DISUSUN OLEH:
1. M. CHOIRUDDIN ALI SYAHPUTRA (2002010033)
2. ROSMAYANTI (2002010035)
3. TIRDA SAFITRI (2002010041)
Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya semata, kami dapat menyelesaikan Makalah
dengan judul “TRADISI MASYARAKAT LUWU YANG BERSESUAIAN
DAN BERTOLAK BELAKANG DENGAN AMALIYAH PUASA SUNNAH
DIBULAN SYAWAL”. Salawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat-sahabat dan pengikut-
pengikutnya sampai hari penghabisan.
Atas bimbingan dari Dosen Studi Islam dan Budaya Lokal dan saran dari teman-
teman maka disusunlah Makalah ini, semoga dengan tersusunnya Makalah ini dapat
berguna bagi kami semua dalam memenuhi tugas dari mata kuliah Studi Islam dan
Budaya Lokal dan semoga segala yang tertuang dalam Makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca dalam rangka membangun
khasanah keilmuan. Makalah ini disajikan khusus dengan tujuan untuk memberi
arahan dan tuntunan agar yang membaca bisa menciptakan hal-hal yang lebih
bermakna.
Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada:
1. Dosen Pembimbing mata kuliah Studi Islam dan Budaya Lokal, Bapak, Asghar
Marzuki, S. Pd., M. Pd.
2. Semua pihak yang telah membantu demi terbentuknya Makalah.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan belum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan saran
yang bersifat membangun kepada para pembaca guna perbaikan langkah-langkah
selanjutnya.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua, karena
kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Amalan yang paling dianjurkan kepada umat muslim dibulan syawal ialah
syawal yang merupakan tradisi turun menurun baik yang bersesuaian dengan
puasa syawal maupun yang bertolak belakang dengan puasa syawal. Maka dari
itu kami melakukan observasi dan wawancara kepada masyarakat Luwu untuk
B. RUMUSAN MASALAH
sebagai berikut:
1
C. TUJUAN PENELITIAN
sebagai berikut:
syawal.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. MASSIARAH
Massiarah disini terbagi menjadi dua yaitu massiarah kepada ahli kubur atau
yang telah meninggal dan massiarah kepada tetangga ataupun kerabat terdekat.
seperti Al-Fatihah, Yasin, dan Tahlil kepada ahli kubur karena masyarakat
kepada tetangga ataupun keluarga itu sering kali dilakukan pada saat hari raya
besar seperti Idul Fitri dan Idul Adha untuk mempererat hubungan tali
islamiyah masyarkat.
juga bercerita antara tamu dan tuan rumah. Adapun topik cerita ataupun
ekonomi dan lain-lain yang sedang hangat di bahas oleh masyarakat (Isu
suguhan berupa makanan ringan seperti kue-kue hingga makanan berat seperti
3
Tradisi Massiarah dikalangan masyarakat Luwu seringkali diisi dengan
kegiatan makan-makan, baik makan kue maupun makanan yang berat yang
biasa kita kenal dengan burasa. Biasanya burasa ini mereka sajikan dengan
hidangan coto, bakso, konro, opor, dan lain sebagainya. Sehingga setiap tamu
yang datang dirumah langsung di ajak masuk ke ruang makan untuk menyantap
hidangan yang telah disiapkan oleh tuan rumah. Acara massiarah ini
setelah lebaran Idul Fitri maupun Idul Adha, namun ini juga kondisional
tergantung daripada tuan rumah, jika masih memiliki hidangan makanan maka
ia akan tetap membuka rumahnya untuk tamu sampai hidangan yang mereka
Berkaitan dengan hal tersebut dalam Islam ada sebuah ibadah sunnah
dibulan syawal atau setelah hari raya Idul Fitri yaitu puasa sunnah 6 (enam
mayoritas dari mereka tidak melakukan ibadah sunnah ini, hanya beberapa
orang saja yang melakukan seperti Imam Desa, Guru TPA, Masyarakat yang
dipandang agamis dan Tokoh Agama lainnya. Maka dari itu kami dapat
puasa sunnah syawal ini dikarenakan adanya tradisi Massiarah yang mengajak
kepada tamu untuk terus makan disetiap rumah yang ia datangi. Maka dari itu
ibadah puasa sunnah syawal. Karena Massiarah ini mengajak orang makan
4
membatalkan puasa, salah satunya itu makan. Sehingga tradisi Massiarah ini
mungkin bisa di ubah tata caranya yaitu dihari pertama kita mengajak para
tamu untuk menyantap makanan yang telah kita hidangkan dan dihari
Kupatan atau Lebaran Ketupat ini merupakan tradisi masyarakat suku Jawa
melakukan ibadah puasa sunnah dibulan syawal. Wilayah Luwu ini kita ketahui
bahwa bukan hanya masyarakat bersuku Bugis, namun Sebagian juga ada dari
perantau, sehingga tradisi kupatan ini juga biasa dilakukan di beberapa daerah
di wilayah Luwu, bahkan yang suku Bugispun juga ikut berpartisipasi dalam
Muhammadiyah dan Wahdah tidak melakukan tradisi ini dikarenakan tidak ada
contoh dari Nabi Muhammad SAW. Sehingga mereka hanya melakukan puasa
Seperti yang telah dibahas diatas kupatan ini memiliki sejarah yang sangat
Panjang dimulai dari sebuah ketupat. Ketupat sebenarnya sudah ada sejak
5
menyebar di Jawa, ketupat diperkenalkan dengan filosofi bermakna. Sosok
yang memperkenalkan filosofi ketupat adalah Raden Mas Sahid atau yang
Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari Ngaku
Lepat dan Laku Papat. Ketupat menjadi simbol perayaan hari raya Idulfitri
Islam melakukan puasa Syawal pada tanggal 2-7 Syawal. Perayaan tradisi
macam ketupat disajikan dalam menyambut makna tradisi lebaran ketupat oleh
masyarakat Jawa ini. Ada ketupat glabed yang berasal dari Tegal, ketupat
Puasa 6 hari di bulan syawal ini merupakan ibadah sunah yang sangat
besar.
bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh." (HR Muslim).
makna filosofis dari ketupat itu sendiri. Ketupat memiliki arti ngaku lepat, yaitu
6
baiknya orang adalah mereka yang mau mengakui kesalahannya. Selain itu dari
seluruh komponennya kupat memiliki arti lagi. Mari kita bahas satu persatu.
Dimulai dari bahannya yaitu janur. Janur menurut filosofis Jawa merupakan
dalam kondisi yang bersih dan suci setelah menlaksanakan ibadah puasa.
Selain itu, juga menurut orang Jawa, Janur memiliki kekuatan magis sebagai
tolak bala. Karena itu banyak juga yang menggantungkan kupat di depan pintu
rumah mereka sebagai tawasul agar jauh dari bala. Dan selanjutnya dari
anyaman kupat yang sangat rumit memiliki arti bahwa hidup manusia itu juga
penuh dengan liku-liku, pasti ada kesalahan di dalamnya. Kupat juga memiliki
bentuk segi empat yang menggambarkan empat jenis nafsu dunia yaitu al
rasa lapar; supiah adalah nafsu untuk memiliki sesuatu yang indah; dan
mutmainah, nafsu untuk memaksa diri. Dan orang yang memakan kupat
Selanjutnya, isi ketupat yang berbahan beras sebagai bentuk harapan agar
ketupat, kita akan menjumpai warna putih yang mencerminkan kita memohon
maaf atas segala kesalahan dan juga berharap bisa seputih isi kupat tersebut.
Terakhir, dari cara memakan ketupat yaitu dengan sayur cecek dan lain
pangapunten, yaitu memohon maaf atas kesalahan. Dari itu ada istilah
7
“Mangan kupat nganggo santen. Menawi lepat, nyuwun pangapunten (makan
Jadi dari sejarah maupun hasil observasi dan wawancara yang telah kami
Tolada dan Lantang Tallang di Luwu Utara. Kupatan itu harusnya dilakukan
untuk berpuasa sunnah Syawal. Dan Kupatan ini juga harus dilakukan oleh
orang yang telah melaksanakan ibadah puasa sunnah syawal. Ketika kita tidak
ibadah puasa sunnah syawal, sehingga dapat kami simpulkan bahwa tradisi
kupatan ini sangat bersesuaian dengan ibadah puasa sunnah di bulan syawal.
Oleh sebab itu, Tradisi Kupatan ini harus dilestarikan dan terus diamalkan agar
8
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Di Wilayah Luwu terdapat dua suku mayoritas, yaitu: Suku Jawa dan Suku
Bugis. Sehingga kami juga menemukan dua buah tradisi yang berbeda yaitu
Massiarah dan Kupatan. Massiarah merupakan tradisi suku bugis yang juga
memiliki dua makna yaitu massiarah kepada ahli kubur dan massiarah kepada
tradisi kupatan yang dilakukan oleh mayoritas suku Jawa itu sudah bersesuaian
menyarankan untuk terus dilakukan, dijaga, dan dirawat tradisi kupatan ini,
B. SARAN
Dalam makalah ini tentunya ada banyak sekali koreksi dari para pembaca,
Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca yang dengan itu semua kami harapkan makalah ini akan menjadi
9
DAFTAR PUSTAKA
2022.
https://banten.nu.or.id/fragmen/dibalik-sejarah-tradisi-kupatan-serta-
10
LAMPIRAN
11