NIM : 1204020064
KPI 6B
UTS Perbandingan Sistem Dakwah
1) Al-Qur’an
2) Sunnah
3) Ijma’ (Consensus Ulama)
4) Qiyas (Analogi)
Literature yang menjadi sumber rujukan Sunni (selain al Qur'an):
a) Shahih Bukhari (Al Jami ash Shahih al Musnad, al Mukhtashar min Hadist
Rasulillah) karya Abu Abdullah Muhammad (w. 256 H)
b) Shahih Muslim (al Jami ash Shahih) karya Muslim bin Hajjaj (w. 261)
c) Sunan Abu Dawud, karya Sulayman bin Asy’ast as Sijistani (w. 275)
d) Al Jami ash Shahih/Sunan at tirmidzy karya abu isa Muhammad at Tirmidzy (w.
279 H)
e) As Sunan/Sunan Ibnu Majah (w. 273)
f) Sunan an Nasa’I (w. 303)
b. Syiah
A. Ahlulbait. Secara harfiah ahlulbait berarti keluarga atau kerabat dekat. Dalam
sejarah Islam, istilah itu secara khusus dimaksudkan kepada keluarga atau kerabat
Nabi Muhammad saw. Ada tiga bentuk pengertian Ahlulbait. Pertama, mencakup
istri-istri Nabi Muhammad saw dan seluruh Bani Hasyim. Kedua, hanya Bani
Hasyim. Ketiga, terbatas hanya pada Nabi sendiri, ‘Ali, Fathimah, Hasan, Husain,
dan imam-imam dari keturunan ‘Ali bin Abi Thalib. Dalam Syi’ah bentuk
terakhirlah yang lebih populer.
B. Al-Badâ’. Dari segi bahasa, badâ’ berarti tampak. Doktrin al-badâ’ adalah
keyakinan bahwa Allah swt mampu mengubah suatu peraturan atau keputusan yang
telahditetapkan-Nya dengan peraturan atau keputusan baru. Menurut Syi’ah,
perubahan keputusan Allah itu bukan karena Allah baru mengetahui suatu maslahat,
yang sebelumnya tidak diketahui oleh-Nya (seperti yang sering dianggap oleh
berbagai pihak). Dalam Syi’ah keyakinan semacam ini termasuk kufur. Imam Ja’far
al-Shadiq menyatakan, “Barangsiapa yang mengatakan Allah swt baru mengetahui
sesuatu yang tidak diketahui-Nya, dan karenanya Ia menyesal, maka orang itu bagi
kami telah kafir kepada Allah swt.” Menurut Syi’ah, perubahan itu karena adanya
maslahat tertentu yang menyebabkan Allah swt memutuskan suatu perkara sesuai
dengan situasi dan kondisi pada zamannya. Misalnya, keputusan Allah mengganti
Isma’il as dengan domba, padahal sebelumnya Ia memerintahkan Nabi Ibrahim as
untuk menyembelih Isma’il as.
C. Asyura. Asyura berasal dari kata ‘asyarah, yang berarti sepuluh. Maksudnya adalah
hari kesepuluh dalam bulan Muharram yang diperingati kaum Syi’ah sebagai hari
berkabung umum untuk memperingati wafatnya Imam Husain bin ‘Ali dan
keluarganya di tangan pasukan Yazid bin Mu’awiyah bin Abu Sufyan pada tahun
61H di Karbala, Irak. Pada upacara peringatan asyura tersebut, selain mengenang
perjuangan Husain bin ‘Ali dalam menegakkan kebenaran, orang-orang Syi’ah juga
membaca salawat bagi Nabi saw dan keluarganya, mengutuk pelaku pembunuhan
terhadap Husain dan keluarganya, serta memperagakan berbagai aksi (seperti
memukul-mukul dada dan mengusung-usung peti mayat) sebagai lambing
kesedihan terhadap wafatnya Husain bin ‘Ali. Di Indonesia, upacara asyura juga
dilakukan di berbagai daerah seperti di Bengkulu dan Padang Pariaman, Sumatera
Barat, dalam bentuk arak-arakan tabut.
D. Imamah (kepemimpinan). Imamah adalah keyakinan bahwa setelah Nabi saw wafat
harus ada pemimpin-pemimpin Islam yang melanjutkan misi atau risalah Nabi.
Atau, dalam pengertian Ali Syari’ati, adalah kepemimpinan progresif dan
revolusioner yang bertentangan dengan rezim-rezim politik lainnya guna
membimbing manusia serta membangun masyarakat di atas fondasi yang benar dan
kuat, yang bakal mengarahkan menuju kesadaran, pertumbuhan, dan kemandirian
dalam mengambil keputusan. Dalam Syi’ah, kepemimpinan itu mencakup
persoalan-persoalan keagamaan dan kemasyarakatan. Imam bagi mereka adalah
pemimpin agama sekaligus pemimpin masyarakat. Pada umumnya, dalam Syi’ah,
kecuali Syi’ah Zaidiyah, penentuan imam bukan berdasarkan kesepakatan atau
pilihan umat, tetapi berdasarkan wasiat atau penunjukan oleh imam sebelumnya
atau oleh Rasulullah langsung, yang lazim disebut nash.
E. ‘Ishmah. Dari segi bahasa, ‘ishmah adalah bentuk mashdar dari kata ‘ashama yang
berarti memelihara atau menjaga. ‘Ishmah ialah kepercayaan bahwa para imam itu,
termasuk Nabi Muhammad, telah dijamin oleh Allah dari segala bentuk perbuatan
salah atau lupa. Ali Syari’ati mendefinisikan ‘ishmah sebagai prinsip yang
menyatakan bahwa pemimpin suatu komunitas atau masyarakat yakni, orang yang
memegang kendali nasib di tangannya, orang yang diberi amanat kepemimpinan
oleh orang banyak mestilah bebas dari kejahatan dan kelemahan.
F. Mahdawiyah. Berasal dari kata mahdi, yang berarti keyakinan akan datangnya
seorang juru selamat pada akhir zaman yang akan menyelamatkan kehidupan
manusia di muka bumi ini. Juru selamat itu disebut Imam Mahdi. Dalam Syi’ah,
figur Imam Mahdi jelas sekali. Ia adalah salah seorang dari imam-imam yang
mereka. Syi’ah Itsna ‘Asyariyah, misalnya, memiliki keyakinan bahwa Muhammad
bin Hasan al-Askari (Muhammad al-Muntazhar) adalah Imam Mahdi. Di samping
itu, Imam Mahdi ini diyakini masih hidup sampai sekarang, hanya saja manusia
biasa tidak dapat menjangkaunya, dan nanti di akhir zaman ia akan muncul kembali
dengan membawa keadilan bagi seluruh masyarakat dunia.
G. Marja’iyyah atau Wilâyah al-Faqîh. Kata marja’iyyah berasal dari kata marja’ yang
artinya tempat kembalinya sesuatu. Sedangkan kata wilâyah al-faqîh terdiri dari dua
kata: wilâyah berarti kekuasaan atau kepemimpinan; dan faqîh berarti ahli fiqh atau
ahli hukum Islam. Wilâyah al-faqîh mempunyai arti kekuasaan atau kepemimpinan
para fuqaha.
H. Raj’ah. Kata raj’ah berasal dari kata raja’a yang artinya pulang atau kembali. Raj’ah
adalah keyakinan akan dihidupkannya kembali sejumlah hamba Allah swt yang
paling saleh dan sejumlah hamba Allah yang paling durhaka untuk membuktikan
kebesaran dan kekuasaan Allah swt di muka bumi, bersamaan dengan munculnya
Imam Mahdi. Sementara Syaikh Abdul Mun’eim al-Nemr mendefinisika raj’ah
sebagai suatu prinsip atau akidah Syi’ah, yang maksudnya ialah bahwa sebagian
manusiaakan dihidupkan kembali setelah mati karena itulah kehendak dan hikmat
Allah, setelah itu dimatikan kembali. Kemudian di hari kebangkitan Kembali
bersama makhluk lain seluruhnya. Tujuan dari prinsip Syi’ah seperti ini adalah
untuk memenuhi selera dan keinginan memerintah. Lalu kemudian untuk
membalas dendam kepada orang-orang yang merebut kepemimpinan ‘Ali.
I. Taqiyah. Dari segi bahasa, taqiyah berasal dari kata taqiya atau ittaqâ yang artinya
takut. Taqiyah adalah sikap berhati-hati demi menjaga keselamatan jiwa karena
khawatir akan bahaya yang dapat menimpa dirinya. Dalam kehati-hatian ini
terkandung sikap penyembunyian identitas dan ketidakterusterangan. Perilaku
taqiyah ini boleh dilakukan, bahkan hukumnya wajib dan merupakan salah satu
dasar mazhab Syi’ah.
J. Tawassul. Adalah memohon sesuatu kepada Allah dengan menyebut pribadi atau
kedudukan seorang Nabi, imam atau bahkan seorang wali suaya doanya tersebut
cepat dikabulkan Allah swt. Dalam Syi’ah, tawassul merupakan salah satu tradisi
keagamaan yang sulit dipisahkan. Dapat dikatakan bahwa hampir setiap doa mereka
selalu terselip unsur tawassul, tetapi biasanya tawassul dalam Syi’ah terbatas pada
pribadi Nabi saw atau imam-imam dari Ahlulbait. Dalam doa-doa mereka selalu
dijumpai ungkapan-ungkapan seperti “Yâ Fâthimah isyfa’î ‘indallâh” (wahai
Fathimah, mohonkanlah syafaat bagiku kepada Allah), dsb.
D. Perbedaan Sunni dan Syiah
a. Rukun Iman dan Islam
Perbedaan dalam rukun iman dan islam. Kaum Syiah menyebut rukun Islam
dengan istilah furu’ad-din dan rukun iman dengan istilah ushul ad-din. Kaum Sunni
menyebut rukun iman dengan arkanul iman dan arkanul Islam untuk rukun Islam.
Antara Sunni dan Syiah, yang berbeda hanya istilah dengan makna yang sama.
Keimanan kepada Allah dalam mazhab Sunni, dalam mazhab Syiah disebut at-
tauhid. Iman kepada nabi, rasul, kitab, dan malaikat disebut nubuwwah. Iman
kepada hari akhir disebut al-maad. Sedangkan qadha dan qadar diyakini oleh
Muslim Syiah sebagai keadilan Allah (‘adalah). Yang berbeda dalam rukun iman
(ushuluddin) mazhab Syiah dengan mazhab Sunni adalah imamah, meyakini
kepemimpinan dan wasiat dari Rasulullah saw kepada Ahlulbait. Keyakinan kaum
Syiah ini didasarkan pada Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 124 dan 180, hadis
ghadir khum, hadis indzar, dan hadis tsaqalain.
b. Shalat dan Wudhu
Dalam ibadah shalat, kaum Sunni dan Syiah menghadap kiblat dan gerakannya
tidak beda dengan fiqih Sunni Imam Malik. Tangannya tidak sedekap ketika qiyam.
Orang Islam yang bermazhab Syiah dalam shalat membaca qunut dan dipraktekan
dalam fiqih Sunni Imam Syafii, yang di Indonesia oleh warga NU (Nahdlatul
Ulama). Waktu shalat wajib yang dijalankan kaum Syiah adalah setelah tergelincir
matahari hingga tenggelam matahari untuk waktu zuhur dan ashar. Ketika langit
sudah terlihat gelap hingga tengah malam untuk waktu shalat maghrib dan isya. Hal
ini didasarkan pada Al-Quran surah al-Isra ayat 78, Hud ayat 114, dan sejumlah
hadis-hadis yang diriwayatkan muhadis Ahlusunnah dan Syiah. Ini juga dilakukan
oleh warga Nahdlatul Ulama di Jawa Timur yang dibenarkan dalam kitab Bidayatul
Mujtahid karya Ibnu Rusyd, yang menganut fiqih Imam Malik. Jalaluddin Rakhmat
menyatakan bahwa Imam Khomeini membolehkan pengikut Syiah untuk shalat
berjamaah dengan imam shalat dari Sunni dan diperbolekan mengikuti cara shalat
Sunni. Dianjurkan untuk zahar dalam mengucapkan bismillahirrahmanirrahim
setiap pembacaan surah al-fatihah dan membaca surah pendek lengkap. Tidak
mengucapkan aamiin setelah beres al- fathihah karena bukan termasuk rukun shalat.
Sebelum rukuk rakaat kedua, membaca doa qunut. Ini juga dilakukan warga NU
atau mazhab Syafii (Sunni) yang melakukannya setelah rukuk dalam shalat subuh
dan maghrib.
c. Nikah Mut’ah
Dalam ibadah shalat, kaum Sunni dan Syiah menghadap kiblat dan gerakannya
tidak beda dengan fiqih Sunni Imam Malik. Tangannya tidak sedekap ketika qiyam.
Orang Islam yang bermazhab Syiah dalam shalat membaca qunut dan dipraktekan
dalam fiqih Sunni Imam Syafii, yang di Indonesia oleh warga NU (Nahdlatul
Ulama). Waktu shalat wajib yang dijalankan kaum Syiah adalah setelah tergelincir
matahari hingga tenggelam matahari untuk waktu zuhur dan ashar. Ketika langit
sudah terlihat gelap hingga tengah malam untuk waktu shalat maghrib dan isya. Hal
ini didasarkan pada Al-Quran surah al-Isra ayat 78, Hud ayat 114, dan sejumlah
hadis-hadis yang diriwayatkan muhadis Ahlusunnah dan Syiah. Ini juga dilakukan
oleh warga Nahdlatul Ulama di Jawa Timur yang dibenarkan dalam kitab Bidayatul
Mujtahid karya Ibnu Rusyd, yang menganut fiqih Imam Malik. Jalaluddin Rakhmat
menyatakan bahwa Imam Khomeini membolehkan pengikut Syiah untuk shalat
berjamaah dengan imam shalat dari Sunni dan diperbolekan mengikuti cara shalat
Sunni. Dianjurkan untuk zahar dalam mengucapkan bismillahirrahmanirrahim
setiap pembacaan surah al-fatihah dan membaca surah pendek lengkap. Tidak
mengucapkan aamiin setelah beres al- fathihah karena bukan termasuk rukun shalat.
Sebelum rukuk rakaat kedua, membaca doa qunut. Ini juga dilakukan warga NU
atau mazhab Syafii (Sunni) yang melakukannya setelah rukuk dalam shalat subuh
dan maghrib.
B. Katolik
a. Tuhan
Iman Katolik dituding tidak masuk akal dengan konsep Trinitas dan dengan
simplikasi pandangan menyatakan bahwa Tuhan dalam ajaran katolik ada tiga
sehingga termasuk dalam golongan agama yang menganut Politheism
b. Kitab Suci
Al Kitab
c. Nabi
Nabi besar (major prophets) tersebut ada empat orang, yaitu: Yesaya, Yeremia,
Yehezkiel dan Daniel. Sedangkan Nabi kecil (minor prophets) ada dua belas orang,
yaitu: Hosea, Yoel, Amos, Obadiah, Yunus, Mikha, Nahum, Habakkuk, Zefanya,
Hagai, Zakariah, Maleakhi. Nabi perempuan. Kitab Perjanjian Lama memberikan
karunia kenabian kepada beberapa perempuan: Nabi Miriam (saudara Nabi Musa),
Debora, Hulda, (yang sejaman dengan Nabi Yeremia, seperti 2 Raj 22:14), dan juga
kepada istri Nabi Yesaya.
d. Cara Ibadah
Gereja Katedral St. Petrus Bandung
Misa harian (Senin-Jumat)
06.00 WIB
Misa Sabtu
17.00 WIB
Misa Minggu
e. Cara Kristenisasi
a) Menunjukkan niat dan keinginan (simpatisan)
b) Pembelajaran (katekumen)
c) Pembaptisan
d) Pemantapan iman (Mistagogi)
C. Hindu
a. Tuhan
Ada tiga sosok yang dipersepsikan sebagai Tuhan atau Dewa, yaitu Brahma
yang dikenal sebagai Sang Pencipta, Wisnu sebagai Sang Pelindung atau
Pemelihara, dan Syiwa sebagai Sang Penghancur atau Pelebur.
b. Kitab Suci
Weda
c. Nabi
Ibrahim: Bapak (Imam) Semua Bangsa dan Agama The teaching of tauhid tentu
sudah ada sejak Adam as sampai kepada rentetan kenabian setelahnya (Adam, Idris,
Nuh, Hud, Shalih dan anak-anak mereka). Hanya saja, pengajaran yang diberikan
masih bersifat lokalitas dan terbatas, untuk kaum tertentu saja. Mungkin saja jumlah
penduduk dunia saat itu masih terlokalisir pada wilayah tertentu saja. Seiring
perkembangan zaman dan penyebaran populasi, kelihatannya, Ibrahimlah orang
yang kemudian paling sukses meramu dan mengokohkan doktrin-doktrin tauhid
warisan guru-guru spiritual sebelumnya sehingga berada pada level yang lebih
tinggi, untuk ditransmisikan kepada semua bangsa. Karenanya, Ibrahim dikenal
sebagai “Bapak Tauhid” (monoteisme) bagi semua agama
d. Cara Ibadah
Sebelum sembahyang terlebih dahulu diawali dengan persiapan sarana
sembahyang seperti bunga yang segar dan harum, dupa dan air. Kemudian diikuti
pula dengan Puji Tri Sandhya, yaitu pujian untuk memuliakan Tuhan Sang Hyang
Widhi. Sebagaimana yang terkandung di dalam kitab suci agama Hindu
e. Cara Hinduisasi
Rangkaian Sudhi Wadhani menggunakan beberapa sarana upakara inti.
Sebagaimana Agama Hindu yang menggunakan upakara atau banten dalam setiap
ritualnya, upacara Sudhi Wadhani pun demikian. Berikut rangkaian pelaksanaan
Sudhi Wadhani secara umum dan sarana upakara yang digunakan:
1) Seorang calon Sudhi Wadhani melengkapi persyaratan administrasi serta
blangko permohonan Sudhi Wadhani yang ditujukan kepada PHDI
2) PHDI sebagai penanggung jawab pelaksanaan upacara Sudhi Wadhani
menunjuk atau merekomendasikan seorang rohaniawan untuk memimpin
upacara, mempersiapkan upakara, dan tempat pelaksanaan upacara
3) PHDI kemudian memanggil calon yang akan disudhiwadhani, dengan memiliki
pura atau tempat suci yang dipandang cocok untuk melangsungkan acara
dimaksud.
4) Calon Sudhi Wadhani diharapkan sudah siap lahir batin. Persiapan lahir dengan
terlebih dahulu mandi, keramas, serta mengenakan pakaian yang bersih dan
rapi. Sedangkan persiapan batin yang harus dilakukan adalah memantapkan
bakti dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Hyang Widhi sebagai saksi
agung.
5) Setelah semua persiapan dilakukan, pemimpin upacara terlebih dahulu
mengantarkan upakara itu dengan puja mantra kehadapan Hyang Widhi beserta
manifestasi-Nya yang dipusatkan pada bangunan suci Padmasana.
6) Calon Sudhi Wadhani menjalani upacara Byakala (Pembersihan) sebelum
memasuki halaman tempat suci. Tujuannya agar yang disudhiwadhani
dibersihkan dari pengaruh bhutakala atau aura negative.
7) Setelah melaksanakan upacara Byakala, calon Sudhi Wadhani memasuki dan
menjalani upacara Prayascita. Upacara ini bertujuan agar yang bersangkutan
dapat dibersihkan dan disucikan dari kotoran, sehingga Atma (Roh) yang
bersemayam dalam diri dapat memancarkan sinarnya.
8) Upacara selanjutnya adalah persembahan upakara berupa tataban atau ayaban
sebagai pernyataan terima kasih ke hadapan Hyang Widhi.
D. Buddha
a. Tuhan
Seperti yang dijelaskan, agama Buddha lebih fokus pada perbuatan kebaikan di
dunia demi mencapai pencerahan. Meski begitu, menurut Al-Asmaa’ BT Dollah
Abdul Aziz dalam jurnal Ketuhanan dalam Agama Hindu dan Agama Buddha,
ajaran Buddha tetap mengakui bahwa Tuhan Maha Esa. Hal itu tertulis dalam kitab
suci Udana yang berbunyi:
b. Kitab Suci
Tripitaka
c. Nabi
Sidharta Gautama
d. Cara Ibadah
Meskipun memiliki tradisi yang berbeda tergantung aliran yang dianut, tata cara
puja bakti secara prinsip sama. Berikut cara beribadah umat Buddha dalam puja
bakti secara umum:
1) Puja bakti diawali dengan pemimpin puja bakti memberi tanda kebaktian
yang dimulai dengan gong, lalu melakukan persembahan dengan
menyalakan lilin dan dupa. Persembahan lilin untuk mengusir kegelapan,
dan persembahan dupa sebagai peringatan akan keabadian harumnya ajaran
Buddha.
2) Selama proses persembahan tersebut, peserta ibadah duduk bertumpu lutut
dan bersikap anjali (sikap hormat dengan merangkapkan kedua telapak
tangan di depan dada).
3) Setelah lilin dan dupa diletakkan di tempatnya, pemimpin kebaktian dan
para peserta ibadah memberikan hormat dengan menundukkan kepala
bersikap anjali sambil menyentuh dahi.
4) Puja bakti dilanjutkan dengan membacakan paritta atau sutra yang berisi
ajaran Buddha.
5) Setelah membaca paritta-paritta suci, pemimpin puja bakti memandu
peserta ibadah untuk melakukan meditasi. Biasanya meditasi dilakukan
sekitar 5-10 menit yang bertujuan untuk mengembangkan batin.
6) Selesai bermeditasi, bhikkhu, pandita, atau penceramah memberikan
khotbah atau cerita.
7) Setelah mendengarkan khotbah, ibadah dilanjutkan dengan berdana (dana
paramita) untuk melatih kemurahan hati.
8) Selanjutnya peserta ibadah melakukan pelimpahan jasa kepada leluhur agar
para dewa dan naga yang perkasa memberkati semua makhluk dengan
membacakan paritta ettavata.
9) Puja bakti ditutup dengan membacakan paritta penutup.
e. Cara Buddhanisasi
Proses penyebaran Agama Buddha di Indonesia dimulai melalui perdagangan
melalui jalur laut. Hal ini dapat dilihat pada catatan sarjana dari China bernama I-
Tsing ketika beliau melakukan perjalanan ke India dan Nusantara. Namun nilai –
nilai Agama Buddha mulai pudar sejak runtuhnya kerajaan Sriwijaya dan
Majapahit.
E. Konghucu
a. Tuhan
Tuhan dalam Agama Khonghucu: Tian / Tian Kong / Tian Gong / Huang Tian.
(tidak berwujud, namun tiada yang tanpa Dia. Penjelasan tentang ini terdapat dalam
kitab Sishu “Tengah Sempurna Bab XV”)
b. Kitab Suci
Kitab Agama Khonghucu terdiri dari 2 Jenis kitab:
a) Wu Jing (Kitab Suci yang Lima). Wu Jing biasa disebut juga kitab yang mendasari,
karena merupakan sumber dari Kitab Sishu. Kitab ini terdiri dari:
1) Kitab Sanjak Suci Shi Jing
2) Kitab Dokumen Sejarah Shu Jing
3) Kitab Wahyu Perubahan Yi Jing
4) Kitab Suci Kesusilaan Li Jing
5) Kitab Chun-qiu Chunqiu Jing
6) Kitab Ajaran Besar Da Xue
b) Si Shu (Kitab Yang Empat). Kitab Si shu biasa disebut juga kitab yang pokok karena
berisi pokok - pokok dari ajaran Khonghucu. Kitab ini terdiri dari:
1) Kitab Tengah Sempurna Zhong Yong
2) Kitab Sabda Suci Lun Yu
3) Kitab Mengzi Meng Zi
c. Nabi
Nabi Kong Zi
d. Cara Ibadah
Ibadah Harian
Peribadatan atau doa yang dilakukan setiap hari biasanya dilakukan saat pagi hari
dan sore hari. Pelaksanaannya lebih sering dilakukan di rumah.
1 dan 15 Imlek
Peribadatan ini dilaksanakan saat penyambutan hari raya agama konghucu yaitu
imlek yang di laksanakan pada awal tahun imlek dan akhir dari periode
penyambutan tersebut. Tanggal 1 imlek dilakukan untuk sesi intropeksi diri manusia
dilaksanakan di klenteng. Sedangkan peribadatan tanggal 15 imlek dilakukan untuk
memohon permintaan kepada Tuhan Thian dan bersyukur atas segala nikmat yang
telah diberikan-Nya
Ibadah Mingguan
Selain ibadah yang dilakukan harian, ada juga ibadah yang dilakukan mingguan.
Pelaksanaannya dilakukan di klenteng setiap hari minggu sekitar pukul 09.00 –
11.00 WIB. Kegiatan yang dilakukan berupa doa berjamaah dan pembacaan ayat
dari kitab sushi sebagai renungan. Khotbah keimanan dilakukan di penghujung
acara.
Ibadah Khusus
Adapun ibadah yang dilakukan selain ketiga diatas, ibadah ini biasanya dilakukan
ketika hari raya atau hari penting contohnya seperti ibadah dalam peringatan hari
lahir nabi konghucu, hari wafat nabi konghucu, peringatan hari genta rohani,
sembahyang toing chu, sembahyang wafatnya leluhur atau orang tua, sembahyang
tutup tahun, sembahyang arwah untuk umum, dan masih banyak lagi.
e. Cara Konghucuisasi
Menyebarkan Delapan Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui) di dalam Agama
Khonghucu:
a. Sepenuh Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa (Cheng Xin Huang Tian)
b. Sepenuh Iman menjunjung Kebajikan (Cheng Juen Jie De)
c. Sepenuh Iman Menegakkan Firman Gemilang (Cheng Li Ming Ming)
d. Sepenuh Iman Percaya adanya Nyawa dan Roh (Cheng Zhi Gui Shen)
e. Sepenuh Iman memupuk Cita Berbakti (Cheng Yang Xiao Shi)
f. Sepenuh Iman mengikuti Genta Rohani Nabi Kongzi (Cheng Shun Mu Duo)
g. Sepenuh Iman memuliakan Kitab Si Shu dan Wu Jing (Cheng Qin Jing Shu)
h. Sepenuh Iman menempuh Jalan Suci (Cheng Xing Da Dao)
A. Dakwah Kultural
Dalam tinjauan bahasa, kultur artinya budaya atau kebudayaan. Sedangkan
kebudayaan sering dipahami sebagai hasil karya, rasa, dan cipta manusia yang
didasarkan pada karsa. Dalam kamus Antropologi M. Dahlan Yacub (2001)
menyebutkan, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai
makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalaman dan
yang menjadi pedoman tingkah lakunya. Jadi strategi kultural adalah strategi
kebudayaan. Tak ubahnya seperti garam yang dapat meresap ke dalam masakan. Begitu
pula dakwah kultural dapat meresap, menyebar, dan mengakar ke dalam sendi-sendi
kehidupan masyarakat. Sehingga perlahan tapi pasti, ajaran Islam menjadi sumber
inspirasi, motivasi, moral, dan etika sosial dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat. Kunci strategi kultural adalah berusaha mempengaruhi perilaku sosial
dengan penyadaran individual. Jadi berangkatnya dari kesadaran keagamaan yang
bersifat pribadi yang kemudian berimbas pada perilaku masyarakat yang pada
gilirannya terlembagakan dengan sendirinya. Pergerakan dakwah kultural ini dikenal
dengan model dakwah yang ramah terhadap tradisi dan kultur masyarakat yang menjadi
sasaran dakwah. Sehingga dapat menghargai eksistensi dan kesinambungan budaya
pada suatu komunitas masyarakat (kaum). Di Indonesia, dakwah kultural ini sudah
sangat berhasil diperankan oleh para wali songo dalam menyebarkan ajaran Islam
dengan tetap mempertahankan kesinambungan identitas budaya atau tradisi. Jadi
dakwah kultural ini berhasil mendialogkan antara nilai-nilai Islam yang kosmopolitan
dan universal dengan budaya-budaya lokal dan kultur budaya yang dianut oleh
komunitas masyarakat. Karena itu, kata A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman (2011), bahwa
ada beberapa keunggulan dari pergerakan dakwah kultural ini, yaitu: Pertama,
kehadiran dakwah Islam tidak akan dipandang sebagai ancaman terhadap eksistensi
budaya lokal; Kedua, dengan menerima dakwah Islam tidak berarti suatu kaum terputus
dari tradisi masa lampaunya; dan Ketiga, universalisme Islam tidak hanya dianggap
sebagai wacana, karena kehadiran Islam tidak dirasakan sebagai sesuatu yang lain,
tetapi bagian yang 8 integral dengan budaya lokal.
B. Dakwah Struktural
Secara bahasa, struktur (structure) dapat diartikan bangunan atau susunan.
Bangunan di sini dapat dipahami secara kongkrit yakni bangunan gedung, maupun
secara abstrak yaitu struktur sosial. Dalam kamus Sosiologi Antropologi M. Dahlan
Yacub (2001) menyebutkan, bahwa struktur itu adalah komposisi, pengaturan
bagianbagian komponen dan susunan suatu kompleks keseluruhan. Dalam konteks
dakwah, pergerakan secara struktural sering dipahami sebagai perjuangan dakwah dari
atas, atau dengan menggunakan strategi politik, utamanya ketika berhadapan dengan
tirani kekuasaan. Misalnya yang seharusnya penguasa itu mengurusi, melindungi dan
melayani rakyat, tetapi dalam prakteknya malah memeras dan menindas. Maka dalam
kondisi seperti ini rakyat bergerak untuk melawan dan menentang kesewenang-
wenangan penguasa. Di antara tuntutannya adalah pergantian rezim, perubahan struktur
politik dan biokrasi, serta perubahan kebijakan dan perundang-undangan yang
berlaku.Dalam prakteknya, pergerakan struktural ini ada yang dilakukan secara radikal
dengan cara menentang kekuasaan dan pemeritahan yang dianggap tidak sejalan.
Ataupun dengan cara konstitusional di dalam parlemen dengan memperjuangkan
aspirasi umat Islam dalam bentuk kebijakan dan perundang undangan. Apalagi bila
dikaitkan dengan keinginan sebahagian umat Islam untuk mengembalikan kejayaan
Islam yang dikenal dengan gerakan i’adatul Islam. Dalam gerakan ini ada yang
mengambil pola tatbiq al-syari’ah, yakni penerapan syariat Islam dalam
perundangundangan negara yang nantinya menjadi pedoman dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dalam konteks Negara Indonesia hal ini tentunya sangat sulit
untuk diwujudkan, karena sudah disepakati dan dianggap sudah final bahwa Negara
kita tidak didasarkan kepada suatu agama tertentu, tetapi berdasarkan Pancasila sebagai
landasan idiil dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional .
C. Dakwah Harakah
Kata Dakwah secara etimologisberasal dari bahasa arab, menurut Kamus arab-
Indonesia bermakna “panggilan, seruan, atau ajakan” (Mahmud Yunus, tt : 127). Dalam
ilmu tata bahasa Arab, kata dakwah berbentuk sebagai اسم مصدر. Kata ini berasal dari
( فعلkata kerja) دعي-يدعو-دعوةyang artinya “memanggil, mengajak, atau menyeru”. Ini
berarti, bahwa setiap aktivitas yang bersifat panggilan, seruan dan ajakan adalah
dakwah. Sungguhpun demikian, sasaran dan tujuan dakwah Islamiyah adalah
berorientasi pada kebaikan bagi umat manusia. Secara terminologi pengertian dakwah
sebagai berikut: Menurut Thoha Yahya Umar dakwah adalah “mengajak manusia
dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk
kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat” (Totok Jumantoro, 2001 : 18).
Sedangkan Menurut Nasarudin Latif menyatakan dakwah adalah “setiap usaha atau
aktivitas dengan lisan, tulisan, atau lainnya yang bersifat menyeru, mengajak, dan
memanggil manusia untuk beriman dan mentaati Allah sesuai dengan garis-garis
aqidah, syari‟at, dan akhlaq Islam” (Nurseri Hasnah Nasution, 2005 : 24). Sedangkan
kata harokah merupakan istilah baru yang muncul pada waktuwaktu belakangan ini (era
abad 20-an), yang secara bahasa memiliki arti bergerak, aktif, beramal, dan
melaksanakan (Mahmud Yunus, tt :101).Dalam kamus kontemporer Arab-Indonesia
yaitu gerakan atau organisasi (Atabik Ali & Ahmad Zuhdi Muhdlor, 1999 : 757). Hasan
al Bannamengartikan harokah dengan “revolusi” atau mengubah suatu kondisi pada
kondisi lain, perubahan yang berkesinambungan, yang meliputi kapasitas, cara, tempat,
atau tema (Hasan al Banna, I, 2006 : 27).Istilah ini populer di kalangan Ikhwanul
Muslimin, sebuah gerakan dakwah yang lahir di Mesir yang didirikan oleh Imam Hasan
al Banna rahimahullah seorang Ulama terkemuka abad 20-an.