Anda di halaman 1dari 6

NORMA

Norma berasal dari bahasa Belanda yaitu "norm" yang artinya patokan,
pedoman, atau pokok kaidah. Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), norma adalah sebuah aturan atau ketentuan yang mengikat warga
kelompok dalam masyarakat.
Norma-norma yang ada memiliki beberapa fungsi, di mana satu di antaranya
adalah sebagai pedoman dan aturan dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi, norma
pada dasarnya dibuat untuk dilaksanakan, ada norma yang sifatnya dogmatis
hingga mengikat.
Di Indonesia, ada beberapa tatanan norma yang harus dipatuhi oleh seluruh
masyarakat. Mulai dari norma agama, norma hukum, kesusilaan, dan kesopanan
atau adat. Macam-macam norma tersebut harus dipahami, baik pengertian, contoh,
hingga sanksi jika melanggarnya.

1. Norma Agama
Norma agama menjadi pedoman hidup bagi manusia yang bersumber dari
Tuhan Yang Maha Esa. Isi dari norma ini berupa perintah, ajaran, dan juga
larangan.
Contoh norma agama adalah melakukan sembahyang kepada Tuhan, tidak
berbohong, tidak boleh mencuri, dan lain sebagainya. Sanksi jika melakukan
pelanggaran norma agama berupa dosa dengan balasan di akhirat kelak.

2. Norma Kesusilaan
Norma Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati
sanubari manusia. Norma kesusilaan mendorong manusia untuk berbuat baik dan
juga menghindari perbuatan buruk. Jika seseorang melanggar norma kesusilaan ini,
biasanya mereka akan mendapatkan sanksi berupa penyesalan, dicemooh, bahkan
dikucilkan dari masyarakat.
Sebagai contoh, pamit pada orang tuanya mau sekolah, tetapi ternyata malah
mengajak temannya bermain game online. Orang tersebut tidak hanya berbohong,
namun juga memaksa orang lain untuk menuruti keinginannya.

3. Norma Kesopanan
Norma kesopanan didasari oleh beberapa hal, seperti kebiasaan, kepantasan,
kepatutan yang berlaku di masyarakat. Norma kesopanan ini berasal dari pergaulan
manusia, yang bersumber dari kebiasaan, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai
masyarakat.
Tata sopan santun tersebut mendorong seseorang untuk berbuat baik,
meskipun terkadang tidak berasal dari hati nurani. Tetapi, hanya untuk sekadar
menghargai orang lain dalam pergaulan sosial sehari-hari.
Sanksi jika melanggar norma kesopanan adalah dicela sesamanya karena sumber
norma ini adalah keyakinan masyarakat yang bersangkutan itu sendiri. Contoh dari
norma kesopanan, adalah berbicara sopan dengan orang yang lebih tua.
4. Norma Hukum
Norma hukum bersumber dari negara atau pemerintah yang diatur di dalam
Undang-Undang. Norma hukum memiliki sifat yang memaksa untuk melindungi
kepentingan dalam pergaulan hidup di masyarakat.
Norma hukum juga sebagai pelengkap norma-norma lain dengan sanksi
yang tegas dan nyata. Sebagai contoh, mencuri uang rakyat adalah perbuatan
pelanggaran hukum yang hukumannya telah diatur di dalam undang-undang.

Maulid: Mencintai Nabi dengan Sederhana


Andi Firza Aulia Syawali
X.5
21030147 | No.Urut:3
Berabad-abad yang lalu, 12 Rabiul Awal, Tahun Gajah di malam Senin yang
tenang, seorang manusia agung lahir di permukaan bumi. Beliau adalah Nabi
Muhammad Saw, putra tunggal dari Abdullah bin Abdul Muththalib dan Siti
Aminah Az-Zuriyah binti Wahab, cucu dari Syaibah bin Hasyim atau yang lebih
dikenal dengan sebutan Abdul Muthalib. Al Qur’an menggambarkan, bumi sampai
bergetar hebat dan seluruh langit pada hari itu, terang dipenuhi oleh cahaya, setelah
Rasulullah yang agung dilahirkan.
Dalam kitab Arahiq Al Makhtum, karangan Syeikh Syafiyyurrahman Al
Mubarakfuri, dijelaskan bahwa istana Kisra Anusyirwan (Raja Persia) juga
berguncang dahsyat, hingga menyebabkan 14 balkonnya roboh. Di tempat lain, api
abadi yang disembah oleh kaum Majusi di Kuil pemujaan di Persia (kini Iran), juga
diriwayatkan padam.
Kaum Majusi mencoba menghidupkan kembali api tersebut tetap tidak
menyala. Padahal api kebanggaan kaum Majusi tersebut dikisahkan tidak pernah
padam selama ribuan tahun. Sebuah penanda, telah lahir seorang manusia yang
akan membawa perubahan signifikan, dalam sejarah peradaban umat manusia, tapi
bukan dengan pedang dan amarah melainkan dengan cinta dan kasih sayang.
Saat ini, kita telah memasuki bulan di mana Nabi Muhammad Saw
dilahirkan. Nopember dalam kalendar Masehi, Rabiul Awal dalam kalendar
Hijriah. Di Indonesia sendiri, hari agung tersebut telah lama dijadikan hari libur
nasional, melalui Keppres No. 24 Tahun 1953.
Kata Maulid sendiri merupakan serapan dari Bahasa Arab yang telah
diadopsi ke dalam KBBI dan diartikan salah satunya sebagai hari lahir. Dalam
bahasa Makassar maulid disebut dengan maudu’. Bentuk perayaannya pun
beragam, namun substansinya serupa; rasa cinta kepada Nabi.

Perayaan maulid, memang jauh berkembang setelah Nabi Muhammad Saw


wafat. Beberapa sumber menyebutkan, peringatan ini pertama kali dilakukan oleh
Salahuddin Al-Ayyubi, saat Perang Salib. Hal tersebut dilakukan, guna
meningkatkan kembali, semangat kaum muslim yang menurun kala itu.
Sumber lain mengatakan peringatan, Maulid Nabi pertama kali dilakukan
oleh Raja Irbil (sekarang Irak), bernama Muzhaffaruddin Al-Kaukabri, pada awal
abad ke 7 Hijriah. Kala itu, Sultan mengundang seluruh rakyatnya dan seluruh
ulama dari berbagai disiplin ilmu guna membahas kegiatan tersebut. Segenap para
ulama saat itu membenarkan dan menyetujui hal tersebut. mereka semua
berpandangan dan menganggap baik perayaan Maulid Nabi yang digelar untuk
pertama kalinya tersebut.
Namun sayang, kiwari ini perayaan hari lahir Nabi kita, sering digugat
dengan stigma bid’ah sesat oleh sebagian orang, sungguh nama yang menyakitkan.
Padahal, menurut Prof. Quraish Shihab, Nabi sendiri merayakan hari lahirnya,
dengan berpuasa pada hari Senin, sebagai bentuk rasa syukur, sebab di hari itulah
Nabi dilahirkan.
Tidak hanya Nabi Muhammad SAW, Nabi Isa as, pun ikut melakukan hal
serupa di hari kelahirannya. Jika demikian, logika sederhananya adalah perayaan
yang jamak kita saksikan saat ini,khususnya di bulan ini adalah bentuk lain dari
“puasa” Nabi kala itu. Hanya bentuk dan modelnya yang berbeda, namun
substansinya serupa; perasaan rindu dan cinta yang meluap-meluap kepada Nabi.
Dalam bukunya Renungan-Renungan Sufistik, Jalaluddin Rakhmat
menegaskan, peringatan Maulid adalah bentuk ungkapan cinta kita kepada
Rasulullah. Kalau ada yang mengatakan bahwa hal itu adalah bid’ah, biarlah
semua tahu, bahwa kita ini pelaku bid’ah yang mencintai Nabi. Dan, kalau umat
Islam tidak menghormati Rasullah, maka kita ucapkan selamat tinggal kepada
Islam.
Meskipun hal tersebut masih sering diperdebatkan, toh tetap saja setiap
argumentasi, saya kira tetap harus disampaikan dengan tutur kata yang baik,
sebagaimana telah dicontohkan oleh Nabi semasa hidup. Karena terkadang
sebagaimana yang jamak kita saksikan di media daring sebagian kita, kadang
terlalu agresif dan berapi-api, hingga tanpa sadar, menunjuk hidung saudara kita,
sesama muslim dengan sebutan kafir dan sesat. Sungguh tuduhan yang melukai.

Saya percaya, bahwa tutur kata yang baik, merupakan cerminan dari fikiran
dan sikap batin yang baik. Keduanya dibutuhkan, guna menyatakan kebaikan di
muka bumi. Jika tutur katanya sudah buruk, bolehkah kita ragu?
Memang, tak bisa kita nafikan, seiring dengan berjalannya waktu. Pelbagai
rupa perayaan dilakukan oleh umat Islam, beberapa di antaranya, merayakan
Maulid Nabi dengan berlebihan dan kering substansi. Merayakan maulid, tapi tidak
menghadirkan Nabi dalam acara tersebut. Sebagian kita, sering merayakan maulid,
hingga menggelontorkan uang puluhan juta rupiah, dengan acara yang begitu
mewah dan makanan yang begitu melimpah.
Namun, sering abai terhadap keadaan di sekitar; Rumah baca yang butuh
sumbangan buku, anak sekolah yang masih berpakaian lusuh, hingga sekolah yang
hampir roboh, merupakan fenomena yang jamak kita jumpai. Menyalurkan
bantuan ke tempat/orang tersebut tentu lebih utama setidaknya menurut penulis
dibandingkan menghabiskan jutaan rupiah, dengan perayaan yang berlebihan.
Yang demikian itu, tentu lebih sejalan dengan misi profetik yang digaungkan Nabi
semasa hidup.
Maulid adalah bentuk sederhana, dari kecintaan pecinta kepada yang dicinta.
Bentuk kekaguman seorang penggemar terhadap idolanya, seyogyanya harus terus
disiram setiap saat, supaya tumbuh subur, berkembang, berdaun dan berbuah. Agar
kelak bisa memberikan manfaat bagi lingkungan di sekitar, dengan begitu tugas
kita sebagai khalifah fil ardhi tidak keluar dari porosnya. Bukankah Nabi telah
mengajarkan, “Sebaik-sebaik manusia adalah yang paling banyak memberikan
manfaat bagi yang lain?”
Sejatinya, maulid merupakan momentum yang tepat, untuk mengguggat dan
menggugah hati kita masing-masing, melalui refleksi dan kontemplasi. Bertanya
pada relung hati kita yang terdalam; Sudahkah kita menjadi umat yang beliau
angankan? Menjadi sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia, menyeru
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Atau kita masih menjadi
budak dari perut dan kelamin kita, hingga lupa bahwa kita sedang menyakiti
Rasulullah dengan lidah dan tangan kita. Maafkan kami ya Rasulullah.

Anda mungkin juga menyukai