Anda di halaman 1dari 2

.

Kebudayaan Mulid Nabi Muhammad

Seseorang yang memiliki predikat mulia dihadapan semua makhluk yang ada di antreo jagat raya,
tidak lain dan tidak bukan ialah Muhammad seorang putra dari pasangan Siti Aminah dan Abdullah
sekaligus sebagai khatamun nabiyyin. Kota Mekkah adalah tempat lahirnya manusia paling mulia ini
tercatat pada hari senin, 12 Rabiulawal 571 Masehi. Dimana keadaan orang arab pada saat itu masih
kental dengan budaya jahilliyyah-nya. Pohon disembah, Patung-patung diagungkan, api dianggap
tuhan, kaum hawa dilecehkan dan, mabuk dan judi dijadikan sebagai tradisi sehari-hari. Seperti itulah
zaman sebelum Rasulullah Saw hadir di muka bumi. Kelahirannya menjadi sebuah momentum bagi
ummat muslim yang harus diperingati setiap tahunnya terlebih pasca beliau wafat.

Tak heran bagi kita semua dengan adanya tradisi perayaan maulid nabi di setiap negara termasuk
indonesia. Kerana pada dasarnya agama islam melintasi ruang dan waktu, terkadang bertemu dengan
tradisi lokal yang bervariatif. Saat Islam dikombinasikan dengan tradisi lokal, wajah Islam akan
berbeda dari tempat satu dengan lainnya. Dari masalah ini dapt kita ambil point pentingnya adalah
bahwa islam itu sendiri sebenarnya muncul sebagai produk lokal yangvdiuniversalisasikan,
kemudian islam mendapat julukan Islam universal. Islam yang lahir di jazirah arab, tepatnya daerah
Hijaz, pada waktu itu ditunjukan sebagai jawaban dari apa yang di persoalkan yang berkembang
disana, yang disebut islam sebagai produk lokal. Setelah itu Islam Arab mengalami proses dinamisasi
kebudayaan dan peradaban karena bertemu dengan budaya Yunani dan Persia.

isini jelas bahwa keberadaan tradisi lokal sangatlah memperkaya khazanah keislaman. Setiap tradisi
lokal itu memiliki validitas yang diakui keberadaannya sebagai bagian dari Islam, yang posisinya
sederajat. Sebuah tradisi lokal masyarakat Indonesia yang sampai saat ini masih hidup dan
berkembang adalah tradisi maulidan. Esensi dari tradisi ini dianggap sebagai ritual keagamaan yang
dilakukan dengan tujuan untuk mengenang dan mendoakan Baginda Muhammad Saw.

Bagi umat muslim yang merayakan ritual ini mereka mengemukakan dalil-dalil pendukung seperti
argumentasi yang diterangkan oleh Ibn Hajar al-Asqalani ketika ditanya mengenai ritual menyambut
kelahiran Rasulillah Saw, beliau memberi argumen: Adalah bid’ah jika seorang muslim merayakan
kelahiran nabi yang mulia Muhammad Saw karena tidak ada riwayat yang disebutkan para salafus-
shaleh ketika 300 tahun pertama pasca Rasulullah Saw hijrah. Tapi jika diamati perbuatan itu penuh
dengan kebaikan dan perkara-perkara yang terpuji, serta tidak ada unsur kesyirikan didalamnya.
Perkara-perkara dalam sambutan perayaan maulid dianggap bid’ah hasanah jika tidak bertentangan
dengan syari’ah. Namun jika sambutan tersebut terselip perkara-perkara yang melanggar syari’ah,
maka tidak termasuk kedalam bid’ah hasanah.
.Kebudayaan Mulid Nabi Muhammad

sejarah mencatat, bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw pertama kali diperkenalkan
seorang penguasa Dinasti Fatimiyah sebelum Al-Barzanji muncul dan membuat puji-pujian kepada
Nabi Muhammad Saw. Hal ini dilakukan secara tidak langsung dimaksudkan sebagai sebuah
penegasan dan pengakuan kepada khalayak, bahwa dinasti ini adalah keturunan Nabi Muhammad
Saw. Setidaknya ada dimensi politik dalam perayaan tersebut.

Seiring berjalannya waktu, peringatan maulid menjadi sebuah rutinitas umat Islam di berbagai
belahan dunia guna memuliakan keagungan sosok sang baginda Muhammad Saw. Bukti daripada
seorang muslim ikhlas menerima hidayah ilahi yang dibawa Nabi Muhammad Saw sekaligus sebagai
bentuk rasa syukur kepada Allah SWT adalah menyambut kegembiraan kelahiran Rasulillah, maulid,
sesuai tradisi daerah masing-masing. Menghidupkan perayaan keagamaan seperti pembacaan
shalawat Nabi, pembacaan syair Barzanji dan pengajian umumnya dilakukan oleh mayoritas muslim
yang ada di Indonesia. Di daerah jawa bulan Rabiulawwal disebut bulan Mulud, dan acara Muludan
ini juga dihidupkan dengan perayaan dan permainan gamelan Sekaten.

Al-Barzanji yang diadopsi dari ajaran tarekat Qadariyyah dan kitab maulid al-Diba’i yang tidak
memiliki kaitan dengan tarikat apapun keduanya merupakan karya yang diciptakan untuk tradisi
peryaan maulid Nabi. Namun akan hal ini terdapat kepastian, bahwa munculnya kitab-kitab maulid
pada abad ke 9-10H sebagai ekspresi penggugah spirit kecintaan dan kerinduan pada Nabi
Muhammad SAw terilhami dari budaya sufisme.

Ada tiga faktor pendukung yang mendorong terciptanya beberapa kitab maulid populer yang
dijadikan sebagai tradisi ritual keagamaan dalam perayaan maulidurrasul, diantaranya; pertama,
Gerakan Islam Sufistik memotori proses penyebaran ajaran islam di Indonesia. Kedua, kitab– kitab
al-maulid ataupun syair-syair dinggap memiliki nilai sastra yang tinggi sehingga berpengaruh
terhadap psikologis pembacanya apalagi yang paham tentang maknanya. Ketiga, masyarakat
(tradisional) yang lebih cenderung kepada tradisi mistik, dimana nilai-nilai tentang syafaat, tabaruk,
dan tabarruj sangat lekat dengan corak keagamaan.

Wallahu a’lam

Anda mungkin juga menyukai