I. Pendahuluan
Pada awal permulaan datangnya agama Islam yang dibawa Rasulullah Saw pada
dasarnya bertujuan untuk meluruskan akidah masyarakat Arab yang masih menjadi
penganut animisme dan dinamisme. Sehingga perlu diluruskan akidahnya hanya kepada
Allah Swt sebagai zat yang patut disembah dan dimintai pertolongan. Begitu pula ketika
kedatangan Islam ke Nusantara, yang mana pada masa awal kedatangannya sebagian
masyarakat Indonesia merupakan pemeluk kepercayaan animisme dan dinamisme. Hal
itulah yang menyulitkan Islam untuk dapat diterima sebagai agama oleh sebagian
masyarakat Indonesia. Apalagi Islam membawa risalah yang tidak hanya mengurusi
kehidupan agama pemeluknya, bahkan Islam mengatur segala urusan kehidupan dari hal
yang terkecil hingga yang terbesar, termasuk di dalamnya memeberikan batasan mengenai
‘urf atau adat istiadat yang ada.
Di sini penulis ingin memaparkan salah satu ‘Urf yakni adat kebudayaan melayu
yang memang berciri khas melayu Sambas mengenai masalah Khitan dengan sebutan
Besunnat yang mana penulis memberi judul tulisan ini dengan “TRADISI SUNATAN
DAN BUANG ABU MASYARAKAT MELAYU SAMBAS” dimana perlu ditekankan
bahwa penulis bukan ingin memberikan peniliai atau judgment terhadap kebudayaan atau
adat istiada suku tertentu, melainkan hanya ingin memberikan masukan bahwa Islam ialah
agama yang sangat mencintai keindahan, keberagaman suku dan budaya sebagaimana
firman Allah Swt di dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat [49] ayat 13.
1
Judul tersebut merupakan judul yang diberikan oleh dosen pengampu sebagai tugas ulangan tengah
semester tahun 2019 matakuliah islam dan peradaban melayu
2
Penulis beranama Sabilaria Tisa (1830208047) yang merupakan salah satu mahasiswi program studi
pendidikan kimia, fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan, Universitas islam Negeri(UIN) Raden fatah
palembang
II. Pembahasan
A. Khitanan menurut pandangan islam
Sunat-sunah dalam hukum Islam adalah apabila dikerjakan mendapatkan
pahala dan bila ditinggalkan atau tidak dilakukan tidak berdosa. Namun, ada traisi
di kaalangan orang Melayu yaitu sunat rasul, apakah sama dengan definisi sunah
dalam ilmu fiqih, tentu tidak.3
Sunat rasul merupakan proses memotong kulit ujung zakar laki-laki atau
mengupas penutup kelentit perempuan. Biasanya bersunat dilakukan ketika masih
kanak-kanak dengan tujuan untuk mmbuka kepala zakar untuk dibersihkan. 3
Dari sudut kebudayaan, bersunat adalah upacara peralihan dari keadaan "kotor"
masa bayi atau kanak-kanak kepada keadaan "suci". Upacara ini dikenal juga
sebagai "bersuci" atau "masuk jawi" yakni menjadi orang Islam yang suci dan
luhur. Dalam masyarakat Melayu, upacara bersunat untuk anak laki-laki lebih
diutamakan daripada anak perempuan.3
Dengan demikian melakukan upacara bersunat merupakan kewajiban bagi
setiap orang tua. Besar kecilnya upacara yang akan diadakan itu tergantung kepada
hajat orang tuanya atau pun keadaan status sosial ekonomi orang tua. 3
Pelaksanaan upacara bersunat biasanya dapat dilakukan dengan berbagai
macam acara. Ada yang menggabungkannya dengan acara berkhatam Quran,
perayaan perkawinan dari salah seorang kelaurga terdekat, ada juga dengab
bersunat secara bersama yang terdiri dari anak-anak keluarga terdekat. 3
Walaupun perayaan bersunat rasul dapat dilakukan dalam berbagai cara
pelaksanaanya, namun inti dari tujuan upacara bersunat rasul itu sama yaitu untukk
memenuhi sunnah rasul sebagai seorang yang menganut Islam. Di samping itu
tujuan bersunat rasul adalah untuk mensucikan anak untuk memasuki masa remaja3
3
Muhammad Ashsubli, 2018. Islam dan Kebudayaan Melayu. Jakarta : Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.
3. Khitan merupakan pernyataan ubudiyyah terhadap Allah Swt dan ketaatan
melaksanakan perintah.
4. Khitan itu membawa kebersihan serta keindahan dan meluruskan salhwat.
Khitan merupakan cara yang sehat dalam memelihara seseorang dari penyakit.4
53
Muhammad Ashsubli, 2018. Islam dan Kebudayaan Melayu. Jakarta : Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
2. Dengan memotong qulfah seseorang bisa terlepas dari infeksi pada penis
saat terjadi ereksi.
3. Khitan dapat mengurangi terjadinya penyakit kanker.
4. Dengan khitan memungkinkan kita untuk mengurangi atau mencegah
terjadinya ompol yang biasa terjadi pada kebanyakan anak kecil (balita).
5. Secara tidak langsung khitan dapat memperkuat hubungan seksual.
6. Khitan mengurangi risiko infeksi penyakit seksual menular seperti human
papilloma virus (HPV) dan penyakit seksual menular seperti herpes atau
sifilis. Meski demikian, pria yang sudah menjalani sunat harus tetap
melakukan hubungan seksual yang sehat dan aman.
7. Mencegah terjadinya penyakit pada penis seperti nyeri pada kepala atau
kulup penis yang disebut fimosis. Ini adalah kondisi saat kulup penis yang
tidak disunat sulit untuk ditarik. Kondisi ini bisa menyebabkan radang pada
kepala penis yang disebut balanitis.
8. Mengurangi risiko infeksi saluran kemih yang dapat merujuk kepada
masalah ginjal. Infeksi ini umumnya lebih sering terjadi pada orang yang
tidak menjalani sunat.
9. Mengurangi risiko kanker penis.
10. Mengurangi risiko kanker serviks pada pasangan. Risiko kanker
serviks menurun pada wanita yang pasangannya telah menjalani prosedur
sirkumsisi.
11. Membuat kesehatan penis lebih terjaga. Penis yang disunat lebih mudah
dibersihkan, sehingga kesehatannya lebih terjamin dibandingkan yang tidak
disunat.6
6
https://www.alodokter.com/metode-dan-manfaat-sunat
Kepulauan Riau akibat migrasi Suku Sambas pada abad ke 19, dan Sarawak
(Malaysia). 7
7
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Sambas : Diakses tanggal 22 Oktober 2019.
8
http://nandayantronika15.blogspot.co.id/2015/04/adat-istiadat-budaya-sambas-buang abu.html ;
Diakses tanggal 23 Oktober 2019.
Proses sunatan itu biasanya dilaksanakan di rumah salah satu anak yang
memang hendak di sunat. Apabila yang hendak disunat dua orang atau lebih
maka salah satu keluarga harus menginapkan anaknya beberapa malam di
tempat anaknya bersunat tersebut.8
Orang yang menyunat disebut sebagai Tukang Sunat, kemudian alat yang
digunakan untuk memotong ujung kemaluan itu terbuat dari kulit bambu
yang sering disebut sebagai Sembilu (Sembilok).
Pada zaman dahulu sebelum ada dokter sunat/dokter khitan di masyarakat
Sambas terutama di daerah Paloh dan sekitarnya memiliki sebuah budaya
tradisional yang bernama Buang Abu. Lalu apa yang dimaksud dengan
buang abu itu dan bagaimana tata caranya, berikut ini penulis akan
memaparkannya.9
2. Tradisi Buang Abu Masyarakat Melayu Sambas
a. Sejarah Tradisi Buang Abu Masyarakat Melayu Sambas
Pada jaman dahulu masyarakat Paloh itu ketika setelah tiga hari
sunatan/khitanan pasti mengadakan sebuah acara yang sangat unik dan
aneh. Mereka setiap selesai melakukan penyunatan, orang yang
disunat harus mendekatkan kemaluannya itu kepada tempat yang
berisikan abu dapur untuk menampung darah bekas sunat/khitan
tersebut, karena dahulu orang sunatan tidak memiliki alat seperti yang
ada pada zaman sekarang ini, dan apabila kemaluan orang yang disunat
itu berdarah maka darah itu harus di masukan ke dalam tempat yang
berisi abu tersebut, karena abu dapat menghilangkan aroma bau darah.
Karena pada zaman dahulu orang-orang sangat mempercayai hal-hal
yang mistik, seperti apa bila darah diletakkan ke tempat yang
sembarangan maka aroma sedap dari bau darah tersebut akan menyebar
kemana mana dan hantu-hantu yang suka makan
darah, akan mendatanginya dan memakan darah tersebut. Jadi, pada
saat darah itu berhenti maka abu tersebut akan di buang. Jadi, begitulah
asal muasal penamaan tradisi Buang Abu.
9
http://www.misterpangalayo.com/2016/09/tradisi-buang-abu-pada masyarakat-suku-melayu-sambas.html ;
Diakses tanggal 23 Oktober 2019.
b. Tahapan-Tahapan Tradisi Buang Abu
1) Nyarrok merupakan sebuah istilah dalam masyarakat Sambas
sebagai surat undangan yang disampaikan melalui mulut ke mulut
ketika hendak mengundang kerabat atau tetangga. Biasanya orang
yang ditugaskan untuk menjadi penyampai undangan melalui lisan
ini dari kalangan keluarga dekat dan memang sudah biasa dalam
hal berkomunikasi. Jika tidak ada yang bisa dari pihak keluarga,
maka disuruhlah orang lain yang biasa ditugaskan untuk nyarrok
tetangga. Adapun orang yang disuruh untuk menyampaikan
undangan lisan itu disebut sebagai Tukang Sarrok.
2) Bepapas, yaitu sesuatu yang berisikan beras yang telah dihaluskan,
dicampur dengan kunyit, kemudian diberi air yang telah dibacakan
doa penolak bala. Terdapat juga alat untuk memercikkan beras
yang telah dihaluskan, dicampur dengan kunyit, kemudian diberi
air yang telah dibacakan doa penolak bala itu dengan dedaunan
seperti daun ribu, daun salam, daun juang, daun Pandan wangi dan
sebagainya, lalu di percikkan ke tubuh orang yang disunat tersebut
dimulai dari kepala terlebih dahulu, kemudian pundak terus menuju
tangan sampai ujung jari, kemudian dilanjutkan ke punggung, lalu
menuju paha sampai lutut hingga ujung kaki. Kemudian apabila
ada orang yang ingin juga ikut maka akan di persilahkan untuk
bersama-sama Bepappas untuk menolak bala yang akan terjadi
pada dirinya. Pada saat selesai Bepappas inilah tradisi Buang Abu
dilaksanakan.10
Tradisi buang abu ini mempunyai keunikan tersendiri,
dimana tempurung kelapa yang di isi dengan abu dapur yang
kemudian menjadi tempat darah ketika selesai besunnat/khitan itu
disimpan, kemudian setelah tiga hari dan diadakan acara buang abu
maka biasanya sang anak ketika selesai Bepappas diminta untuk
keluar rumah sambil membawa tempurung yang berisikan abu
dapur yang dimilikinya. Kemudian menuju ke sisi rumah sebelah
kiri, lalu setelah itu mereka disuruh untuk melempar tempurung
http://www.misterpangalayo.com/2016/09/tradisi-buang-abu-pada masyarakat-suku-melayu-sambas.html ;
10
http://www.misterpangalayo.com/2016/09/tradisi-buang-abu-pada masyarakat-suku-melayu-sambas.html ;
11
ِ فَبِ َما َر ْح َم ٍة ِّمنَ هَّللا ِ لِنتَ لَ ُه ْم ۖ َولَ ْو ُكنتَ فَظًّا َغلِيظَ ا ْلقَ ْل
ُّ َب اَل نف
6) ْضوا ِمن
َ َز ْمتKإِ َذا َعK َ ِر ۖ فKا ِو ْر ُه ْم فِي اأْل َ ْمK ش ْ اعْفُ َع ْن ُه ْم َوKKَ َك ۖ فK َِح ْول
َ ر لَ ُه ْم َوKْ ِتَ ْغفK اس
َ فَتَ َو َّك ْل َعلَى هَّللا ِ ۚ إِنَّ هَّللا َ يُ ِح ُّب ا ْل ُمت ََو ِّكلِين13
Artinya:
http://www.misterpangalayo.com/2016/09/tradisi-buang-abu-pada masyarakat-suku-melayu-sambas.html ;
12
13
E-Jurnal Kajian Budaya, 2015;10(20) Nurhuda Widiana PERGUMULAN ISLAM DENGAN
BUDAYA LOKAL Studi Kasus Masyarakat Samin di Dusun Jepang Bojonegoro Jurusan
Ushuluddin dan Dakwah STAIN Pekalongan.
“Maka disebabkan rahmat Allahlah, engkau bersikap lemah
lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap kasar dan
berhati keras. Niscaya mereka akan menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Kerena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan tertentu. Kemudian apabila engkau telah
membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.
(QS. Ali ‘Imran [3] : 159).
7) س ْو ِل هللا صلّى هللا عليه وسلم ْ َ َما َرأَ ْيتُ أَ َحدًا أَ ْكثَ َر َمش ُْو َر ٍة اِل
ُ ص َحابِ ِه ِمنْ َر
14
E-Jurnal Kajian Budaya, 2015;10(20) Nurhuda Widiana PERGUMULAN ISLAM DENGAN BUDAYA LOKAL
Studi Kasus Masyarakat Samin di Dusun Jepang Bojonegoro Jurusan Ushuluddin dan Dakwah STAIN Pekalongan.
III. Kesimpulan / Penutupan
Mengenal dari dalam merupakan proses penghayatan, pemasukan dan penanaman
pemikiran kepada individu maupun suatu kelompok masyarakat tertentu. Kaitannya
dengan nilai-nilai pendidikan Islam ialah penanaman nilai-nilai yang sesuai dengan
ketentuan syariat agama Islam sebagaimana yang tertulis di dalam Al-Qur’an maupun
Hadis Nab Saw.
Proses mengenal Budaya Lokal dari sisi dalamnya dengan pendekatan komunikasi
tentu merupakan suatu cara yang tepat untuk mendapatkan hati masyarakat Sambas yang
pada dasarnya lebih terbiasa pada komunikasi bentuk kelompok dibanding dengan
menggunakan komunikasi media massa. Mereka sudah terbiasa belajar atau menerima
informasi dari guru di dalam suasana musyawarah, duduk di suatu tempat dan berkumpul
bersama yang lain.
https://www.alodokter.com/metode-dan-manfaat-sunat
https://muslim.or.id/29239-khitan-sunat-disyariatkan-dalam-islam.html
http://nandayantronika15.blogspot.co.id/2015/04/adat-istiadat-budaya-sambas-buang
abu.html ; Diakses tanggal 23 Oktober 2019.
http://www.misterpangalayo.com/2016/09/tradisi-buang-abu-pada masyarakat-suku-
melayu-sambas.html ; Diakses tanggal 23 Oktober 2019.
Muhammad Ashsubli, 2018. Islam dan Kebudayaan Melayu. Jakarta : Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia.