Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Maulid Nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada mulanya diperingati untuk
membangkitkan semngat umat islam. Sebab waktu itu umat Islam berjuang sedang berjuang
keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa.
Peringatan Maulid Nabi yang biasa kita gelar di tengah tengah masyarakat terutama
yang bermadzhab Ahlu-sunnah waljamaah sudah menjadi tradisi, baik itu di masyarakat
perkotaan maupun pedesaan, perayaan yang biasanya digelar pada 12 robiul awal ini ternyata
tak henti hentinya di bahas dalam beberapa forum, baik formal maupun tidak formal. Hal ini
tidak lepas dari kurangnya pengetahuan kita tentang perayaan Maulid Nabi ini sehingga di
pandang untuk selalu membahasnya.

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana tradisi maulid nabi?.
2. Bagaimana pendapat ulama tentang perayaan Maulid Nabi?.
3. Bagaimana dalil dalil tentang perayaan Maulid Nabi?.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Tradisi Maulid Nabi
1
Perayaan ini umumnya dilaksanakan oleh umat islam hampir di seluruh dunia.
Bertepatan tanggal 12 rabiul awal menjadi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Kebanyakan umat islam yang merayakan Maulid Nabi adalah negara negara islam,
seperti Iran, Indonesia, Malaysia, Australia, Thailand, Afrika dll. Maulid Nabi ini
ditujukan agar umat Islam yang sekarang bisa mengetahui apa saja yang diperintahkan
oleh Nabi Muhammad SAW. Agar umat Islam yang terpecah belah ini kembali ke
sunnah dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW.

Atas dasar kecintaan umat islam kepada Nabi Muhammad SAW, beberapa
umat islam pun membuat perayaan atas peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Ada Beberapa kalangan berpendapat bahwa Maulid Nabi pertama kali muncul pada
zaman Shalahuddin al-Ayyubi (1193 M). Shalahuddin disebut menganjurkan umatnya
untuk melaksanaan perayaan Maulid Nabi guna membangkitkan semangat jihad kaum
Muslim. Kala itu, Shalahuddin dan umat Islam memang berada dalam fase berperang
melawan pasukan atau tentara Salib. Kendati demikian, pendapat tersebut juga masih
diperdebatkan. Mereka yang menolak bahwa Shalahuddin sebagai pelopor maulid
beralasan, tidak ditemukan catatan sejarah yang menerangkan perihal Shalahuddin
menjadikan Maulid Nabi sebagai bagian dari perjuangannya dalam Perang Salib.

Menurut beberapa pakar sejarah Islam, peringatan dan perayaan Maulid Nabi
dipelopori oleh Dinasti Ubadiyyun atau disebut juga Fatimiyah (silsilah keturunannya
disandarkan pada Fatimah). Al Maqrizi, salah satu tokoh sejarah Islam mengatakan,
para khilafah Fatimiyah memang memiliki banyak perayaan sepanjang tahun. Antara
lain perayaan tahun baru, hari Asyura, Maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Ali
Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah al Zahra, perayaan malam pertama
bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Syaban, perayaan malam pertama
Ramadan, perayaan Idul Fitri dan Idul Adha, perayaan malam Al Kholij, perayaan hari
Nauruz (tahun baru Persia), dan lainnya. (Al Mawa'izh wal I'tibar bi Dzikril Khutoti
wal Atsar, 1/490. Dinukil dari Al Maulid, hal. 20 dan Al Bida' Al Hawliyah, hal. 145-
146)

Asy Syekh Bakhit Al Muti'iy, seorang mufti dari Mesir, dalam kitabnya
Ahsanul Kalam (hal.44) juga menyebut, yang pertama kali mengadakan enam
perayaan maulid, salah satunya adalah Maulid Nabi adalah Al Mu'izh Lidnillah

2
(keturunan Ubaidillah dari Dinasti Fatimiyah) pada 362 Hijriah. Selain mereka, dalam
beberapa buku sejarah juga disebutkan bahwa Dinasti Fatimiyah memang yang
menginisiasi perayaan Maulid Nabi. Perlu diketahui sebelumnya, pemerintahan
Fatimiyah berdiri pada 909 Masehi di Tunisia. Enam dekade kemudian, mereka
memindahkan pusat kekuasaan ke Kairo, Mesir. Dua tahun setelah masuknya
Shalahuddin al-Ayubbi ke Mesir, yakni sekitar tahun 1171, Dinasti Fatimiyah runtuh.

Adanya perayaan Maulid Nabi oleh Dinasti Fatimiyah disebutkan antara lain
oleh dua sejarawan dan ilmuwan pada masa Dinasti Mamluk, beberapa abad setelah
masa hidup Shalahuddin. Salah satu sejarawan tersebut adalah yang telah disebutkan
sebelumnya, yakni al-Maqrizi (1442) dan al-Qalqashandi (1418). Walau terdapat
simpang siur kapan awal mula nya maulid nabi. Yang bisa kita ambil hikmahnya
adalah, dengan acara maulid nabi ini kita bisa mengenal nabi muhammad SAW dan
juga para sahabatnya. Sehingga hal ini menjadi point penting dalam pemersatu umat
islam yang ada didunia.

Begitu juga peringatan maulid Nabi Muhammad SAW yang di adakan di


lamongan, banyak di isi dengan pengajian dan istighosah dan ini sering kali identik
dengan ritualanak kecil yang menjalani sunat atau khitan.

B. Pendapat ulama’ tentang perayaan Maulid Nabi

a. Pendapat yang menghalalkan Maulid Nabi Muhammad saw


 Pendapat Ibnu Taimiyah
Sebagaimana pendapat yang di kemukakan oleh al-Imam Ibnu Taimiyah
dalam kitabnya, Iqtidha' al-Shirat al-Mustaqiem, halaman 297 , sebagai
berikut:
"Mengagungkan Maulid dan menjadikannya sebagai hari raya setiap muslim di
lakukan oleh sebagian orang, dan ia akan memperoleh pahala yang sangat
besar karena niatnya yang baik dan karena mengagungkan Rosululloh
saw sebagaimana telah aku sampaikan padamu.
(Ibnu Taimiyah,Iqtidha' al-Shirat al-Mustaqiem, halaman 297 ).

 Pendapat Syekh al-Imam al-Hafidz Hasan al-Bashri

3
Hasan Al-Bashri adalah seorang tabi'in yang agung, lahir di kota
madinah al-Munawaroh pada dua tahun menjelang berakhirnya pemerintahan
kholifah Umar Bin al-Khattab ra. Beliau menjumpai lebih dari 100 shahabat
nabi dan wafat pada bulan Rajab, 116 H dalam usia 89 tahun. Khalifah Umar
bin al-Khattab ra pernah berdo'a untuk Syeikh al-Hasan al-Bashri sebagai
berikut :
"Ya Allah, jadikanlah ia seseorang yang ahli memahami ilmu agama dan
di cintai oleh manusia".
Kecerdasan dan kesalehan Syeikh al-Hasan al-Bashri ra membuat kagum para
sahabat Rosul termasuksahabat Anas bin Malik ra yang menilainya sebagai
orang yang faqih dengan mengatakan : "Bertanyalah kamu sekalian kepada
Hasan al-Bashri sebab dia masih ingat, sedang kami telah lupa".
diceritakan kembali oleh syeikh al-Imam al-Dzahabi dalam kitab, Siar
a'lam Nubala, juz 3, halaman 410 Jadi tidak salah kalau kita mengikuti anjuran
Sahabat Anas bin Malik yang bertanya kepada al-Imam al- Hasan al-Bashri
tentang perayaan maulid Nabi saw sebagai berikut : "Hasan Bashri berkata :
andai saja aku memiliki emas sebesar gunung uhud, maka sungguh aku akan
dermakan itu semua untuk penyelenggaraan perayaan peringtan Maulid Nabi".
Pernyataan tersebut di tulis oleh Syeikh Abu Bakar bin Muhammad Syatha al-
Dimyati dalam Kitab Syarah I'anah al-Tholibin, Juz 3, halaman 255. Ucapan
Syeikh Hasan al-Bashri ra di atas membuktikan betapa para tabi'in sangat
menaruh perhatian besar terhadap hari kelahiran Rosululloh saw. Bagaimana
tidak, beliau siap dan rela mendermakan hartanya untuk penyelenggraan
dan perayaan peringatan maulid Nabi saw.

 Pendapat Syeikh al-Junaedi al-Baghdady


Ada baiknya kita mengetahui pendapat Syeikh al-Junaedi al-Baghdadi.
Beliau adalah seorang faqih dan pimpinan para sufi. Karena ketekunan dalam
beribadah kepada Allah SWT, beliau mendapat kepercayaan menjadi mufti
pada usia 20 tahun. Keterangan ini termaktub dalam Kitab al-Risalah al-
Qusyaitiyah karangan Abu Qosim bin Abdul Karim Hawazim, halaman 430.
Beberapa riwayat mengatakan, beliau selalu mengerjakan shalat sunah dalam
setiap harinya sebanyak 400 rokaat.

4
Sebagaimana para guru-gurunya beliau sangat memulyakan hari kelahiran
Nabi Muhammad saw. Dalam pembahasan mengenai peringatan dan perayaan
Maulid Nabi saw. Beliau berpendapat sebagai berikut :
"Barang siapa menghadiri Maulid Rosululloh dan mengagungkannya
(memulyakan ) kedudukannya, maka dia telah sukses dalam keimanannya".
Perhatkan dengan seksama, beliau menjadikan semangat untuk memulyakan
Maulid Nabi saw sebagai tolak ukur keimanan. Dengan kata lain belum
sempurna iman seseorang sebelum menghadiri memulyakan dan
mengagungkan peringatan maulid Nabi saw.

 Pendapat dari Syeikh al-Imam al-hafizh Abdurrahman bin Abu Bakr al-
Suyuthi
Beliau merupakan ulama yang lahir pada bulan Rajab tahun 849 H dan
wafat tahun 911 H. Beliau di kenal sebagai seorang yang sangat luas
pemahamannya terhadap ilmu. Hal ini terbukti dengan hasil karyanya yang
mendunia. Lebih dari 400 kitab telah di tulisnya. Bahkan beliau di juluki
sebagai pembaharu agama (mujaddid) abad ke-9 H. Tak heran, di
samping hapal Al-Qur'an dengan sempurna, beliau juga hafal beberapa kitab
besar seperti al-Minhaj karya Imam al-Nawawi dan kitab al-Umdah. Al-
Hafidz al-Suyuthi telah menulis kitab khusus yang menerangkan dan
menjelaskan keutamaan peringatan maulid Nabi saw. Di bawah ini sedikit
fatwa beliau mengenai peringatan Maulid Nabi saw yang dapat di jadikan
sandaran bagi kita untuk melaksanakan peringatan dan perayaan Maulid Nabi
saw. Beliau berkata : "Menurutku, inti dari peringatan Maulid Nabi saw adalah
berkumpulnya manusia (di suatu tempat) lalu di bacakan padanya sebagian
ayat-ayat al-Qur'an yang mudah dan di bacakan riwayat perjuangan Nabi
dari hadits-hadits yang ada dan di ceritakan berbagai macam peristiwa besar
yang terjadi pada saat beliau di lahirkan. Di sediakn pula bagi mereka hidangan
berupa makanan dan minuman untuk mereka makan bersama-sama. Kemudian
mereka pergi tidak lebih dari itu.

5
Kegiatan semacam itu merupakan bid'ah hasanah, di mana pelakunya akan
mendapatkan pahala karena peringatan Maulid Nabi saw tersebut pada intinya
“merupakan upaya untuk memulyakan dan mengagungkan baginda Nabi ,
serta merupakan perwujudan dari rasa cinta dan bahagia kita atas kelahiran
beliau yang mulia”
(Keteterangan Ini ditulisnya oleh beliau dalam kitab al-Hawi li al-Fatawi,juz 1,
halaman 221)

 Pendapat Syeikh Muhammad Hafidz Sulaiman


Beliau adalah mantan Dirjen Univ. Al-Azhar, Kairo, Mesir.
Beliau mengatakan:
"Perayaan peringatan hari lahir hamba Allah yang paling mulia di muka bumi
wajib di selenggarakan dengan penuh khidmat, penuh penghormatan yang
sesempurna sempurnanya".
Keterangan ini di adaptasi dari buku berjudul 'Tanggapan mengenai
Bid'ah, tawassul dan tabarruk', karya A. Shihabuddin.

 Pendapat Prof. Dr. Al-Syeikh Mahmud Syaltut


Beliau adalah mantan Rektor Univ. Al-Azhar, Kairo, Mesir.
Beliau mengatakan :
"Setelah abad pertama hijriah, di kalangan kaum muslimin mulai berlangsung
kebiasaan mengadakan perayaan memperingati hari Maulid Nabi saw pada
bulan Rabi'ul awwal tiap tahun. Cara mereka memperingati Maulid Nabi saw
berbeda-beda menurut keadaan, lingkungan dan negara masing-masing. Ada
yang merayakan hari kelahiran Nabi saw dengan menyiapkan makanan-
makanan khusus yang pada umumnya tidak biasa di makan sehari-hari.
Makanan itu kemudian di santap bersama keluarga pada malam 12
Robi'ul awwal dalam suasana penuh kegembiraan. Ada yang merayakan
dengan menyediakan kue-kue manis yang khusus di buat dalam aneka ragam
bentuk oleh para pedagang. Kue-kue ini di letakan secara tertur dan serasi serta
di pajang di depan toko untuk menarik para pembeli. Ada juga yang
merayakan dengan menyelenggarakan pertemuan-pertemuan yang sebelumnya
di buka dengan pembacaan ayat-ayat suci al-Qur'an. Kebanyakan dari

6
pembacanya, membacakan ayat-ayat yang berhubungan dengan peringatan
Maulid Nabi saw tersebut.
Kemudian di bacakan kisah biografi Nabi Muhammad saw lengkap dari sifat-
sifat dan akhlaq beliau . Selain itu, juga di terangkan tentang masyarakat
Jahiliyah pada masa kelahiran beliau. Pada generasi berikutnya, orang
mulai menulis berbagai buku biografi (manaqib) Nabi Muhammad saw dan
menghimpun ucapan para perawi hadits. Kemudian buku itu di sebarkan
kepada kaum muslimin untuk mengingatkan mereka tentang kebesaran
dan kemuliaan aklaq Nabi saw. Buku-buku tersebut menceritakan perjalanan
hidup Nabi sejak lahir. Mulai dari ketika beliau masih menjadi anak
pengembala kambing, masih remaja, muda, hingga turut bersama pamannya
dalam perang Fijar (peperangan yang terjadi setelah tahun Gajah antara orang
Quraisy beserta para sekutunya melawanbani Hawazin ).
Konon, saat rosul masih remaja berusia 14 tahun. Ada riwayat yang
menyatakan 20 tahun. Begitulah kisah dalam berbagai peringatan maulid Nabi
Muhammad saw yang lazim di lakukan oleh kaum Muslimin sebagai
sunnahsetelah sekitar abad pertama tahun hijriyah".
Keterangan ini di nukil dari buku berjudul Tanggapan mengenai Bid'ah, Tawassul dan
Tabarruk, karya A.Shihabuddin.

 Pendapat Prof. Dr. al-Syeikh Muhammad Sayyid Ahmad al-Musir


Beliau adalah guru besar Ilmu Aqidah dan Filsafat pada
Fakultas Ushuluddin di Univ. Al-Azhar, Kairo,Mesir. Ketika di wawancara
oleh wartawan majalah al-Liwa' al-Islamy, mengenai persoalan
Maulid Nabisaw, beliau menjelaskan sebagai berikut :
"Perayaan peringatan Maulid Nabi saw itu dengan jamuan atau pesta makan
dan minum sama sekali tak ada kaitannya dengan teladan mulia yang di
berikan oleh Nabi saw. akan tetapi perlu di mengerti, bahwa kami tidak
melarang atau mengharamkan jenis-jenis tertentu dari makanan dan minuman
yang di suguhkan dalam peringatan tersebut, akan tetapi yang kami sesali
adalah ada yang beranggapan bahwabentuk-bentuk peringatan yang bersifat
kebendaan itu merupakan bagian dari pada peringatan maulid Nabi Muhammad
saw.

7
Pendapat sementara yang memandang peringatan maulid nabi saw atau
peringatan keagamaan lainnyasebagai bid'ah, perbedaan kami dengan mereka
(yang membid'ahkan peringatan peringatan keagamaan)ialah mengenai
pengertian atau ta'rif tentang bid'ah dan sunnah.
Mereka yang mengatakan bahwa setiap bid'ah adalah sesat dan setiap
kesesatan tempatnya di neraka,sebagaimana yang terdapat di dalam kitab
hadits shahih. Akan tetapi mereka itu mereka itu melupakan sesuatu yang amat
penting yaitu bid'ah yang di sebut sesat (dhalalah) dan yang tempatnta di
neraka adalah bid'ah yang di sinyalir oleh Al Qur'an, yakni firman Allah :
"Mereka yang mensyariatkan sebagian dari agama sesuatu yang tidak di
izinkan Allah,,," (AL-Syura: 21)
Jadi, bid'ah yang terlarang itu ialah penambahan bentuk peribadatan (yang
pokok) di dalam agama. Hal ini sama sekali tidak terdapat dalam peringatan ke
agamaan yang di adakan, seperti peringatankeagamaannya lainnya".

 Pendapat Al-Syeikh al-Imam Sayyid Muhammad bin al-Maliki al-Hasani


Beliau adalah seorang ulama di kerajaan Arab Saudi yang
berkedudukan sebagai Mufti Mekkah.Meskipun secara formal kerajaan Arab
Saudi bermadzab Wahabi, tetapi beliau tetap sebagai ulama yang bermadzab
Maliki.
Tulisan beliau tentang Maulid Nabi Muhammad saw dalam makalah "Haul al-
Ikhtilaf bi al-Maulid al-Nabawy al-Syarif" (Sekitar peringatan Maulid Nabi
Muhammad saw yang mulia ). termaktub dalam antologi tulisan beberapa
orang ulama dan penyair Islam kenamaan berjudul Baqoh 'Ithrah, cetakan
pertama tahun 1983 yang terbit di Mekkah.Pendapatnya mengenai peringatan
Maulid Nabi saw dalam makalahnya itu antara lain : "Sebenarnya sudah terlalu
banyak orang berbicara tentang perayaan atau peringatan maulid Nabi
Muhammad saw. Sesungguhnya masih banyak soal lain yang lebih
memerlukan pemikiran kita. Pembicaraan masalah ini seolah-olah menjadi
permasalahan rutin setiap tahun, sehingga orang merasa jemu. Selama
masihbanyak pemikiran yang secara diam-diam menyalahkan-bahkan
mengharamkan-perayaan atau peringatan maulid Nabi saw, maka tidak akan

8
ada jeleknya jiaka kau berusaha memenuhi harapan kaum muslimin awwam,
yang masih merasa butuh pada penjelasan mengenai Jaiz atau
bolehnya penyelenggaraannya.
lebih baik aku tekankan lebih dahulu bahwa bentuk peringatan Maulid Nabi
Muhammad saw seperti berkumpul untuk mendengarkan riwayat hidup beliau,
menyatakan pujian-pujian dan shalawat yang memang sudah menjadi hak
beliau, kemudian di lanjutkan dengan suguhan-suguhan makanan dan lain
sebagainya guna menyemarakkan dan menggembirakan kaum muslimin
“semua boleh-boleh saja atau jaiz, tidak di larang oleh syara”.

b. Pendapat ulama’ yang mengharamkan Maulid Nabi


 Pendapat Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni Ad Dimasqi
Beliau mengatakan : “Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain
dari hari raya yang disyari’atkan (yaitu Idul Fithri dan Idul Adha)seperti
perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut
dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab, hari ke-8
Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal
-yang dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan ’Idul Abror-; ini
semua adalah bid’ahyang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang
merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah
melaksanakannya.”

 Pendapat Muhammad bin ‘Abdus Salam Khodr Asy Syuqairiy


Beliau membawakan pasal “Di bulan Rabi’ul Awwal dan Bid’ah
Maulid”. Dalam pasal tersebut, beliaurahimahullah mengatakan : “Bulan
Rabi’ul Awwal ini tidaklah dikhusukan dengan shalat, dzikr, ‘ibadah,
nafkah atau sedekah tertentu.Bulan ini bukanlah bulan yang di dalamnya
terdapat hari besar Islam seperti berkumpul-kumpul dan adanya ‘ied
sebagaimana digariskan oleh syari’at, Bulan ini memang adalah hari kelahiran
Nabi Muhammad saw dan sekaligus pula bulan ini adalah waktu wafatnya
beliau. Bagaimana seseorang bersenang-senang dengan hari kelahiran beliau
sekaligus juga kematiannya Jika hari kelahiran beliau dijadikan perayaan,
maka itu termasuk perayaan yang bid’ah yang mungkar.

9
Tidak ada dalam syari’at maupun dalam akal yang membenarkan hal ini. Jika
dalam maulid terdapat kebaikan, lalu mengapa perayaan ini dilalaikan oleh
Abu Bakar, ‘Umar, Utsman,‘Ali, dan sahabat lainnya, juga tabi’in dan yang
mengikuti mereka. Tidak disangsikan lagi, perayaan yang di ada-adakan ini
adalah kelakuan orang-orang sufi, orang yang serakah pada makanan, “orang
yang gemar menyiakan waktu dengan permainan sia-sia dan pengagung
bid’ah” Lalu beliau melanjutkan dengan perkataan yang menghujam : “Lantas
faedah apa yang bisa diperoleh, pahala apa yang bisa diraih dari penghamburan
harta yang memberatkan ”
(As Sunan wal Mubtada’at Al Muta’alliqoh Bil Adzkari wash Sholawat,138-
139)

 Pendapat Syaikh Tajuddin ‘Umar bin ‘Ali


Seorang ulama Malikiya yang lebih terkenal dengan Al Fakihaniy,
mengatakan bahwa maulid adalah bid’ah madzmumah (bid’ah yang tercela).
Beliau memiliki kitab tersendiri yang beliau namakan “Al Mawrid fil Kalam
‘ala ‘Amalil Mawlid (Pernyataan mengenai amalan Maulid)”.
Beliau mengatakan :
“Aku tidak mengetahui bahwa maulid memiliki dasar dari Al Kitab dan As
Sunnah sama sekali. Tidak ada juga dari satu pun ulama yang dijadikan
qudwah (teladan) dalam agama menunjukkan bahwa maulid berasal dari
pendapat para ulama terdahulu. Bahkan maulid adalah suatu bid’ah yang
diada-adakan, yang sangat digemari oleh orang yang senang menghabiskan
waktu dengan sia-sia, sangat pula disenangi oleh orang serakah pada makanan.
Kalaumau dikatakan maulid masuk di mana dari lima hukum taklifi (yaitu
wajib, sunnah, mubah, makruh danharam), maka yang tepat perayaan maulid
bukanlah suatu yang wajib secara ijma’ (kesepakatan paraulama) atau pula
bukan sesuatu yang dianjurkan (sunnah). Karena yang namanya sesuatu
yang dianjurkan (sunnah) tidak dicela orang yang meninggalkannya.
Sedangkan maulid tidaklah dirayakan olehsahabat, tabi’in dan ulama sepanjang
pengetahuan kami.Inilah jawabanku terhadap hal ini. Dan tidak bisa dikatakan
merayakan maulid itu mubah karena yang namanya bid’ah dalam agama –

10
berdasarkan kesepakatan para ulama kaum muslimin- tidak bisa
disebut mubah. Jadi, maulid hanya bisa kita katakan terlarang atau haram.”

 Pendapat Al Hawiy Lilfatawa Lis Suyuthi


Dari beberapa kitab dan buku diantaranya buku karangan KH.
Muhammad Nasir Muhyi (gus Nasir)."Katanya Bid'ah Ternyata Sunnah".

11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

12

Anda mungkin juga menyukai