Anda di halaman 1dari 26

Nabi Muhammad SAW adalah nabi Ummat Islam di seluruh dunia. Beliau adalah Nabi akhir zaman.

Penutup para Nabi. Khotamun Nabiyyin. Tidak akan ada nabi yang akan diutus oleh Allah untuk menyampaikan risalahNya setelah Nabi Muhammad. Jabir pernah bertanya kepada Nabi Muhammad, Ya Rosulallah, Demi Ayah dan Ibuku, sampaikan pada saya tentang sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh Allah SWT sebelum menciptkan yang lain. Nabi Menjawab, wahai Jabir, sesungguhnya Allah menciptkan Nur Nabimu Muhammad SAW sebelum menciptakan segala sesuatu di alam semesta ini. Dan segala sesuatu di alam semesta ini adalah dari cahaya Nabi Muhammad SAW. Dan Nabi pernah bersabda, saya adalah Nabi yang diciptakan pertama kali dan diutus paling akhir. Pada tanggal 12 Robiul Awwal 1423 H tepatnya hari ini tanggal 15 Februari 2011 kita memperingati hari kelahiran beliau. Nabi Muhammad lahir di kota Mekkah dan wafat di kota Madinah. Beliau lahir dengan penuh keajaiban-keajaiban. Di antara yang saya ketahui ketika lahirnya Nabi Muhammad seluruh pepohonan yang tidak pernah berbuah waktu itu langsung berbuah, api yang tak pernah padam dan menjadi sesembahan warga Majusi, ketika lahir nabi apa itu langsung padam. Ketika beliau lahir langsung sujud kepada Allah SWT. Ada lagi ketika beliau lahir sang ibu tak merasakan sakit sedikitpun. Tidak ada darah bercecer bekas melahirkan. Makna Peringatan Maulid Nabi

Peringatan maulid adalah upaya mengenang hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tentu saja tidak hanya mengingat hari lahir beliau. Tapi juga mengingat jasa-jasa beliau yang telah menyebarkan agama Islam ke seluruh dunia termasuk kepada kita. Ingat juga pada sifat-sifatnya yang luhur budi, penyabar, rendah hati dan lain lain. Sikapnya yang tegas menyebarkan dakwah Islam patut kita teladani. Makna peringatan maulid adalah menyegarkan kembali ingatan kita akan ajaran Nabi dan kita harus siap untuk melaksanakannya. Memperingati hari lahir tidak boleh hanya sebagai kegiatan ritual semata. Tapi harus diaplikasikan atau diwujudkan dalam aktivitas nyata kita di kehidupan sehari-hari. Jika ada yang memperingati maulid dengan menyediakan makanan dan buah-buahan itu oke oke saja dan tentu saja halal. Yang paling penting adalah niatnya. Karena segala sesuatu itu tergantung pada niat kita. Menyiapkan makanan dan buah-buahan untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW tentu sangat baik. Niatnya tentu saja adalah untuk memperbanyak sedekah kepada orang yang kita undang untuk peringatan maulid. Jika kita mampu mengapa kita tidak ajak orang berkumpul sambil membaca shalawat setelah itu menghidangkan makanan ala kadarnya sesuai dengan kemampuan. Dengan Peringatan Maulid Nabi bisa mengingatkan kita untuk selalu membaca shalawat ( doa keselamatan untuk Nabi ) karena membaca shalawat mengandung manfaat dan keutamaan. Silahkan baca-baca lagi posting saya sebelumnya tentang keutamaan membaca shalawat pada Nabi SAW. Semoga manfaat. Baca juga Artikel Terkait berikut ini: 1. Keutamaan Membaca Shalawat Untuk Nabi Muhammad SAW 2. Nabi Muhammad Pohon dan Ummatnya adalah Cabang dan Ranting

3. Yang Kami Lakukan dalam Peringatan Maulid Nabi Saw 4. Selamat Tahun Baru Hijriyah 1433 5. Amalan Yang Baik Dilakukan pada Bulan Ramadhan 6. Selamat Hari Ibu 7. Hari Ibu Hadir di Setiap Hari-Hariku 8. Kerukunan Antar Ummat Beragama di Internet 9. Menyambut Malam Lailatul Qadar 10. Shalat Tarawih, Arti dan Keutamaannya Pencarian Artikel ini dengan Kata Kunci:

maulid nabi muhammad saw (5377) maulid nabi (3703) MAULID NABI MUHAMMAD (853) artikel maulid nabi muhammad saw (610) peringatan maulid nabi muhammad saw (581) makna Maulid nabi (513) makna maulid nabi muhammad saw (424) maulud nabi (316) makna maulid nabi muhammad (272) peringatan maulid nabi (268)

Karakter Umat Muhammad Pertama: keras dan tegas terhadap orang-orang kafir. yang memusuhi dan memerangi umat Islam. Juga terhadap ajaran, budaya, dan pemikiran mereka. Maklum, dewasa ini tak sedikit umat Islam bersikap tegas dan keras terhadap orang-orang kafir, namun bermesraan dengan ajarannya. Kini terjadi perang budaya, dan umat Islam yang sebenarnya diperangi merasa tidak diperangi. Kedua: Berkasih sayang terhadap sesama umat Islam. Allah berfirman: Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, sebab itu damaikanlah (perbaiki hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Q.S. Al-Hujurat : 10) Oleh karena itu. sesama muslim wajib saling asah. asih, asuh. Saling menyayangi, mencintai, melindungi, menutupi aib, tidak menghina. mencemooh, memfitnah, apalagi menumpahkan darah sesamanya. Rasulullah saw bersabda:Janganlah kalian saling mendengki, membenci, memutus persaudaraan. Dan jadilah kalian abdi-abdi Allah yang bersaudara[HR. Bukhari] Ketiga: senantiasa rukuk dan sujud. Umat Islam senantiasa menjaga dan mendirikan shalatnya dengan baik. Shalat adalah kebutuhan umat, kebutuhan kita, bukan saja sebagai kewajiban. Firman Allah:Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al-Qur-an) dan dirikanllah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S.Al-Ankabut : 45)

Keempat:senantiasa mengharap ridha Allah SWT. Orientasi hidup umat Muhammad untuk Allah SWT. semata. untuk pengabdian total. Melaksanakan apa yang diperintahkan dan menghidari apa yang dilarang oleh Allah. Semua itu demi mengharap ridha Allah SWT. Kelima: disegani teman dan ditakuti lawan. O;eh karena itu umat Islam seharusnya kuat dalam segala hal, kuat dalam ketaatan terhadap agamanya, kuat pendukungnya, kuat dalam percaturan kehidupan dalam segala dimensinya. Inilah yang perlu adanya pembenahan sumber daya manusia muslim yang tangguh. Rencananya Warga Kakalia Raya Sabtu ini akan mengadakan Maulid Nabi bersama Hj.Qurrota Ayun. Tabligh Akbar ini diselenggarakan oleh Ibu-ibu Majlis Taklim yang tergabung dalam GAMMAT Arroyyan.

3 3 3 3 3 3 3 3 3

Share

Tags: apa arti maulid nabi muhamad saw, apakah arti mualid nabi, arti maulid nabi, arti maulid nabi muhammad, arti maulid nabi muhammad saw, arti maulid nabi saw, arti maulud nabi, arti maulud nabi muhammad, arti mualid nabi muhammad, cikarang, Cikarang Baru, cikarangonline, cikarangonline.com, gelo, makna maulid nabi, makna maulid nabi muhamad, makna maulid nabi muhammad, makna maulid nabi muhammad 2011,

makna maulid nabi muhammad saw, makna maulid nabi muhammad saw 2011, makna maulid nabi saw, makna maulid;, makna maulud nabi, makna maulud nabi muhamad, makna perayaan maulid nabi, makna perayaan maulid nabi muhammad, makna peringatan maulid nabi muhammad saw, maulid nabi, maulid nabi muhammad saw, maulid nabi muhammad saw 2011, maulid qurrota a yun, memaknai maulid nabi, mu, pengertian maulid, pengertian maulid nabi, pengertian maulid nabi muhammad, pengertian maulid nabi muhammad saw, penjelasan tentang ,maulid nabi muhammad saw, Peringatan Maulid di Cikarang Baru, situs nabi muhammad, situs nabi muhammad saw, syafaat nabi muhammad, tentang maulid nabi muhammad, tentang maulid nabi muhammad saw, umat yang mendapat syafaat nabi muhammad saw, Warga Kakalia mengadakan Tabligh Akbar Tabligh Akbar Hj.Ummi Qurotta Ayun di Cikarang Baru Fogging nyamuk di Anoa dan Jerapah Cikarang Baru

Cikarang Online Portal Informasi Kota Industri

Pusat Informasi Bisnis Kota Cikarang Nabi Muhammad SAW adalah nabi Ummat Islam di seluruh dunia. Beliau adalah Nabi akhir zaman. Penutup para Nabi. Khotamun Nabiyyin. Tidak akan ada nabi yang akan diutus oleh Allah untuk menyampaikan risalahNya setelah Nabi Muhammad. Jabir pernah bertanya kepada Nabi Muhammad, Ya Rosulallah, Demi Ayah dan Ibuku, sampaikan pada saya tentang sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh Allah SWT sebelum menciptkan yang lain. Nabi Menjawab, wahai Jabir, sesungguhnya Allah menciptkan Nur Nabimu Muhammad SAW sebelum menciptakan segala sesuatu di alam semesta ini. Dan segala sesuatu di alam semesta ini adalah dari cahaya Nabi Muhammad SAW. Dan Nabi pernah bersabda, saya adalah Nabi yang diciptakan pertama kali dan diutus paling akhir. Pada tanggal 12 Robiul Awwal 1423 H tepatnya hari ini tanggal 15 Februari 2011 kita memperingati hari kelahiran beliau. Nabi Muhammad lahir di kota Mekkah dan wafat di kota Madinah. Beliau lahir dengan penuh keajaiban-keajaiban. Di antara yang saya ketahui ketika lahirnya Nabi Muhammad seluruh pepohonan yang tidak pernah berbuah waktu itu langsung berbuah, api yang tak pernah padam dan menjadi sesembahan warga Majusi, ketika lahir nabi apa itu langsung padam. Ketika beliau lahir langsung sujud kepada Allah SWT. Ada lagi ketika beliau lahir sang ibu tak merasakan sakit sedikitpun. Tidak ada darah bercecer

bekas Makna Peringatan Maulid

melahirkan. Nabi

Peringatan maulid adalah upaya mengenang hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tentu saja tidak hanya mengingat hari lahir beliau. Tapi juga mengingat jasa-jasa beliau yang telah menyebarkan agama Islam ke seluruh dunia termasuk kepada kita. Ingat juga pada sifat-sifatnya yang luhur budi, penyabar, rendah hati dan lain lain. Sikapnya yang tegas menyebarkan dakwah Islam patut kita teladani. Makna peringatan maulid adalah menyegarkan kembali ingatan kita akan ajaran Nabi dan kita harus siap untuk melaksanakannya. Memperingati hari lahir tidak boleh hanya sebagai kegiatan ritual semata. Tapi harus diaplikasikan atau diwujudkan dalam aktivitas nyata kita di kehidupan sehari-hari. Jika ada yang memperingati maulid dengan menyediakan makanan dan buah-buahan itu oke oke saja dan tentu saja halal. Yang paling penting adalah niatnya. Karena segala sesuatu itu tergantung pada niat kita. Menyiapkan makanan dan buahbuahan untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW tentu sangat baik. Niatnya tentu saja adalah untuk memperbanyak sedekah kepada orang yang kita undang untuk peringatan maulid. Jika kita mampu mengapa kita tidak ajak orang berkumpul sambil membaca shalawat setelah itu menghidangkan makanan ala kadarnya sesuai dengan kemampuan. Etika Merayakan Peringatan Maulid Nabi

Raja Al-Mudhaffar Abu Sa`id Kaukabri ibn Zainuddin Ali bin Baktakin(l. 549 H. w.630 H.), menurut Imam Al-Suyuthi tercatat sebagai raja pertama yang memperingati hari kelahiran Rasulullah SAW ini dengan perayaan yang meriah luar biasa. Tidak kurang dari 300.000 dinar beliau keluarkan dengan ikhlas untuk bersedekah pada hari peringatan maulid ini. Imam Al-Hafidz Ibnu Wajih menyusun kitab maulid yang berjudul AlTanwir fi Maulidi al-Basyir al-Nadzir. Konon kitab ini adalah kitab maulid pertama yang disusun oleh ulama. Di negeri kita tercinta ini, meskipun tidak dapat disebut sebagai

Negara Islam, banyak masyarakat yang merayakannya dan telah menjadi tradisi mereka. Pemerintah pun telah menjadikan peringatan ini salah satu agenda rutin dan acara kenegaraan tahunan yang dihadiri oleh pejabat tinggi negara serta para duta besar negara-negara sahabat berpenduduk Islam. Hari peringatan maulid Nabi tekah telah disamakan dengan hari-hari besar keagamaan lainnya. Pendapat Ulama dan Silang pendapat mengenai perayaan Maulid Nabi

Hukum perayaan maulid telah menjadi topik perdebatan para ulama sejak lama dalam sejarah Islam, yaitu antara kalangan yang memperbolehkan dan yang melarangnya karena dianggap bid'ah. Hingga saat ini pun masalah hukum maulid, masih menjadi topik hangat yang diperdebatkan kalangan muslim. Yang ironis, di beberapa lapisan masyarakat muslim saat ini permasalahan peringatan maulid sering dijadikan tema untuk berbeda pendapat yang kurang sehat, dijadikan topik untuk saling menghujat, saling menuduh sesat dan lain sebagainya. Bahkan yang tragis, masalah peringatan maulid nabi ini juga menimbulkan kekerasan sektarianisme antar pemeluk Islam di beberapa tempat. Seperti yang terjadi di salah satu kota Pakistan tahun 2006 lalu, peringatan maulid berakhir dengan banjir darah karena dipasang bom oleh kalangan yang tidak menyukai maulid.

Untuk lebih jelas mengenai duduk persoalan hukum maulid ini, ada baiknya kita telaah sejarah pemikiran Islam tentang peringatan maulid ini dari pendapat para ulama terdahulu. Tentu saja tulisan ini tidak memuat semua pendapat ulama Islam, tetapi cukup ulama dominan yang dapat dijadikan rujukan untuk membuat sebuah peta pemikiran.

Pendapat

Ibnu

Taymiyah:

Ibnu Taymiyah dalam kitab Iqtidla'-us-Syirat al-Mustqim (2/83-85) mengatakan: "Rasululullah s.a.w. telah melakukan kejadian-kejadian penting dalam sejarah beliau, seperti khutbah-khutbah dan perjanjianperjanjian beliau pada hari Badar, Hunain, Khandaq, pembukaan Makkah, Hijrah, Masuk Madinah. Tidak seharusnya hari-hari itu dijadikan hari raya, karena yang melakukan seperti itu adalah umat Nasrani atau

Yahudi yang menjadikan semua kejadian Isa hari raya. Hari raya merupakan bagian dari syariat, apa yang disyariatkan itulah yang diikuti, kalau tidak maka telah membuat sesuatu yang baru dalam agama. Maka apa yang dilakukan orang memperingati maulid, antara mengikuti tradisi Nasrani yang memperingati kelahiran Isa, atau karena cinta Rasulullah. Allah mungkin akan memberi pahala atas kecintaan dan ijtihad itu, tapi tidak atas bid'ah dengan menjadikan maulid nabi sebagai hari raya. Orang-orang salaf tidak melakukan itu padahal mereka lebih mencintai rasul". Namun dalam bagian lain di kitab tersebut, Ibnu Taymiyah menambahkan:"Merayakan maulid dan menjadikannya sebagai kegiatan rutin dalam setahun yang telah dilakukan oleh orang-orang, akan mendapatkan pahala yang besar sebab tujuannya baik dan mengagungkan Rasulullah SA. Seperti yang telah saya jelaskan, terkadang sesuatu itu baik bagi satu kalangan orang, padahal itu dianggap kurang baik oleh kalangan mu'min yang ketat. Suatu hari pernah ditanyakan kepada Imam Ahmad tentang tindakan salah seorang pejabat yang menyedekahkan uang 100 dinar untuk membuat mushaf Qur'an, beliau menjawab:"Biarkan saja, itu cara terbaik bagi dia untuk menyedekahkan emasnya". Padahal madzhab Imam Ahmad mengatakan bahwa menghiasi Qur'an hukumnya makruh. Tujuan Imam Ahmad adalah bahwa pekerjaan itu ada maslahah dan ada mafsadahnya pula, maka dimakruhkan, akan tetapi apabila tidak diperbolehkan, mereka itu akan membelanjakan uanngnya untuk kerusakan, seperti membeli buku porno dsb. Pahamilah dengan cerdas hakekat agama, lihatlah kemaslahatan dalam setiap pekerjaan dan kerusakannya, sehingga kamu mengetahui tingkat kebaikan dan keburukan, sehingga pada saat terdesak kamu bisa memilih mana yang terpenting, inilah hakekat ilmu yang diajarkan Rasulullah. Membedakan jenis kebaikan, jenis keburukan dan jenis dalil itu lebih mudah. Sedangkan mengetahui tingkat kebaikan, tingkat keburukan dan tingkat dalil itu pekerjaan para ulama. Selanjutnya Ibnu Taymiyah menjelaskan tingkat amal solih itu ada tiga. Pertama Amal sholeh yang masyru' (diajarkan) dan didalamnya tidak ada kemaruhan sedikitpun. Inilah sunnah murni dan hakiki yang wajib dipelajari dan diajarkan dan inilah amalan orang solih terdahulu dari zaman muhajirin dan anshor dan pengikutnya.

Kedua: Amal solih dari satu sisi, atau sebagian besar sisinya berisi amal solih seperti tujuannya misalnya, atau mungkin amal itu mengandung pekerjaan baik. Amalan-amalan ini banyak sekali ditemukan pada orang-orang yang mengaku golongan agama dan ibadah dan dari orang-orang awam juga. Mereka itu lebih baik dari orang yang sama sekali tidak melakukan amal solih, lebih baik juga daripada orang yang tidak beramal sama sekali dan lebih baik dari orang yang amalannya dosa seperti kafir, dusta, hianat, dan bodoh. Orang yang beribadah dengan ibadah yang mengandung larangan seperti berpuasa lebih sehari tanpa buka (wisal), meninggalkan kenikmatan tertentu (mubah yang tidak dilarang), atau menghidupkan malam tertentu yang tidak perlu dikhususkan seperti malam pertama bulan Rajab, terkadang mereka itu lebih baik dari pada orang pengangguran yang malas beribadah dan melakukan ketaatan agama. Bahkan banyak orang yang membenci amalanamalan seperti ini, ternyata mereka itu pelit dalam melakukan ibadah, dalam mengamalkan ilmu, beramal solih, tidak menyukai amalan dan tidak simpatik kepadanya, tetapi tidak juga mengantarkannya kepada kebaikan, misalnya menggunakan kemampuannya untuk kebaikan. Mereka ini tingkah lakunya meninggalkan hal yang masyru' (dianjurkan agama) dan yang tidak masyru' (yang tidak dianjurkan agama), akan tetapi perkatannya menentang yang tidak masyru' (yang tidak diajarkan agama). Ketiga: Amalan yang sama sekali tidak mengandung kebaikan, karena meninggalkan kebaikan atau mengandung hal yang dilarang agama. (ini hukumnya jelas). Pendapat Ibnu Hajar al-Haithami: "Bid'ah yang baik itu sunnah dilakukan, begitu juga memperingati hari maulid Rasulullah". Pendapat Abu Shamah (guru Imam Nawawi):"Termasuk yang hal baru yang baik dilakukan pada zaman ini adalah apa yang dilakukan tiap tahun bertepatan pada hari kelahiran Rasulullah s.a.w. dengan memberikan sedekah dan kebaikan, menunjukkan rasa gembira dan bahagia, sesungguhnya itu semua berikut menyantuni fakir miskin adalah tanda kecintaan kepada Rasulullah dan penghormatan kepada beliau, begitu juga merupakan bentuk syukur kepada Allah atas diutusnya Rasulullah s.a.w. kepada seluruh alam semesta". Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitab Fatawa Kubro menjelaskan:"Asal

melakukan maulid adalah bid'ah, tidak diriwayatkan dari ulama salaf dalam tiga abad pertama, akan tetapi didalamnya terkandung kebaikankebaikan dan juga kesalahan-kesalahan. Barangsiapa melakukan kebaikan di dalamnya dan menjauhi kesalahan-kesalahan, maka ia telah melakukan buid'ah yang baik (bid'ah hasanah). Saya telah melihat landasan yang kuat dalam hadist sahih Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah s.a.w. datang ke Madina, beliau menemukan orang Yahudi berpuasa pada haru Asyura, maka beliau bertanya kepada mereka, dan mereka menjawab:"Itu hari dimana Allah menenggelamkan Firaun, menyelamatkan Musa, kami berpuasa untuk mensyukuri itu semua. Dari situ dapat diambil kesimpulan bahwa boleh melakukan syukur pada hari tertentu di situ terjadi nikmat yang besar atau terjadi penyelamatan dari mara bahaya, dan dilakukan itu tiap bertepatan pada hari itu. Syukur bisa dilakukan dengan berbagai macam ibadah, seperti sujud, puasa, sedekah, membaca al-Qur'an dll. Apa nikmat paling besar selain kehadiran Rasulullah s.a.w. di muka bumi ini. Maka sebaiknya merayakan maulid dengan melakukan syukur berupa membaca Qur'an, memberi makan fakir miskin, menceritakan keutamaan dan kebaikan Rauslullah yang bisa menggerakkan hati untuk berbuat baik dan amal sholih. Adapun yang dilakukan dengan mendengarkan musik dan memainkan alat musik, maka hukumnya dikembalikan kepada hukum pekerjaan itu, kalau itu mubah maka hukumnya mubah, kalau itu haram maka hukumnya haram dan kalau itu kurang baik maka begitu seterusnya". Al-Hafidz al-Iraqi dalam kitab Syarh Mawahib Ladunniyah mengatakan:"Melakukan perayaan, memberi makan orang disunnahkan tiap waktu, apalagi kalau itu disertai dengan rasa gembira dan senang dengan kahadiran Rasulullah s.a.w. pada hari dan bulan itu. Tidaklah sesuatu yang bid'ah selalu makruh dan dilarang, banyak sekali bid'ah yang disunnahkan dan bahkan diwajibkan". Imam Suyuti berkata: "Menurut saya asal perayaan maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca al-Qur'an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan hidupnya. Kemudian dihidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu tergolong bid'ah hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhamad SAW yang mulia".[2]

Syeh Azhar Husnain Muhammad Makhluf mengatakan:"Menghidupkan malam maulid nabi dan malam-malam bulan Rabiul Awal ini adalah dengan memperbanyak dzikir kepada Allah, memperbanyak syukur dengan nikmatnikmat yang diturunkan termasuk nikmat dilahirkannya Rasulullah s.a.w. di alam dunia ini. Memperingatinya sebaiknya dengan cara yang santun dan khusu' dan menjauhi hal-hal yang dilarang agama seperti amalanamalan bid'ah dan kemungkaran. Dan termasuk cara bersyukur adalah menyantuni orang-orang susah, menjalin silaturrahmi. Cara itu meskipun tidak dilakukan pada zaman Rasulullah s.a.w. dan tidak juga pada masa salaf terdahulu namun baik untuk dilakukan termasuk sunnah hasanah". Seorang ulama Turkmenistan Mubasshir al-Thirazi mengatakan:"Mengadakan perayaan maulid nabi Muhammad s.a.w. saat ini bisa jadi merupakan kewajiban yang harus kita laksanakan, untuk mengkonter perayaanperayaan kotor yang sekarang ini sangat banyak kita temukan di masyarakat" Dalil-dalil yang memperbolehkan melakukan perayaan Maulid Nabi s.a.w.

1. Anjuran bergembira atas rahmat dan karunia Allah kepada kita. Allah SWT berfirman:

Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. QS.Yunus:58.

2. Rasulullah SAW sendiri mensyukuri atas kelahirannya. Dalam sebuah Hadits dinyatakan:

: .

"Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah

ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku". (H.R. Muslim, Abud Dawud, Tirmidzi, Nasa'I, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Ibnu Abi Syaibah dan Baghawi). 3. Diriwayatkan dari Imam Bukhori bahwa Abu Lahab setiap hari senin diringankan siksanya dengan sebab memerdekakan budak Tsuwaybah sebagai ungkapan kegembiraannya atas kelahiran Rasulullah SAW. Jika Abu Lahab yang non-muslim dan al-Qur'an jelas mencelanya, diringankan siksanya lantaran ungkapan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah SAW, maka bagaimana dengan orang yang beragama Islam yang gembira dengan kelahiran Rasulullah SAW.

Kesimpulan

Hukum

Maulid

Melihat dari pendapat-pendapat ulama di atas, dapat disimpulkan bahwa pendapat-pendapat ulama terdahulu seputar peringatan maulid adalah sebagai berikut:

1. Malarang dilakukan

maulid pada

karena zaman

itu termasuk bid'ah ulama solih

dan tidak pertama

pernah Islam.

2. Memperbolehkan perayaan maulid Nabi, dengan syarat diisi dengan amalan-amalan yang baik, bermanfaat dan berguna bagi masyarakat. Ini merupakan ekspresi syukur terhadap karunia Allah yang paling besar, yaitu kelahiran Nabi Muhammad dan ekspresi kecintaan kepada beliau. 3. Menganjurkan maulid, karena itu merupakan tradisi baik yang telah dilakukan sebagian ulama terdahulu dan untuk mengkonter perayaanperayaan lain yang tidak Islami.

Jadi masalah maulid ini seperti beberapa masalah agama lainnya, merupakan masalah khilafiyah, yang diperdebatkan hukumnya oleh para ulama sejak dulu. Sebaiknya umat Islam melihatnya dengan sikap toleransi dan saling menghargi mengenai perbedaan pendapat ini. Tidak selayaknya mengklaim paling benar dan tidak selayaknya menuduh salah lainnya.

Bahkan kalau dicermati, sebenarnya pendapat yang melarang dan yang memperbolehkan perayaan maulid tujuannya adalah sama, yaitu sama-sama membela kecintaan mereka kepada Rasulullah s.a.w. Maka sangat disayangkan kalau umat Islam yang sama-sama dengan dalih mencintai Rasulullah s.a.w. tetapi saling hujat dan bahkan saling menyakiti.

Dengan Peringatan Maulid Nabi bisa mengingatkan kita untuk selalu membaca shalawat ( doa keselamatan untuk Nabi ) karena membaca shalawat mengandung manfaat dan keutamaan. Semoga manfaat.

Sejarah Perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diperkenalkan oleh Abu Said al-Qakburi, seorang gubernur Irbil, di Irak pada masa pemerintahan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (11381193). Adapula yang berpendapat bahwa idenya justru berasal dari Sultan Salahuddin sendiri. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat itu, yang sedang terlibat dalam Perang Salib melawan pasukan Kristen Eropa dalam upaya memperebutkan kota Yerusalem dan sekitarnya. Perayaan di Indonesia Masyarakat muslim di Indonesia umumnya menyambut Maulid Nabi dengan mengadakan perayaan-perayaan keagamaan seperti pembacaan shalawat nabi, pembacaan syair Barzanji dan pengajian. Menurut penanggalan Jawa bulan Rabiul Awal disebut bulan Mulud, dan acara Muludan juga dirayakan dengan perayaan dan permainan gamelan Sekaten. Perbedaan Paham Terdapat beberapa kaum ulama yang berpaham Salafi dan Wahhabi yang tidak merayakannya karena menganggap perayaan Maulid Nabi merupakan sebuah bidah, yaitu kegiatan yang bukan merupakan ajaran Nabi Muhammad SAW. Mereka berpendapat bahwa kaum muslim yang merayakannya keliru dalam menafsirkannya sehingga keluar dari esensi kegiatannya. Namun demikian, terdapat pula ulama yang berpendapat bahwa peringatan Maulid Nabi bukanlah hal bidah, karena merupakan pengungkapan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW.

wihans.info [ wihans web indonesia ] : Pengertian Maulid Maulid secara bahasa berarti tempat atau waktu dilahirkannya seseorang [Boleh juga dikatakan maulid adalah mashdar (asal kata) bermakna kelahiran (al-wiladah). Ini disebut mashdar mim. Oleh karena itu, tempat maulid Nabi Shallallahualaihi wasallam adalah Makkah. Sedangkan waktu maulid beliau adalah pada hari Senin bulan Rabiul Awwal pada tahun Gajah tahun 53 SH (Sebelum Hijriah) yang bertepatan dengan bulan April tahun 571 M. Adapun tanggal kelahiran beliau, maka para ulama berselisih dalam penentuannya. Dan cukuplah hal ini menjadi tanda dan bukti nyata yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallahualaihi wa ala alihi wasallam, para sahabat beliau, dan para ulama setelah mereka, tidaklah menaruh perhatian besar dalam masalah hari maulid (kelahiran) Nabi Shallallahualaihi wa ala alihi wasallam. Karena seandainya hari maulid beliau adalah perkara yang penting, memiliki keutamaan yang besar, dan memiliki arti yang mendalam dalam Islam, maka pasti akan ditegaskan oleh Rasulullah Shallallahualaihi wa ala alihi wasallam dalam hadits-hadits beliau, sebagai konsekuensi dari kesempurnaan Islam dan semangat beliau dalam menunjukkan kebaikan kepada ummatnya. Juga pasti akan dinukil dari para sahabat tentang tanggal kelahiran beliau sebagai konsekuensi sikap amanah mereka dalam menyampaikan ilmu. Jadi, perbedaan pendapat para ulama tentang kapan tanggal maulid beliau menunjukkan bahwa tidak ada keterangan yang jelas dari Nabi Shallallahualaihi wa ala alihi wasallam dan tidak pula dari para sahabat beliau Radhiallahuanhum tentang masalah ini. Perselisihan Pendapat Tentang Maulid (Hari Lahir) Nabi Ada beberapa pendapat dalam masalah ini, tapi yang paling masyhurnya adalah: 1. Maulid Nabi adalah tanggal 8 Rabiul Awwal. Pendapat inilah yang dikuatkan oleh Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab sebagaimana yang akan datang, dan juga yang zhahirnya dikuatkan oleh Syaikh Nashiruddin AlAlbani Rahimahullah dalam kitab beliau Shahih As-Sirah An-Nabawiah hal. 13. Beliau berkata dalam taliq (catatan kaki), Adapun waktu hari kelahiran beliau, telah disebutkan tentangnya dan tentang bulannya oleh beberapa pendapat. Hal ini disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam kitab asal [Yakni kitab Sirah Rasulullahi Shallallahualaihi wasallam wa Dzikru Ayamihi wa Ghozawatihi wa Saroyahu wal Wufud Ilaihi karya Al-Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullahu], dan semuanya muallaq, tanpa ada sanad yang bisa diperiksa dan diukur dengan ukuran ilmu mustholah hadits, kecuali pendapat yang mengatakan bahwa hal itu (hari kelahiran Nabi) pada tanggal 8 Rabiul Awwal. Karena (tanggal 8 ini telah diriwayatkan oleh Malik dan selainnya dengan sanad yang shahih dari Muhammad bin Jubair bin Muthim dan beliau adalah seorang tabiin yang mulia. Dan mungkin karena inilah, pendapat ini dikuatkan oleh para pakar sejarah dan mereka berpegang padanya,

dan (pendapat) ini yang dipastikan oleh Al-Hafizh Al-Kabir Muhammad bin Musa AlKhowarizmy dan juga dikuatkan oleh Abul Khoththob bin Dihyah . 2. Maulid Nabi tanggal 9 Rabiul Awwal. Pengarang Nurul Ainain fii Sirah Sayyidil Mursalin berkata, hal. 6, Almarhum Mahmud Basya seorang pakar ilmu Falak menguatkan bahwa hal itu (hari kelahiran Nabi) adalah pada Subuh hari Senin, tanggal 9 Rabiul Awwal yang bertepatan dengan tanggal 20 April tahun 571 Miladiyah dan juga bertepatan dengan tahun pertama dari peristiwa Gajah. Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury Hafizhahullah berkata dalam kitab beliau ArRohiqul Makhtum [Kitab beliau ini meraih peringkat pertama dalam perlombaan mengarang Sirah Nabawiah yang diadakan oleh Rabithah Al-Alam Al-Islamy pada tahun 1399 H], hal. 54, Pimpinan para Rasul dilahirkan di lingkungan Bani Hasyim di Mekah pada subuh hari Senin tanggal 9 bulan Rabiul Awwal tahun pertama dari peristiwa perang Gajah dan bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 bulan April tahun 571 M. Pendapat inilah yang dikuatkan oleh Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid dan Syaikh Muhammad bin Utsaimin Rahimahumallah. Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid Rahimahullahu berkata ketika menyebutkan tentang Abu Said Al-Kaukabury [Dia adalah orang yang pertama kali merayakan maulid di negeri Maushil sebagaimana yang akan datang penjelasannya], Dia mengadakan perayaan tersebut pada malam kesembilan (Rabiul Awal) menurut yang dikuatkan oleh para ahli hadits [Ucapan ini jangan dipahami bahwa ahlul hadits menguatkan bolehnya maulid, tapi maknanya bahwa ahlul hadits menguatkan bahwa hari kelahiran beliau pada tanggal 9.[ed]] bahwa beliau Shallallahualaihi wa ala alihi wasallam dilahirkan pada malam itu (kesembilan) dan beliau wafat pada tanggal 12 Rabiul Awal menurut kebanyakan ulama [Lihat kitab beliau ArRasa`ilul Hisan fii Fadha`ihil Ikhwan hal. 49]. Syaikh Muhammad bin Utsaimin Rahimahullahu berkata setelah menyebutkan konsekuensi kecintaan kepada Nabi Shallallahualaihi wa ala alihi wasallam, Maka ketika itu, jika bulan ini (Rabiul Awwal) adalah bulan diutusnya Rasul Shallallahualaihi wa ala alihi wasallam, demikian juga dia adalah bulan dilahirkannya Rasul Shallallahualaihi wa ala alihi wasallam berdasarkan pendapat yang dinyatakan oleh para pakar sejarah. Hanya saja, tidak diketahui malam keberapa beliau dilahirkan. Pendapat yang paling bagus adalah yang menyatakan bahwa beliau dilahirkan pada malam ke 9 dari bulan ini (Rabiul Awwal) bukan malam ke 12. Berbeda halnya dengan pendapat yang terkenal di sisi kebanyakan kaum muslimin saat ini. Karena ini (yakni lahirnya beliau pada tanggal 12) tidaklah memiliki landasan yang benar dari sisi sejarah. Berdasarkan perhitungan para ahli falak belakangan, kelahiran beliau adalah pada hari ke 9 dari bulan ini . [Lihat Majmu Al-Fatawa (7/357) karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin, kumpulan Fahd bin Nashir bin Ibrahim AsSulaimany] 3. Maulid Nabi adalah tanggal 12 Rabiul Awwal.

Muhammad bin Ishaq bin Yasar berkata sebagaimana dalam Sirah Nabawiyyah (1/58) karya Ibnu Hisyam Rahimahullahu, Rasulullah Shallallahualaihi wasallam dilahirkan pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal, tahun Gajah. Akan tetapi pendapat ini dilemahkan oleh Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullahu. Dalam kitab beliau Mukhtashar Siratur Rasul, hal. 18, beliau menyatakan, Beliau Alaihis sholatu wassalam dilahirkan pada tanggal 8 Rabiul Awwal. Qila (dikatakan) [Istilah qila (dikatakan) dengan bentuk kalimat pasif di kalangan para ulama biasa digunakan untuk melemahkan suatu pendapat, dan ini adalah perkara yang masyhur dan jelas bagi siapa saja yang menelaah kitab-kitab para ulama], tanggal 10, dan qila (dikatakan) : tanggal 12, pada hari Senin. Kami katakan: Berkaca pada semua perkataan dan pernyataan di atas, kita bisa lihat bahwa pendapat yang menyatakan bahwa Nabi Shallallahualaihi wa ala alihi wasallam dilahirkan pada tanggal 12 Rabiul Awwal sama sekali tidak memiliki landasan hujjah (argumen) yang kuat. Dan pendapat yang paling mendekati kebenaran -insya Allah- adalah yang menyatakan bahwa Nabi Shallallahualaihi wa ala alihi wasallam dilahirkan pada tanggal 8 Rabiul Awwal karena adanya riwayat dari Muhammad bin Jubair bin Muthim Rahimahullahu, kemudian setelahnya adalah pendapat yang dikuatkan oleh para ahli hadits yang menyatakan bahwa beliau dilahirkan pada tanggal 9 Rabiul Awwal, wallahu Taala Ala wa Alam. Yang Pertama Kali Merayakannya Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz At-Tuwaijiry Hafizhahullah berkata, Yang pertama kali memunculkan bidah ini adalah Bani Ubaid Al-Qaddah yang menamakan diri dengan AlFathimiyyun dan menyandarkan nasab mereka kepada keturunan Ali bin Abi Thalib Radhiallahuanhu. Padahal sebenarnya, mereka adalah pendiri dakwah bathiniyah. Nenek moyang mereka Ibnu Daishan yang dikenal dengan nama Al-Qaddah, seorang budak milik Jafar bin Muhammad Ash-Shadiq dan salah seorang pendiri mazhab bathiniah di Irak. Kemudian dia pergi ke negeri Maghrib (Maroko) mengaku sebagai keturunan Uqail bin Abi Thalib. Tatkala kaum ekstrim Syiah-Rafidhah bergabung ke mazhabnya, diapun mengaku sebagai anak Muhammad bin Ismail bin Jafar Ash-Shadiq dan mereka menerima hal tersebut. Padahal Muhammad bin Ismail meninggal dalam keadaan tidak memiliki keturunan. Di antara yang mengikutinya adalah Hamdan Qirmith, yang (firqah) Al-Qaramithah disandarkan kepadanya. Waktu terus berjalan hingga muncul dari kalangan mereka seseorang yang bernama Said bin AlHusain bin Ahmad bin Abdillah bin Maimun bin Daishan Al-Qaddah, yang kemudian mengubah nama dan nasabnya. Dia berkata kepada pengikutnya, Saya adalah Ubaidullah [Para pengikutnya kemudian dikenal dengan nama Al-Ubaidiyyun (pengikut Ubaidullah)] bin AlHasan bin Muhammad bin Ismail bin Jafar Ash-Shadiq sehingga meluaslah fitnah (malapetaka)nya di Maghrib [Al-Bida Al-Hauliyyah hal. 137-139]. Berikut perkataan beberapa ulama dalam mengingkari penisbahan mereka kepada ahlil bait (keturunan Rasulullah):

Ibnu Khallikan Rahimahullahu berkata sebagaimana dalam Al-Bida Al-Hauliyyah, hal. 139, Pakar ilmu nasab dari kalangan muhaqqiqin mengingkari pengakuan dia (Ubaidullah) kepada nasab (ahlil bait) tersebut. Ibnu Katsir Rahimahullahu berkata, Sesungguhnya pemerintahan Al-Fathimiyyun AlUbaidiyyun yang bernisbah kepada Ubaidillah bin Maimun Al-Qaddah, seorang Yahudi yang memerintah di Mesir dari tahun 357567 H, mereka memunculkan banyak hari-hari raya. Di antaranya perayaan maulid Nabi Shallallahualaihi wa ala alihi wasallam [Al-Bidayah 11/127]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu berkata dalam Majmu Al-Fatawa (35/120), Telah diketahui bahwa jumhur (kebanyakan) manusia mengingkari penisbahan mereka serta mereka (jumhur) menyebutkan bahwa mereka (Al-Ubaidiyyun) merupakan anak keturunan Majusi atau yahudi. Perkara ini masyhur berdasarkan persaksian para ulama dari berbagai kelompok ; Al-Hanafiah, Al-Malikiah, Asy-Syafiiyyah, Al-Hanabilah, Ahlil Hadits, Ahlil kalam, pakar nasab, orang awwam dan selain mereka. Pada tempat lain (25/120-132) beliau menyebutkan beberapa ulama yang lain seperti: Ibnul Atsir Al-Maushily dalam Tarikhnya, beliau menyebutkan sesuatu yang ditulis oleh para ulama kaum muslimin dalam tulisan-tulisan mereka langsung dalam mengkritik penisbahan mereka. Ibnul Jauzy. Abu Syamah dalam kitabnya Al-Baits ala Inkaril Bida wal Hawadits. Al-Qadhy Abu Bakr Muhammad bin Ath-Thayyib Al-Baqillany dalam kitab beliau yang masyhur yang berjudul Kasyful Asrar wa Hatkul Astar. Dia menyebutkan bahwa mereka adalah dari keturunan Majusi. Al-Qadhy Abu Yala Muhammad bin Al-Husain Al-Farra`, seorang ulama Al-Hanabilah dalam kitab beliau Al-Mutamad. Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazaly dalam kitab beliau yang berjudul Fadha`ilul Mustazhharah wa Fadha`ihul Bathiniyyah. Al-Qadhy Abdul Jabbar bin Ahmad Al-Hamadzany dan yang semisal dengannya dari kalangan ahli kalam Mutazilah. Kemudian, bidah perayaan hari lahir (ulang tahun) secara umum serta perayaan hari lahir Nabi (maulid) secara khusus, tidaklah muncul kecuali pada zaman Al-Ubaidiyyun pada tahun 362 H. Tidak ada seorangpun yang mendahului mereka dalam merayakan maulid ini. Taqiyyuddin Al-Maqrizy Rahimahullahu berkata dalam Al-Mawaizh wal Itibar bi Dzikril Khuthath wal Atsar (1/490) di bawah judul Penyebutan Hari-Hari yang Dijadikan Sebagai Hari Raya oleh Khilafah Al-Fathimiyyun, Khilafah Al-Fathimiyyun sepanjang tahun memiliki beberapa hari raya dan hari peringatan, yaitu : Perayaan akhir tahun, perayaan awal tahun (tahun

baru), hari Asyura`, perayaan maulid (hari lahir) Nabi Shallallahualaihi wa ala alihi wasallam, maulid Ali, maulid Al-Hasan, maulid Al-Husain, maulid Fathimah -Radhiyallahu anhum-, perayaan maulid (ulang tahun) khalifah saat itu, perayaan malam pertama dan pertengahan bulan Rajab, malam pertama serta pertengahan dari bulan Syaban, . Juga telah berlalu keterangan dari Ibnu Katsir Rahimahullahu dalam masalah ini ketika beliau mengingkari penisbahan mereka (Al-Ubaidiyyun) kepada ahlil bait. Maka hal ini merupakan persaksian yang sangat jelas dan gamblang dari beliau berdua -padahal Al-Maqrizy adalah termasuk para ulama yang menetapkan dan membela penisbahan mereka kepada keturunan Ali bin Abi Thalib- bahwa Al-Ubaidiyyun adalah sebab turunnya musibah ini (perayaan bidah maulid) atas kaum muslimin serta merekalah yang membuka pintu-pintu perayaan bidah dengan berbagai macam bentuknya. Pendapat ini (bahwa yang memulai perayaan maulid adalah Al-Bathiniyyah) telah dikuatkan oleh sejumlah ulama belakangan. Berikut nama-nama beserta perkataan mereka: Mufti Negeri Mesir, Syaikh Muhammad bin Bukhaith Al-Muthiiy Rahimahullahu berkata, Termasuk perkara-perkara yang baru muncul dan banyak pertanyaaan tentangnya adalah masalah perayaan-perayaan maulid (ulang tahun). Maka kami katakan bahwa sesungguhnya yang pertama kali memunculkannya di Qahirah (baca: Kairo) adalah khilafah Al-Fathimiyyun dan yang pertama kali dari kalangan mereka adalah orang yang bernama Al-Muizz Lidinillah [Ahsanul Kalam fii ma Tataallaqu bis Sunnah wal Bidah minal Ahkam hal. 44]. Syaikh Muhammad Hamid Al-Faqy Rahimahullahu berkata dalam taliq (komentar) beliau terhadap kitab Syaikhul Islam Al-Iqtidho`, hal.294, bahkan tidak ada yang memunculkan hari-hari raya kesyirikan ini kecuali Al-Ubaidiyyun yang ummat telah bersepakat akan kemunafikan mereka dan bahwa mereka lebih kafir daripada Yahudi dan Nasrani dan bahwa mereka adalah musibah atas kaum muslimin. Kaum muslimin menyimpang dari jalan yang lurus lewat tangan-tangan, dan susupan-susupan mereka serta sesuatu yang mereka masukkan ke dalam ummat ini berupa racun-racun Shufiyah (tashowwuf) yang busuk. Syaikh Muqbil bin Hady Rahimahullahu, Syaikh Ahmad An-Najmy, dan Syaikh Shalih AlFauzan -hafizhahumallah- juga menetapkan hal yang sama sebagaimana akan datang perkataan mereka pada bab ketiga belas ketika menyebutkan perkataan para ulama tentang bidahnya perayaan maulid. Syaikh Uqail bin Muhammad bin Zaid Al-Maqthiry Al-Yamany berkata, Yang pertama kali memunculkannya -yaitu perayaan maulid- di Kairo adalah Al-Muizz Lidinillah Al-Fathimy pada tahun 362 H dan terus berlangsung sampai dihapuskan oleh Al-Afdhal, Panglima pasukan perang Badrul Jamaly pada tahun 488 H pada zaman pemerintahan Al-Mustaly Billah. Tatkala khilafah Al-Amir bi Ahkamillah bin Al-Mustaly berkuasa pada tahun 495 H, perayaan maulidpun kembali dirayakan [Al-Maurid fii Hukmil Ihtifal bil Maulid hal 8-9]. Nampak dari nukilan-nukilan tadi bahwa yang pertama kali mengerjakan amalan bidah ini (perayaan maulid) adalah Al-Ubaidiyyun alias Al-Fathimiyyun yang bermazhab bathiniyah.

Mereka ini ingin mengubah agama kaum muslimin, memasukkan ke dalam agama Islam sesuatu yang bukan darinya, dan menjauhkan kaum muslimin dari agamanya yang sebenarnya. Karena menyibukkan manusia dengan melakukan berbagai amalan bidah adalah cara termudah untuk mematikan sunnah Nabi -Muhammad Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- yang suci dan menjauhkan manusia dari syariat Allah Subhanahu wa Taala yang penuh dengan kemudahan. Adapun yang dinukil dari sekelompok ulama seperti Ibnu Katsir, Ibnu Khallikan, dan AsSuyuthy dan diikuti oleh beberapa ulama belakangan seperti Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh dan Syaikh Hamud At-Tuwaijiry bahwa yang pertama kali merayakan maulid Nabi adalah raja Irbil Muzhaffaruddin Abu Said Al-Kaukabury bin Abil Hasan Ali bin Bakatkin di akhir abad keenam atau awal abad ketujuh Hijriah, maka pernyataan mereka ini dibawa (baca: diarahkan maknanya) kepada perkataan Abu Syamah Abdurrahman bin Ismail Al-Maqdisy dalam kitabnya Al-Baits ala Ingkaril Bida wal Hawadits hal. 31 ketika beliau berkata, Sesungguhnya yang pertama kali merayakannya di Maushil adalah Syaikh Umar bin Muhammad Al-Mulla, salah seorang dari kalangan orang shalih yang terkenal [Amalan orang yang dianggap shalih ini menunjukkan kebodohan dia terhadap sunnah Nabinya Shallallahu'alaihi wasallam-. Demikianlah keadaan kebanyakan bidah, syaithan masukkannya ke dalam Islam dengan perantaraan orang-orang yang dianggap shalih, akan tetapi bodoh dan berpaling dari mempelajari agama Allah Subhanahu wa Taala, Wallahul Mustaan], yang kemudian diikuti (dalam merayakannya) oleh raja Irbil. Maka kita lihat, apa yang beliau sebutkan tentang orang yang pertama kali merayakannya hanya terbatas di negeri Maushil. Ini tidaklah menunjukkan bahwa yang pertama kali merayakannya secara mutlak adalah raja Irbil, karena telah berlalu bahwa yang pertama kali merayakannya adalah Al-Fathimiyyun dari kalangan Al-Bathiniyyah. Sehingga dengan demikian, pernyataan yang dinukil dari Ibnu Katsir dan yang mengikuti beliau ini tidaklah bertentangan dengan pembahasan yang telah kami terangkan di atas. Termasuk perkara yang menguatkan bahwa Al-Ubaidiyyun Al-Fathimiyyun Al-Bathiniyyun telah mendahului raja Irbil dalam merayakan maulid Nabi Shallallahualaihi wasallam adalah bahwa Al-Muizz Lidinillah yang bernama Maad bin Abdillah Al-Fathimy datang ke Qahirah pada bulan Ramadhan tahun 362 H. Sedang tahun itu merupakan awal pemerintahan mereka (AlFathimiyyun) di Mesir. Khalifah yang terakhir dari mereka adalah Al-Adhid Abdullah bin Yusuf, meninggal pada tahun 567 H. Adapun Muzhaffaruddin -Raja Irbil-, maka dia dilahirkan pada tahun 549 H dan meninggal tahun 630 H. Jadi, ini merupakan bukti nyata bahwa raja Irbil telah didahului oleh Al-Ubaidiyyun dalam merayakan maulid Nabi Shallallahualaihi wasallam sekitar 2 abad sebelumnya, wallahu Alam. Untuk lebih memperjelas masalah, berikut kami sebutkan beberapa pemikiran bathiniyah beserta nukilkan beberapa komentar ulama tentang kebejatan mereka terhadap Islam dan kaum muslimin, yang mana pada gilirannya hal ini akan mengungkap hakekat dari perayaan maulid Nabi Shallallahualaihi wa ala alihi wasallam yang mereka munculkan: Mereka meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib adalah sembahan selain Allah Subhanahu wa Taala.

Mereka melakukan tahrif manawy (penyelewengan makna) terhadap ayat-ayat Allah Subhanahu wa Taala (memalingkan makna ayat dari makna sebenarnya yang zhahir kepada makna yang tidak masuk akal, yang mereka anggap sebagai batin ayat tersebut). Ini merupakan sejelek-jelek tahrif. Contohnya mereka menafsirkan ayat:

Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. (QS. Al-Lahab : 1) Mereka menafsirkan dua tangan yaitu Abu Bakar dan Umar -Radhiyallahu anhuma-. Mereka berkeyakinan bahwa semua syariat dan aturan dalam Islam memiliki zhahir dan batin. Yang zhahir -menurut mereka- adalah kaifiyat/cara yang diamalkan oleh kaum muslimin pada umumnya. Sedangkan yang batin adalah suatu cara yang hanya diketahui oleh kalangan mereka sendiri dan hanya boleh diamalkan oleh orang-orang khusus yaitu mereka. Contohnya shalat lima waktu; zhahirnya adalah dengan mengerjakan sholat, sedangkan batinnya -dan hanya ini yang mereka amalkan- adalah mengetahui rahasia-rahasia mazhab mereka. Jadi, siapa yang telah mengetahui rahasia-rahasia tersebut, maka dia sudah dianggap melaksanakan shalat walaupun tidak melakukan gerakan-gerakan shalat. Puasa batinnya adalah menyembunyikankan rahasia-rahasia kelompok mereka. Batinnya ibadah haji -menurut merekaadalah menziarahi kuburan guru-guru mereka, dan seterusnya. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, maka apakah masih ada ajaran agama yang tersisa dengan keyakinan mereka ini ?!. Ibnu Katsir Rahimahullahu menyebutkan dalam Al-Bidayah wan Nihayah (11/286-287) bahwa pada tahun 402 H, sejumlah ulama, para hakim, orang-orang terpandang, orang-orang yang adil, orang-orang shalih, dan para ahli fiqh, mereka semua telah menulis sebuah tulisan yang berisi pencacatan dan celaan pada nasab keturunan Al-Fathimiyyun Al-Ubaidiyyun. Mereka menyebutkan dalam tulisan tersebut beberapa pemikiran sesat mereka, di antaranya: Mereka telah menelantarkan aturan-aturan, menghalalkan kemaluan (zina), menghalalkan khamr, menumpahkan darah, mencerca para nabi, melaknat Salaf (para sahabat Rasulullah Shallallahualaihi wa ala alihi wasallam dan pengikutnya) serta mereka mengaku bahwa guruguru mereka memiliki sifat-sifat ketuhanan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu pernah ditanya tentang mereka. Beliau menjawab bahwa mereka adalah termasuk manusia yang paling fasik dan yang paling kafir, dan bahwa siapa saja yang mempersaksikan keimanan dan ketakwaan bagi mereka serta (mempersaksikan) benarnya nasab keturunan mereka (kepada Ali bin Abi Thalib) maka sungguh dia telah mempersaksikan untuk mereka dengan perkara-perkara yang dia sendiri tidak mengetahuinya. Padahal Allah Taala telah berfirman:

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. Al-Isra`: 36)

Dan Allah Taala berfirman: Kecuali orang-orang yang bersaksi dalam keadaan mereka mengetahui (apa yang mereka persaksikan). (QS. Az-Zukhruf : 86) [Majmu Al-Fatawa (22/120)]. Dari seluruh keterangan-keterangan di atas, telah nampak jelas bagi setiap orang yang menginginkan kebenaran bahwa perayaan hari maulid (ulang tahun) secara umum dan maulid Nabi Muhammad Shallallahualaihi wa ala alihi wasallam secara khusus bukanlah termasuk bagian dari ajaran Islam sama sekali. Hal ini kita bisa tinjau dari tiga sisi: Perayaan maulid Nabi setiap tanggal 12 Rabiul Awwal sama sekali tidak memiliki landasan sejarah yang kuat sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin -rahimahumallahu Taala- [Telah berlalu pernyataan kedua ulama ini ketika membawakan pendapat-pendapat dan khilaf para ulama seputar tanggal kelahiran Nabi Shallallahualaihi wasallam]. Jadi, bagaimana bisa dikatakan perayaan ini memiliki landasan/asal dari syariat Islam ?! Perayaan Maulid Nabi Shallallahualaihi wasallam ini tidaklah muncul kecuali setelah berakhirnya zaman-zaman keutamaan (zaman para sahabat, tabiin, dan yang mengikuti mereka). Maulid tidaklah pernah dikerjakan oleh para sahabat, tidak pula para tabiin, serta tidak juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sebagaimana yang akan kami pertegas pada bab ketiga belas dalam buku ini. Sesungguhnya yang pertama kali memunculkan bidah maulid Nabi Shallallahualaihi wasallam ini adalah suatu kaum yang disepakati oleh seluruh ulama Islam tentang kekafiran dan kemunafikan mereka. Mereka adalah Al-Bathiniyyah yang ingin mengubah agama kaum muslimin dan memasukkan ke dalamnya perkara-perkara yang tidak termasuk dalam agama mereka. {Rujukan: Al-Qaulul Fashl fii Hukmil Ihtifal bi Maulidi Khairir Rasul hal. 64-72, Al-Maurid fii Hukmil Ihtifal bil Maulid hal. 7-9 dan Al-Bida Al-Hauliyah hal. 137-151} [Dinukil dari Buku Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi Shallallahu alaihi wa sallam karya alUstadz Hammad Abu Muawiyah, cetakan Maktabah al-Atsariyyah 2007] Rindu kami padamu ya Rosul Rindu tiada terkira Berabad Jarak darimu ya Rosul Serasa dikau disini Sepenggal Lirik lagu Cinta Rosul yang dibawakan oleh Bimbo, mengingatkan kita pada 1431 yang lalu, telah lahir pada saat itu seorang manusia yang mulia, bisa mengubah dunia yang kelam, sesat dan tanpa moral menjadi tatanan kehidupan yang lebih beradab.

Sepak terjang Rosulullah dalam perjuangannya mengemban misi Tuhan untuk menyadarkan manusia dari berbagai penyimpangan fitrahnya, bisa diselesaikan secara sempurna hanya memakan waktu selama 23 th. Sebuah pencapaian yang luar bisa yang tak mungkin bisa dilaksanakan oleh umat manusia jaman sekarang. Rosulullah bisa meletakan dasar-dasar Keislaman yang inklusif dan komprehensif serta dimanifestasikan dalam karya yang nyata bukan hanya jargon. Karya nyata itu bisa dimanfaatkan bukan hanya oleh kalangan umat Islam saja, namun non musiim pun dapat merasakan manfaatnya. Syaikh Dr. Yusuf Al Qaradhawi, Ketua Persatuan Ulama Internasional, mengungkapkan dalam situs beliau:Ketika kita berbicara tentang peristiwa maulid ini, kita sedang mengingatkan umat akan nikmat pemberian yang sangat besar, nikmat keberlangsungan risalah, nikmat kelanjutan kenabian. Dan berbicara atau membicarakan nikmat sangatlah dianjurkan oleh syariat dan sangat dibutuhkan. Ungkapan syeh Yusuf Al Qaradhawi ini, memberikan sebuah pemahaman yang mendalam kepada kita, bahwa ketika kita memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, maka disana kita akan menemukan sebuah kenikmatan perjuanngan Rosululllah yang tak bisa dinilai dengan kekayaan dan kehormatan. Kenikmatan Iman dan Islam bisa menghantarkan manusia pada tatanan nilai yang lebih manusiawi. Dapat kita bayangkan seandainya Rosulullah tidak terlahir dan membawa risalah, pastu dunia ini akan dihiasi dengan kekacauan dan penindasan, keangkaraan dan kehausa dan nilai-nilai kemanusiaan dibangun bukan didasari saling sayang menyayangi tapi didasari atas kebutuhan. Substansi Maulid Nabi Muhammad SAW. Setiap tanggal 10 Rabiul Awwal atau dalam penanggalan Jawa disebut Mulud kita ummat Islam selalu memperingati hari lahirnya lelaki pilihan , yakni Nabi Muhammad SAW. Di kota-kota, desa desa dan disetiap sudut pelosok negeri masyarakat sudah mentradisikan ritual Maulid itu, bahkan kata Muludan sudah tak asing lagi ditelinga kita. Dalam merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW, umat Islam merayakannya dengan dengan berbagai kegiatan, ada pengajian, sholawatan, Lomba karya seni Islami dll. Namun ada tradisi Mauludan yang sampai saat ini masih eksis dan dijalankan oleh sebagian umat Islam. Tradisi itu adalah dengan berziarah ke makam-makam keramat dan memandikan benda-benda pusaka. Ziarah ke makam keramat, seperti makam Waliyulloh dan orang-orang yang pernah berjasa menyebar luaskan Islam, menurut penulis kalaulah ritual zarah itu untuk mendoakan serta ingin menauladani perjuangan para Waliyulloh itu, saya sangat setuju dan tradisikan zarah itu. Namun kalaulah ternyata ritual zarah itu hanya untuk mencari karomah dan barokah maka para pemuka agama harus segera membuat langkah-langkah strategis untuk menyadarkan umat Islam supaya tidak terjebak kedalam perbuatan syirik yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Apalagi dengan ritual memandikan benda-benda pusaka yang dilaksanakan setiap maulid ini, mengindikasikan pada perbuatan syirik yang tidak dapat dimengerti oleh nalar yang jelas. Kenapa pemandian benda-benda itu tidak dimandikan dalam bulan-bulan lainnya dan kenapa

pemandian itu dihubungkan dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW, sangat irrasional dan tak ada nilai manfaat dari ritual itu. Substansi Maulid Nabi Muhammad SAW dititik beratkan pada bagaimana kita menyegarkan lagi memori kita untuk selalu menauladani perjuangan Rosulullah. Maka peringatan Maulid itu akan terasa manfaatnya oleh Umat Islam itu sendiri, mereka bisa memacu lagi bebagai amalan ibaddah yang lebih berkualitas dan sesuai dengan petunjuk Allah dan Rosul-Nya. Wallahualam

Janganlah kamu berlebih-lebihan memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji putera Maryam. Aku hanyalah seorang hamba maka katakanlah Abdullah wa rasuluhu . . Maulid Nabi saw. adl kelahiran nabi Muhammad Rasulullah saw. Beliau saw. dilahirkan di tengah keluarga bani Hasyim di Makkah. Mengenai tanggal kelahirannya para ahli tarikh berbeda pendapat dalam masalah ini dan tidak ada dari mereka yg mengetahui secara pasti namun menurut buku Sirah Nabawiyah karya Shafiyurrahman Mubarakfury -Juara I lomba penulisan sejarah Nabi yg diadakan oleh Rabithah Al-Alam Al-Islamy- Nabi Muhammad saw. dilahirkan pada hari senin pagi tanggal 9 Rabiul Awal permulaan tahun dari peristiwa gajah. Bertepatan dgn itu terjadi beberapa bukti pendukung kerasulan di antaranya adalah runtuhnya sepuluh balkon istana Kisra padamnya api yg biasa disembah oleh orang-orang Majusi dan runtuhnya beberapa gereja di sekitar Buhairah. Hal ini diriwayatkan oleh Baihaqi. Selain itu Ibnu Sad meriwayatkan bahwa Ibu Rasulullah saw. berkata Setelah bayiku keluar aku melihat ada cahaya yg keluar dari kemaluanku menyinari istana-istana di syam. Setelah Aminah melahirkan dia mengirim utusan kepada kakeknya Abdul Muththalib utk menyampaikan berita gembira tentang kelahiran cucunya. Maka Abdul Muththalib datang dgn perasaan suka cita lalu membawa beliau ke dalam kabah seraya berdoa kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya. Dia memilihkan nama Muhammad utk beliau sebuah nama yg belum pernah dikenal di kalangan Arab. Kemudian beliau dikhitan pada hari ke tujuh seperti yg biasa dilakukan oleh orang-orang Arab. Itulah sekelumit sejarah tentang kelahiran Nabi saw. yg kemudian momen penting tersebut diperingati oleh kebanyakan kaum muslimin sejak berlalunya tiga generasi yaitu generasi sahabat tabiin dan tabi tabiin. Rasulullah saw. bersabda Janganlah kamu berlebih-lebihan memujiku sebagaimana orangorang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji putera Maryam. Aku hanyalah seorang hamba maka katakanlah Abdullah wa rasuluhu . . Dalam hadis yg lain Rasulullah saw. bersabda Jauhilah oleh kamu sekalian sikap berlebihan krn sesungguhnya sikap berlebihan itulah yg telah menghancurkan umat-umat sebelum

kamu. Dan dari Ibnu Masud r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda Binasalah orang yg berlebih-lebihan dalam tindakannya. . Hadis di atas menerangkan larangan Rasulullah saw. kepada umatnya utk memujinya secara berlebih-lebihan. Janganlah kamu sekalian memujiku dgn berlebih-lebihan. Artinya adl janganlah kamu sekalian memujiku dgn cara yg bathil dan janganlah kalian melampaui batas dalam memujiku. Makna kata ithra dalam hadis tersebut adl melampaui batas dalam memuji. Kenyataannya kebanyakan manusia sangat berlebih-lebihan dalam memuji dan mengagungkan orang yg menjadi panutan dan junjungannya sehingga mereka meyakini bahwa junjungan mereka itu mampu melakukan sesuatu yg seharusnya hanya hak Allah. Jadi mereka menganggap junjungan mereka itu memiliki sifat ilahiyah dan rububiyah yg sebenarnya hanya milik Allah. Hal itu krn perilaku mereka yg berlebih-lebihan dalam memuji dan menyanjung panutan mereka. Walaupun Rasulullah saw. sudah melarangnya tapi kenyataan ini masih terjadi di kalangan sebagian orang yg mengaku sebagai umatnya. Kita dapati di sebagian syair yg di anggap sebagai salah satu shalawat yg berbunyi Allahumma shalli shalatan kamilatan wa sallim salaman tamman ala sayidina Muhammadin alladzi tanhalu bihil uqadu watanfariju bihil kurabu wa tuqdha bihil hawaiju.. yg artinya Ya Allah limpahkanlah shalawat dan salam yg sempurna kepada junjungan kami Nabi Muhammad saw. yg karenaya ikatan belenggu terurai dan karenanya malapetaka sirna dan karenanya kebutuhan-kebutuhan terpenuhi. Bukankah itu adl pujian yg berlebihan krn menyanjung Rasulullah saw. dgn hal-hal yg sebenarnya hanya kekuasaan Allah saja. Itu adl satu contoh tentang keadaan sebagian umat yg melampaui batas dalam memuji Nabinya. Setelah itu ada masalah yg tersisa yaitu bagaimana dgn acara-acara perayaan dan beberapa perilaku yg dilakukan oleh kebanyakan orang utk memperingati kelahiran Nabi saw. Apakah hal tersebut termasuk perilaku yg berlebih-lebihan dan melampaui batas? Atau merupakan sesuatu hal yg baru yg diada-adakan oleh umat ini? Tentang hal itu marilah kita ikuti komentar Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin ketika beliau ditanya mengenai hukum merayakan maulid Nabi saw. Beliau berkata Pertama malam kelahiran Nabi saw. tidak diketahui secara pasti tetapi sebagian ahli sejarah menyatakan bahwa hal itu terjadi pada malam kesembilan Rabiul awal bukan pada malam kedua belas. Tetapi justru saat ini perayaan maulid dilaksanakan pada malam kedua belas yg tidak ada dasarnya dalam tinjauan sejarah. Kedua dipandang dari sisi akidah juga tidak ada dasarnya. Kalaulah itu syariat dari Allah tentulah dilaksanakan oleh Nabi saw. atau disampaikan pada umat beliau. Dan kalaulah Rasulullah saw. mengerjakannya atau menyampaikan kepada umatnya mestinya amalan itu terjaga krn Allah berfirman Sesungguhnya Kami-lah yg menurunkan Alquran dan sesunggunya Kami benar-benar akan menjaganya. .

Ketika ternyata hal itu tidak didapati maka bisa diketahui bahwa hal itu bukanlah termasuk ajaran Islam. Dan jika bukan dari ajaran agama Allah maka kita tidak boleh menjadikannya sebagai bentuk ibadah kepada Allah dan tidak boleh menjadikannya sebagai amalan taqarrub kepada-Nya. Allah telah menetapkan suatu jalan yg sudah ditentukan utk bisa sampai kepada-Nya itulah yg datang kepada Rasulullah saw.- maka bagaimana mungkin kita diperbolehkan membuat jalan sendiri yg akan menghantarkan kepada-Nya padahal kita adl seorang hamba. Ini berarti mengambil hak Allah yaitu membuat syariat yg bukan dari-Nya dan kita masukkan ke dalam ajaran Allah. Ini juga merupakan pendustaan terhadap firman Allah Pada hari ini telah kusempurnakan utk kamu agamamu dan telah kecukupkan nimat-Ku kepadamu. . Maka kami katakan bila perayaan ini termasuk bagian dari kesempurnaan dien tentunya sudah ada sebelum Rasulullah saw. wafat. Bila tidak ada berarti hal itu tidak mungkin menjadi bagian dari kesempurnaan dien krn Allah berfirman Pada hari ini telah Kusempurnakan utk kamu agamamu dan telah kecukupkan nimat-Ku kepadamu dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu. . Barang siapa yg menyatakan bahwa perayaan maulid adl termasuk ajaran agama maka ia telah membuat hal yg baru sepeninggal Rasulullah saw. ucapannya mengandung kedustaan terhadap ayat yg mulia tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa orang yg merayakan maulid Nabi ingin mengagungkan beliau ingin menampakkan kecintaan dan besarnya harapan utk mendapatkan kasih sayang beliau dari perayaan yg diadakan dan dan ingin menghidupkan semangat kecintaan kepada Nabi saw. Sebenarnya semua ini adl termasuk ibadah. Mencintai Rasul adl ibadah bahkan iman seseorang tidak sempurnya sehingga ia lbh mencintai Rasul dari pada dirinya anaknya orang tuanya dan semua manusia. Mengagungkan Rasulullah saw. juga termasuk ibadah. Haus akan kasih sayang Rasulullah saw. juga merupakan bagian dari dien. Oleh krn itu seseorang menjadi cenderung kepada syariat beliau. Jika demikian tujuan merayakan maulid nabi adl utk bertaqarrub kepada Allah dan pengagungan terhadap Rasul-Nya. Ini adl ibadah. Bila ini ibadah maka tidak boleh membuat hal yg baru yang bukan dari Allah- dan dimasukkan ke dalam agama-Nya selama-lamanya. Maka dari itu jelaslah bahwa perayaan maulid Nabi saw. adl sesuatu yg diada-adakan dan haram hukumnya. Selain itu kita juga mendengar bahwa dalam perayaan ini terdapat kemungkaran-kemungkaran besar yg tidak diterima oleh syari perasaan ataupun akal. Mereka melantunkan nyanyiannyanyian utk maksud-maksud tertentu yg sangat berlebihan tentang Rasulullah saw. Sehingga mereka menjadikan Rasulullah saw. lbh agung dari pada Allah. kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut-. Kita juga mendengar bahwa sebagian orang krn kebodohan mereka merayakan maulid Nabi apabila salah seorang membacakan kisah tentang kelahiran Nabi saw. dan jika sudah sampai pada lafadz Nabi dilahirkan mereka berdiri dgn serempak. Mereka berkata Rasulullah saw. telah datang maka kami pun berdiri utk mengagungkannya. Ini adl kebodohan. Dan ini bukanlah adab krn beliau membenci bila disambut dgn berdiri. Para sahabat

adl orang yg paling mencintai dan mengagungkan beliau tetapi mereka tidak berdiri bila menyambut beliau krn mereka tahu bahwa beliau membenci hal itu. Saat beliau masih hidup saja tidak boleh apalagi setelah beliau tidak ada. Dalam bidah ini bidah maulid Nabi yg terjadi setelah berlalunya tiga generasi mulia yaitu para sahabat tabiin dan tabi tabiin- terdapat pula kemungkaran yg dilakukan oleh orang-orang yg merayakannya yg bukan dari pokok ajaran dien. Terlebih lagi terjadinya ikhtilath {campur baur} antara laki-laki dan perempuan. Dan masih banyak kemungkaran-kemungkaran yg lain. {Majmu Fatawa Syeikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin}. Kiranya apa yg dikatakan oleh Syaikh Utsaimin di atas cukup menjelaskan kepada kita tentang hukum merayakan maulid Nabi saw. Meskipun mengetahui sejarah dan mengenal Nabi saw. adl wajib bagi kita bangga karena beliau adl rahmat bagi seluruh alam- dan selalu mengenang beliau adl tugas kita namun tidak berarti kemudian kita diperbolehkan utk memuji dan menyanjungnya secara berlebih-lebihan dan tidak berarti kita boleh mengenangnya dgn melakukan perilaku dan amalan yg justru hal itu tidak pernah dilakukannya dan tidak dianjurkan olehnya. Seperti yg dilakukan oleh orang-orang sekarang mereka merayakan maulid Nabi yg mereka sebut dgn peringatan maulid Nabi dgn melakukan berbagai amalan dan perbuatan yg justru hal itu bernilai berlebih-lebihan dalam memuji Nabi atau bahkan merupakan hal baru yg mereka ada-adakan. Lebih dari itu sebagian perilaku mereka itu ada yg termasuk dalam kategori kesyirikan yaitu apabila mereka memuji Rasulullah saw. dgn sanjungan-sanjungan dan pujian-pujian yg berisi bahwa Rasulullah saw. mampu melakukan hal-hal yg seharusnya hanya hak dan kekuasaan Allah. Walaupun tujuan merayakannya adl ibadah namun krn tidak ada tuntunannya maka perbuatan itu sia-sia belaka dan justru berubah menjadi dosa dan pelanggaran. Karena ibadah itu harus dibangun dgn dalil yg menunjukkannya. Mengapa memperingati dan mengenang Nabi saw. harus dilakukan sekali dalam setahun padahal sebagai muslim harus selalu mengenang Nabi dan meneladaninya dalam segala aspek kehidupannya. Bahkan minimal seorang muslim harus menyebut nama Nabi Muhammad saw. lima kali dalam sehari semalam yaitu pada syahadat dalam salat wajib. Mengagungkan dan mencintai Nabi adl sesuatu yg terpuji dan dianjurkan dalam Islam tapi dalam pelaksanaannya harus sesuai dgn apa yg diajarkan oleh Rasulullah saw. Rasulullah saw. melarang umatnya melakukan sesuatu yg tidak pernah dicontohkan olehnya dalam segala hal. Bagaiamana mungkin orang yg mengaku mencintai dan menyanjung Rasulullah saw. akan tetapi justru melakukan sesuatu yg sangat dibenci olehnya.

Anda mungkin juga menyukai