Anda di halaman 1dari 16

MAULID NABI MENURUT EMPAT MAZHAB

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi Tugas pada kuliah : Fikih II


Dosen : Ulfa Futri Hasyimiyah Q, M.Pdi

Disusun Oleh :
Dhiya Sauqi Sobari 021.011.0146 PAI/ 3 A

JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SILIWANGI
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wa rahmatullahi Wa barakatuh.


Alhamdulillahhirobbil’alamin segala puji dan syukur kami panjatkan ke
hadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya yang telah
memberikan kesehatan, kemaslahatan, kelancaran berupa kesempatan dan
pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Solawat serta
salam tak luput kami curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw,
kepada keluarganya, sahabatnya, serta kepada kita sebagai umatnya hingga akhir
jaman.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada semua pihak yang telah
berkontribusi membantu dan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa
disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat, menambah
pengetahuan, dan membawa kemaslahatan bagi para pembaca. Namun terlepas
dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun
demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Jika ada kesalahan dan kekurangan kami mohon maaf sebesar – besarnya.
Wassalamualaikum Wa rahmatullahi Wa barakatuh.
Bandung, 18 Januari 2023

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i

i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I.....................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN................................................................................................................iii
A. Latar Belakang....................................................................................................iii
B. Rumusan Masalah...............................................................................................iii
C. Tujuan..................................................................................................................iv
BAB II.....................................................................................................................................1
PEMBAHASAN....................................................................................................................1
A. Pengertian Maulid Nabi....................................................................................1
B. Pelaksanaan Maulid Nabi.................................................................................2
C. Sejarah Maulid Nabi.........................................................................................4
D. Masa Dinasti Fathimiyyah................................................................................4
E. Perayaan Maulid Nabi Dalam Pandangan Empat Mazhab...............................6
BAB III...................................................................................................................................9
PENUTUP..............................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kita semua mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita semua


memuliakan beliau. Kami, anda, mereka, semua muslim sangat mencintai dan

ii
memuliakan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang menjadi
pertanyaan, apakah perayaan maulid merupakan cara benar untuk
mengungkapkan cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Banyak kaum muslimin yang bertanya-tanya tentang bagaimana hukum


merayakan peringatan maulid nabi. Bagaimana pandangan 4 madzhab tentang
perayaan maulid Nabi tersebut.

Kita tidak tahu pasti kapan pertama kali maulid ini diadakan. Namun jika
kita mengacu pada keterangan al-Maqrizy dalam kitabnya al-Khathat, maulid
ini ada ketika zaman Daulah Fatimiyah, daulah syiah yang berkuasa di Mesir.
Mereka membuat banyak Maulid, mulai dari Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, Maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Fatimah, hingga maulid Hasan
dan Husain. Dan Bani Fatimiyah berkuasa sekitar abad 4 H.

Inilah yang menjadi alasan, kenapa para ulama ahlus sunah yang
menjumpai perayaan maulid, menginkari keberadaan perayaan ini. Karena
pada hakekatnya, mereka yang merayakan peringatan maulid, melestarikan
kebudayaan daulah Fatimiyah yang beraqidah syiah bathiniyah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Yang dimaksud Maulid Nabi?


2. Bagaimana Sejarah Maulid Nabi?
3. Bagaimana Maulid Nabi Menurut Empat Mazhab?

C. Tujuan

1. Mengetahui Deskripsi Maulid Nabi


2. Mengetahui Asal Sejarah Maulid Nabi
3. Mengetahui Maulid Nabi Menurut Empat Mazhab

iii
iv
BAB II

PEMBAHASAN

D. Pengertian Maulid Nabi


Maulid Nabi Muhammad SAW kadang-kadang Maulid Nabi atau Maulud
saja (Arab: ‫مولد النبي‬, Mawlid an-Nabī). Maulid Nabi Muhammad Saw bermakna
(hari), tempat atau waktu kelahiran Nabi yakni peringatan hari lahir Nabi
Muhammad Saw. Secara terminologi, Maulid Nabi adalah sebuah upacara
keagamaan yang diadakan kaum muslimin untuk memperingati kelahiran
Rasulullah Saw. Hal itu diadakan dengan harapan menumbuhkan rasa cinta pada
Rasululllah Saw. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di
masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad Saw wafat. Secara subtansi,
peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Rasulullah
Muhammad Saw, dengan cara menyanjung Nabi, mengenang, memuliakan dan
mengikuti perilaku yang terpuji dari diri Rasulullah Saw.

Setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah, di seluruh


dunia yang berpenduduk mayoritas Muslim diperigati Maulid nabi. Yang menarik
justru Arab Saudi adalah satu-satunya negara dengan penduduk mayoritas Muslim
yang tidak menjadikan Maulid sebagai hari libur resmi. Hal ini disebakan karena
mayoritas muslim Arab Saudi menganut paham wahabi dominan termasuk salaf
dan pemahaman taliban. Perayaan Maulid Nabi seperti ini dianggap bid’ah.

Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat


Islam beberapa waktu setelah Nabi Muhammad wafat. Peringatan tersebut bagi
umat muslim adalah penghormatan dan pengingatan kebesaran dan keteladanan
Nabi Muhammad dengan berbagai bentuk kegiatan budaya, ritual dan
keagaamaan.

Meski sampai saat ini masih ada kontroversi tentang peringatan tersebut di
antara beberapa ulama yang memandang sebagai Bidah atau bukan Bidah. Tetapi
2

saat ini maulid nabi diperingati secara luas di seluruh dunia termasuk tradisi
budaya Indonesia. Semangatnya justru pada momentum untuk menyatukan
semangat dan gairah keislaman.

E. Pelaksanaan Maulid Nabi


Berikut beberapa kegiatan yang biasanya ada dan umum dilakukan dalam
perayaan maulid Nabi:

1) Penyampaian ceramah atau khutbah tetang sirah nabawi atau tema


yang lainnya yang sesuai dengan acara maulid.

2) Pembacaan dzikir, qasidah, maupun shalawat kepada Nabi Shallallahu


‘alaihi wasallam

3) Menyiapkan berbagai jenis makanan yang dikhususkan untuk hari


maulid, dan diberikan kepada siapa saja yang hadir dalam acara
maulid.

4) Menyiapkan tempat khusus untuk berkumpul merayakan acara maulid


seperti masjid, aula, maupun lapangan.

5) Perayaan maulid biasanya diiringi dengan musik, nyanyian, menabuh


gendang, bernyanyi dan menari, serta adanya ikhtilat atau campur baur
antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya, yang tentunya
ini dilarang dalam syariat.

6) Serta kegiatan-kegiatan lainya yang terkadang berbeda antara satu


daerah dengan daerah lainnya.

Di Indonesia sendiri perayaan maulid nabi disahkan oleh negara sebagai


hari besar dan hari libur nasional. Tahun-tahun terakhir peringatan ini diadaakan
di Masjid Istiqlal dan selalu dihadiri oleh Presiden. Di Indonesia, perayaan maulid
Nabi diselenggarakan di surau-surau, masjid-masjid, majlis ta’lim dan di pondok-
pondok pesantren dengan beragam cara yang meriah dan dengan sejumlah acara,
antara lain; khitanan masal, pengajian.dan berbagai perlombaan. Malam hari
tanggal 12 Maulid merupakan puncak acara. Biasanya mereka membaca sirah
3

nabawiyah (sejarah hidup Nabi sejak kelahiran sampai wafatnya), dalam bentuk
prosa dengan cara berganti-ganti dan kadang-kadang dengan dilagukan.

Masyarakat di setiap daerah memiliki cara tersendiri untuk merayakan


kelahiran manusia agung tersebut. Meskipun seringkali tidak ada hubungan
langsung antara kelahiran Nabi Muhammad dan upacara yang mereka lakukan.

Di daerah Yogjakarta tradisi muludan dilakukan kegiatan tradisi budaya


Sekatenan. Sekaten merupakan upacara pendahuluan dari peringatan hari
kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW.Tradisi budaya Jawa yang biasanya
dilakukan masyarakat tertentu adalah ritual memandikan benda-benda pusaka.
Benda-benda pusaka seperti keris, tombak atau barang pusaka lainnya tersebut
dimandikan dengan air yang sudah di racik dengan ramuan bunga tujuh warna
yang kemudian air bekas ‘memandikan’ benda-benda pusaka tersebut bisa
diambil. Sebagian masyarakat meyakini bahwa air tersebut mengandung berbagai
macam khasiat dan berguna untuk berbagai keperluan dan keberkahan.13 Kata
Sekaten secara turun temurun merupakan bentuk transformasi kalimat “Syahadat”.
Syahadat yang banyak diucapkan sebagai Syahadatain ini kemudian menyatu
dengan bahasa lokal khususnya kultur dan sastra Jawa sehingga menjadi
Syakatain dan pada akhirnya bertransformasi menjadi istilah Sekaten hingga
sekarang.

Warga Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Jawa


Tengah, Selasa memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan
menggelar tradisi ”ampyang” maulid.Tradisi ”ampyang” yang biasa dikenal oleh
warga setempat merupakan tradisi memperingati hari kelahiran nabi dengan
menyajikan makanan yang dihiasi dengan ”ampyang” atau krupuk yang diarak
keliling desa, sebelum menuju ke Masjid Wali At Taqwa di desa setempat.14 Di
kecamatan Glagah kabupaten Lamongan, peringatan Maulid Nabi di adakan
dengan pembacaan kitab al-Barzanji, anak-anak dan orang dewasa datang dengan
membawa bermacam-macam buah-buahan. Yang unik dalam peringatan ini selalu
ada banyak bunga yang di rangkai kemudian di tempelkan di atas pohon pisang,
dan jika acara mau selesai bunga itu di bagi-bagikan kepada para hadirin.
4

F. Sejarah Maulid Nabi


Menurut sejarah ada dua pendapat yang menengarai awal munculnya
tradisi Maulid. Pertama, tradisi Maulid pertama kali diadakan oleh khalifah Mu’iz
li Dinillah, salah seorang khalifah dinasti Fathimiyyah di Mesir yang hidup pada
tahun 341 Hijriyah. Kemudian, perayaan Maulid dilarang oleh Al-Afdhal bin
Amir al-Juyusy dan kembali marak pada masa Amir li Ahkamillah tahun 524 H.
Pendapat ini juga dikemukakan oleh Al-Sakhawi (wafat 902 H).

Kedua, Maulid diadakan oleh khalifah Mudhaffar Abu Said pada tahun
630 H yang mengadakan acara Maulid besar-besaran. Saat itu, Mudhaffar sedang
berpikir tentang cara bagaimana negerinya bisa selamat dari kekejaman Temujin
yang dikenal dengan nama Jengiz Khan (1167-1227 M.) dari Mongol. Jengiz
Khan, seorang raja Mongol yang naik tahta ketika berusia 13 tahun dan mampu
mengadakan konfederasi tokoh-tokoh agama, berambisi menguasai dunia.

Untuk menghadapi ancaman Jengiz Khan itu Mudhaffar mengadakan


acara Maulid. Tidak tanggung-tanggung, dia mengadakan acara Maulid selama 7
hari 7 malam. Dalam acara Maulid itu ada 5.000 ekor kambing, 10.000 ekor
ayam, 100.000 keju dan 30.000 piring makanan. Acara ini menghabiskan 300.000
dinar uang emas. Kemudian, dalam acara itu Mudhaffar mengundang para orator
untuk menghidupkan nadi heroisme Muslimin. Hasilnya, semangat heroisme
Muslimin saat itu dapat dikobarkan dan siap menjadi benteng kokoh
Islam.seorang raja Mongol yang naik tahta ketika berusia 13 tahun dan mampu
mengadakan konfederasi tokoh-tokoh agama, berambisi menguasai dunia. Untuk
menghadapi ancaman Jengiz Khan.

G. Masa Dinasti Fathimiyyah


Pada masa Islam sedang mendapat serangan-serangan gelombang demi
gelombang dari berbagai bangsa Eropa (Prancis, Jerman, Inggris). Inilah yang
dikenal dengan Perang Salib atau The Crusade. Perang salib I digelorakan oleh
5

Paus Urban II. Pada tahun 1099 laskar Eropa merebut Yerusalem dan mengubah
Masjid al-Aqsa menjadi gereja! Umat Islam saat itu kehilangan semangat
perjuangan (jihad) dan persaudaraan (ukhuwah), sebab secara politis terpecah-
belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan, meskipun khalifah tetap satu, yaitu
Bani Abbas di Bagdad, sebagai lambang persatuan spiritual.

Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan


kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada nabi mereka. Dia
mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad saw., 12
Rabiul Awal, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini
dirayakan secara massal. Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni Salahuddin,
melainkan usul dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yang menjadi atabeg
(semacam bupati) di Irbil, Suriah Utara. Untuk mengimbangi maraknya
peringatan Natal oleh umat Nasrani, Muzaffaruddin di istananya sering
menyelenggarakan peringatan maulid nabi, cuma perayaannya bersifat lokal dan
tidak setiap tahun.

Adapun Salahuddin ingin agar perayaan maulid nabi menjadi tradisi bagi
umat Islam di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan
sekadar perayaan ulang tahun biasa. Pada mulanya gagasan Salahuddin ditentang
oleh para ulama, sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada.
Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul fitri dan
Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin menegaskan bahwa perayaan maulid nabi
hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang
bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang. Ketika
Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah An-Nashir di Bagdad, ternyata
khalifah setuju. Maka pada ibadah haji bulan Zulhijjah 579 Hijriyah (1183
Masehi), Sultan Salahuddin al-Ayyubi sebagai penguasa Haramain (dua tanah
suci Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji,
agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera menyosialkan
kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah
6

(1184 Masehi) tanggal 12 Rabiul-Awwal dirayakan sebagai hari maulid nabi


dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.

Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan
maulid nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 Hijriah) adalah menyelenggarakan
sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa
yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti
kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far
al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang
sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan maulid nabi.

Ternyata peringatan maulid nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin


itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang
Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga
pada tahun 1187 (583 Hijriah) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan
bangsa Eropa, dan Masjid al-Aqsa menjadi masjid kembali sampai hari ini.

H. Perayaan Maulid Nabi Dalam Pandangan Empat Mazhab


Jika ditelusuri dalam kitab tarikh (sejarah), perayaan Maulid Nabi tidak
ditemukan pada masa sahabat, tabiin, hingga tabiit tabiin, dan empat imam
mazhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad).
Mereka adalah orang-orang yang sangat mencintai dan mengagungkan Nabi
Muhammad SAW. Mereka pula kalangan yang paling bersemangat dan
menghayati setiap ajaran-ajaran yang diwariskan olehnya.

Adapun pendapat ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.
Berikut ini kutipan pendapat para ulama tersebut:
a. Syekh Ibnul Haj dari mazhab Maliki

ً‫ش ْكرا‬ ِ ‫الثانِي َع َش َر فِي َر ِبي ِْع اَأْل َّو ِل م َِن ْال ِع َبادَا‬
ُ ‫ت َو ْال َخي ِْر؛‬ َّ ‫ْن‬ ِ ‫ان َي ِجبُ َأنْ َن ْزدَا َد َي ْو َم ااْل ِ ْث َني‬ َ ‫َف َك‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه‬ َ ‫ َوَأعْ َظ ُم َها ِم ْياَل ُد ْالمُصْ َط َفى‬،ِ‫ل ِْل َم ْولَى َعلَى َما َأ ْواَل َنا مِنْ َه ِذ ِه ال ِّن َع ِم ْالعَظِ ْي َمة‬
‫صحْ ِب ِه َو َسلَّ َم‬
َ ‫َوآلِ ِه َو‬
7

“Maka wajib bagi kita pada hari Senin tanggal dua belas Rabiul Awal
menambah ibadah dan kebaikan, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah
atas apa yang dianugerahkan kepada kita berupa nikmat-nikmat besar ini,
terutama nikmat kelahiran Nabi Muhammad shallallahu a’laihi wa’alihi
wasahbihi wasallam”. (Ibnul Haj Al-Maliki, Al-Madkhal, juz 1, h. 361).
b. Imam Jalaluddin Assuyuthi dari mazhab Syafi’i

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه‬


َ ِّ‫صا ِح ُب َها؛ لِ َما فِ ْي ِه مِنْ َتعْ ظِ ي ِْم َق ْد ِر ال َّن ِبي‬ َ ‫َع ْال َح َس َن ِة الَّتِيْ ُي َثابُ َعلَ ْي َها‬ ْ
ِ ‫ه َُو م َِن ال ِبد‬
ْ
ِ ‫ار ْال َف َر ِح َوااْل ِسْ ِت ْب َش‬
ِ‫ار ِب َم ْولِ ِد ِه ال َّش ِريْف‬ ِ ‫ َوِإظ َه‬،‫صحْ ِب ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫َوآلِ ِه َو‬

“Ia (peringatan maulid Nabi) merupakan bid’ah hasanah yang pelakunya


memperoleh pahala, sebab hal itu sebagai bentuk mengagungkan kemulian
Nabi Muhammad shallallahu a’laihi wa’alihi wasahbihi wasallam, dan
mengungkapkan rasa bahagia akan kelahiran Nabi mulia”. (Jalaluddin
Assuyuthi, Al-Hawi Lilfatawa, juz 1, h. 292).
c. Syekh Ibnul Jauzi Al-Hanbali

َ ِ‫مِنْ َخ َواصِ ِه َأ َّن ُه َأ َمانٌ فِي َذل‬


‫ك ْال َع ِام َو ُب ْش َرى َعا ِجلَ ًة ِب َني ِْل ْالب ُْغ َي ِة َو ْال َم َر ِام‬

“Di antara keistimewaan peringatan maulid adalah bahwa hal itu


(diharapkan) memberikan rasa aman pada tahun itu, dan kabar bahagia akan
tercapainya harapan dan tujuan” (Muhammad bin Abdul Baqi Al-Zarqani,
Syarhul Allamah Azzarqani Bisyarhil Mawahib Al-Laduniyyah, 262; Usman
bin Syatha Al-Bakri, I’anatut Thalibin, juz 3, h. 414).
d. Syekh Tajuddin Al-Fakihani

‫ الَّ ِذ ْينَ هُ ُم ْالقُ ْد َوةُ فِي‬،‫ َواَل يُ ْنقَ ُل َع َملُهُ ع َْن َأ َح ٍد ِم ْن ُعلَ َما ِء اُأْل َّم ِة‬،‫ب َواَل ُسنَّ ٍة‬ ٍ ‫ا َأ ْعلَ ُم لِهَ َذا ْال َموْ لِ ِد َأصْ اَل فِي ِكتَا‬
ٌ‫ بَلْ هُ َو بِ ْد َعة‬y، َ‫ار ْال ُمتَقَ ِّد ِم ْين‬
ِ َ‫ ْال ُمتَ َم ِّس ُكوْ نَ بِآث‬،‫ال ِّد ْي ِن‬

“Saya tidak mengetahui dalil dari Al-Qur’an dan Hadis tentang peringatan
maulid ini, dan tidak pula dicritakan riwayat tentang pelaksanaannya oleh salah
satu ulama, di mana para ulama tersebut merupakan tuntunan dalam hal agama,
yang senantiasa berpegang teguh pada warisan orang-orang terdahulu. Bahkan
peringatan maulid adalah bid’ah” (Tajuddin Al-Fakihani, Al-Mawrid Fi Amalil
Maulid, h. 20)
e. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah
Beliau mengatakan: “Imam Daarul Hijrah (Imam Malik) mengatakan:
‫ فال يكون اليوم دينا‬،‫فما لم يكن يومئذ دينا‬
8

“Apa yang pada hari itu tidak termasuk bagian dari agama, maka hari inipun
bukan termasuk bagian dari agama”.

Dalam kitabnya, Husnul-Mashad fi ‘Amalil-Maulid, Beliau Menyatakan, “Asal


amal maulid itu bid’ah. Tidak diriwayatkan dari seorang pun salaf soleh dari tiga
generasi pertama. Akan tetapi meski demikian, maulid mengandung suatu
kebaikan dan sebaliknya. Siapa yang dapatkan sisi kebaikannya dan menjauhi
sebaliknya, maka itu termasuk bid’ah hasanah. Kalau tidak (seperti itu), maka
tidak (diperbolehkan). (Husnul-Mashad fi ‘Amalil-Maulid)

Al-Hafidz Ibn Hajar kemudian menukil hadits shaum ‘Asyura sebagai rasa syukur
Nabi musa as telah diselamatkan dari kejaran Fir’aun di laut merah. Al-Hafidz
kemudian menegaskan bahwwa mensyukuri kelahiran Nabi SAW yang penuh
rahmat, dengan demikian juga bisa diamalkan sepanjang diisi dengan ibadah
seperti sujud sykur, shaum, shadaqoh, dan tilawah Qur’an.

Saya sendiri tidak sepakat dengan penjelasan al-Hafidz Ibn Hajar diatas sebab
faktanya hadits shaum ‘Asyura tidak diamalkan oleh nabi SAW dan salaf dalam
bentuk maulid. Jika maulid sebagai ritual syukur, mengapa generasi awal tidak
pandai bersyukur dengn kelahiran nabi SAW. Meski perayaan maulid dinilai
ada baiknya, tetapi bentuknya yang sudah sebagai ritual peribadatan susah
ditampik sebagai bid’ah yang tidak ada dasar perintahnya sehingga sangat
memunglinkan fa huwa raddun; maka dia tertolak.

Meski demikian, harus disisakan dalam hati sikap toleransi kepada mereka yang
membenarkan maulid. Terlebih Ulama-Ulama besar sekelas al-Hafidz ibn Hajar
dan Jalaluddin as-Syuyuthi sendiri membolehkannya sepanjang diisi dengan
kegiatan yang bermanfaat. Meski maulid dinilai bid’ah, tidak perlu memvonis
“ahli bid’ah” kepada mereka yang menyetujuinya, sebab gelar Ahli Bid’ah hanya
cocok untuk mereka yang anti-sunnah, bukan yang sebatas berbeda mazhab dalam
merumuskan konsep bid’ah.
BAB III

PENUTUP

Simpulan
a. Maulid Nabi Muhammad SAW kadang-kadang Maulid Nabi atau Maulud saja
(Arab: ‫مولد النبي‬, Mawlid an-Nabī). Maulid Nabi Muhammad Saw bermakna
(hari), tempat atau waktu kelahiran Nabi yakni peringatan hari lahir Nabi
Muhammad Saw. Secara terminologi, Maulid Nabi adalah sebuah upacara
keagamaan yang diadakan kaum muslimin untuk memperingati kelahiran
Rasulullah Saw. Hal itu diadakan dengan harapan menumbuhkan rasa cinta
pada Rasululllah Saw.

b. Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali


dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada nabi mereka. Dia
mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad saw.,
12 Rabiul Awal, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini
dirayakan secara massal. Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni Salahuddin,
melainkan usul dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi, yang menjadi atabeg
(semacam bupati) di Irbil, Suriah Utara. Untuk mengimbangi maraknya
peringatan Natal oleh umat Nasrani, Muzaffaruddin di istananya sering
menyelenggarakan peringatan maulid nabi, cuma perayaannya bersifat lokal
dan tidak setiap tahun.

c. Dalam kitabnya, Husnul-Mashad fi ‘Amalil-Maulid, Beliau Menyatakan,


“Asal amal maulid itu bid’ah. Tidak diriwayatkan dari seorang pun salaf
soleh dari tiga generasi pertama. Akan tetapi meski demikian, maulid
mengandung suatu kebaikan dan sebaliknya. Siapa yang dapatkan sisi
kebaikannya dan menjauhi sebaliknya, maka itu termasuk bid’ah hasanah.
Kalau tidak (seperti itu), maka tidak (diperbolehkan). (Husnul-Mashad fi
‘Amalil-Maulid)
10

Jika maulid sebagai ritual syukur, mengapa generasi awal tidak pandai
bersyukur dengn kelahiran nabi SAW. Meski perayaan maulid dinilai ada
baiknya, tetapi bentuknya yang sudah sebagai ritual peribadatan susah
ditampik sebagai bid’ah yang tidak ada dasar perintahnya sehingga sangat
memunglinkan fa huwa raddun; maka dia tertolak.

Saran
Meski demikian, harus disisakan dalam hati sikap toleransi kepada mereka
yang membenarkan maulid. Terlebih Ulama-Ulama besar sekelas al-Hafidz
ibn Hajar dan Jalaluddin as-Syuyuthi sendiri membolehkannya sepanjang diisi
dengan kegiatan yang bermanfaat. Meski maulid dinilai bid’ah, tidak perlu
memvonis “ahli bid’ah” kepada mereka yang menyetujuinya, sebab gelar Ahli
Bid’ah hanya cocok untuk mereka yang anti-sunnah, bukan yang sebatas
berbeda mazhab dalam merumuskan konsep bid’ah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Fatwa Kontemporer, Media Hidayah:2003
Abdurrahman Navis, “AULA” Majalah Nahdhatul Ulama (No.03 Tahun XXXI
Maret 2009)
Husnul haq. 2019. “Beda Pendapat Ulama soal Peringatan Maulid Nabi”,
https://islam.nu.or.id/fiqih-perbandingan/beda-pendapat-ulama-soal-
peringatan-maulid-nabi-1CJmr, diakses pada 19 Januari 2023 pukul 00.43.
In AQIDAH. 2017. “Maulid Nabi Menurut 4 Madzhab”,
htmlhttps://konsultasisyariah.com/26137-perayaan-maulid-menurut-ulama-
madzhab.html, diakses pada 20 Januari 2023 pukul 15.56.
Nashruddin Syarief. 2021. “Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW. Bulletin
Dakwa At-Taubah (No. 03 Tahun X Oktober 2021)

Anda mungkin juga menyukai