Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tradisi Lisan
Disusun Oleh:
Luluk Kholifatun Nikmah 18101020054
YOGYAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Swt Yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami haturkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Tradisi Lisan dengan judul “Mapak Poso: Sebuah Tradisi
dalam Menyambut Bulan Ramadhan di Desa Ketuwan, Kedungtuban, Blora, Jawa
Tengah”. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad saw beserta keluarga, para sahabat, dan semua orang yang mengikuti
sunnahnya.
Makalah ini disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai sumber, untuk itu peneliti menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam memperlancar pembuatan makalah
ini. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai “Gambaran umum Desa
Ketuwan, Sejarah tradisi Mapak Poso, Tata cara pelaksanaan tradisi Mapak Poso
di Desa Ketuwan”. Untuk lebih jelasnya akan dibahas dalam makalah ini.
Terlepas dari semua itu, peneliti menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka peneliti menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata, peneliti berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca,
karena tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk pendalaman dan
pemahaman terhadap mata kuliah Tradisi Lisan khususnya tentang tradisi Mapak
Poso di Desa Ketuwan, Kedungtuban, Blora, Jawa Tengah.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
2. Perbedaan Tradisi Mapak Poso pada masa lalu dan sekarang di Desa
Ketuwan
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tradisi Lisan adalah segala sesuatu (wacana) yang disampaikan
secara lisan sesuai dengan cara atau istiadat yang telah memola di dalam
suatu masyarakat atau kelompok tertentu. Menurut UNESCO dalam
konvensinya di Paris, 17 Oktober 2003, tradisi lisan itu tegolong dalam
Intangible Cultural Heritage (ICH) yang harus dilindungi. Dalam tradisi
lisan isi dalam wacana tersebut meliputi berbagai bidang mulai dari cerita 1
hingga yang berbentuk seremonial atau ritual. Dalam tradisi lisan terdapat
banyak versi cerita. Hal tersebut terjadi akibat perkembangan di dalam
tradisi lisan dilakukan melalui cerita dari mulut ke mulut. Menurut
Pudentia tradisi lisan itu mencakup segala bidang, tidak hanya tentang
cerita-cerita rakyat, teka-teki, pribahasa, mitologi, lagenda, dan nyanyian
rakyat seperti yang diduga atau diketahui umumnya orang. Akan tetapi,
dalam tradisi lisan juga mencakup tentang sastra, bahasa, sejarah, biografi,
dan pengetahuan lainnya.2
Segala kebudayaan yang mencakup tradisi lisan merupakan bagian
dari foklor. Danandjaja mendefisinikan foklor sebagai bagian dari
kebudayaan yang berada di masyarakat serta disebarluaskan secara turun-
temurun, di antara kolektif apa saja, baik tradisi berbentuk lisan maupun
contoh yang disertai dengan gerakan isyarat atau alat bantu pengingat.
Foklor secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu foklore lisan, sebagian
lisan, dan bukan lisan.
Tradisi atau sebuah kepercayaan masyarakat merupakan salah satu
dari contoh dari Foklor sebagian lisan. Tradisi dalam agama merupakan
salah satu contok hasil dari alkulturasi budaya antara budaya masyarakat
1
Misal dongeng, lagenda, mitos,
2
Pudentia MPSS (ed), “Makyong: Transformasi Seni Melayu Riau”, Laporan Penelitian,
Jakarta: ATL, hlm. 32. Dikutip oleh I Nengah Duija, “Tradisi Lisan, Naskah, dan Sejarah; Sebuah
Catatan Politik Kebudayaan”, Jurnal Wacana, Volume 7 No. 2, Oktober 2005, hlm. 114.
dan agama. Dalam hal tersebut pasti terdapat simbol-simbol atau lambang
sakral, yang membuat seseorang atau masyarakat membuat serangkaian
kegiatan untuk mengapresiasikan keyakinan dalam bentuk melakukan
ritual atau tradisi budaya seperti tradisi kelahiran, perkawinan, kematian,
dan lain-lain.3 Salah satu contoh tradisi agama dari alkulturasi budaya
adalah tradisi Mapak Poso. Tradisi Mapak Poso atau Megengan adalah
tradisi yang dilakukan masyarakat sebagai bentuk kegembiraan akan
datangnya bulan Ramadhan. Tradisi ini berkembang di Nusantara,
khususnya bagi suku Melayu dan Jawa. Di sini peneliti memilih tradisi
Mapak Poso di Desa Ketuwan, Blora. Hal tersebut karena adanya faktor
emosional yang mempengaruhi, yakni tempat tinggal.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran umum tentang Desa Ketuwan
2. Bagaimana sejarah tradisi Mapak Poso
3. Bagaimana tata cara pelaksanaan tradisi Mapak Poso di Desa Ketuwan
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang
tradisi Mapak Poso di Desa Ketuwan. Tradisi Mapak Poso di Desa
Ketuwan dijelaskan melalui tata cara pelaksanaan. Selain itu, penelitian ini
juga menjelaskan sedikit tentang gambaran umum Desa Ketuwan, sejarah
tradisi Mapak Poso, dan keadaannya pada masa pandemi.
3
Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi Agama
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 2-3., dikutip oleh Abdur Rahman, “Upacara
Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta”, makalah Fakultas Adab dan Ilmu Budaya Universitas
Islam Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2021, tidak dipublikasikan.
BAB II
TRADISI MAPAK POSO DI DESA KETUWAN, BLORA
4
https://sidesa.jatengprov.go.id/desa/33.16.04.2002. Diakses pada tanggal 29 Mei 2021
pada pukul 13:06 WIB.
jenjang yang lebih tinggi, maka harus ke luar desa. Di bidang kesehatan
terdapat pukesmas yang juga menghubungkan untuk desa lain, seperti
Gondel, Sidorejo, dan Jimbung.
B. Sejarah tradisi Mapak Poso
Tradisi Mapak Poso atau biasa disebut dengan tradisi Megengan
adalah sebuah tradisi masyarakat Jawa yang sudah dialkulturasi dengan
budaya Islam. Tradisi ini sudah ada sejak masa Walisongo di Nusantara.
Tradisi ini merupakan salah satu bentuk dakwah yang dilakukan oleh
Walisongo kepada masyarakat Jawa pada masa itu yang umumnya
beragama Hindu-Budha. Adapun tujuan dari tradisi Mapak Poso atau
Megengan adalah untuk mengekspresikan kegembiaraan akan datangnya
bulan suci Ramadhan dengan mengadakan tasyakuran atau slametan. Hal
tersebut berpijakan pada sebuah hadist dalam kitab Durratun Nashikhin,
yaitu:
من فرح بالدخل رمضان حرم هللا جسده من النار
Artinya: “barang siapa yang bahagia akan datangnya bulan Ramadhan,
maka Allah mengharamkan jasadnya dari api neraka”.
Istilah Megengan itu berasal dari kata megeng yang berarti
ngempet atau menahan, karena dalam bulan puasa diharuskan untuk
menahan sesuatu yang dilarang oleh Allah dan hawa nafsu diri. Selain itu,
tujuan dari tradisi Mapak Poso atau Megengan adalah untuk
mempersiapkan diri untuk menyongsong akan datangnya bulan Ramadhan
dan juga untuk sedekah kepada tetangga atau sanak saudara.
C. Tata cara pelaksaan tradisi Mapak Poso di Desa Ketuwan
1. Pelaksanaan tradisi Mapak Poso di Desa Ketuwan, Blora
5
Wadah yang terbuat dari bambu dan berbentuk persegi.
6
Wawancara dengan Tres salah satu tokoh agama di Desa Ketuwan, tanggal 09 Mei 2021.
datang ke musala dan berkumpul seperti biasa tanpa memakai masker atau
protokol kesehatan yang lain. Hal tersebut terjadi karena kurang sadarnya
masyarakat terhadap bahaya Covid-19.
2. Perbedaan Tradisi Mapak Poso pada masa lalu dan sekarang di Desa
Ketuwan
Pada tradisi Mapak Poso di Desa Ketuwan terdapat perbedaan
dalam pelaksanaannya pada masa sekarang dan masa lalu. Pada masa lalu
sebelum acara Mapak Poso selain melakukan nyadran juga diadakan
mandi di sungai atau bengawan yang dilakukan oleh anak-anak kecil dan
juga berbagi makanan kepada tetangga dan sanak saudara. Tujuan
pelaksanaan mandi tersebut yakni diibaratkan untuk membersihkan diri
sebelum datangnya bulan suci Ramadhan.7 Akan tetapi, seiring
berjalannya waktu hal tersebut sudah jarang, bahkan tidak dilakukan.
Pada masa lalu pelaksanaan Mapak Poso dimulai dari tanggal 25
Sya’ban, karena dilakukan di rumah masing-masing. Berkat diwadahi
dengan wadah yang terbuat dari anyaman bambu yang berbentuk persegi
dan berukuran sekitar 50 cm. Di atas wadah bambu diberikan daun pisang
atau jati yang menjadi dasar dari berkat. Isi dari berkat tidak jauh berbeda
dengan masa sekarang, yakni berisi nasi dan lauk pauk. Akan tetapi,
penggunaan telur dalam berkat sangat jarang karena keadaan ekonomi
yang masih kurang. Pembagian berkat dilakukan dengan membukus nasi
dengan daun pisang atau jati yang sudah disediakan oleh pemilik rumah.
Pada masa itu acara dimulai sehabis magrib sampai larut malam sekitar
jam 12 malam baru selesai. Hal tersebut karena dalam satu hari tidak
hanya satu warga, tetapi ada beberapa warga yang melaksanakan.8
Perubahan dalam pelaksanaan tradisi Mapak Poso di Desa
Ketuwan dimulai sekitar tahun 1980-an. Perubahan tersebut mulai
dilaksanakan di musala milik mbah Ngusman. Pada zaman dulu, di Desa
Ketuwan hanya terdapat beberapa musala dan 2 Masjid. Musala tersebut
7
Ibid.
8
Wawancara dengan Kasdi salah satu warga Desa Ketuwan, tanggal 31 Mei 2021.
antara lain musala Nurul Anwar di Dusun Tuguran, musala milik mbah H.
Mari di Dusun Sawahan, musala milih mbah Ngusman, musala milik
mbah H. Yasin, dan musala yang berada di Dusun Dongjanti. 9 Kemudian
terjadi secara umum sekitar tahun 2000-an.10 Perubahan tersebut terjadi
karena pelaksanaan tradisi yang dilakukan di musala lebih ringan bagi
masyarakat. Selain itu, dengan berkumpulnya warga di musala diharapkan
dapat mempererat tali persaudaraan yang sudah ada.
9
Ibid.
10
Wawancara dengan Muhibban salah satu tokoh agama di Desa Ketuwan, tanggal 31 Mei
2021.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tradisi Mapak Poso atau Magengan merupakan sebuah tradisi
untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Tradisi tersebut sudah ada
sejak zaman Walisongo. Tradisi Megengan juga merupakan salah satu
metode dakwah yang dilakukan oleh Walisongo yang mengalkulturasi
anatara budaya masyarakat dengan Islam. Tujuan tradisi Mapak Poso
adalah sebagai bentuk kegembiraan yang dirasakan oleh masyarakat akan
datangnya bulan Ramadhan. Dalam pelaksanaan tradisi Mapak Poso
terdapat beberapa perbedaan sesuai dengan daerah masing-masing. di Desa
Ketuwan tradisi ini dilaksanakan sesudah magrib yang diisi dengan
pembukaan, pembacaan tahlil serta doa, dan pembagian berkat. seiring
berjalannya waktu, terjadi perubahan tradisi Mapak Poso. Perubahan
tersebut terjadi karena adanya masyarakat yang menuntut akan kemudahan
dalam pelaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Wawancara dengan Kasdi salah satu warga di Desa Ketuwan. Tanggal 09 Mei
2021.
Wawancara dengan Muhibban salah satu tokoh agama di Desa Ketuwan. Tanggal
31 Mei 2021.
Wawancara dengan Tres salah satu tokoh agama di Desa Ketuwan. Tanggal 09
Mei 2021.
Duija, I Nengah. 2005. “Tradisi Lisan, Naskah, dan Sejarah; Sebuah Catatan
Politik Kebudayaan”, Jurnal Wacana, Volume 7 No. 2, hlm. 114.
Rahman, Abdur. 2021. “Upacara Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta”,
makalah Fakultas Adab dan Ilmu Budaya Universitas Islam Sunan
Kalijaga, Yogyakarta.
https://sidesa.jatengprov.go.id/desa/33.16.04.2002. Diakses pada tanggal 29 Mei
2021 pada pukul 13:06 WIB.
LAMPIRAN
A.1. gambar di atas merupakan foto saat pelaksanaan tradisi Nutup Poso di Musala Nurul Iman di
Desa Ketuwan pada tanggal 11 Mei 2020. Sumber dari koleksi pribadi peneliti.
A.1. gambar di atas merupakan foto saat pelaksanaan tradisi Nutup Poso di Musala Nurul Iman di
Desa Ketuwan pada tanggal 11 Mei 2020. Sumber dari koleksi pribadi peneliti.
A.1. gambar di atas merupakan foto saat pelaksanaan tradisi Nutup Poso di Musala Nurul Iman di
Desa Ketuwan pada tanggal 11 Mei 2020. Sumber dari koleksi pribadi peneliti.
A.4. gambar seorang tokoh agama yang sedang membaca tahlil pada saat acara tradisi Nutup Poso
di Musala Nurul Iman di Desa Ketuwan pada tanggal 11 Mei 2020. Sumber dari koleksi pribadi
peneliti.