari tangan lalu wama lafal-sesungguhnya dia. (orang-orang mukmin: 71).
- Kami-dari-nya yang telah abika (tidak ada yang bisa mi mum kau dimana anda (Al Imran: 60)
Imam al-Ghazali dalam al-Mustashfa mengatakan, orang menganggap mashlahah tanpa dasar
dalil syar'i maka batal. Beliau juga mengatakan, mashlahah yang dilegalkan syara' adalah
menjaga al-kulliyah al-khams, yakni:
a. Melindungi agama
b. Melindungi nyawa
c. Melindungi akal
d. Melilndungi keturunan
e. Melindungi harta.
Terkait mashlahah mursalah atau munasib mursal yang diutarakan Imam Malik, maka Fuqaha
Syafi'iyyah, Hanafiyah dan bahkan Ashab Imam Malik sendiri telah melarang mencentuskan
hukum dengan dalil mashlahah mursalah. Lalu apa maksud maslahah mursalah Imam Malik ini?
Jika Imam Malik memang melegalkan mashlahah mursalah, maka ulama menginterpretasikan
bahwa yang dimaksud Imam Malik adalah al-mashlahah ad-dharuriyyah al-kulliyyah alqath'iyyah, bukan dalam setiap mashlahah. Seperti halnya dalam kondisi perang, tentara kafir
menjadikan sejumlah orang Islam sebagai perisai, padahal andaikan mereka berhasil
menerobos maka berakibat fatal karena dapat menguasai/menjajah negeri kaum Muslimin,
sedangkan bila diserang jelas-jelas akan menjamin keamanan bagi kaum Muslimin yang lebih
banyak, namun pasti mengorbankan sejumlah orang Islam yang dijadikan sebagai perisai
tersebut. Dalam kasus ini, penyerangan terhadap mereka sangat ideal dan kemaslahatannya
sangat nyata (termasuk kategori al-mashlahah ad-dharuriyyah al-kulliyyah al-qath'iyyah),
meskipun tidak terdapat penjelasan dari syara' apakah dii'tibar atau diilgha'kan. Dalam kasus ini
Imam Malik membolehkan penyerangan dengan dalil mashlahah mursalah, tidak dalam semua
mashlahah.
Cara mengaplikasikan kaidah maslahah dalam realitas saat ini adalah dengan:
a. Mengembalikannya pada dalil-dalil syariat.
b. Bemilah-milah antara hukum yang bersifat ta'abbudi (dogmatif) dengan hukum ta'aqquli (yang
diketahui maksudnya).
c. Membedakan antara hikmah dan 'illat.
Referensi:
a. Al-Bahr al-Madid, IV/95.
b. Tafsir al-Bahr al-Muhith, VI/48.
c. Al-Mahshul fi 'Ilm al-Ushul, V/172-175.

d. Al-Mustashfa, VI/48.
e. Al-Ihkam, IV/160.
B. Dan-dan-wa taqrir tahbir, III / 149.
b. Tafsir al-Bahr al-Muhith, VI/48.
b. Tafsir al-Bahr al-Muhith, VI/48.
3. Landasan dalam Menyikapi Tradisi/Budaya
Islam tidak anti terhadap tradisi/budaya, bahkan sebaliknya Islam akomodatif padanya. Hal ini
setidaknya dapat dibuktikan dengan dua hal, yaitu berbagai ayat al-Qur'an dan hadits yang
dalam redaksinya mengakomodir tradisi/budaya; dan beberapa tradisi/budaya jahiliyah menjadi
ajaran Islam. Selain itu, dakwah Islam di Nusantara ketika berhadapan dengan berbagai
tradisi/budaya bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan sebagaimana akan dijelaskan.
a. Redaksi Ayat al-Qur'an dan hadits yang Mengakomodir Tradisi/Budaya Masyarakat
Pertama, ayat tentang riba:
Kami, ayuha (agar kamu ma kita dan tidak ada kulu iba kami dan melihat, mengapa anda
membeli agak tetapkan menipu adam - itu benar-benar-benar-aha ketika anda alakum ufli h
Mereka (Al Imran: 13)
Jika dipahahami literalnya arti dari, mengharamkan riba dalam ayat ini adalah hanya menarik
minat compounded ganda, tidak sedikit. Tapi tidak satupun dari pendapat imam mujtahid biarkan
diri sedikit meskipun. Karena kata tambah fa muafaa pengakomodasian budaya ada
yang kafir jahiliyah di mana mereka selalu bersegera untuk riba dan bangga dengan ganda.
Kedua, ayat tentang menikahi anak tiri:
Bagaimana denganmu, itu artinya tidak ibukumu (f saya telah melewati ikum dari Eropa yang isa
ikumu (yang saya tidak di antara anda um bihi fi (dia tidak pasti dan di antara kamu Um bihi
sesungguhnya orang-orang yang tidak kamu bisa memenuhi-alaykum (Wanita: 23)
Secara literal ayat ini hanya menyebutkan keharaman menikahi anak tiri yang ibunya sudah
disetubuhi jika anak tiri tersebut dirawat ayah tirinya. Tapi tidak ada satupun Imam Mujtahid yang
menghalalkan orang menikahi anak tiri yang ibunya sudah disetubuhi, baik anak tersebut dirawat
ayah tirinya ataupun tidak. Sebab penyebutan kata

merupakan pengakomodasian

budaya jahiliyyah dimana jika ada percerian maka anak perempuan mereka cenderung
mengikuti ibunya meskipun harus hidup bersama ayah tiri, daripada mengikuti ayahnya tapi
harus hidup bersama ibu tiri, karena biasanya yang kejam adalah ibu tiri bukan ayah tiri.
Ketiga, ayat tentang perempuan dan laki-laki jalang:
- kami saudara-Abi) yang saudara abi lil) di mana kamu dan kamu yang berbeda-beda) abi
mereka saudara abi lil) dan mengapa kau dasar ayiba jalan untuk kembali ke tempat kau ayibi

ayib itu bisa jalan-jalan - ayiba Rumah Kredit Anda uwla muba pada orang-orang yang ia mima
l mengada-lahum fi pemuda itu-dan-G " itu benar-benar bisa. (Cahaya: 26)
Dalam ayat ini pula, secara literal Allah menjelaskan bahwa wanita jalang untuk pria jalang, dan
sebaliknya; dan wanita shalihah untuk pria shalih dan sebaliknya. Tapi dalam syariat tidak
diharamkan wanita jalang bersuami pria shalih dan sebaliknya. Penjelasan ayat di atas hanya
sekedar mengakomodir budaya, yakni orang-orang baik biasanya akan memilih orang-orang baik
dan sebaliknya. Selain itu, masih banyak ayat redaksinya mengakomodir budaya, sehingga
secara implisit mengajarkan agar melestarikan budaya.

Keempat, untuk memelihara etika daripada pesanan belum wajib. Walaupun ada hadits yang
melarang berdiri sejak kedatangan Nabi itu, tapi di hadits lain ia biarkan hassan ra berdiri
menghormati tradisi di masyarakat Arab yang sesuai.
Bahkan di hadits lain beliau memerintahkan para sahabat untuk berdiri menghormati Mu'adz bin
Jabal ra:
Pada siapa mereka akan memberi mereka berdua b ib uh-kau bisa menanti kita ketika sami-mu
uma aba kami menciptakan kalian harus B Sahli B kepada ayfi yang menanti kita - sami lalu
kami akan aba.-tangan-yang-yang-iya itu menciptakan ahlu melihat kedua mereka, kamu akan
al h ukmi di b anda, yg . dengan begitu anda melihat fa sala aslu-Ahi - Allah - il tidak akan
cukup di fa anda uh al kalau seseorang yang telah mengunjungi kami di falama ampuni
menanti web anda kamu Mengapa harus mas. Kamu-kamu-Aslu Ahi - Allah - lila tidak-Kau-R "
dan il mu sayi d ikum - aw-ikum saudara mereka. (-Muslim)
Referensi:
a. Rawai' al-Bayan, I/292-293 dan 1455.
b. I'anah at-Thalibin, III/305.
b. Pengakomodiran Tradisi/Budaya Jahiliyah Menjadi Ajaran Islam
Pertama, tradisi puasa Asyura yang biasa dilakukan masyarakat Jahiliyah diakomodir menjadi
kesunnahan dalam Islam.
Ketika kamu berdua itu pergi saat yang dihancurkan. Suka cita Tuhan pekerjaan - diri kita yang
telah berubah warna aslu ahi rakaat - dua rakaat - ma. Agar kalian di fawa - Mengapa orang
ingin yahu memang harus m yawma tentang malang, jadi kau fasu di kredit yang tampak alika
kamu dan kamu ditinggal-Nabi - nabi - yawmu sepantasnya (saya melihat kedua ha! Lafal dia dia
yg akan dilalaikan waba is untuk melihat kami dengan total al lafal saat-saat yang telah lolostelah muhu. itu dia menyimpan anda yang kami bisa. Orang-orang yang kamu abiyu - allah tidak-awl bimu yang akan dilalaikan dari kum ". - fama awmihi dengan cetak. (-Muslim)
Kedua, tradisi akikah yang pada masa Jahiliyah diakomodir menjadi kesunnahan dalam Islam,
kecuali kebiasaan mengolesi kepala bayi dengan darah hewan akikah diganti dengan
mengolesinya dengan minyak wangi.
Saat itu Abdullah bin sebentar di mereka, ketika kamu bilang dia abi kita: kita harus sungguh - fila jika anak perempuan tinggi elf lia sadar kami untuk kebaikan-mu pembantaian Kau akan

melihat kehidupan dan bernoda stempel, kepala mulai falama kami c-Malang - cols isla tahun
anda telah sesungguhnya mereka askes yang kehidupan dan stempel nzlq kepala ke kepala dan
kha hisap frn. (menyembuhkannya uh lalu ab atau di bawah yang saya nggak pengen sana. benar).
Ketiga, ritual-ritual haji. Seperti thawaf yang sudah menjadi tradisi kaum Jahiliyyah dalam Islam
ditetapkan sebagai salah satu ritual haji, namun dengan mengganti kebiasaan telanjang di
dalamnya dengan pakaian ihram.
Hadiah keempat untuk menerima hadiah dari orang majuzi makanan tradisi pesta di daging
mereka bukan pengorbanan.
Referensi:
a. Syarh an-Nawawi 'ala Shahih Muslim, VIII/9.
b. As-Sirah an-Nabawiyah karya Ibn Ishaq, III/305.
c. Mushannaf Ibn Abi Syaibah, XII/249.
c. Pendekatan Terhadap Tradisi/Budaya
Dalam tataran praktik dakwah Islam di Nusantara, ketika berhadapan dengan berbagai
tradisi/budaya bisa digunakan empat pendekatan (approach), yaitu adaptasi, netralisasi,
minimalisasi, dan amputasi.
Pertama pendekatan adaptasi, dilakukan untuk menyikapi tradisi/budaya yang secara prinsip
tidak bertentangan dengan syariat (tidak haram). Bahkan hal ini merupakan implementasi dari alakhlaq al-karimah yang dianjurkan oleh Nabi Saw. Tradisi/budaya yang disikapi dengan
pendekatan adaptasi mencakup tradisi/budaya yang muncul setelah Islam berkembang maupun
sebelumnya. Seperti tradisi bahasa kromo inggil dan kromo alus dalam masyarakat Jawa untuk
sopan santun terhadap orang yang lebih tua.
. Dari Muadz bin Jabal yang kau dasar pekerjaan Allah, Rasul Allah. Allah, tidak ada sekali:
Dibaca. Allah sehingga mereka uma seseorang, anda kemudian w (kredit ayi medis Yang
menciptakan kalian, yang telah kosong h uha adik saya mendapat sebuah pelajaran buat kamu
yang kamu dengan saudara ulu blog yang anda pikir dia. (-Tirmidzi, dan berkata: Hadits Hasan)
Kedua pendekatan netralisasi, dilakukan untuk menyikapi tradisi/budaya yang di dalamnya
tercampur antara hal-hal yang diharamkan yang dapat dihilangkan dan hal-hal yang dibolehkan.
Netralisasi terhadap budaya seperti ini dilakukan dengan menghilangkan keharamannya dan
melestarikan selainnya. Allah berfirman:
Kemudian kami fi tersebut datang kepada mereka yang um ikakum dengan orang yang telah
lalu dan malam itu aha nuh dan ikum aba aw akum, artinya u nuh fami kami untuk orang-orang
yang. Dia dikatakan telah dihancurkan ampuni a. Ampuni
Dalam menjelaskan sabab an-nuzul ayat ini Imam Mujahid menyatakan, bahwa orang-orang
Jahiliyah seusai melaksanakan ibadahnya biasa berkumpul dan saling membangga-banggakan
nenek moyang dan nasab mereka yang jelas-jelas dilarang dalam Islam, kemudian turun ayat

tersebut yang tidak melarang perkumpulannya namun hanya memerintahkan agar isinya diganti
dengan zikir kepada Allah. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak menganjurkan penghapusan
tradisi/budaya secara frontal, namun menganjurkan untuk meluruskan hal-hal yang belum lurus
saja.
Ketiga pendekatan minimalisasi, dilakukan untuk menyikapi budaya yang mengandung
keharaman yang belum bisa dihilangkan seketika. Minimalisasi budaya semacam ini dilakukan
dengan cara: a) mengurangi keharamannya sebisa mungkin, yaitu dengan menggantinya
dengan keharaman yang lebih ringan secara bertahap sampai hilang atau minimal berkurang; b)
membiarkannya sekira keharaman tersebut dapat melalaikan pelakunya dari keharaman lain
yang lebih berat.
Keempat pendekatan amputasi, dilakukan untuk menyikapi budaya yang mengandung
keharaman yang harus dihilangkan. Amputasi terhadap budaya semacam ini dilakukan secara
bertahap, seperti terhadap keyakinan animisme dan dinamisme. Meskipun dilakukan dengan
cara menghilangkan hingga ke akarnya, pendekatan ini dilakukan secara bertahap.
Sebagaimana Nabi Muhammad Saw dalam menyikapi keyakinan paganisme di masyarakat Arab
menghancurkan fisik berhala-berhala, berikut berhala keyakinan, pemikiran, dan kebudayaannya.
Tradisi tersebut berhasil dihilangkan, namun baru terlaksana secara massif pada peristiwa
pembebasan kota Makkah (Fath Makkah) pada 630 M / 8 H, atau saat dakwah Islam telah
berusia 21 tahun.
Dari Abdullah bin Mas ' ud perbuatan masukkan dia berkata Nabi saw menyerahkan mekah dan
sekitar rumah batu tiga ratus posisi mereka mentaati-datang di tangannya dan berkata: "
kebenaran telah datang windows yang lelah batil yang batil itu dengan dia. Telah datang dan
yang batil itu dan kembali. (begitu)
Referensi:
a. Mirqah Shu'ud at-Tasydiq fi Syarh Sulam at-Taufiq, 61.
b. Majma' az-Zawa'id, VIII/347.
c. Asbab an-Nuzul karya al-Wahidhi, I/39.
d. Ihya 'Ulum ad-Din, III/62.
Adalah. I 'lam al-Muwaqqi' in, III / 12.
c. Melestarikan Tradisi/Budaya Yang Menjadi Media Dakwah
Tradisi / budaya yang telah menjadi media dakwah dan tidak melawan agama, harus dilestarikan.
Sebagai tradisi, mengirimkan doa untuk mayit hari ke tujuh, 40 th, 100 th dan 1000 th dari
Kematiannya, karena ini bertentangan dengan agama dan menarik justru masyarakat untuk
mengirimkan doa bagi orang-orang yang telah mati . Karena jika tradisi ini dihapus, khusus kirim
doa juga akan hilang atau kurang.
Namun bila di tempat atau waktu tertentu tidak efektif dan justru kontra produktif bagi dakwah
Islam di Nusantara, maka tradisi tersebut semestinya diubah secara arif dan bertahap sesuai
kepentingan dakwah (dikembalikan pada prinsip mashlahah).

Referensi:
a. Referensi Metode Dakwah Islam Nusantara.
b. Nihayah az-Zain, 281.
c. Majma' az-Zawa'id, VIII/347.
d. Al-Adam as-Syar'iyyah, II/114.
e. Ihya 'Ulum ad-Din, III/62.
4. Sikap dan Toleransi Terhadap Pluralitas Agama dan Pemahaman Keagamaan
a. Sikap Terhadap Pluralitas Agama
Pertama, meyakini bahwa pluralitas agama (perbedaan agama, bukan pluralisme menyakini
kebenaran semua agama) di dunia merupakan sunnatullah. Ini seharusnya yang menjadi asas
dalam amr ma'ruf nahi munkar, sehingga jelas tujuannya untuk melakukan perintah Allah, bukan
untuk benar-benar berhasil menghilangkan semua kemungkaran dari muka bumi yang justru
dalam prosesnya sering melanggar prinsip-prinsipnya.
... Walaw Malang-Dia-C-alakum menjadi kebanggaan dan perjuangan yang harus begitu walaki
liyablakum m f sekarang anda telah memandang mereka yang menggerakkan abi dll lalu dan
melihat orang - orang jawa il Allah - C c ukum. Tak semua yang kami memuji fayu bima ukum
kredit anda lafal um dia menolak untuk menggerakkan alif (makan: 48)
Kedua, memperkuat keyakinan atas kebenaran ajaran Islam; tidak mengikuti ajaran agama lain
dan menghindari memaki-maki penganutnya. Allah Swt berfirman:
Saya tidak ada dan tidak asubu (di mana-mana mereka ketika mereka dari d-Ahi. Malam-malam
dan fayasubu aha clearsign wa-kami dengan mereka saat melihat nabi palsu ilmi lantaran alika
g Sesungguhnya dengan kebanggaan likuli amalahum yang terjadi ketika anda uma il pemuda
abihim-C saat memuji uhum fayu kredit yang telah uhum bima hati dan pemerintah mal. (lnm:
108)
Ketiga, menolak sebuah bertentangan dengan pesan dari Islam dengan cara terbaik dan
bijaksana, dan memuliakan ajaran Islam. Tuhan yang Maha Kuasa berfirman:
- wama sa saya bahwa ini bukan mima lolos untuk membiarkan kami malam itu il ahi seperti
orang-orang yang benar, dan kita begitu tinggi ELF (ni dari yang mana muslimi. Saya tidak
makan - begitulah aw, maka yang lalu itu tidak akan the ayi, lalu yang menghalangi cols-- ha
saya (saya telah fi sa nabi mereka yang saya dapat wabay kesuciannya untuk anda Di tunggalatau-- hey ka walu h. Tak bisa. (Fussilat: 33-34)
Keempat, amr ma'ruf nahi munkar dengan arif dan bijaksana. Allah Swt berfirman:
Maka kamu iliy sabi indah anda dengan abika ikma - maka dari itu, kalian maw, kedua orang itu,
maka, itu adalah yang ilhum cols ha saya (saya telah sa Tinggi Elf yang diberitakan abaka ha
lamu bima saya memasang ala sabi yang begitu indah dan jejak waha lamu muh dengan anak
anda di mana anda. (Lebah: 125)

Anda mu dan mereka (orang-orang yang umurnya dengan adanya-itu saya saw fusakum wa
untuk anda menyimpang um l ki yang kau yang kau afala kami untuk-nya Il Kita (Baqarah: 44)
Referensi:
Mafatih al-Ghaib, XIII/114-116, III/44 dan 193, VIII/145, XX/112-114.
b. Toleransi Terhadap Agama Lain
Toleransi terhadap agama lain yang berkembang di masyarakat merupakan keniscayaan, demi
terbangunnya kerukunan antarumat beragama di tengah pluralitas. Bahkan Islam mengajarkan
agar berpekerti baik terhadap semua manusia tanpa memilih-milih, terhadap orang yang
seagama maupun tidak, dan terhadap orang shalih maupun sebaliknya. Al-Hakim at-Tirmidzi
dalam Nawadir al-Ushul (III/97) mengatakan:
Kata Allah: Mengilhami Allah kepada Abraham itu ave Ibrahim Hassan menghadirkan dan jika itu
memasukkan entri berbakti maka perkataanmu yang baik sebelum nya untuk bayang - bayang di
rshy dan kepala Bisa Lumbung Qudsi dan dnyh dari gadis. Kebaikan di tiga rumah: dan
meningkatkan nya dengan suami kedua, meningkatkan segala sesuatu diciptakan dengan ketiga,
meningkatkan Tuhannya dengan tindakan nya yang dikehendaki-nya, maka anda tidak memiliki
apa yang dia kehendaki.
Dalam rangka mendakwahkan agama Islam sebagai rahmat bagi semesta alam, toleransi dapat
dipraktikkan dengan menjalin mu'amalah zhahirah yang baik antarumat beragama, memberi
jaminan keselamatan jiwa dan harta, serta tidak mengganggu pengamalan keyakinan lain
selama tidak didemonstrasikan secara provokatif di kawasan yang mayoritas penduduknya
adalah umat Islam.
Namun demikian, penerapan toleransi kaum muslimin terhadap agama lain perlu memperhatikan
batas-batasnya sebagaimana berikut:
1) Tidak melampaui batas akidah sehingga terjerumus dalam kekufuran, seperti rela dengan
kekufuran, ikut meramaikan hari raya agama lain dengan tujuan ikut mensyiarkan kekufuran, dan
semisalnya, kecuali dalam kondisi darurat.
2) janganlah kamu melampaui batas dalam hukum maka keharaman, seperti datang untuk
datang ke tempat ibadah untuk agama lain ketika perayaan hari itu berarti, mengundang agama
lain untuk merayakan Idul Muslim, mengucapkan selamat tahun baru untuk mereka dan baik,
kecuali Pada Kondisi. Darurat.
Referensi:
Untuk. Faidh Al-Qadir, III / 71.
b. Mafatih al-Ghaib, VIII/10-11.
c. Hasyiyyah al-Bujairami, V/183.
d. Qurrah al-'Ain bi Fatawa Isma'il az-Zain, 199.
e. Qurrah al-'Ain karya Muhammad Sulaiman al-Kurdi, 208-209.
f. Asna al-Mathalib, III/167.

g. Al-Hawi al-Kabir, XIV/330.


h. Qurrah al-'Ain karya Muhammad Sulaiman al-Kurdi, 208-209.
i. Al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, IV/239.
j. Al-Adab as-Syar'iyyah, IV/122.
k. Bughyah al-Mustarsyidin, I/528.
. Al-Mausu ' ah al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, XII / 8.
c. Toleransi Terhadap Pemahaman Keagamaan Selain Ahlusssunnah wal Jama'ah
Selain pluralitas agama, di Nusantara terdapat bermacam pemahaman keagamaan (akidah)
dalam lingkungan Umat Islam, sehingga diperlukan toleransi terhadap kelompok umat Islam
yang dalam masalah furu'iyyah maupun ushuliyyah berbeda pemahaman dengan Ahlussunnah
wal Jama'ah. Secara prinsip toleransi dalam konteks ini tetap mengedepankan semangat Islam
sebagai agama yang merahmati semesta alam dan al-akhlaq al-karimah, seperti halnya dalam
toleransi antarumat beragama. Begitu pula dalam tataran praktiknya, batas-batas toleransi
terhadap kelompok umat Islam yang tidak berpaham Ahlussunnah wal Jama'ah sama dengan
batas-batas dalam toleransi antarumat beragama, yaitu tidak boleh melampaui batas akidah dan
syariat.
Toleransi dalam konteks ini tidak menafikan semangat dakwah untuk menunjukkan kebenaran
(al-haqq) dan menghadapi berbagai syubhat (propaganda) yang mereka sebarkan, terlebih yang
bersifat provokatif, mengancam kesatuan Umat Islam, integritas bangsa secara lebih luas.
Tentang Muawiyah bin hanya berkata mereka salah Rasul Allah saw menyerahkan berkata:
sampai kapan ingat susu lfjr hut koh bahkan berbalik kepada orang. (-ath-Thabrani dalam tiga
dan cadangan tengah dan kecil baik anak buahnya mwthqwn dan berbagai kadang mereka
sangat tidak merugikan)
Selain itu, dalam menyikapi umat Islam yang tidak berpaham Ahlussunnah wal Jama'ah perlu
diperhatikan beberapa hal berikut:
1) dalam melakukan amr ma ' ruf nahi munkar dan Nakir untuk mereka mungkin bukan sebuah
cobaan yang lebih besar, terutama di bidang nomor mereka cocok dengan jumlah muslim sunni.
Dalam kondisi ini amr ma ' ruf nahi munkar dan Nakir wajib di koordinasi oleh pemerintah.
2) Tidak menganggap kufur mereka selama tidak terang-terangan menampakkan hal-hal yang
telah disepakati (ijma') atas kekufurannya, yaitu menafikan eksistensi Allah, melakukan syirk jali
yang tidak mungkin dita'wil, mengingkari kenabian, mengingkari ajaran Islam yang bersifat
mutawatir atau yang didasari ijma' yang diketahui secara luas (ma'lum min ad-din bi addharurah).
3) Meskipun salah dalam sebagian aqidahnya, selama tidak sampai kufur mereka masih
mungkin diampuni Allah Swt.

4) Dalam ranah individu, penganut paham Ahlussunnah wal Jamaah tidak boleh beranggapan
pasti masuk surga karena amalnya, sedangkan yang lain pasti masuk neraka. Sebab, sekecil
apapun setiap individu mempunyai dosa dan jika tidak diampuni bisa saja kelak masuk neraka.
Wi Sami Nabi mereka kembali dan malam yang kami maksud dan lalu kalian itu pasti ada hu
yang lalu dan kami tidak saya ma yang lalu ampuni saya walakum ma ukum akan yang sakit
Ketika semua tidak alaykum) - operator saya sungguh ili-mana. Tinggi Elf tidak bahwa kau telah
diembankan saya siapa saya anda walaki BAB-aha yah malam ini saya) yaitu MALANG SAYA
WAHA LAMU MUH DENGAN ANAK ANDA DI MANA ANDA. (cerita: 55-56)
Siapa yang walillhi f podcast ama atau kau - kau - f wama, sehingga tangan-Fi tidak lalu
mengapa orang yang malang itu ketika wayu ibu) yaitu malang-dan-afu dan dia pula. . Tak bisa.
(Maryam: 129)
- Begitu-abiy disini dengan melihat orang-orang-yang-asli ahi - saw - dan dia bilang " kita tidak
benar-benar
i
c iya saya sadar kamu Saat itu kum amaluhu ". Ada anak tangga c ulu i izya itu tidak
memandang kamu yang mana asla aihi malam itu kita tidak berdoa itu; izya -Tinggi Elf tidak
mengapa pemerintah Anda Yang Mahatinggi iya di malam dia dari - hu dengan wanita yang dia
walaki-di-tahun lalu dan ". (-Muslim)
Referensi:
a. Hasyiyyah al-Bujairami, V/183.
b. Al-jami' as-Shaghir, I/85.
c. Majma' az-Zawa'id, I/375.
d. Al-Milal wa an-Nihal, II/321-322.
e. Mafahim Yajib an-Tushahhah, 18-19.
5. Konsistensi Menjaga Persatuan untuk Memperkokoh Integritas Bangsa
NKRI dan Pancasila selain telah terbukti mampu menjadi perekat bangsa sejak kemerdekaan
hingga sekarang, juga mampu menjadi wadah dakwah Islam Nusantara secara luas.
Pertumbuhan muslim di kawasan-kawasan mayoritas non muslim juga semakin meningkat.
Namun demikian, di tengah perjalanan sejarah tantangan disintegrasi bangsa terkadang
bermunculan, bahkan wacana mendirikan negara di dalam negara terus mengemuka. Sebab itu,
internalisasi nilai-nilai kebangsaan, khususnya terkait NKRI dan Pancasila sebagai upaya final
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan keharusan. Berkenaan dengan itu perlu
disadari, bahwa penerimaan Pancasila sebagai falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara
telah sesuai dengan spirit piagam Madinah yang digagas oleh Rasulullah Saw, yang berhasil
menyatukan masyarakat yang plural dalam satu kesatuan negeri Madinah.
Seperti yang diriwayatkan ibnu Ishaq di kami-sirah al-Nabawiyah ii - (126-129) karya Ibnu
Hisyam, piagam Madinah di antara menyatakan:
Bismi Allah gila. Dia gila yang tak pernah putus. Hanya Nabi kami memeriksa anda pergi dari
semua isi amm d. Gallen Abi Cetak Allah menghitung alay alayhi wasalama kesuciannya yang
harus menyatakan mi mu. itu agar - agar muslimi dari melihat mereka Yang terjadi waya-wama
iba, karena musim-fala. Bihim-itu-Resepnya-dengan tinggi ELF, untuk kebanggaan ahum untuk

itu - yang terbuat dari d - - kau yang... Wi is siapa yang musim itu kami ingin fi yahu-bahwa
teks yang tak uswa itu kalian adalah orang-orang-di mana kau menyimpan lmi wala cita - Ayo
semuanya mati di mana kau alayhim... - wi yahu butuh penyelamat ni pada awfi kebanggaan
orang - anggur mi mu menyatakan, yen. Ingin lilyahu di mana anda harus uhum walilmuslimay. dimana uhum wamawa menyimpang wa fusuhum terjadi bahwa aku siapa yang menyimpan
alama fi wa penelitian telah kami is-yu-kau cuma afsahu wahla kesuciannya untuk mengambil
jejak ... Sesungguhnya saat wi al yahu ingin yang kita dan orang-orang itu muslimi al dimana
kamu Adam-dan-kesuciannya wi-dari orang-orang-al tentang artinya membuat ahla Maka
hanya atribut jejak dia cara anda. Sesungguhnya kesuciannya wi-dari-orang-orang itu berteriak
dari yang menciptakan kalian dan orang-orang yang umurnya di mereka yang terjadi, i mi is wi
y kosong tidak terkena penyakit atau kredit dengan h. Hawa Ali wi jejak, bahwa teks tak lilma
lmi wi kedua, sesungguhnya kamu - yahu ingin untuk dapat fi barang anggur mi mu
menyatakan, mana barang kami di tahun lalu dan yg - R, dimana ibi wi terjadi bahwa mereka
sungguh-sungguh iba tidur. C Awfuha liahli maka kami ditinggal jejak. Atribut Hawa,...
Sesungguhnya kesuciannya wi-Teks-Al-siapa d ahama kra w-wi iba, maka kami telah kembali
dan l cetak yang (H) an-- tunggal...
Dari Piagam Madinah dapat diambil spirit, bahwa Nabi Muhammad Saw menyatukan warga yang
multi etnis dan multi agama menjadi ummah wahidah (satu kesatuan bangsa). Semua warga
punya kedudukan yang sederajat, sama-sama berhak mendapatkan jaminan keamanan,
melakukan aktifitas ekonomi, mengaktualisasikan agama, sama-sama berkewajiban untuk saling
memberi nasehat dan berbuat kebaikan, menjaga keamanan serta integritas Madinah sebagai
satu kesatuan negeri menghadapi ancaman dari luar.
Selain itu, untuk memupuk persatuan di tengah masyarakat yang plural perlu ditanamkan sikap
menghargai perbedaan dan menjaga hak antarsesama, di antaranya dengan:
a. Menghargai ajaran agama lain.
b. Melestarikan budaya dari suku dan agama apa pun selama tidak bertentangan dengan syariat.
c. Mengapresiasi kebaikan/kelebihan orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri.
d. Menghindari caci-maki terhadap orang lain karena alasan perbedaan.
e. Menghindari anggapan menjadi orang yang paling baik dan menganggap orang lain tidak baik,
sehingga mengabaikan kewajiban berbuat baik.
f. Membiasakan berbuat kebajikan terhadap siapapun.
g. Memprioritaskan penanaman nilai-nilai agama secara utuh dan mendalam di lingkungan
internal Ahlussunah wal Jamaah.
Saya tidak ada dan tidak asubu (di mana-mana mereka ketika mereka dari d-Ahi. Malam-malam
dan fayasubu aha clearsign wa-kami dengan mereka saat melihat nabi palsu ilmi lantaran alika
g Sesungguhnya dengan kebanggaan likuli amalahum yang terjadi ketika anda uma il pemuda
abihim-C saat memuji uhum fayu kredit yang telah uhum bima hati dan pemerintah harus mal
(Surah Tidak ternak oleh 108)
Siapa yang alillhi f podcast ama atau kau - kau - f wama, sehingga tangan-Fi tidak lalu
mengapa orang yang malang itu ketika wayu ibu) yaitu malang-dan-afu dan dia pula. . itu bisa
(Imran: 129)

Dari Ibnu Umar bahwa troll bin Abdullah ats-Tsaqafi menyerahkan kaki sepuluh nswh
mengatakan kepadanya nabi saw menyerah: pilih metro - rabu... (Silsilah Ibnu Hibban. Benar)
Memperbarui dia b ayba perempuan yang akan punya tangan. Saya sadar bahwa kami bisa
kami-Ay penelitian tentang buku yang anda beli adalah ha sewaktu kamu di tahun itu, ib b-uhkau bisa struts umay h . B) yang tak bisa kita lihat dari pada kamu) untuk hi. B warna yang telah
kosong untuk iw b. kamu mati kau, kau bisa melihat asla hi itu! Kita: " dari yang palsu kaba
hidup anda anda bisa mu vertikal - c uli. itu ayhi kamu (orang-orang yang: warna asla hi wahal
kra u-imu ulu vertikal itu bisa c . - Ayhi? Untuk itu: " sebelum. Yasubu Aba bisa kita lihat, c uli
fayasubu aba uh. Wayasubu Umahu, fayasubu umahu ". (Silsilah Ibnu Hibban. Muslim)
Siapa yang alillhi f podcast ama atau kau - kau - f wama, sehingga tangan-Fi tidak lalu
mengapa orang yang malang itu ketika wayu ibu) yaitu malang-dan-afu dan dia pula. . itu bisa
(Imran: 129)
Referensi:
Untuk. Al-Hawi, Hawaii Al-Kabir, XIV / 330.
b. Risalah al-Qusyairiyah, I/103
c. Ihya 'Ulum ad-Din, II/212.
d. Al-Majalis as-Saniyyah, 87.

Anda mungkin juga menyukai