Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

Karakteristik Budaya Orang Jawa


Khususnya Adat Kupatan
Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
ISLAM DAN BUDAYA LOKAL

Dosen pengampu : Manijo,S.Ag.,M.Ag.

Disusun oleh:

Kelompok 1

1. Ahmad Faza Wafal Arfat (2140310009)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

FAKULTAS DAKWAH KOMUNIKASI ISLAM

PROGRAM STUDI MANAJAMEN DAKWAH


2021

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar belakang
Tradisi kupatan dilaksanakan 7 hari setelah Idul Fitri. Masyarakat desa berkumpul di
masjid atau musholla untuk selamatan dengan  membawa hidangan yang di dominasi ketupat
juga lonthong.Ketupat merupakan makanan berbahan  beras dibungkus dengan selongsong
anyaman daun kelapa yang masih muda (janur, jawa). Masyarakat desa membuat sendiri
selongsong anyaman, lalu diisi dengan beras dan dimasak dalam rendaman air.Ketupat direbus
berjam-jam hingga matang. Makanan ini biasanya di sajikan bersama sayur pelengkap, seperti
opor ayam, lodeh nangka muda atau srondeng bumbu kelapa.Ketupat menjadi makanan khas
lebaran turun temurun hingga kini. Namun dalam tradisi Jawa, makanan ini bukan hanya sekedar
sajian hari kemenangan, tapi lebih pada makna filosofis yang terkandung dalam tradisi Jawa.

Kupatan memiliki filosofis tersendiri. Kata “kupat” berasal dari bahasa jawa “ngaku


lepat” (mengakui kesalahan). Hal ini menandakan kita sebagai manusia biasa pasti tak
lepas dari kesalahan dengan sesama. Maka dari itu, dengan adanya kupatan setahun sekali ini,
harapannya kita bisa saling memaafkan.tradisi ini dikenalkan Sunan Kalijaga di era Wali Songo
(Wali Sembilan) di daerah Demak dan sekitarnya. Dalam sejarah Indonesia, era Wali Songo ada
di abad ke-15 – 16 Masehi.

B.Rumusan Masalah

1).Apakah adat kupatan itu hasil akulturasi?

2).Apakah ada makna filosofi lain tentang kupat(ngaku lepat)?

C.Tujuan Pembahaan

1).Mengetahui adat kupatan adalah hasil akulturasi.

2).Mengetahui makna filosofi lain tentang kupat.


BAB II

PEMBAHASAN

A.Adat Kupatan Adalah Hasil akulturasi

Awal pelestarian tradisi Hari Raya Kupatan sempat mengalami pro dan kontra.
Ada yang beranggapan perayaan Hari Raya Kupatan itu tidak boleh. Karena urusan
Agama itu tidak boleh dicampurkan dengan urusan budaya. Namun pendapat dari ulama’
yang lain mengatakan tidak apa-apa untuk melakukannya. Karena di dalam tradisi
Kupatan mengandung nilainilai kearifan dan ibadah kepada Tuhan yang Maha Esa.

Tradisi Hari Raya Kupatan merupakan media beribadah yang sangat mudah untuk
diterima oleh masyarakat Jawa Karena budaya ini sudah ada sejak dulu dan tinggal
dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Bahkan media ketupat bisa
dijadikan media solusi atas permasalahan masyarakat. Begitu juga, budaya Hari Raya
Kupatan dijadikan sarana untuk bertemu atau silaturakhim antar orang-orang muslim di
daerah.

Media lepatan (silaturakhim) pada perayaan tradisi Hari Raya Kupatan adalah
ketika seseorang yang dikenal maupun belum dikenal mampir kerumah kemudian makan
atau sekedar mencicipi masakan yang di kombinasikan dengan ketupat. Maka disana
akan terbangun nuansa ta’aruf dan saling kenal mengenal.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa perayaan tradisi Hari Raya Kupatan
adalah wadah atau cerminan kecil dalam persatuan bangsa ini. Bagaimana tidak, dari
berbagi macam latar belakang individu berkumpul dan saling kenal mengenal (ta’aruf)
hingga terjalin tali silaturakhim. Jadi ibarat kebhinekaan yang teraktualisasikan dalam
wadah kebudayaan yaitu Hari Raya Kupatan.

Maksud kebhinekaan nya yaitu teraplikasi dalam bentuk masyarakat. Misalnya,


dari kalangan ormas Islam besar di Indonesia yaitu Muhammadiyah dan Nahdlotul
Ulama’. Kedua ormas tersebut kompak dalam menyambut dan merayakan Hari Raya
Kupatan meskipun dalam segi penerapan spiritual yang berbeda. Tetapi esensinya sama,
yaitu bersilaturakhim.

Melihat gagasan tentang budaya Hari Raya Kupatan yang positif itu tidak sedikit
yang menirukan tradisi Kupatan, namun untuk nilai-nilai dan esensi dari kupatan tersebut
sangat sedikit yang di pelajari. Jadi hanya mengambil eksistensi kupatan sebagai sarana
pesta saja dan tidak mempelajari esensi dibalik tradisi Hari Raya Kupatan.

Memang sangat di sayangkan jika suatu saat nanti budaya Kupatan hanya akan di
kenal oleh masyarakat sebagai tradisi rutinitas saja tanpa mengenal nilai-nilai yang ada di
dalam tradisi tersebut. Dan dianggap tradisi Kupatan sebagai tradisi tahunan yang harus
di pertahankan secara materi. Maka tidak heran jika ada di suatu daerah yang
menggunakan sarana ketupat untuk di jadikan Hari Raya Ketupat namun di padukan
dengan hal-hal yang tidak sebagaimana mestinya. Mislanya memadukan Kupatan dengan
orkes, jaranan dll. Memang hal-hal tersebut itu tidak salah, namun itu seperti kurang
tepat.

Jika di tinjau dalam perspektif historis, tradisi Hari Raya Kupatan sangatlah kaya
dalam segi makna dan filosofisnya. Bahkan sejak zaman Hindu dan Budha, ketupat
memiiki posisi khusus dalam setiap ritual ibadah. Apa lagi setelah di adopsi oleh Islam
dengan memadukan tradisi dan syri’at.

Hari Raya Kupat yang kaya dengan nilai-nilai historis sangatlah bermanfaat untuk
dikembangkan lebih lanjut. Karena tanpa disadari di dalam Budaya tersebut terkandung
kebhinekaan dalam mempersatukan bangsa meskipun itu dalam skala kecil. Bentuk
kebhinekaannya yaitu dalam simbol tradisi Hari raya Kupatan.

B.Makna filosofi Lain Tentang Kupatan

 Untuk nama kupat sendiri merupakan singkatan dari ngaku lepat (mengakui kesalahan)


yang menjadi simbol untuk saling memaafkan. Ketupat atau kupat sendiri memiliki banyak
makna sebagaimana yang telah diketahui oleh masyarakat Jawa. Kupat di artikan sebagai laku
papat yang menjadi simbol dari empat segi dari ketupat. Laku papat yaitu empat tindakan yang
terdiri dari .Lebaran,Luberan,Leburan Maksud dari empat tindakan tersebut antara lain:

Pertama,Lebaran yaitu suatu tindakan yang berarti telah selesai yang diambil dari kata lebar.
Selesai dalam menjalani ibadah puasa dan diperbolehkan untuk menikmati makanan.

Kedua,Luberan berarti meluber, melimpah yang menyimbolkan agar melakukan sedekah dengan
ikhlas bagaikan air yang berlimpah meluber dari wadahnya. Oleh karena itu tradisi membagikan
sedekah di hari raya Idul Fitri menjadi kebiasaan umat Islam di Indonesia.

Ketiga,Leburan  berarti lebur atau habis. Maksudnya adalah agar saling memaafkan dosa-dosa
yang telah dilakukan. sehingga segala kesalahan yang telah dilakukan menjadi suci bagai anak
yang baru lahir.

Keempat,Laburan berarti bersih putih berasal dari kata labur atau kapur. Harapan setelah
melakukan laburan agar selalu menjaga kebersihan hati yang suci. Manusia dituntut agar selalu
menjaga prilaku dan jangan mengotori hati yang telah suci.
BAB II

PENUTUP

A).Kesimpulan

Adat kupatan merupakan adat akulturasi dari adat Hindhu Budha yang dicampur dengan
ritual syariat islam,jadi adat kupatan ini diisi dengan acara yang berbau islam seperti
tahlilan,pujian kepada Allah ,dan lain lain.Kupatan ini tidak sama sekali menyimpang dari
syariat islam karena tidak ada unsur mengajak kemaksiatan atau kemusyrikan.

Makna filosofi dari kupat adalah “ngaku lepat”atau mengaku kesalahan.Jadi semua warga
saling meminta maaf sehingga terjlin silaturrahmi yang baik.adapun makna filosofi lain dari
kupat yaitu laku papat.Laku papat yaitu Lebaran,luberan,leburan dan laburan.sebagaimana yang
dijelaskan diatas.

Anda mungkin juga menyukai