SUNDA (JAWA BARAT) Volume dan Halaman Volume 1 Nomor 1 (2019) 37-51 Penulis Budi Sujati Reviewer Muhammad Najib Aisar S Tanggal 1 Januari 2022 Tujuan Meriview Jurnal 1. Untuk memperbanyak wawasan dan memperkuat akal. 2. Untuk melihat beberapa perkembangan adat istiadat dari tahun ke tahun. 3. Supaya mengetahui lebih dalam lagi siapa, bagaimana, Islam berkembang pada wilayah Jawa Barat. 4. Untuk meringkas sebuah jurnal agar mampu di baca dengan mudah bagi si pembaca. Inti dari Jurnal 1. Sejarah Masuknya Islam ke Tatar Sunda Islam datang pada wilayah Tatar Sunda dengan aman dan damai. Warga sekitar mampu menerima Islam dengan baik tanpa pertumpahan darah. Islamisasi pada Tatar Sunda di lakukan seorang wali sembilan (Walisongo) yaitu Sunan Gunung Djati. Purwaka Caruban Nagari mengkisahkan bahwa wilayah-wilayah yang berhasil di Islamkan selain kota Cirebon yaitu Kuningan, Sindangkasih, Luragung, Talaga, Ukur, Indralaya, Imbanganten dan Bantar. Galuh dan Sumedang memeluk agama Islam yang dibawa oleh salh satu utusan dari Cirebon pada era Sunan Gunung Dzati. Warga wilayah Luragung memeluk agama Islam pada tahun 1481. Warga Galuh, Talaga, Kuningan memeluk agama Islam pada tahun 1530. Warga Rajagaluh memeluk agama Islam ada tahun 1528. Rakyat Majalengka menceritakan bahwa wilayah Majalengka di Islamkan oleh utusan dari Cirebon dibawah pimpinan Pangeran Muhammad dan Siti Armila. Menurut warga Garut mengkisahkan Prabu Kian Santang sempat berselisih dengan ayahnya karena beliau ingin menyebarkan Islam pada wwilayah dibawah kuasa Sunda. Akan tetapi, tidak diizinkan. Lambat laun Kian Santang diperbolehkan untuk menyebarkan Islam di wilayah kerajaan Sunda. Penyebaran agama Islam wilayah Banten Pedalaman, dilakukan oleh Pangeran Hasanudin pada tahun 1526-1552. Selepas meninggalnya Sultan Hasanudin Banten, agama Islam di lanjutkan oleh anaknya yang bernama Pangeran Hasanudin pada tahun 1570-1580. Kerajaan Sunda pada tahun 1527 mengalami kesulitan berkomunikasi. Karena, letak ibu kota kerajaan Sunda berada di plosok. Sehingga kesulitan dengan suatu daerah yang telah di Islamkan tersebut. Walaupun ibu kota kerajaan Sunda berada pada pedalaman, kerajaan Sunda dapat mempertahankan suatu kerajaannya hampir setengah abad. Masuknya Islam pada Tatar Sunda dibagi menjadi 2 bagian yaitu; bagian barat yang mana pusatnya adalah Banten Selatan, Jakarta, Bogor, dan Sukabumi. Bagian Timur pusatnya adalah Kuningan, Majalengka, Indramayu, Subang, Cianjur, Bandung, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis. Peran pondok pesantren tidak luput dari penyebaran agama Islam. Pesantren yang saat ini semakin banyak di Nusantara mengajarkan tentang agama Islam. Pesantren sebagai basis melahirkan ulama, karena dengan lahirnya ulama ajaran agama Islam dapat berkembang mengiringi perekembangan zaman. Para penyebaran agama Islam waktu zaman dahulu membuat langgar untuk para masyarakat yang telah memeluk agama Islam. Langgar tersebut dijadikan sebagai tempat untuk belajar agama Islam. Semakin berkembangnya zaman, langgar tersebut sudah mulai berkurang dan Pesantren sebagai modern nya semakin pesat berkembang. 2. Hukum Islam di Tatar Sunda Sejak masuknya Islam pada Tatar Sunda yang diterima dengan baik tanpa menumpahkan darah yang mana Islam masuk dengan membawa budaya yang di samakan dengan budaya Sunda tanpa menghilangkan karakteristik kedua budaya tersebut. Dalam akulturasi kedua budaya melahirkan suatu hukum Islam dan budaya Sunda yang hingga samapai zaman ini masih terus berkembang pada masyarakat sekitar, sehingga menimbulkan kebiasaan. Diantara budaya tersebut ialah; Aqiqah Aqiqah adalah penyembelihan hewan qurban selepas melahirkan seorang anak. Hewan yang bisa disembelih merupakan hewan yang tertentu saja seperti, kambing, domba. Yang mana penyembelihannya tersebut dilaksanakan ketika umur dari anak tersebut 7 hari dari kelahirannya. Biasanya ketika waktu penyembelihan tersebut, di barengkan dengan mencukur dari bayi tersebut dan diiringi dengan maulid Nabi. Pada adat Sunda biasanya kegiatan aqiqah tersebut mengadakan syukuran dan membuat tumpengan. Tetangga dan kerabatnya pun turut di undang untuk mendoakan bayi tersebut. Khitanan Khitanan tersebut salah satu kewajiban umat Islam, yang mana khitanan tersebut atau yang biasanya dikenal dengan sunat, adalah memotong bagian kulit bawah kemaluan laki- laki supaya bisa dibersihkan kotoran yang berada dibawahnya. Dalam tradisi Sunda biasanya khitanan tersebut di barengkan dengan hajatan. yang mana hajatan tersebut mengundang warga kampung untuk memeriahkan hajatan tersebut. Perkawinan Perkawinan suatu kewajiban pada agama Islam. Adanya seorang wali, mahar, saksi dan petugas pencatat nikah merupakan bagian dari hukum agama Islam yang diterima oleh kalangan Tatar Sunda. Pada adat Sunda sebelum melaksanakan perkawinan, dari pihak laki-laki memberikan sebuah seserahan, yang mana seserahan ini identik dengan kebutuhan mempelai wanita. Adat seserahan ini biasanya disebut dengan lamaran. Adat tersebut hingga saat ini masih bertahan sampai zaman sekarang. Kematian Kematian akan terjadi pada mahluk yang hidup di dunia ini. Pada adat Sunda, ketika ada seseorang yang meninggal dunia para warga sekitar memberikan bantuan dan menghibur keluarga musibah tersbut. Adat yang diterapkan oleh masyarakat Sunda ini sejalan dengan yang diperintahkan Rasulullah. Yaitu ber Ta’ziyah. Warga sekitar baik perempuan, laki-laki saling bergotong royong. Dari pihak laki-laki membantu prosesi mayit. Diantaranya memandikan (bagi mayit laki-laki), mensholatkan, mengkafankan, dan mengkuburkan.dari pihak perempuan menyediakan hidangan bagi para pelayat. Selepas dari itu semua, pada esok harinya dilakukan slametan, yang mana slametan ini tujuannya untuk mendoakan si mayit. Slametan dilakukan pada hari tersebut, diantaranya 3, 7, 21, 40, 100 sampai 1000. Adat itu semua sampai saat ini masih dijalankan. Warisan Adat warisan ini masih dilakukan oleh masyarakat Sunda. Warisan adalah harta peninggalan orang tua yang telah meninggal dunia. Harta warisan tersebut dibagikan kepada anggota keluarga mayit. Pembagian tersebut sama yang diajarkan oleh agama islam, yang mana pembagian tersebut disebut dengan faraid. Perempuan dan laki-laki mendapatkan harta warisan yang berbeda jumlahnya. Kesimpulan Zaman akan semakin berkembang, adat istiadat pun akan semakin berbeda. Oleh karena itu bagi para pemuda agar selalu menjaga budaya yang diajarkan oleh nenek moyang agar terus berkembang dan terjaga budaya tersebut. Tantangan zaman akan semakin sulit, tugas kita hanya terus menjaga suatu budaya. Jangan sampai berkembangnya zaman, budaya yang dahulu kita kerjakan dikemudian hari menghilang. Letak Islam Nusantara Letak keislaman Nusantara terdapat dari beberapa budaya yang telah di paparkan diatas seperti khitanan, perkawinan, aqiqah, warisan. Daftar Pusaka Abdurrahman. (2004). Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Akademika Presindo. Abdurrahman. (2015). Sunda the Islam. Bogor: Majelis Penulis. Ekajati, E. S. (1984). Kebudayaan Sunda: Suatu Pendekatan Sejarah Jilid I. Jakarta: Girimukti Pustaka. Hurgronje, C. S. (1931). Mekka in the Latter Part of the 19th Century. (J. Monahan, Trans.) London: Luzac & Co. Khaldun, I. (2000). Muqaddimah Ibnu Khaldun. (T. Ahmadie, Trans.) Jakarta: Pustaka Firdaus. Musthafa, H. H. (2010). Adat Istiadat Sunda. Bandung: Penerbit Alumni. Nina Herlina Lubis, d. (2011). Sejarah Perkembangan Islam di Jawa Barat. Bandung: Yayasan Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat. Noer, D. (2000). The Modernist Muslim Movement in Indonesia: 1900-1942. Singapore : Oxford University Press. Pals, D. L. (2012). Seven Theories of Religion. (I. R. Munzir, Trans.) Yogyakarta: IRCiSoD. Raffles, T. S. (2015). The History of the Java. (E. Prasetyaningrum, Trans.) Jakarta: Narasi. Ratna, N. K. (2010). Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya,. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rosidi, A. (1989). Kearifan Lokal dalam Persfektif Bahasa Sunda. Bandung: Kiblat Buku Utama. Suherman, Y. (1995). Sejarah Perintisan Penyebaran Islam di Tatar Sunda. Bandung: Penerbit Pustaka.