Anda di halaman 1dari 7

Kitab Bantahan Imam Suyuthi Tentang Maulid itu Bid'ah

 Buku

Kitab Bantahan Imam Suyuthi Tentang


Maulid itu Bid’ah
Penulis
Annisa Nurul Hasanah
-
21 November 2018
1
2267

BincangSyariah.Com – Imam Suyuthi adalah salah satu imam terkemuka pada abad 9-10
Hijriyah. Beliau dikenal sebagai ulama yang sangat alim dalam semua bidang ilmu keislaman.
Mulai dari tafsir, ilmu tafsir, hadis, ilmu hadis, hingga fikih dan ushul fikih telah beliau kuasai.
Bahkan beliau memiliki buah karya dari masing-masing ilmu tersebut.

Di samping itu, beliau juga memiliki karya yang ditulis untuk membantah ulama lain yang
berbeda pendapat dengannya. Salah satunya adalah Husnul Muqshid Fi Amalil Maulid. Kitab ini
membahas tentang dalil disyariatkannya Maulid Nabi saw. sekaligus sebagai bantahan terhadap
kalangan yang membid’ahkan perayaan Maulid Nabi saw.

Kitab yang berisi dua puluh satu halaman ini juga ditulisnya khusus untuk membantah kitab
karya Syekh Tajuddin Umar bin Ali Al-Lakhami As-Sakandari yang lebih dikenal dengan Al-
Fakihani. Ulama dari kalangan mazhab Maliki tersebut mengarang kitab Al-Maurid Fil Kalam
Ala amalil Maulid.

Imam Al-Fakihani mengatakan bahwa perayaan Maulid Nabi saw. belum ia ketahui dalilnya
sama sekali baik di dalam Alquran maupun sunnah. Imam Suyuthi melalui karyanya tersebut
memberikan bantahannya dengan mengatakan bahwa tidak adanya pengetahuan (tidak tahu) itu
bukan berarti selalu berimplikasi pada tidak adanya dalil.

Padahal Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani telah mengeluarkan hadis tentang dalil Maulid Nabi saw.
Hadis tersebut terdapat di dalam kitab Shahih Al-Bukhari dan Muslim yang berisi tentang Nabi
saw. yang menanyai alasan orang Yahudi yang berpuasa di hari Asyura. Jawaban Yahudi adalah
karena sebagai bentuk syukur atas ditenggelamkannya Firaun pada hari itu sehingga Nabi Musa
as. pun selamat dari kejarannya.

Oleh karena itu, Nabi saw. juga menyuruh umatnya agar juga berpuasa di hari Asyura dan
sekaligus hari Tasu’a (hari kesembilan bulan Muharram) sebagai pembeda dengan kaum Yahudi.
Hadis ini menjadi dalil bahwa bentuk syukur itu bisa dikarenakan atas anugerah Allah berupa
diberikannya nikmat atau dihindarkan dari bencana. Selain itu hadis ini juga menjadi dalil bahwa
bentuk syukur itu bisa diekspresikan dalam berbagai bentuk ibadah, bisa sujud, puasa, shadaqah
dan membaca Alquran.

Baca Juga : Hadis Ketiga Kitab “Al-Mawaidh Al-'Ushfuriyah”; Allah Malu Siksa Orang Tua
Renta karena Kemuliannya

Sementara nikmat yang sangat besar yang patut kita syukuri adalah lahirnya Nabi Muhammad
saw. Maka, orang yang tidak mau memperhatikan hal ini, pasti ia tidak akan memperdulikan
perayaan Maulid Nabi saw.

Selain itu, Imam Al-Fakihani juga mengatakan bahwa perayaan Maulid Nabi saw. hanyalah
dibuat-buat oleh orang-orang yang bodoh/dungu saja. Imam Suyuthi pun membantahnya bahwa
ulama-ulama telah mengatakan dahulu raja-raja yang adil dan alim telah merayakan Maulid Nabi
saw. sebagai bentuk taqarrub kepada Allah. Bahkan acaranya pun dihadiri oleh ulama dan orang-
orang saleh tanpa ada yang mengingkarinya. Hal ini pun telah diterangkan oleh Imam Ibnu
Dahiyyah di dalam karyanya bahwa ulama rida dan mengakui peringatan Maulid Nabi saw.,
mereka tidak ada yang mengingkarinya.

Pendapat Al-Fakihani berikutnya adalah bahwa perayaan Maulid Nabi saw. tidak disunnahkan,
karena pada hakikatnya hal yang disunnahkan adalah yang dituntut oleh syariat. Tanggapan
Imam Suyuthi terkait ini adalah bahwa tuntutan syariat itu kadang berasal dari teks (Alquran dan
hadis), kadang pula berupa qiyas. Oleh karena itu, jika tidak ada dalilnya di dalam Alquran dan
hadis secara jelas, maka dalilnya adalah diqiyaskan kepada teks yang ada di dalam Alquran dan
hadis (seperti argumen Imam Ibnu Hajar di atas).

Selain kitab Husnul Muqsid fi Amalil Maulid berisi bantahan Imam Suyuthi kepada Imam Al-
Fakihani, Imam Suyuthi juga memaparkan argumen-argumen dan pendapat para ulama lain
seputar disyariatkannya Maulid. Di antaranya ulama yang beliau kutip pendapatnya adalah
Imam Ibnu Hajar, Ibnul Jazari di dalam kitabnya Arfut ta’rif bil maulidis Syarif dan Imam
Syamsuddin Ad Dimasyqi di dalam kitabnya Maurids shadi fi maulidil hadi. Wa Allahu A’lam
bis Shawab.

BincangSyariah.Com dikelola oleh jaringan penulis dan tim redaksi yang butuh dukungan untuk
bisa menulis secara rutin. Jika kamu merasa kehadiran Bincangsyariah bermanfaat, dukung kami
dengan cara download aplikasi Sahabat Berkah. Klik di sini untuk download aplikasinya.
Semoga berkah.

 LABEL

 Bid'ah

 Maulid
 Maulid Nabi

Berita sebelumyaFirasat dalam Hadis Nabi Menurut Ibnu Athaillah


Berita berikutnyaMuawiyah dan Soal Kelihaian Berpolitik

Annisa Nurul Hasanah


Peneliti el-Bukhari Institute dan Tim Redaksi BincangSyariah.

BERITA TERKAITDARI PENULIS

Buku Pengantar Etimologi bahasa Arab Karya Syekh Yasin Padang

Kunci Memahami Al-Quran dengan Benar


Gapai Kebahagiaan dengan Qalbun Syakirun (Hati yang Bersyukur)

1 KOMENTAR

1. Akim Chan 21 November 2018 at 9:46 AM

JIKA CARA TSB BOLEH KENAPA IMAM MAZHAB TIDAK ADA YANG
MEREKOMENDASIKAN?

SIAPA BILANG PERINGATAN MAULID NABI BID’AH

https://youtu.be/A0jI8koFqzs

Peringatan Maulid Menurut 4 Madzhab

Bagaimana pendapat ulama imam 4 madzhab tentang peringatan maulid? seperti Imam
as-Syafii…

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Kita semua mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita semua memuliakan beliau.
Kami, anda, mereka, semua muslim sangat mencintai dan memuliakan Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Yang menjadi pertanyaan, apakah perayaan maulid merupakan cara benar untuk
mengungkapkan cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Kita tidak tahu pasti kapan pertama kali maulid ini diadakan. Namun jika kita mengacu
pada keterangan al-Maqrizy dalam kitabnya al-Khathat (1/490), maulid ini ada ketika
zaman Daulah Fatimiyah, daulah syiah yang berkuasa di Mesir. Mereka membuat banyak
Maulid, mulai dari Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Maulid Ali bin Abi Thalib,
maulid Fatimah, hingga maulid Hasan dan Husain. Dan Bani Fatimiyah berkuasa sekitar
abad 4 H.

Al-Maqrizy adalah ulama ahli sejarah dari Mesir. Wafat tahun 845 H.

Mengenai siapa bani fathimiyah, bisa anda pelajari di: Mengenal Kerajaan Syiah Daulah
Fatimiyah

Inilah yang menjadi alasan, kenapa para ulama ahlus sunah yang menjumpai perayaan
maulid, menginkari keberadaan perayaan ini. Karena pada hakekatnya, mereka yang
merayakan peringatan maulid, melestarikan kebudayaan daulah Fatimiyah yang
beraqidah syiah bathiniyah.

Kita akan simak penuturan mereka,

[1] Keterangan Tajuddin al-Fakihani (ulama Malikiyah w. 734 H),

،‫ الذين هم القدوة في الدين‬،‫ ول ينقل عمله عن أحد مأن علماء المأة‬،‫ل في كتاب ول سنة‬ ‫ل أعلم لهذا المولد أص ل‬
‫ بل هو ببدعة أحدثها البطالون‬،‫المتمسكون بآثار المتقدمأين‬

Saya tidak mengetahui adanya satupun dalil dari al-Quran dan sunah tentang maulid. Dan
tidak ada nukilan dari seorangpun ulama umat ini, yang mereka adalah panutan dalam
agama, berpegang dengan prinsip pendahulunya. Bahkan peringatan ini adalah perbuatan
bid’ah yang dibuat ahli bathil. (Risalah al-Maurid fi Hukmi al-Maulid, hlm. 1).

[2] Keterangan as-Syathibi (w. 790 H)

‫فمعلوم أن إقامأة المولد على الوصف المعهود بين الناس بدعة مأحدثة وكل بدعة ضللة‬

Semua paham bahwa mengadakan maulid seperti yang ada di masyarakat di masa ini
adalah bid’ah, sesuatu yang baru dalam agama. Dan semua bid’ah adalah sesat. (Fatawa
as-Syatiby, hlm. 203).

[3] Keterangan as-Sakhawi (ulama Syafiiyah dari Mesir, muridnya Ibnu Hajar al-
Asqalani),

‫أصل عمل المولد الشريف لم ينقل عن أحد مأن السلف الصالح في القرون الثلثة الفاضلة‬

Asal perayaan maulid as-Syarif (Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) tidak dinukil dari
seorangpun dari ulama salaf yang hidup di tiga generasi terbaik. (al-Maurid ar-Rawi fi al-
Maulid an-Nabawi, hlm. 12)

[4] Pujian as-Suyuthi terhadap keterangan Abu Amr bin al-Alla’ (w. 154 H)

‫ ل يزال الناس بخير مأا تعجب مأن العجب – هذا مأع أن الشهر الذي‬:‫ولقد أحسن المأام أبو عمرو بن العلء حيث يقول‬
‫ فليس الفرح بأولى مأن الحزن فيه‬،‫ولد فيه رسول ا وهو ربيع الول هو بعينه الشهر الذي توفي فيه‬
Sungguh benar yang dinyatakan Imam Abu Amr bin al-Alla’, beliau mengatakan,
“Masyarakat akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka masih merasa terheran.
Mengingat bulan kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Rabiul Awal, yang
ini juga merupakan bulan wafatnya beliau. Sementara bergembira di bulan ini karena
kelahirannya, tidak lebih istimewa dari pada bersedih karena wafatnya beliau. (al-Hawi
Lil Fatawa, 1/190).

Kebahagiaan mereka di tanggal 12 Rabiul awal dengan anggapan sebagai hari maulid,
bertepatan dengan hari wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu mana yang
lebih dekat, peringatan kelahiran ataukah peringatan kematian.

[5] Keterangan Imam Ibnul Hajj (w. 737 H) menukil pernyataan al-Allamah al-Anshari

‫ وسلم مأن‬،‫ ونوى به المولد ودعا إليه الخاوان‬،‫ مأنه – أي مأن السماع – وعمل طعامأال فقط‬-‫فإن خال – أي عمل المولد‬
‫ إذ إن ذلك زيادة‬،‫ فهو بدعة بنفس نيته فقط‬-‫كل مأا تقدم ذكره – أي مأن المفاسد‬

Jika kegiatan maulid itu bersih dari semua suara-suara musik, hanya berisi kegiatan
makan-makan, dengan niat maulid, mengundang rekan-rekan, dan bersih dari semua
aktivitas terlarang yang tadi disebutkan, maka status perbuatan ini adalah bid’ah hanya
sebatas niatnya. Karena semacam ini termasuk tambahan. (al- Madkhal, 2/312)

[6] Pengakuan tokoh sufi, Yusuf ar-Rifa’i,

Bahkan seorang tokoh sufi Yusuf Hasyim ar-Rifa’i menyatakan dalam kitabnya bahwa
perayaan maulid, termasuk yang bentuknya berkumpul untuk mendengarkan pembacaan
sirah nabawi, baru ada jauh setelah para imam madzhab meninggal dunia. Yusuf ar-Rifa’i
mengatakan,

‫ بل مأا ظهر إل في أوائل‬،‫ أمأر استحدث بعد عصر النبوة‬،‫إن اجتماع الناس على سماع قصة المولد النبوي الشريف‬
‫القرن السادس الهجري‬

Orang berkumpul untuk mendengarkan pembacaan kisah maulid as-Syarif, adalah amalan
baru setelah zaman kenabian. Bahkan kegiatan ini belum semarak kecuali di awal abad
ke-6 hijriyah. (ar-Rad al-Muhkim al-Mani’, hlm. 153).

[7] Keterangan Muhammad Rasyid Ridha,

‫ وأول مأن ابتدع الجتماع لقراءة قصة المولد أحد مألوك الشراكسة بمصر‬،‫هذه الموالد بدعة بل نزاع‬

Peringatan maulid ini statusnya bid’ah tanpa ada perbedaan diantara ulama. Sementara
orang pertama yang membuat bid’ah kumpul-kumpul untuk menceritakan kisah Maulid
adalah salah satu raja Circassians di Mesir. (al-Manar, 17/111)

Maulid Menurut Ulama 4 Madzhab


Lalu bagaimana pandangan para ulama imam madzhab, seperti Imam Abu Hanifah,
Imam Malik, Imam as-Syafi’i, dan Imam Ahmad terkait peringatan maulid?

Jawabannya:

Bagaimana mungkin kita bisa mendapatkan keterangan dari mereka tentang maulid,
sementara peringatan maulid belum pernah ada di zaman mereka..

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Read more https://konsultasisyariah.com/26137-perayaan-maulid-menurut-ulama-


madzhab.html

Allah SWT berfirman:

‫صددوولدا‬
‫ك د‬ ‫ت اولدمننفبقبويكن يك د‬
‫صددووكن كعون ك‬ ‫كوابكذا قبويكل لكهدوم تككعالكووا ابنلى كمأاا اكونكزكل ن ا‬
‫اد كوابكلى الرردسووبل كراكوي ك‬

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, Marilah (patuh) kepada apa yang telah
diturunkan Allah dan (patuh) kepada Rasul, (niscaya) engkau (Muhammad) melihat
orang munafik menghalangi dengan keras darimu.” (QS. An-Nisa’ 4: Ayat 61).

Anda mungkin juga menyukai