Anda di halaman 1dari 5

SEJARAH MAULID NABI MUHAMMAD SAW

Maulid Nabi Muhammad SAW terkadang Maulid Nabi atau Maulud saja (bahasa Arab:
), adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang dalam
tahun Hijriyah jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal. Kata maulid atau milad adalah dalam
bahasa Arab berarti hari lahir. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di
masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Secara subtansi, peringatan ini
adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW


Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-
Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak, pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-
Ayyubi (1138-1193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya sendiri justru berasal dari
Sultan Salahuddin sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi
Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang
terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan
kota Yerusalem.

Hukum Memperigati Maulid Nabi Muhammad SAW


Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin rahimahullah semoga Allah membalas jerih
payahnya terhadap Islam dan kaum muslimin dengan sebaik-baik balasan- , beliau pernah
ditanya tentang hukumnya memperingati maulid Nabi ?
Maka Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin rahimahullah menjawab:
1. Malam kelahiran Rasulullah tidak diketahui secara qathi (pasti), bahkan sebagian
ulama kontemporer menguatkan pendapat yang mengatakan bahwasannya ia terjadi pada
malam ke 9 (sembilan) Rabiul Awwal dan bukan malam ke 12 (dua belas). Jika demikian
maka peringatan maulid Nabi Muhammad yang biasa diperingati pada malam ke 12 (dua
belas) Rabiul Awwal tidak ada dasarnya, bila dilihat dari sisi sejarahnya.
2. Di lihat dari sisi syari, maka peringatan maulid Nabi juga tidak ada dasarnya. Jika
sekiranya acara peringatan maulid Nabi rdisyariatkan dalam agama kita, maka pastilah acara
maulid ini telah di adakan oleh Nabi atau sudah barang tentu telah beliau anjurkan kepada
ummatnya. Dan jika sekiranya telah beliau laksanakan atau telah beliau anjurkan kepada
ummatnya, niscaya ajarannya tetap terpelihara hingga hari ini, karena Allah taala berfirman
:
Sesungguhnya Kami-lah yang telah menurunkan Al Quran dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya. Q.S; Al Hijr : 9 .
Dikarenakan acara peringatan maulid Nabi tidak terbukti ajarannya hingga sekarang ini,
maka jelaslah bahwa ia bukan termasuk dari ajaran agama. Dan jika ia bukan termasuk dari
ajaran agama, berarti kita tidak diperbolehkan untuk beribadah kepada Allah dan
mendekatkan diri kepada-Nya dengan acara peringatan maulid Nabi tersebut.
Allah telah menentukan jalan yang harus ditempuh agar dapat sampai kepada-Nya, yaitu
jalan yang telah dilalui oleh Rasulullah , maka bagaimana mungkin kita sebagai seorang
hamba menempuh jalan lain dari jalan Allah, agar kita bisa sampai kepada Allah?. Hal ini
jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak Allah, karena kita telah membuat syariat
baru pada agama-Nya yang tidak ada perintah dari-Nya. Dan ini pun termasuk bentuk
pendustaan terhadap firman Allah taala :
Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai islam itu jadi agama bagimu. Q.S; Al-Maidah :
3.
Maka kita perjelas lagi, jika sekiranya acara peringatan maulid Nabi termasuk bagian
dari kesempurnaan dien (agama), niscaya ia telah dirayakan sebelum Rasulullah meninggal
dunia. Dan jika ia bukan bagian dari kesempurnaan dien (agama), maka berarti ia bukan dari
ajaran agama, karena Allah taala berfirman: Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk
kamu agamamu.
Maka barang siapa yang menganggap bahwa ia termasuk bagian dari kesempurnaan dien
(agama), berarti ia telah membuat perkara baru dalam agama (bidah) sesudah wafatnya
Rasulullah , dan pada perkataannya terkandung pendustaan terhadap ayat Allah yang mulia
ini (Q.S; Al-Maidah : 3) .
Maka tidak diragukan lagi, bahwa orang-orang yang mengadakan acara peringatan
maulid Nabi , pada hakekatnya bertujuan untuk memuliakan (mengagungkan) dan
mengungkapkan kecintaan terhadap Rasulullah SAW, serta menumbuhkan ghirah (semangat)
dalam beribadah yang di peroleh dari acara peringatan maulid Nabi tersebut. Dan ini semua
termasuk dari ibadah. Cinta kepada Rasulullah termasuk ibadah, dimana keimanan seseorang
tidaklah sempurna hingga ia mencintai Nabi melebihi kecintaannya terhadap dirinya sendiri,
anak-anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia. Demikian pula bahwa memuliakan
(mengagungkan) Rasulullah termasuk dari ibadah. Dan juga yang termasuk kedalam kategori
ibadah adalah menumbuhkan ghirah (semangat) dalam mengamalkan syariat Nabinya .

Sejarah Munculnya MAulid NAbi Muhammad SAW


Sesungguhnya penyelenggaraan perayaan yang memperingati peristiwa-perisiwa Islam
tertentu yang kemudian dijadikan sebagai perantara untuk mendapat berkah itu, pada
mulanya hanya dikenal oleh kelompok kebatinan yang buruk. Mereka adalah Bani Ubaid Al
Qaddah yang menamakan dirinya sebagai Fatimiyyun.
Upacara maulid adalah termasuk perbuatan yang dicontohkan oleh para ahli
penyimpangan dan kesesatan, sesungguhnya orang yang pertama yang memunculkan
perayaan upacara maulid adalah orang-orang dari Bani Fatimiyyun dari golongan Ubaidiyyun
yang hidup dikurun waktu ke-4 Hijriyah.
Mereka ini sengaja mengklaim dirinya sebagai pengikut Fathimah radhiallahu anha secara
dzalim dan untuk mencemarkan nama baiknya padahal sebenarnya mereka adalah
sekelompok orang-orang Yahudi atau ada yang mensinyalir bahwa mereka dari orang Majusi
(penyembah api) bahkan ada yang mengatakan mereka berasal dari kelompok Atheis.
Pendapat lain, seperti Imam As Suyuthi dalam Husnul Maqshud fi Amal Al Maulid
menegaskan:
Orang yang pertama kali mengadakan peringatan hari Maulid Nabi adalah penduduk Irbal,
Raja Agung Abu Said Kau Kaburi bin Zainuddin Ali bin Bakitkin, seorang raja negeri
Amjad.
Dan ini diikuti oleh Syaikh Muhammad bin Abu Ibrahim Alu Syaikh:
Bidah peringatan Maulid Nabi ini, pertama kali diadakan oleh Abu Said Kau Kaburi pada
abad ke-6 H
Syaikh Hamud Tuwaijiri:
Upacara peringatan maulid adalah bidah dalam Islam yang diadakan oleh sulthan Irbal pada
akhir abd ke-6H atau pada awal abad ke-7H.
Al Ubaidiyyun memasuki Mesir 362H dan raja terakhirnya Al Adhid meninggal
567H, sedangkan penguasa Irbal dilahirkan 549H dan meninggal 630H, ini menjadi bukti
bahwa kelompok Ubadiyyun lebih dahulu daripada penguasa Irbal -Al Malik Al Mudzaffar-
dalam mengadakan upacara peringatan maulid Nabi.
Bukan tidak sah mengatakan bahwa penguasa Irbal adalah orang yang pertama kali
mengadakan Maulid Nabi di Maushil, karena yang dilakukan Al Ubaidiyyun diadakan di
negeri sendiri -Mesir, seperti yang dijelaskan dalam buku-buku sejarah. Wallahu alam.

Maulid Nabi tidak di bolehkan


Jutaan umat Islam di seluruh belahan dunia memperingati tanggal 12 Rabiul Awwal
setiap tahun, memperingati hari kelahiran Rasulullah saw. Kaum muslimin saling memberi
ucapan selamat, hadiah, dan aneka hidangan yang dipersiapkan untuk peringatan tersebut,
bahkan penjual aneka makanan mendapatkan pesanan yang beragam dan melimpah, sesuai
kebiasaan dan tradisi khas tempat masing-masing.
Waktu berjalan, peringatan maulid Nabi berkembang secara resmi di kalangan pejabat,
raja dan pemimpin umat Islam dengan saling memberi ucapan selamat, doa-doa
keberkahan, bagi-bagi hadiah untuk penghafal Al Quran, orasi dan pidato politik.
Pertanyaannya adalah, Kapan peringatan maulid Nabi bermula ?
Apakah peringatan maulid Nabi di benarkan dalam Islam ?
Apa hukumnya secara syariah memperingati maulid ini?
Pertanyaan-pertanyaan yang terus terulang saat ada peringatan maulid setiap tahunnya.
Bersamaan dengan itu, masih ada perdebatan seputar hukum memperingati maulid, meskipun
Rasulullah saw sendiri tidak pernah memperingati hari kelahirannya, begitu juga dengan para
sahabat dan tabiin yang merupakan generasi pilihan.
1. Tradisi Fathimiyyah
Sumber-sumber sejarah menceritakan bahwa, di Mesir ada sekelompok pendukung
Fathimah putri Nabi, mereka disebut Fathimiyyin, mereka lah pertama kali yang mengadakan
peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad. Mereka mengadakan peringatan secara besar-
besaran, mereka membagi-bagikan aneka makanan. Di samping memperingati kelahiran
Nabi, mereka juga memperingati hari-hari kelahiran keluarga ahlul bait Nabi saw.
Inilah kenyataan sejarah yang menjadikan sebagian ulama fiqh menolak mutlak
peringatan Nabi, dan memasukkan katagori bidah dalam urusan agama yang tidak ada dasar
hukumnya. Rasulullah saw tidak pernah memperingati hari kelahirannya sepanjang hidupnya,
begitu juga para sahabat dan tabiin.
:

Barangsiapa yang membuat hal baru dalam urusan agama kami yang tidak ada dasar
hukumnya, maka ia tertolak. Artinya tidak termasuk dari ajaran Islam.
Para penentang perayaan maulid juga bersandar para praktek perayaan maulid ketika masa
Fathimiyyin yang lebih cenderung berlebihan dalam menyebarkan ajaran syiah. Tujuan dari
peringatan ini, sebagaimana yang dilihat oleh ahli fiqh sekaligus dai, Abdul Karim Al
Hamdan, adalah penyebaran aqidah syiah dengan kedok cinta keluarga Nabi dan disertai
dengan praktek-praktek yang tidak diperbolehkan hukum, seperti berlebihan di dalam
menghormati pemimpin dengan cara-cara sufiestik yang sudah menjerus pada kultus
individu, berdoa kepada selain Allah, bernadzar kepada selain Allah swt. Inilah bentuk-
bentuk peringatan maulid Nabi semenjak kelomopk Fathimiyyin sampai sekarang, baik di
Mesir atau di belahan dunia lainnya.

Mengapa Kita Tidak Memperingati ?


Dalam sudut pandang yang berbeda, Dr. Muhammad Alawi Al Maliki Al Husni, seorang
ahli fiqh, memandang bolehnya memperingati maulid Nabi dengan diisi kegiatan yang
bertujuan mendengarkan sejarah perjalanan hidup Nabi saw dan memperdengarkan pujian-
pujian terhadapnya. Ada kegiatan memberi makan, menyenangkan dan memberi
kegembiraan terhadap umat Islam. Meskipun ia menekankan tidak adanya pengkhususan
peringatan pada malam hari tertentu, karena itu termasuk katagori bidah yang tidak ada
dasarnya dalam agama.
Riwayat dari Rasulullah saw, bahwa beliau mengagungkan hari kelahirannya, beliau
bersyukur kepada Allah pada hari itu, atas nikmat diciptakan dirinya dimuka bumi dengan
membawa misi rahamatan lilalalmin, mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.
Ketika Rasulullah saw ditanya tentang sebab beliau berpuasa pada hari Senin dalam setiap
pekan, beliau bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, (
) . Itu hari, saya dilahirkan.
Terkait bahwa para sahabat dan tabiin tidak melaksanakan maulid, Dr Al Husni mengatakan,
Apa yang tidak dikerjakan oleh salafus shaleh generasi awal Islam, tidak otomatis menjadi
bidah yang tidak boleh dikerjakan. Justru perlu dikembalikan kepada persoalan aslinya, yaitu
sesuatu yang membawa mashlahat secara syari menjadi wajib hukumnya, sebaliknya sesuatu
yang menjerumuskan kepada haram, maka hukumnya haram.
Menurut padangan Dr. Al Husni, jika memperingati maulid Nabi membawa mashlahat secara
syari, maka hukumnya dianjurkan, karena di dalamnya ada kegiatan dzikir, sedekah, memuji
Rasul, memberi makan fakir-miskin, dan kegiatan lainnya yang diperbolehkan karena
membawa manfaat.

Tergantung Kegiatan
Sebagian ulama mengingkari peringatan maulid, karena di dalamnya bercampur dengan
bidah dan kemungkaran yang terjadi sebelum abad Sembilan Hijriyah, dengan bersandar
pada hukum asli, yaitu Menolak kerusakan lebih di dahulukan dari pada meraih
mashalahat.
Ulama ahli Fiqh dari madzhab Maliki, Tajuddin Al Fakihani juga membolehkan. Sebagian
ada yang malah menganjurkan, seperti Imam Jalaluddi As Suyuthi dan Ibnu Hajar Al
Asqalani, namun mereka mengingkari praktek-praktek bidah. Pendapat mereka ini bersandar
pada
firman Allah swt, { } Dan ingatkanlah mereka dengan hari-hari Allah.
Sejumlah ulama Al Azhar, terutama Syaikh Athiyyah Shaqr rahimahullah, telah berfatwa
tentang dibolehkannya memperingati maulid Nabi dengan syarat.
Fatwa itu tertuang sebagai berikut, Rasulullah saw telah menetapkan bahwa hari di
mana beliau dilahirkan memiliki keutamaan dibanding dengan hari-hari lainnya. Setiap
mukmin hendaknya bersungguh-sungguh dalam meraih keagungan pahala, mengutamakan
amal. Itulah alasan memperingati hari ini. Dan bersyukur kepada Allah swt atas pemberian-
Nya yang sangat besar, berupa kelahiran Nabi akhir zaman yang memberi petunjuk kepada
kita menuju syariat-Nya yang membawa kelestarian. Namun dengan syarat tidak
membuatkan gambar-gambarnya secara khusus. Bahkan dengan lebih mendekatkan diri
kepada Allah swt atas apa yang disyariatkan, mengenalkan manusia keutamaan dan
keagungan pribadi Rasul, tidak keluar dari koridor syariat dan berubah menjadi hal yang
diharamkan secara hukum, seperti ikhthilat atau campur baur laki-laki dan perempuan,
cenderung kepada kegiatan yang tidak ada gunanya dan hura-hura, tidak menghormati
baitullah, dan termasuk yang dikatagorikan bidah adalah tawasul terhadap kuburan, sesuatu
yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan bertentangan dengan adab.
Jika yang dominan adalah kegiatan-kegiatan seperti di atas, maka yang diutamakan
adalah mencegah kerusakan sebagaimana kaidah ushul. Mencegah kerusakan lebih
didahulukan dari pada meraih maslahat.
Namun jika hal-hal positif lebih dominan dan manfaat secara syari didapatkan, maka
tidak ada larangan memperingati maulid Nabi dengan tetap mengantisipasi hal-hal negatif
sesuai kemampuan. Allahu alam

Anda mungkin juga menyukai