Anda di halaman 1dari 9

Sejarah Peringatan Maulid Nabi 

SAW
Filed under: Ilmu Islam — 6 Komentar
Februari 4, 2012
 
 
 
 
 
 
4 Votes

The Sultan Salahuddin Abdul Aziz Mosque in Shah Alam (Photo credit: Fizal’s Photography)

Menurut sejarah ada dua pendapat yang menengarai awal munculnya tradisi Maulid.

Pertama, tradisi Maulid pertama kali diadakan oleh khalifah Mu’iz li Dinillah, salah seorang
khalifah dinasti Fathimiyyah di Mesir yang hidup pada tahun 341 Hijriyah.
Kemudian, perayaan Maulid dilarang oleh Al-Afdhal bin Amir al-Juyusy dan kembali marak
pada masa Amir li Ahkamillah tahun 524 H. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Al-Sakhawi
(w. 902 H), walau dia tidak mencantumkan dengan jelas tentang siapa yang memprakarsai
peringatan Maulid saat itu.

Kedua, Maulid diadakan oleh khalifah Mudhaffar Abu Said pada tahun 630 H yang mengadakan
acara Maulid besar-besaran.
Saat itu, Mudhaffar sedang berpikir tentang cara bagaimana negerinya bisa selamat dari
kekejaman Temujin yang dikenal dengan nama Jengiz Khan (1167-1227 M.) dari Mongol.
Jengiz Khan, seorang raja Mongol yang naik tahta ketika berusia 13 tahun dan mampu
mengadakan konfederasi tokoh-tokoh agama, berambisi menguasai dunia.
Untuk menghadapi ancaman Jengiz Khan itu Mudhaffar mengadakan acara Maulid.

Tidak tanggung-tanggung, dia mengadakan acara Maulid selama 7 hari 7 malam.


Dalam acara Maulid itu ada 5.000 ekor kambing, 10.000 ekor ayam, 100.000 keju dan 30.000
piring makanan.
Acara ini menghabiskan 300.000 dinar uang emas. Kemudian, dalam acara itu Mudhaffar
mengundang para orator untuk menghidupkan nadi heroisme Muslimin.
Hasilnya, semangat heroisme Muslimin saat itu dapat dikobarkan dan siap menjadi benteng
kokoh Islam.
Sejatinya, dua pendapat di atas sama-sama benar.
Alasannya, karena peringatan Maulid tidak pernah ada sebelum abad ketiga dan diadakan
pertama kali oleh Mu’iz li Dinillah, dan ini hanya bertempat di Kairo dan masih belum tercium
ke lain daerah.

Sedangkan Mudhaffar adalah orang pertama yang memperingati Maulid di Irbil, yang dari
Mudhaffar inilah peringatan Maulid mendunia.

MAULID DAN JIHAD


Pada masa Islam sedang mendapat serangan-serangan gelombang demi gelombang dari berbagai
bangsa Eropa (Prancis, Jerman, Inggris). Inilah yang dikenal dengan Perang Salib atau The
Crusade. Perang salib I digelorakan oleh Paus Urban II.
Pada tahun 1099 laskar Eropa merebut Yerusalem dan mengubah Masjid al-Aqsa menjadi
gereja! Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan (jihad) dan persaudaraan
(ukhuwah), sebab secara politis terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan, meskipun
khalifah tetap satu, yaitu Bani Abbas di Bagdad, sebagai lambang persatuan spiritual.

Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara
mempertebal kecintaan umat kepada nabi mereka. Dia mengimbau umat Islam di seluruh dunia
agar hari lahir Nabi Muhammad saw., 12 Rabiul Awal, yang setiap tahun berlalu begitu saja
tanpa diperingati, kini dirayakan secara massal.

Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni Salahuddin, melainkan usul dari iparnya,
Muzaffaruddin Gekburi, yang menjadi atabeg (semacam bupati) di Irbil, Suriah Utara.
Untuk mengimbangi maraknya peringatan Natal oleh umat Nasrani, Muzaffaruddin di istananya
sering menyelenggarakan peringatan maulid nabi, cuma perayaannya bersifat lokal dan tidak
setiap tahun.

Adapun Salahuddin ingin agar perayaan maulid nabi menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh
dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan sekadar perayaan ulang tahun biasa.
Pada mulanya gagasan Salahuddin ditentang oleh para ulama, sebab sejak zaman Nabi
peringatan seperti itu tidak pernah ada.
Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idulfitri dan Iduladha.

Akan tetapi Salahuddin menegaskan bahwa perayaan maulid nabi hanyalah kegiatan yang
menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat
dikategorikan bid`ah yang terlarang.
Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah An-Nashir di Bagdad, ternyata khalifah
setuju.

Maka pada ibadah haji bulan Zulhijjah 579 Hijriyah (1183 Masehi), Sultan Salahuddin al-
Ayyubi sebagai penguasa Haramain (dua tanah suci Mekah dan Madinah) mengeluarkan
instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing
segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580
Hijriah (1184 Masehi) tanggal 12 Rabiul-Awwal dirayakan sebagai hari maulid nabi dengan
berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.

Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan maulid nabi yang
pertama kali tahun 1184 (580 Hijriah) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat
Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin.

Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang
menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai Kitab
Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan
maulid nabi.
Ternyata peringatan maulid nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil
yang positif.
Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali.
Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 Hijriah) Yerusalem
direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjid al-Aqsa menjadi masjid kembali
sampai hari ini.

MAULID SEBAGAI SEBUAH BID’AH


Hal baru yang tidak ada di masa para pendahulu (salaf salih) tidak bisa diklaim sebagai bid’ah
sesat secara keseluruhan.

Bila sedemikian, maka banyak sekali tradisi-tradisi —yang memiliki tendensi hukum syara sebab
dicakup oleh kaidah universal— diklaim sebagai bid’ah sesat.

Tentang bid’ah, Imam Syafi’i, Izzuddin bin Abdissalam, Imam Nawawi dan banyak imam lain
mengatakan bahwa bid’ah diklasifikasi menjadi lima.

Ada wajibah, mandubah, makruhah, mubahah dan muharrmah. Termasuk tradisi peringatan
Maulid.
Ulama sepakat bahwa tradisi Maulid bukan sunnah.
Bahkan, bila ada yang meyakini bahwa tradisi Maulid harus diadakan pada hari-hari tertentu
maka dia telah berbuat bid’ah (ibtida’) yang keji dalam agama.
Demikian ini telah ditegaskan Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki.

Menurutnya, tradisi Maulid adalah bid’ah yang hasanah (mandubah). Dia mengatakan, tradisi
Maulid dinilai bid’ah dilihat dari sisi berkumpul bersama-sama dan dinilai hasanah karena
memiliki tendensi-tendensi hukum syara dalam entri-entri kegiatan di dalamnya.

Di dalam peringatan Maulid terdapat dzikir, shalawat, memuliakan Nabi dan sedekah, yang
kesemuanya dianjurkan oleh syara.
Pendapat lain juga dijelaskan oleh Abu Bakar Sayyid Bakri ibn Sayid Muhammad Syatha al-
Dimyathi.
Dia mengutip banyak pendapat yang sepakat atas hukum bid’ah hasanahnya memperingati
Maulid, diantaranya, pendapat Imam Suyuthi, Imam as-Subki, Ahmad bin Zaini Dahlan dan
Imam Abu Syamah.Abu Syamah mengatakan memperingati Maulid adalah paling baiknya
bid’ah.

Perayaan Maulid itu, di samping juga sebagai momen bersedekah, sebagai bukti akan
kebahagiaan dan kecintaan Muslimin kepada Nabi Muhammad saw.
Untuk hal ini, ada baiknya dikutip pendapat Ibnu Taimiyah. Ibnu Taimiyah mengatakan
Muslimin yang memperingati Maulid atas niat yang tulus dan atas dasar cinta kepada Nabi
Muhammad saw, maka akan mendapat pahala, bukan atas bid’ahnya.

Oleh karena itu, pada saat yang sama Ibnu Taimiyah memberikan solusi agar bid’ah yang terjadi
dalam peringatan Maulid diganti dengan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan syara.
Jadinya, peringatan Maulid akan mendapatkan pahala penuh.

MAULID SEBAGAI MEDIA DAKWAH


Di era ini Muslimin berada dalam hegemoni Barat dan cenderung menjadi bulan-bulanan.
Tidak jarang Muslimin saat ini menangkap informasi tidak berimbang dan selalu
menguntungkan Barat.

Padahal, sudah menjadi rahasia umum bahwa sejarah Barat adalah sejarah kebohongan yang
ditampilkan dalam frame yang begitu sistematis.
Pada keterjebakan posisi ini Muslimin mendambakan kembalinya kejayaan Islam pada abad-
abad terdahulu dan Muslimin tahu bahwa kekalahan Muslimin berada pada titik kurangnya
konsolidasi antar-negara Islam dunia.

Pertanyaan, di mana kiprah OKI (Organisasi Konfrensi Islam) selaku organisasi persatuan Islam
dunia, sering muncul namun tidak pernah mendapat jawaban riil.
Artinya, momen-momen show of force (unjuk kekuatan), seperti peringatan Maulid dan
perayaan besar lainnya, sudah sepantasnya tidak dibiarkan berlalu begitu saja.
Momen-momen besar Islam seperti itu sangat berpotensi dan efektif untuk menghidupkan nadi
heroisme Muslimin, bukan hanya pada taraf nasional tapi internasional.

Bahkan, kesempatan ini dinilai sebagai target utama diperingatinya hari kelahiran Nabi
Muhammad ini.
Bila kembali pada sejarah, di atas sudah dijelaskan bahwa peringatan Maulid awal mulanya
diadakan sebagai langkah untuk menyalakan api semangat dalam tubuh Muslimin ketika
berhadapan dengan ancaman asing.
Padahal, untuk masa ini Muslimin lebih berkepentingan untuk menyalakan kembali semangat
Islam.

Karena kondisi masa yang sedemikian ruwet, dan ditambah dengan keterjebakan Muslimin di
bawah hegemoni asing, sudah saatnya peringatan Maulid tidak dilihat dari sisi bid’ah hasanah-
nya, sebab sisi ini telah disepakati memiliki ekses yang positif bagi Muslimin.

Tapi dipandang dari sisi sebagai momen konfederasi-konsolidasi Muslimin tingkat internasional
demi ‘izzul Islam wal muslimin.
Kaum muslimin rahimakumullah,

Kita telah memasuki bulan Rabiul Awwal. Sudah menjadi tradisi kaum muslimin di
seluruh dunia memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw. pada 12 Rabiul
Awwal,  atau biasa dikenal dengan peringatan Maulid Nabi.   Berbagai bentuk
peringatan diadakan oleh mayoritas umat Islam di Indonesia, baik di kantor-kantor,
maupun di perumahan dan perkampungan, dari kota besar hingga ke pelosok-pelosok
daerah. 

Kaum muslimin rahimakumullah,

Sebagian saudara kita tidak mau mengadakan acara peringatan Maulid Nabi saw
dengan pendapat bahwa peringatan maulid itu tidak dilakukan di masa Nabi saw.
Sehingga mereka khawatir bahwa itu perbuatan bid’ah yang dilarang oleh Islam. Atau
bila dilaksanakan dengan menyerupai umat Nasrani yang memperingati hari kelahiran
Nabi Isa a.s dengan perayaan Natal Yesus Kristus maka itu juga dilarang berdasarkan
larangan menyerupai suatu kaum sebagaimana disebut dalam hadits Nabi saw.:

“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dalam golongan kaum itu”
(Sunan abu Dawud Juz 4/78).

Tentu saja pendapat dan sikap tersebut perlu kita hormati dan tidak perlu menjadikan
perpecahan di antara kita sesama umat Islam. Hanya saja, bukan berarti yang tidak
dikerjakan Rasulullah saw adalah pasti bid’ah sesat dan pasti masuk neraka pelakunya.
Sebab, tatkala Umar bin Khatthab r.a. mengusulkan pengumpulan dan pembukuan Al
Quran, Khalifah Abu Bakar r.a. juga khawatir karena Rasulullah saw tidak
mengerjakannya. Namun Umar r.a. berhasil meyakinkan Khalifah As Shiddiq r.a bahwa
itu adalah perbuatan baik yang tidak bertentangan dengan syariat. Ibnu Hajar Asqalany
menyebut pembukuan Al Quran oleh Khalifah Abu Bakar itu masuk dalam bab membuat
sunnah hasanah (tradisi yang baik) sesuai hadits Rasul :

“Siapa saja yang membuat suatu tradisi yang baik (tidak bertentangan dengan syariat)
maka dia mendapatkan pahala dan pahala orang yang mengerjakannya”

Maka tidaklah seseorang setelah Abu Bakar r.a mengumpulkan Al Quran melainkan
beliau akan mendapatkan pahala serupa dengannya hingga hari kiamat (lihat Fathul
Baari Syarah Sahih Bukhari Juz 9/13).

Kaum muslimin rahimakumullah,

Menurut catatan sejarah (lihat ensliklopedia Wikipedia), perayaan Maulid Nabi  pertama
kali dibuat pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (1138-1193).
Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW serta
meningkatkan semangat juang kaum muslimin dalam Perang Salib melawan pasukan
Kristen Eropa dalam upaya merebut kota Al Quds (Yerusalem) dan sekitarnya.   

Dengan peringatan Maulid, Sultan Shalahudin Al Ayyubi  berhasil menggelorakan


semangat jihad tentara mujahidin yang beliau miliki hingga berhasil mengalahkan
pasukan tentara gabungan salib dari Eropa yang dipimpin oleh Raja Inggris Richard
Lion Heart dan mengembalikan Palestina dan Masjidil Aqsha ke tangan kaum
muslimin.  

Dengan demikian, berkobarnya semangat jihad fi sabilillah, yakni memerangi musuh


agar bendera kalimat tauhid Lailahaillallah Muhammad Rasulullah  sebagai satu-satunya
bendera yang berkibar di bumi Islam Palestina, itulah api sejarah Maulid yang diadakan
oleh Sultan Shalahudin al Ayyubi. Allahu Akbar!

Kaum muslimin rahimakumullah,

Oleh karena itu, jika hari ini kita memperingati maulid Nabi saw., maka mari kita ikuti
jejak Sultan Shalahuddin Al Ayyubi sebagai orang yang pertama kali memperingati
maulid untuk tujuan membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta
meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat ini. Apalagi bumi Palestina dan
Masjidil Aqsha hari ini sedang dibawa cengkeraman kaki penjajah Zionis Yahudi Israel.  

Dalam kondisi tanah Palestina dan Masjidil Aqsha dikuasai Zionis Israel, kewajiban para
penguasa muslim di seluruh dunia Islam adalah membangkitkan semangat jihad kaum
muslimin dan mengirim tentara regular maupun kopassusnya untuk membebaskan
Palestina dan al Aqsha dari pendudukan Yahudi Israel hingga Israel mengembalikan
semua tanah Palestina yang mereka rampas dari kaum muslimin sejak mereka
dimigrasikan imperialis Inggris ke tanah itu pasca perang dunia pertama pada tahun
1920-an. Dan kewajiban kaum muslimin, khususnya para ulama dan pimpinan umat
Islam melakukan amar ma’ruf kepada penguasa muslim dengan mengingatkan kembali
para penguasa muslim agar melaksanakan kewajiban tersebut.  

Di sinilah momentum peringatan maulid Nabi saw bisa digunakan untuk menguraikan
kembali sejarah perjuangan dan jihad baginda Nabi Muhammad saw. hingga
mendapatkan berbagai pertolongan Allah dan kemenangan dari Perang Badar sampai
penaklukan kota Mekkah (Fathu Makkah) dan masuknya seluruh wilayah Jazirah Arab
ke dalam wilayah kekuasaan baginda Rasulullah saw. yang diabadikan oleh Allah SWT
dalam Al Quran Surat Al Fath, An Nashr, dan berbagai surat lainnya. Bagus sekali bila
para ulama, habaib, dan muballigh yang berbicara pada acara peringatan maulid 
menerangkan tafsir dari Surat Al Fath 1-3 yang biasa dibaca dalam kitab maulid.
Misalnya Tafsir Jalalain  menerangkan ayat innaa fatahna laka fathan mubiina sebagai
berikut:

“Sesungguhnya kami putuskan pembebasaan kota Mekkah dan kota-kota lainnya di


masa mendatang dengan jihad yang engkau (Muhammad saw.) lakukan sebagai
kemenangan yang nyata”.

Pembacaan tafsir itu akan memberikan pencerahan bahwa kemenangan yang nyata itu
diperoleh oleh Baginda Rasulullah saw dengan amal jihad yang beliau lakukan setelah
beliau menjadi kepala negara di kota Madinah.  Sehingga delapan tahun kemudian,
yakni pada tahun 8 Hijrah Rasulullah saw, berhasil masuk kota Mekkah dengan
kekuatan 10 ribu tentara mujahidin hingga Abu Sofyan, pemimpin kota Mekkah, buru-
buru menyerah dan masuk Islam. Allahu Akbar!
 
Juga bisa ditambahkan uraian berbagai penaklukan wilayah dunia di masa Khalifah
Rasyidah yang empat, khususnya penaklukan-penaklukan spektakuler di masa Khalifah
Umar bin Khatthab yang berhasil menaklukkan Persia dan memukul mundur Kaisar
Rumawi dari Syam ke Konstantinopel pada tahun 15H. Dan perlu dikisahkan sejarah
perjuangan dan jihad Sultan Shalahuddin Al Ayyubi yang berhasil mengungguli tentara
gabungan salib dari Eropa dan membuat Raja Richard menarik seluruh pasukannya
untuk kembali ke Eropa.

Ini semua untuk meningkatkan keimanan dan kecintaan umat Islam kepada Allah,
Rasulullah, dan jihad fi sabilillah yang merupakan kewajiban tertinggi sebagaimana
disebut dalam Al Quran Surat At Taubah 24. Semoga dengan peringatan maulid yang
diadakan jamaah yang hadir dapat mengkristalkan semangat jihad fi sabilillah dalam diri
mereka.

Kaum muslimin rahimakumullah,

Tugas mulia umat Islam hari ini adalah memilih presiden yang mampu menjadikan
negara kita negara yang maju dan kuat dengan menerapkan syariat Islam, syariat Allah
Yang Maha Kuasa, sebagai hukum yang berlaku yang menebarkan keadilan dan
kesejahteraan bagi seluruh warga negara, bahkan mampu menyebarkannya ke seluruh
dunia serta membebaskan mereka yang terjajah dan tertindas, sebagai bentuk riil dari
kerahmatan Islam bagi seluruh alam. Allah SWT berfirman:

Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam. (QS. Al Anbiya 107).

Baarakallah lii walakum…

Bismillah, Peringatan maulid nabi pertama kalinya dilaksanakan atas prakarsa Sultan Salahuddin
Yusuf al- Ayyubi (memerintah tahun 1174-1193 Masehi atau 570-590 Hijriah) dari Dinasti Bani
Ayyub, yang dalam literatur sejarah Eropa dikenal dengan nama “Saladin”. Meskipun
Salahuddin bukan orang Arab melainkan berasal dari suku Kurdi, pusat kesultanannya berada di
Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan
Semenanjung Arabia. Pada masa itu dunia Islam sedang mendapat serangan-serangan
gelombang demi gelombang dari berbagai bangsa Eropa (Prancis, Jerman, Inggris). Inilah yang
dikenal dengan Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 laskar Eropa merebut
Yerusalem dan mengubah Masjid al-Aqsa menjadi gereja! Umat Islam saat itu kehilangan
semangat perjuangan (jihad) dan persaudaraan (ukhuwah), sebab secara politis terpecah-belah
dalam banyak kerajaan dan kesultanan, meskipun khalifah tetap satu, yaitu Bani Abbas di
Bagdad, sebagai lambang persatuan spiritual. Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam
harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada nabi mereka. Dia
mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad saw., 12 Rabiul Awal,
yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini dirayakan secara massal.
Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni Salahuddin, melainkan usul dari iparnya,
Muzaffaruddin Gekburi, yang menjadi atabeg (semacam bupati) di Irbil, Suriah Utara. Untuk
mengimbangi maraknya peringatan Natal oleh umat Nasrani, Muzaffaruddin di istananya sering
menyelenggarakan peringatan maulid nabi, cuma perayaannya bersifat lokal dan tidak setiap
tahun. Adapun Salahuddin ingin agar perayaan maulid nabi menjadi tradisi bagi umat Islam di
seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan sekadar perayaan ulang
tahun biasa. Pada mulanya gagasan Salahuddin ditentang oleh para ulama, sebab sejak zaman
Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama
cuma ada dua, yaitu Idulfitri dan Iduladha. Akan tetapi Salahuddin menegaskan bahwa
perayaan maulid nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan
yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang. Ketika Salahuddin
meminta persetujuan dari Khalifah An-Nashir di Bagdad, ternyata khalifah setuju. Maka pada
ibadah haji bulan Zulhijjah 579 Hijriyah (1183 Masehi), Sultan Salahuddin al- Ayyubi sebagai
penguasa Haramain (dua tanah suci Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada
seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera
menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah
(1184 Masehi) tanggal 12 Rabiul-Awwal dirayakan sebagai hari maulid nabi dengan berbagai
kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam. Salah satu kegiatan yang diadakan oleh
Sultan Salahuddin pada peringatan maulid nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 Hijriah)
adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi
dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti
kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far al- Barzanji*).
Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di
kampung- kampung pada peringatan maulid nabi. Ternyata peringatan maulid nabi yang
diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam
menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan,
sehingga pada tahun 1187 (583 Hijriah) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa
Eropa, dan Masjid al-Aqsa menjadi masjid kembali sampai hari ini.

Anda mungkin juga menyukai