Anda di halaman 1dari 21

Ramalan nabi muhamad saw.

Ramalan Tentang Muhammad SAW ini. Dan ini adalah sebuah referensi soal isi buku
tersebut.
Sebagai sebuah ajaran, Islam yang dibawa Muhammad Saw. bukanlah sesuatu yang sama
sekali baru. Ia menjadi kelanjutan dari ajaran Tuhan yang diturunkan kepada umat terdahulu.
Ini bisa dilihat dari banyaknya ritual yang dilakukan umat terdahulu diajarkan dalam Islam.
Meskipun dengan penyempurnaan di sana-sini. Yang lebih tak terbantahkan lagi adalah Islam
mengajarkan tauhid sebagaimana ajaran agama-agama yang dibawa oleh para Nabi sebelum
Muhammad Saw. 
 Lebih dari itu, lewat buku ini, keberlanjutan ajaran Muhammad semakin tak terbantahkan.
Dalam buku ini diuraikan adanya nubuat (ramalan ) tentang kehadiran Muhammad dalam
kitab suci agama-agama. Dalam kitab suci agama Zoroaster misalnya, Muhammad disebut
sebagai “nabi yang dijanjikan”. Dalam Weda, Muhammad diberi gelar Narashansah
astvishyate (Muhammad yang Terpuji dan Diagungkan). Sementara Buddha Gautama
meramalkan kehadiran Muhammad dengan menyebutnya sebagai Buddha Maitreya. Dalam
perjanjian lama Muhammad disebut sebagai Himada yang membawa Shalom (sama dengan
Muhammad yang membawa Islam).

Lebih lanjut tentang: Ramalan Tentang Muhammad SAW

sirah), ia lahir diperkirakan sekitar 20 April 570/ 571, di Mekkah ("Makkah") dan wafat pada
8 Juni 632 di Madinah. Kedua kota tersebut terletak di daerah Hejaz (Arab Saudi saat ini).

Michael H. Hart, dalam bukunya The 100, menetapkan Muhammad sebagai tokoh paling
berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Menurut Hart, Muhammad adalah satu-satunya
orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal agama maupun hal
duniawi. Dia memimpin bangsa yang awalnya terbelakang dan terpecah belah, menjadi
bangsa maju yang bahkan sanggup mengalahkan pasukan Romawi di medan pertempur
sekitarnya.

Perayaan di Indonesia
Masyarakat muslim di Indonesia umumnya menyambut Maulid Nabi dengan mengadakan
perayaan-perayaan keagamaan seperti pembacaan shalawat nabi, pembacaan syair Barzanji
dan pengajian. Menurut penanggalan Jawa bulan Rabiul Awal disebut bulan Mulud, dan acara
Muludan juga dirayakan dengan perayaan dan permainan gamelan Sekaten perayaan
di luar negeri

Perayaan Maulid di India.

Sebagian masyarakat muslim Sunni dan Syiah di dunia merayakan Maulid Nabi. Muslim
Sunni merayakannya pada tanggal 12 Rabiul Awal sedangkan muslim Syiah merayakannya
pada tanggal 17 Rabiul Awal, yang juga bertepatan dengan ulang tahun Imam Syiah yang
keenam, yaitu Imam Ja'far ash-Shadiq.

Maulid dirayakan pada banyak negara dengan penduduk mayoritas Muslim di dunia, serta di
negara-negara lain di mana masyarakat Muslim banyak membentuk komunitas, contohnya
antara lain di India, Britania, dan Kanada.[1] [2] [3] [4] [5][6] [7] [8][9] Arab Saudi adalah satu-satunya
negara dengan penduduk mayoritas Muslim yang tidak menjadikan Maulid sebagai hari libur
resmi.[10] Partisipasi dalam ritual perayaan hari besar Islam ini umumnya dipandang sebagai
ekspresi dari rasa keimanan dan kebangkitan keberagamaan bagi para penganutnya.[11]
Pengertian Maulid Nabi

Maulid Nabi Muhammad SAW kadang-kadang Maulid Nabi atau Maulud saja (bahasa
Arab: ‫ مولد النبي‬،‫مولد‬, mawlidun-nabī), adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW,
yang di Indonesia perayaannya jatuh pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan
Hijriyah. Kata maulid atau milad dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Perayaan Maulid Nabi
merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad
wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada
Nabi Muhammad.

Hari ini selasa 14 februari 2011 bertepatan dengan 12 rabiul awal 1432 H. Ditetapkan sebagai
hari libur nasional.Hari kelahiran nabi besar muhamad saw.

Seperti tahun-tahun sebelumnya Perayaan Maulid berlangsung di bebarapa tempat, ada


yangberlangsung sangat meriah namun ada pula yang berlangsung sederhana.

Perayaan Maulid dibeberapa daerah sudah menjadi tradisi, bahkan ada yang mengarah ke
praktik syirik dengan mengadakan sesajian, berkurban untuk alam, laut misalkan,
pemubadziran makanan atau harta, ikhtilath atau campur baur laki-laki dan perempuan,
praktek yang mengancam jiwa dengan berdesak-desakan atau rebutan makanan, dan lainnya
yang bertentangan dengan syari’at.

Dibalik semua perayaan yang berlangsung tersebut ada hal yang paling penting kita maknai,
agar perayaan itu bukan sekedar seremonial belaka.

Peringatan maulid itu dalam rangka mengingat kembali sejarah kehidupan Rasulullah saw.,
mengingat kepribadian beliau yang agung, mengingat misinya yang universal dan abadi, misi
yang Allah swt. tegaskan sebagai rahmatan lil’alamin.

Syaikh Dr. Yusuf Al Qaradhawi, Ketua Persatuan Ulama Internasional, mengungkapkan


dalam situs beliau:“Ketika kita berbicara tentang peristiwa maulid ini, kita sedang
mengingatkan umat akan nikmat pemberian yang sangat besar, nikmat keberlangsungan
risalah, nikmat kelanjutan kenabian. Dan berbicara atau membicarakan nikmat sangatlah
dianjurkan oleh syariat dan sangat dibutuhkan.”

Kenyataan saat ini telah membuktikan, bahwa disebabkan belum bersungguh-sungguhnya


kita dalam meneladani Rasulullah SAW dalam mengarungi perjuangan hidup, maka
kehidupan kaum muslimin saat ini cenderung terperosok menjadi ummat terbelakang,
dibandingkan dengan ummat-ummat lain di hampir semua bidang kehidupan.

Oleh karena itu, jika kondisi kehidupan kita ingin berubah, maka yang harus kita lakukan
adalah mau dan berani merubah kebiasaan hidup kita ini.
Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka merubah segala sesuatu yang ada pada diri mereka sendiri” (QS.23. Ar-
Ra’du : 11).

Imam Ibnu ‘Atho’illah dalam kitab Al-Hikam menyatakan :“Bagaimana mungkin


keadaanmu akan berubah menjadi luar biasa, sedangkan kamu belum mau merubah
kebiasaan-kebiasaaan hidupmu”.

Kebiasaan mengabaikan teladan Rasulullah SAW dalam kehidupan kita sehari-hari ternyata
membawa kita kepada kemunduran derajat hidup, maka jika ingin berubah menjadi ummat
yang maju dan bermartabat, kita harus merubah kebiasaan kita.

Kita harus tinggalkan sikap menyepelekan dan mengabaikan uswahtul hasanah Rasulullah
SAW. Kita harus bersungguh-sungguh dan lebih bersungguh-sungguh lagi dalam mengenal
dan mengikuti teladan Rosulullah SAW dalam hidup ini.

Kesungguhan kita dalam mengikuti teladan Rasulullah SAW secara utuh dalam mengarungi
perjuangan hidup ini adalah kunci menuju kehidupan ummat yang lebih maju dan bertartabat
di masa yang akan datang.

Imam Ibnu Atho’illah menyatakan : “Janganlah kamu membanggakan warid yang belum
kamu ketahui buahnya. Sesungguhnya yang dimaksudkan dengan adanya awan itu bukanlah
hujan. Sesungguhnya yang dimaksudkan dengan adanya awan adalah wujudnya buah-buah
pepohonan”.

Al-Hamdulillah jika kita dapat menyelenggarakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
dengan meriah. Namun hendaknya jangan terlalu bangga dahulu. Sebab terselenggaranya
acara itu baru ibarat awan. Meriahnya suasana baru laksana hujan. Bagaimana dengan
buahnya ?. Sudah wujudkah ?.

Buahnya adalah “Mutiara hikmah dan perubahan”. Perubahan menjadi lebih baik. Lebih utuh
dan lebih bersungguh-sungguh dalam meneladani Rosulullah SAW dalam seluruh sisi
kehidupan kita. Kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan dunia.

Rasullah SAW adalah rahmat bagi semesta alam, kebaikan dan keberkahannya tidak hanya
didapatkan oleh orang-orang yang semasanya dan tidak pula berakhir dengan wafatnya.

Kepada Nabi Muhammad SAW, Allah SWT berfirman, " dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) kententraman jiwa bagi mereka. Allah Maha
mendengar, maha mengetahui." (Qs. At-Taubah: 103).

Allahumma inni atawajjahu ilaika binabiyyika nabiyyirrahmati Muhammadin shallallahu


`alaihi wa alihi. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-
Mu dengan (perantaraan) Nabi-Mu, nabi pembawa rahmat, Nabi Muhammad, shalawat
atasnya dan atas keluarganya.
Tentang Maulid Nabi Muhammad SAW
Fakta yang sesungguhnya dari kehidupan Rasulullah SAW menegaskan bahwa tidak ada
riwayat yang menyebutkan beliau pada tiap ulang tahun kelahirannya melakukan ritual
tertentu. Bahkan para shahabat beliau pun tidak pernah kita baca dalam sejarah pernah
mengadakan ihtifal secara khusus setiap tahun untuk mewujudkan kegembiraan karena
memperingati kelahiran Nabi SAW.

Bahkan upacara secara khusus untuk merayakan ritual maulid nabi SAW juga tidak pernah
kita dari generasi tabi’in hingga generasi salaf selanjutnya. Perayaan seperti ini secara fakta
memang tidak pernah diajarkan, tidak pernah dicontohkan dan juga tidak pernah dianjurkan
oleh Rasulullah SAW, para shahabat bahkan para ulama salaf di masa selanjutnya.

Perayaan maulid nabi SAW secara khusus baru dilakukan di kemudian hari. Dan ada banyak
versi tentang siapa yang memulai tradisi ini. Sebagian mengatakan bahwa konon Shalahuddin
Al-Ayyubi yang mula-mula melakukannya, sebagai reaksi atas perayaan natal umat Nasrani.
Karena saat itu di Palestina, umat Islam dan Nasrani hidup berdampingan. Sehingga terjadi
interaksi yang majemuk dan melahirkan berbagai pengaruh satu sama lain.

Versi lain menyatakan bahwa perayaan maulid ini dimulai pada masa dinasti Daulah
Fatimiyyah di Mesir pada akhir abad keempat hijriyah. Hal itu seperti yang ditulis pada kitab
Al-A’yad wa atsaruha alal Muslimin oleh Dr. Sulaiman bin Salim As-Suhaimi hal. 285-287.
Disebutkan bahwa para khalifah Bani Fatimiyyah mengadakan perayaan-perayaan setiap
tahunnya, di antaranya adalah perayaan tahun baru, asyura, maulid Nabi sAW bahwa
termasuk maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husein serta maulid Fatimah dll. .

Versi lainnya lagi menyebutkan bahwa perayaan maulid dimulai tahun 604 H oleh Malik
Mudaffar Abu Sa’id Kukburi.

Hukum Merayakan Maulid Nabi SAW


Mereka yang sekarang ini banyak merayakan maulid nabi SAW seringkali mengemukakan
dalil. Di antaranya:

1. Mereka berargumentasi dengan apa yang ditulis oleh Imam As-Suyuti di dalam kitab
beliau, Hawi li al-Fatawa Syaikhul Islam tentang maulid serta Ibn Hajar Al-Asqalani ketika
ditanya mengenai perbuatan menyambut kelahiran nabi SAW. Beliau telah memberi jawaban
secara bertulis:

Adapun perbuatan menyambut maulid merupakan bid’ah yang tidak pernah diriwayatkan
oleh para salafush-shaleh pada 300 tahun pertama selepas hijrah. Namun perayaan itu penuh
dengan kebaikan dan perkara-perkara yang terpuji, meski tidak jarang dicacat oleh perbuatan-
perbuatan yang tidak sepatutnya.

Jika sambutan maulid itu terpelihara dari perkara-perkara yang melanggar syari’ah, maka
tergolong dalam perbuatan bid’ah hasanah. Akan tetapi jika sambutan tersebut terselip
perkara-perkara yang melanggar syari’ah, maka tidak tergolong di dalam bida’ah hasanah.

2. Selain pendapat di atas, mereka juga berargumentasi dengan dalil hadits yang
menceritakan bahwa siksaan Abu Lahab di neraka setiap hari Senin diringankan. Hal itu
karena Abu Lahab ikut bergembira ketika mendengar kelahiran keponakannya, Nabi
Muhammad SAW. Meski dia sediri tidak pernah mau mengakuinya sebagai Nabi. Bahkan
ekspresi kegembiraannya diimplementasikan dengan cara membebaskan budaknya,
Tsuwaibah, yang saat itu memberi kabar kelahiran Nabi SAW.

Perkara ini dinyatakan dalam sahih Bukhari dalam kitab Nikah. Bahkan Ibnu Katsir juga
membicarakannya dalam kitabnya Siratunnabi jilid 1halaman 124.

Syamsuddin Muhammad bin Nasiruddin Ad-Dimasyqi menulis dalam kitabnya Mawrid as-
sadi fi Mawlid al-Hadi : Jika seorang kafir yang memang dijanjikan tempatnya di neraka dan
kekal di dalamnya diringankan siksa kuburnya tiap Senin, apalagi dengan hamba Allah yang
seluruh hidupnya bergembira dan bersyukur dengan kehadiran Ahmad dan meninggal dengan
menyebut Ahad ?

3. Hujjah lainnya yang juga diajukan oleh para pendukung maulid Nabi SAW adalah apa
yang mereka katakan sebagai pujian dari Imam Ibnu Hajar al-’Asqalani.

Menurut mereka, Ibnu Hajar telah menulis di dalam kitabnya, ‘Al-Durar al-Kamina fi ‘ayn
al-Mi’at al-thamina’ bahwa Ibnu Kathir telah menulis sebuah kitab yang bertajuk maulid
Nabi di penghujung hidupnya, Malam kelahiran NabiSAW merupakan malam yang mulia,
utama, dan malam yang diberkahi, malam yang suci, malam yang menggembirakan bagi
kaum mukmin, malam yang bercahaya-cahaya, terang benderang dan bersinar-sinar dan
malam yang tidak ternilai.

4. Para pendukung maulid nabi SAW juga melandaskan pendapat mereka di atas hadits
bahwa motivasi Rasulullah SAW berpuasa hari Senin karena itu adalah hari kelahirannya.
Selain karena hari itu merupakan hari dinaikkannya laporan amal manusia.

Abu Qatadah Al-Ansari meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ketika ditanya mengapa
beliau berpuasa pada hari Senin, menjawab, Itulah hari aku dilahirkan dan itulah juga hari
aku diangkat menjadi Rasul.

Hadits ini bisa kita dapat di dalam Sahih Muslim, kitab as-siyam

Pendapat yang Menentang

Namun argumentasi ini dianggap belum bisa dijadikan landasan dasar pensyariatan seremoni
maulid nabi SAW.

Misalnya cerita tentang diringankannya siksa Abu Lahab itu, mereka mengatakan bahwa Abu
Lahab yang diringankan siksanya itu pun hanya sekali saja bergembiranya, yaitu saat
kelahiran. Dia tidak setiap tahun merayakan kelahiran nabi dengan berbagai ragam seremoni.
Kalau pun kegembiraan Abu Lahab itu melahirkan keringanan siksanya di neraka tiap hari
Senin, bukan berarti orang yang tiap tahun merayakan lahirnya nabi SAW akan mendapatkan
keringanan siksa.

Demikian juga dengan pujian dari Ibnu Katsir, sama sekali tidak bisa dijadiakan landasan
perintah untuk melakukan sermonial khusus di hari itu. Sebab Ibnu Katsir hanya memuji
malam hari di mana Nabi SAW lahir, namun tidak sampai memerintahkan penyelenggaraan
seremonial.
Demikian juga dengan alasan bahwa Rasulullah SAW berpuasa di hari Senin, karena hari itu
merupakan hari kelahirannya. Hujjah ini tidak bisa dipakai, karena yang saat dilakukan bukan
berpuasa, tapi melakukan berbagai macam aktifitas setahun sekali. Kalau pun mau berittiba’
pada hadits itu, seharusnya umat Islam memperbanyak puasa sunnah hari Senin, bukan
menyelenggarakan seremoni maulid setahun sekali.

Bahkan mereka yang menentang perayaan maulid nabi ini mengaitkannya dengan kebiasaan
dari agama sebelum Islam. Di mana umat Yahudi, Nasrani dan agama syirik lainnya punya
kebiasaan ini. Buat kalangan mereka, kebiasaan agama lain itu haram hukumnya untuk
diikuti. Sebaliknya harus dijauhi. Apalagi Rasulullah SAW tidak pernah menganjurkannya
atau mencontohkannya.

Dahulu para penguasa Mesir dan orang-orang Yunani mengadakan perayaan untuk tuhan-
tuhan mereka. Lalu perayaan-perayaan ini di warisi oleh orang-orang Kristen, di antara
perayaan-perayaan yang penting bagi mereka adalah perayaan hari kelahiran Isa al-Masih,
mereka menjadikannya hari raya dan hari libur serta bersenang-senang. Mereka menyalakan
lilin-lilin, membuat makanan-makanan khusus serta mengadakan hal-hal yang diharamkan.

Dan akhirnya, para penentang maulid mengatakan bahwa semua bentuk perayaan maulid nabi
yang ada sekarang ini adalah bid’ah yang sesat. Sehingga haram hukumnya bagi umat Islam
untuk menyelenggarakannya atau ikut mensukseskannya.

Jawaban dari Pendukung Maulid

Tentu saja para pendukung maulid nabi SAW tidak rela begitu saja dituduh sebagai pelaku
bid’ah. Sebab dalam pandanga mereka, yang namanya bid’ah itu hanya terbatas pada ibadah
mahdhah saja, bukan dalam masalah sosial kemasyarakatan atau masalah muamalah.

Adapun seremonial maulid itu oleh para pendukungnya diletakkan di luar ritual ibadah
formal. Sehingga tdak bisa diukur dengan ukuran bid’ah. Kedudukannya sama dengan
seorang yang menulis buku tentang kisah nabi SAW. Padahal di masa Rasulullah SAW, tidak
ada perintah atau anjuran untuk membukukan sejarah kehidupan beliau. Bahkan hingga masa
salah berikutnya, belum pernah ada buku yang khusus ditulis tentang kehidupan beliau.

Lalu kalau sekarang ini umat Islam memiliki koleksi buku sirah nabawiyah, apakah hal itu
mau dikatakan sebaga bid’ah? Tentu tidak, karena buku itu hanyalah sarana, bukan bagian
dari ritual ibadah. Dankeberadaan buku-buku itu justru akan membuat umat Islam semakin
mengenal sosok beliau. Bahkan seharusnya umat Islam lebih banyak lagi menulis dan
mengkaji buku-buku itu.

Dalam logika berpikir pendukung maulid, kira-kira seremonial maulid itu didudukkan pada
posisi seperti buku. Bedanya, sejarah nabi SAW tidak ditulis, melainkan dibacakan,
dipelajari, bahkan disampaikan dalam bentuk seni syair tingkat tinggi. Sehingga bukan
melulu untuk konsumsi otak, tetapi juga menjadi konsumsi hati dan batin. Karena kisah nabi
disampaikan dalam bentuk syair yang indah.

Dan semua itu bukan termasuk wilayah ibadah formal melainkan bidang muamalah. Di mana
hukum yang berlaku bahwa segala sesuatu asalnya boleh, kecuali bila ada dalil yang secara
langsung melarangnya secara eksplisit.
Kesimpulan

Sebagai bagian dari umat Islam, barangkali kita ada di salah satu pihak dari dua pendapat
yang berbeda. Kalau pun kita mendukung salah satunya, tentu saja bukan pada tempatnya
untuk menjadikan perbedaan pandangan ini sebagai bahan baku saling menjelekkan, saling
tuding, saling caci dan saling menghujat.

Perbedaan pandangan tentang hukum merayakan maulid nabi SAW, suka atau tidak suka,
memang telah kita warisi dari zaman dulu. Para pendahulu kita sudah berbeda pendapat sejak
masa yang panjang. Sehingga bukan masanya lagi buat kita untuk meninggalkan banyak
kewajiban hanya lantaran masih saja meributkan peninggalan perbedaan pendapat di masa
lalu.

Sementara di masa sekarang ini, sebagai umat Islam, kita justru sedang berada di depat mulut
harimau sekaligus buaya. Kita sedang menjadi sasaran kebuasan binatang pemakan bangkai.
Bukanlah waktu yang tepat bila kita saling bertarung dengan sesamasaudara kitasendiri,
hanya lantaran masalah ini.

Sebaliknya, kita justru harus saling membela, menguatkan, membantu dan mengisi
kekurangan masing-masing. Perbedaan pandangan sudah pasti ada dan tidak akan pernah ada
habisnya. Kalau kita terjebak untuk terus bertikai, maka para pemangsa itu akan semakin
gembira.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,


A’uudzu billahi minasy syaithanirrajiim Bismillahirrahmanirrahim Allahumma salli ‘ala
sayyidina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa sahbihi wasallim

Setelah Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam wafat, seketika itu pula kota Madinah bising
dengan tangisan ummat Islam; antara percaya – tidak percaya, Rasul Yang Mulia telah
meninggalkan para sahabat. Beberapa waktu kemudian, seorang arab badui menemui Umar
dan dia meminta, “Ceritakan padaku akhlak Muhammad!”. Umar menangis mendengar
permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh Arab badui tersebut menemui
Bilal. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yg sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup
menceritakan apapun. Bilal hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi
Thalib.

Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi,
begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi.

Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad Orang Badui ini mulai heran.
Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia
merupakan sahabat setia Nabi. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak
Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam. Dengan berharap-harap cemas, Badui ini menemui
Ali. Ali dengan linangan air mata berkata, “Ceritakan padaku keindahan dunia ini!.” Badui
ini menjawab, “Bagaimana mungkin aku dapat menceritakan segala keindahan dunia ini….”
Ali menjawab, “Engkau tak sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah
berfirman bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana
aku dapat melukiskan akhlak Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam, sedangkan Allah telah
berfirman bahwa sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung! (QS. Al-
Qalam[68]: 4)”

Badui ini lalu menemui Siti Aisyah r.a. Isteri Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam yang sering
disapa “Khumairah” oleh Nabi ini hanya menjawab, khuluquhu al-Qur’an (Akhlaknya
Muhammad itu Al-Qur’an). Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa Nabi sallAllahu
‘alayhi wasallam itu bagaikan Al-Qur’an berjalan. Badui ini tidak puas, bagaimana bisa ia
segera menangkap akhlak Nabi kalau ia harus melihat ke seluruh kandungan Qur’an. Aisyah
akhirnya menyarankan Badui ini untuk membaca dan menyimak QS Al-Mu’minun [23]: 1-
11.

Bagi para sahabat, masing-masing memiliki kesan tersendiri dari pergaulannya dengan Nabi
sallAllahu ‘alayhi wasallam. Kalau mereka diminta menjelaskan seluruh akhlak Nabi,
linangan air mata-lah jawabannya, karena mereka terkenang akan junjungan mereka. Paling-
paling mereka hanya mampu menceritakan satu fragmen yang paling indah dan berkesan
dalam interaksi mereka dengan Nabi terakhir ini.

Mari kita kembali ke Aisyah. Ketika ditanya, bagaimana perilaku Nabi sallAllahu ‘alayhi
wasallam, Aisyah hanya menjawab, “Ah semua perilakunya indah.” Ketika didesak lagi,
Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang isteri. “Ketika aku sudah berada
di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan,
suamiku berkata, ‘Ya Aisyah, izinkan aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu.’”
Apalagi yang dapat lebih membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episode
tersebut terkumpul kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami,
yang juga seorang utusan Allah.
Nabi Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam jugalah yang membikin khawatir hati Aisyah
ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati suaminya disampingnya. Aisyah keluar
membuka pintu rumah. terkejut ia bukan kepalang, melihat suaminya tidur di depan pintu.
Aisyah berkata, “Mengapa engkau tidur di sini?” Nabi Muhammmad menjawab, “Aku
pulang sudah larut malam, aku khawatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak mengetuk
pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan pintu.” Mari berkaca di diri kita masing-masing.
Bagaimana perilaku kita terhadap isteri kita? Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam
mengingatkan, “berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya
di hari akhir tentangnya.” Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan isteri mereka dengan
hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam mereka.

Buat sahabat yang lain, fragmen yang paling indah ketika sahabat tersebut terlambat datang
ke Majelis Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam. Tempat sudah penuh sesak. Ia minta izin untuk
mendapat tempat, namun sahabat yang lain tak ada yang mau memberinya tempat. Di tengah
kebingungannya, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam memanggilnya. Rasul sallAllahu ‘alayhi
wasallam memintanya duduk di dekatnya. Tidak cukup dengan itu, Rasul sallAllahu ‘alayhi
wasallam pun melipat sorbannya lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas
tempat duduk. Sahabat tersebut dengan berlinangan air mata, menerima sorban tersebut
namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi malah mencium sorban Nabi sallAllahu
‘alayhi wasallam tersebut.

Senangkah kita kalau orang yang kita hormati, pemimpin yang kita junjung tiba-tiba
melayani kita bahkan memberikan sorbannya untuk tempat alas duduk kita. Bukankah kalau
mendapat kartu lebaran dari seorang pejabat saja kita sangat bersuka cita. Begitulah akhlak
Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam, sebagai pemimpin ia ingin menyenangkan dan melayani
bawahannya. Dan tengoklah diri kita. Kita adalah pemimpin, bahkan untuk lingkup paling
kecil sekalipun, sudahkah kita meniru akhlak Rasul Yang Mulia.

Nabi Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam juga terkenal suka memuji sahabatnya. Kalau
kita baca kitab-kitab hadis, kita akan kebingungan menentukan siapa sahabat yang paling
utama. Terhadap Abu Bakar, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam selalu memujinya. Abu
Bakar- lah yang menemani Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam ketika hijrah. Abu Bakarlah
yang diminta menjadi Imam ketika Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam sakit. Tentang Umar,
Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam pernah berkata, “Syetan saja takut dengan Umar, bila
Umar lewat jalan yang satu, maka Syetan lewat jalan yang lain.” Dalam riwayat lain
disebutkan, “Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam bermimpi meminum susu. Belum habis satu
gelas, Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam memberikannya pada Umar yang meminumnya
sampai habis. Para sahabat bertanya, Ya Rasul apa maksud (ta’wil) mimpimu itu? Rasul
sallAllahu ‘alayhi wasallam menjawab “ilmu pengetahuan.”
Tentang Utsman, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam sangat menghargai Utsman karena itu
Utsman menikahi dua putri Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam, hingga Utsman dijuluki Dzu
an-Nurain (pemilik dua cahaya). Mengenai Ali, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam bukan saja
menjadikannya ia menantu, tetapi banyak sekali riwayat yang menyebutkan keutamaan Ali.
“Aku ini kota ilmu, dan Ali adalah pintunya.” “Barang siapa membenci Ali, maka ia
merupakan orang munafik.”

Lihatlah diri kita sekarang. Bukankah jika ada seorang rekan yang punya sembilan kelebihan
dan satu kekurangan, maka kita jauh lebih tertarik berjam-jam untuk membicarakan yang satu
itu dan melupakan yang sembilan. Ah…ternyata kita belum suka memuji; kita masih suka
mencela. Ternyata kita belum mengikuti sunnah Nabi.
Saya pernah mendengar ada seorang ulama yang mengatakan bahwa Allah pun sangat
menghormati Nabi Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam. Buktinya, dalam Al-Qur’an
Allah memanggil para Nabi dengan sebutan nama: Musa, Ayyub, Zakaria, dll. tetapi ketika
memanggil Nabi Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam, Allah menyapanya dengan
“Wahai Nabi”. Ternyata Allah saja sangat menghormati beliau.

Para sahabat pun ditegur oleh Allah ketika mereka berlaku tak sopan pada Nabi sallAllahu
‘alayhi wasallam. Alkisah, rombongan Bani Tamim menghadap Rasul sallAllahu ‘alayhi
wasallam. Mereka ingin Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam menunjuk pemimpin buat mereka.
Sebelum Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam memutuskan siapa, Abu Bakar berkata: “Angkat
Al-Qa’qa bin Ma’bad sebagai pemimpin.” Kata Umar, “Tidak, angkatlah Al-Aqra’ bin
Habis.” Abu Bakar berkata ke Umar, “Kamu hanya ingin membantah aku saja,” Umar
menjawab, “Aku tidak bermaksud membantahmu.” Keduanya berbantahan sehingga suara
mereka terdengar makin keras. Waktu itu turunlah ayat: “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah.
Sesungguhnya Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. janganlah kamu
mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara kamu
ketika bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal- amal kamu dan kamu tidak menyadarinya”
(QS. Al-Hujurat 1-2)

Setelah mendengar teguran itu Abu Bakar berkata, “Ya Rasul Allah, demi Allah, sejak
sekarang aku tidak akan berbicara denganmu kecuali seperti seorang saudara yang
membisikkan rahasia.” Umar juga berbicara kepada Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam dengan
suara yang lembut. Bahkan konon kabarnya setelah peristiwa itu Umar banyak sekali
bersedekah, karena takut amal yang lalu telah terhapus. Para sahabat Nabi sallAllahu ‘alayhi
wasallam takut akan terhapus amal mereka karena melanggar etiket berhadapan dengan Nabi
sallAllahu ‘alayhi wasallam.

Dalam satu kesempatan lain, ketika di Mekkah, Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam didatangi
utusan pembesar Quraisy, Utbah bin Rabi’ah. Ia berkata pada Nabi sallAllahu ‘alayhi
wasallam, “Wahai kemenakanku, kau datang membawa agama baru, apa yang sebetulnya kau
kehendaki. Jika kau kehendaki harta, akan kami kumpulkan kekayaan kami, Jika Kau
inginkan kemuliaan akan kami muliakan engkau. Jika ada sesuatu penyakit yang dideritamu,
akan kami carikan obat. Jika kau inginkan kekuasaan, biar kami jadikan engkau penguasa
kami”

Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam mendengar dengan sabar uraian tokoh musyrik ini. Tidak
sekalipun beliau membantah atau memotong pembicaraannya. Ketika Utbah berhenti, Nabi
sallAllahu ‘alayhi wasallam bertanya, “Sudah selesaikah, Ya Abal Walid?” “Sudah.” kata
Utbah. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam membalas ucapan utbah dengan membaca surat
Fushilat. Ketika sampai pada ayat sajdah, Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam pun bersujud.
Sementara itu Utbah duduk mendengarkan Nabi sampai menyelesaikan bacaannya.

Peristiwa ini sudah lewat ratusan tahun lalu. Kita tidak heran bagaimana Nabi sallAllahu
‘alayhi wasallam dengan sabar mendengarkan pendapat dan usul Utbah, tokoh musyrik. Kita
mengenal akhlak nabi dalam menghormati pendapat orang lain. Inilah akhlak Nabi dalam
majelis ilmu. Yang menakjubkan sebenarnya adalah perilaku kita sekarang. Bahkan oleh si
Utbbah, si musyrik, kita kalah. Utbah mau mendengarkan Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam
dan menyuruh kaumnya membiarkan Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam berbicara. Jangankan
mendengarkan pendapat orang kafir, kita bahkan tidak mau mendengarkan pendapat saudara
kita sesama muslim. Dalam pengajian, suara pembicara kadang-kadang tertutup suara obrolan
kita. Masya Allah!

Ketika Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam tiba di Madinah dalam episode hijrah, ada utusan
kafir Mekkah yang meminta janji Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam bahwa Nabi sallAllahu
‘alayhi wasallam akan mengembalikan siapapun yang pergi ke Madinah setelah perginya
Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam. Selang beberapa waktu kemudian. Seorang sahabat
rupanya tertinggal di belakang Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam. Sahabat ini meninggalkan
isterinya, anaknya dan hartanya. Dengan terengah-engah menembus padang pasir, akhirnya ia
sampai di Madinah. Dengan perasaan haru ia segera menemui Nabi sallAllahu ‘alayhi
wasallam dan melaporkan kedatangannya. Apa jawab Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam?
“Kembalilah engkau ke Mekkah. Sungguh aku telah terikat perjanjian. Semoga Allah
melindungimu.” Sahabat ini menangis keras. Bagi Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam janji
adalah suatu yang sangat agung. Meskipun Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam merasakan
bagaimana besarnya pengorbanan sahabat ini untuk berhijrah, bagi Nabi sallAllahu ‘alayhi
wasallam janji adalah janji; bahkan meskipun janji itu diucapkan kepada orang kafir.
Bagaimana kita memandang harga suatu janji, merupakan salah satu bentuk jawaban
bagaimana perilaku Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam telah menyerap di sanubari kita atau
tidak.

Dalam suatu kesempatan menjelang akhir hayatnya, Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam
berkata pada para sahabat, “Mungkin sebentar lagi Allah akan memanggilku, aku tak ingin di
padang mahsyar nanti ada diantara kalian yang ingin menuntut balas karena perbuatanku
pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada kalian, ucapkanlah!” Sahabat
yang lain terdiam, namun ada seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, “Dahulu
ketika engkau memeriksa barisan di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku
dengan tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut
qishash hari ini.” Para sahabat lain terpana, tidak menyangka ada yang berani berkata seperti
itu. Kabarnya Umar langsung berdiri dan siap “membereskan” orang itu. Nabi sallAllahu
‘alayhi wasallam pun melarangnya. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam pun menyuruh Bilal
mengambil tongkat ke rumah beliau. Siti Aisyah yang berada di rumah Nabi sallAllahu
‘alayhi wasallam keheranan ketika Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam meminta tongkat.
Setelah Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada
sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasul sallAllahu ‘alayhi
wasallam berikan pada mereka.

Rasul memberikan tongkat tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan bajunya,
sehingga terlihatlah perut Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam. Nabi sallAllahu ‘alayhi
wasallam berkata, “Lakukanlah!”

Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat
tersebut malah menciumi perut Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam dan memeluk Nabi seraya
menangis, “Sungguh maksud tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku
bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah”.
Seketika itu juga terdengar ucapan, “Allahu Akbar” berkali-kali. Sahabat tersebut tahu,
bahwa permintaan Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam itu tidak mungkin diucapkan kalau Nabi
sallAllahu ‘alayhi wasallam tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu
bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam
sebelum Allah memanggil Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam ke hadirat-Nya.
Suatu pelajaran lagi buat kita. Menyakiti orang lain baik hati maupun badannya merupakan
perbuatan yang amat tercela. Allah tidak akan memaafkan sebelum yang kita sakiti
memaafkan kita. Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam pun sangat hati-hati karena khawatir ada
orang yang beliau sakiti. Khawatirkah kita bila ada orang yang kita sakiti menuntut balas
nanti di padang Mahsyar di depan Hakim Yang Maha Agung ditengah miliaran umat
manusia? Jangan-jangan kita menjadi orang yang muflis. Na’udzu billah…..

Nabi Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam ketika saat haji Wada’, di padang Arafah yang
terik, dalam keadaan sakit, masih menyempatkan diri berpidato. Di akhir pidatonya itu Nabi
sallAllahu ‘alayhi wasallam dengan dibalut sorban dan tubuh yang menggigil berkata, “Nanti
di hari pembalasan, kalian akan ditanya oleh Allah apa yang telah aku, sebagai Nabi, perbuat
pada kalian. Jika kalian ditanya nanti, apa jawaban kalian?” Para sahabat terdiam dan mulai
banyak yang meneteskan air mata. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam melanjutkan, “Bukankah
telah kujalani hari-hari bersama kalian dengan lapar, bukankah telah kutaruh beberapa batu
diperutku karena menahan lapar bersama kalian, bukankah aku telah bersabar menghadapi
kejahilan kalian, bukankah telah kusampaikan pada kalian wahyu dari Allah…..?” Untuk
semua pertanyaan itu, para sahabat menjawab, “Benar ya Rasul!”

Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam pun mendongakkan kepalanya ke atas, dan berkata, “Ya
Allah saksikanlah…Ya Allah saksikanlah…Ya Allah saksikanlah!”. Nabi sallAllahu ‘alayhi
wasallam meminta kesaksian Allah bahwa Nabi telah menjalankan tugasnya. Di pengajian ini
saya pun meminta Allah menyaksikan bahwa kita mencintai Rasulullah sallAllahu ‘alayhi
wasallam. “Ya Allah saksikanlah betapa kami mencintai Rasul-Mu, betapa kami sangat ingin
bertemu dengan kekasih-Mu, betapa kami sangat ingin meniru semua perilakunya yang
indah; semua budi pekertinya yang agung, betapa kami sangat ingin dibangkitkan nanti di
padang Mahsyar bersama Nabiyullah Muhammad, betapa kami sangat ingin ditempatkan di
dalam surga yang sama dengan surganya Nabi kami. Ya Allah saksikanlah…Ya Allah
saksikanlah Ya Allah saksikanlah”
Makna Maulid Nabi Muhammad SAW

Maulid Nabi Muhammad Saw. dijadikan hari besar di negara kita, yang berarti adalah hari
libur nasional.

Maulid Nabi saw kita rayakan tiap tahun.

Kita secara rutin melaksanakannya, baik di masjid, sekolah, maupun perkantoran.

Perayaan semacam ini menjadi tidak akan bermakna jika kita menganggap Maulid Nabi saw
hanya sebatas acara seremonial atau rutinitas belaka.

Inti dari perayaan Maulid Nabi saw bukan hanya kegembiraan atas kehadiran beliau dalam
sejarah, tapi yang lebih penting dari semua itu adalah meneruskan perjuangan dan cita-cita
beliau.

Seperti pembelaan atas kaum lemah dan papa, pembebasan kaum tertindas, dan penegakkan
keadilan.

Maulid kita jadikan ajang introspeksi, bukan ajang menghibur diri. Kita introspeksi apa
yang salah dengan sikap dan perilaku kita yang tidak sesuai dengan apa yang telah
diajarkan Nabi Muhammad saw. Inilah makna hakiki dari Maulid Nabi Muhammad saw.

Dengan Maulid Nabi Muhammad saw  kita telaah kembali cerita sukses dakwah beliau di di
tengah masyarakat gurun pasir, kita cari faktor-faktor pendukungnya untuk kita ejawantahkan
di era modern ini.

Nabi Muhammad saw berhasil merubah budaya masyarakat Arab dari persaudaraan yang
dibangun di atas prinsip kesukuan menjadi persaudaraan yang dibangun atas keimanan.
Sejak saat itulah, jazirah Arabia dilirik oleh kekuatan besar (Romawi dan Persia), bahkan
setelah wafatnya Nabi saw, umat Islam berhasil mengalahkan dua emperium adidaya ini dan
menjadi penguasa dunia serta menjadi pelopor kemajuan ilmu pengetahuan.
Mari kita jadikan Rabiul Awwal dan Maulid Nabi Muhammad saw sebagai sarana untuk
menanamkan pribadi Nabi Muhammad saw dalam diri kita.

Malam di saat bulan ke tiga Hijriyyah tanggal 12....


Anak lelaki mungil ...bersih, berkilauan penuh cahaya terlahir ke dunia...
Untuk sesaat semua terpukau ...ada apa di balik punggung anak itu...
Lebih terasa seperti ada tulisan arab ... Allah ...
Inilah kelak yang akan memimpin dunia
Di besarkan dari keadaan papa, di tinggalkankan bapaknya, ibunya dan juga kakeknya

Namanya telah tertulis dalam kitab-kitab sebelumnya....


Ahmad, terpuji... dikukuhkan oleh sang Kholik melalui perantara Jibril sang malaikat...
Beliau telah melalui seribu macam cobaan ...bahkan lebih dari itu
Ingin sekelompok manusia Quraisy membunuhnya , ...mengejarnya dan menelantarkannya

Muhammad SAW...Menjadi panutan dan suri tauladan bagi semua


Untuk rahmat bagi alam semesta
Hatinya telah disucikan dari segala dosa-dosa
Akhlaknya sungguh terpuji dan sangat mulia..
Meskipun seribu tawaran tentang dunia menyelimuti beliau tuk berhenti dari berdakwah
Muhammad SAW tetap terus berjuang menegakkan kalimah Allah di muka bumi
Akankah manusia cukup mengingatnya dari hari lahirnya saja
Dan tidak mau mengikuti langkah-langkah perjuangannya

Sepertinya sudah saatnya kita bangkit dari tidur yang panjang


Akan pentingnya memegang wasiat yang telah di tinggalkan beliau SAW.
Waktu terus saja berlalu ... bulatkan tekat tuk kembali kepada Al Qur'an dan Sunah-sunahnya.. agar
kelak selamat di dunia dan di akhirat...

Anta syamsun anta badrun


Anta nurun fawqa nuri

(Engkaulah surya, engkaulah purnama.


Engkau cahaya di atas cahaya)

Kisah Maulid Nabi ....

Thursday, March 29, 2007


Maulid Nabi
Kelahiran Sang Nabi Dalam Untaian Puisi

Meski tiada kata yang cukup mewakili untuk menggambarkan keluhuran budinya, dengan segala
keterbatasan para ulama pecintanya merangkum saat-saat kelahiran dan akhlaqnya dalam untaian
puisi yang indah.

Bulan Maulid telah tiba. Seluruh dunia menyambutnya dengan gegap gempita. Ada yang menggelar
pengajian, ada yang menyelenggarakan selamatan dan tumpengan. Bahkan ada yang menggelar
prosesi besar-besaran selama hampir sebulan, seperti tradisi Grebeg Maulud di Keraton Kasunanan
Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan Kasultanan Cirebon. Semuanya sebagai ungkapan rasa syukur
kepada Allah SWT atas kelahiran utusan-Nya, Muhammad SAW.

Dari berbagai tradisi merayakan kelahiran Rasulullah SAW tersebut, ada sebuah ritus yang nyaris
seragam di semua tempat, yakni pembacaan kisah kelahiran sang nabi. Berbeda dengan sirah
(biografi) dan tarikh (sejarah) karya sejarawan, kisah-kisah kelahiran Nabi yang dikenal dengan nama
Maulid – atau dalam budaya Betawi disebut Rawi – itu berupa puisi panjang yang digubah oleh para
ulama besar yang juga ahli syair.

Ada beragam jenis Maulid. Ada yang digubah dalam lirik-lirik qashidah murni yang indah, seperti
Maulid Burdah, oleh Imam Muhammad Al-Bushiri, dan Maulid Syaraful Anam. Ada pula yang
bercorak prosa lirik yang dipadu qashidah, seperti Maulid Ad-Diba’i, karya Al-Imam Abdurrahman bin
Ali Ad-Diba’i Asy-Syaibani Az-Zubaidi; Maulid Azabi, karya Syaikh Muhammad Al-Azabi; Maulid Al-
Buthy, karya Syaikh Abdurrauf Al-Buthy; Maulid Simthud Durar, karya Al-Habib Ali bin Muhammad
bin Husain Al-Habsyi; dan yang mutakhir Maulid Adh-Dhiya-ul Lami’, karya Al-Habib Umar bin Hafidz
dari Hadhramaut.

Ada pula ulama pujangga yang menyusun dua Maulid dalam dua model berbeda, seperti Syaikh
Ja’far bin Hasan bin Abdul Karim Al-Barzanji al-Madani, penyusun Maulid Barzanji. Maulid karya
khatib Masjid Nabawi (Madinah) yang wafat pada 1177 H/1763 M itu disusun dalam dua model:
natsar (prosa lirik) yang terdiri atas 19 bab dengan 355 bait, dan nazham (qashidah puitis) berisi 16
bab dengan 205 bait.

Meski dengan corak penyusunan beragam, setiap karya Maulid memiliki kesamaan: mengandung
keunikan dalam gaya dan irama yang khas, serta penuh metafora dan simbol. Dalam kajian sastra
Arab, keunikan itu disebut Al-Madaih al-Nabawiyah, puisi-puisi sanjungan kenabian. Meski isinya
sering kali disalahpahami oleh kalangan penentang Maulid sebagai kemusyrikan, metafora dan
simbol dalam Maulid justru merupakan kekuatan dalam memunculkan kerinduan dan kecintaan
umat pembaca kepada Nabi junjungannya.

Meski tidak sama persis, ada kesamaan lain dari Maulid-maulid tersebut. Yakni dalam pembagian
kisah yang biasanya terdiri dari kisah penciptaan Nabi Muhammad SAW, kisah kehamilan ibunda
sang Nabi, berbagai keajaiban menjelang kelahiran beliau, sosok dan kepribadian Rasulullah SAW,
serta kiprah dakwah beliau.

Nur Muhammad
Beberapa Maulid juga menambahkan bagian-bagian yang tidak ada pada Maulid lainnya sebagai
kekhasan. Misalnya, pencantuman silsilah Rasulullah SAW hingga Nabi Ibrahim AS dalam maulid
Barzanji, atau pengutipan hadits-hadits tentang Nur Muhammad dalam Simthud Durar, dan tentang
keutamaan Rasulullah dan umatnya dalam Ad-Diba’i.

Sebagai bagian dari karya sastra, penambahan-panambahan itu pun dirangkai dalam kalimat kalimat
indah yang bersajak. Tengok, misalnya, pohon silsilah Nabi yang dirangkai oleh Syaikh Ja’far Al-
Barzanji dalam Maulid-nya yang berjudul asli Qishshah al-Maulid an-Nabawi (Kisah Kelahiran Nabi).
“Wa ba’du, kukatakan bahwa junjungan kita Nabi Muhammad SAW adalah putra Abdullah, putra
Abdul Muthalib, yang nama aslinya ialah Syaibatul Hamd, karena budi pekertinya yang sangat
terpuji. (Abdul Muthalib) adalah putra Hasyim, yang nama aslinya Amr, putra Abdu Manaf, yang
nama aslinya Al-Mughirah, yang telah berhasil mencapai kedudukan yang sangat tinggi...”

Lebih indah lagi, bab nasab itu ditutup dengan serangkaian qashidah yang menawan.
Nasabun tahsibul ‘ulâ bihulâh,
qalladathâ nujûmahal jawza-u

(Inilah untaian nasab yang dengan berhias namanya menjadi tinggi,


laksana kecemerlangan bintang Aries di antara bintang-bintang yang membuntuti).

Habbadzâ ‘iqdu sûdadiw wa fakhâri,


anta fîhil yatimatul ‘ashma-u

(Betapa indah untaian yang sangat mulia dan membanggakan itu,


dengan dikau yang laksana liontin berkilau di dalamnya).

Rangkaian pembacaan Maulid biasanya dibuka dengan shalawat dan doa yang dirangkai dalam
bentuk qashidah nan indah. Pembacaan Maulid Diba’ dan Barzanji, misalnya, selalu diawali dengan
syair berikut:

Ya Rabbi shalli ‘alâ Muhammad


Ya Rabbi shalli ‘alaihi wa sallim
Ya Rabbi balligh-hul wasîlah
Ya Rabbi khush-shah bil fadhîlah

(Wahai Tuhan, tetapkanlah limpahan rahmat kepada Nabi Muhammad.


Wahai Tuhan, tetapkanlah limpahan rahmat dan kesejahteraan kepadanya.
Wahai Tuhan, sampaikanlah kepadanya sebagai perantara.
Wahai Tuhan, khususkanlah kepadanya dengan keutamaan).

Sedangkan Simthud Durar dibuka dengan syair:

Ya Rabbi shalli ‘alâ Muhammad


Mâ lâha fil ufuqi nûru kawkab

(Wahai Tuhan,
selagi cahaya bintang gemintang masih gemerlapan di kaki langit,
tetapkanlah limpahan rahmat kepada Nabi Muhammad).

Seluruh ungkapan dalam Maulid memang disusun dengan bahasa sastra yang sangat tinggi. Dalam
disiplin ilmu balaghah (paramasastra bahasa Arab), penyimbolan dan metafora (tasybih) dalam
Maulid sudah masuk kategori baligh, tingkatan metafora tertinggi.

Qashidah lain yang sangat populer dan sangat baligh terdapat dalam Maulid Barzanji:

Anta syamsun anta badrun


Anta nurun fawqa nuri

(Engkaulah surya, engkaulah purnama.


Engkau cahaya di atas cahaya)

Dalam tradisi sastra Arab, syair tersebut bernilai tinggi justru karena menghilangkan sebagian unsur
kalimatnya. Jika dilengkapi – yang berarti menurunkan kualitasnya – kalimat tersebut bisa berbunyi...
Anta kasy-syamsi fi tanwiri qulubin nas
Anta kal badri fil taksyifi zhulamiz zamani
Anta fil anbiya-i ka nurun fawqa nuri

(Engkau laksana surya, dalam menyinari hati manusia.


Engkau laksana purnama, dalam menyingkap kegelapan masa.
Di antara para nabi, Engkau laksana cahaya di atas cahaya).

Keindahan lain juga terkandung dalam pengisahan proses penciptaan ruh Nabi Muhammad SAW,
yang diyakini berasal dari pancaran cahaya Ilahi. Karena itulah bentuk awal penciptaan Rasulullah
disebut nur Muhammad, yang diciptakan sebelum penciptaan alam semesta raya. Bahkan
diceritakan oleh para ahli hikmah, karena Muhammad-lah Allah menciptakan alam semesta ini.

Syaikh Al-Barzanji melukiskannya dengan ungkapan Huwa akhirul anbiya-i bi shuratihi wa


awwaluhum bi ma’nah (Beliau adalah nabi terakhir dalam wujud, namun nabi pertama secara
maknawi). Sedangkan Dhiya-ul Lami’ menggambarkannya berupa dialog ketika Rasulullah ditanya
oleh seseorang, “Sejak kapankah kenabianmu?” Beliau bersabda, “Kenabianku sejak Adam masih
berupa air dan tanah.”

Masih tentang hal yang sama, Habib Ali Al-Habsyi dalam Simthud Durar mengutip hadits
Abdurrazzaq dari Jabir bin Abdullah Al-Anshari, bahwasanya ia pernah bertanya, “Demi ayah dan
ibuku, ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku tentang sesuatu yang pertama diciptakan Allah
sebelum yang lain.” Maka jawab Rasulullah, “Wahai Jabir, sesungguhnya Allah telah menciptakan
nur nabimu, Muhammad, dari nur-Nya sebelum menciptakan sesuatu yang lain.”

Penggambaran tentang penciptaan nur Muhammad ini dengan indah dilukiskan oleh kakek (alm.)
Habib Anis, Solo, dengan ungkapan, “Pecahlah ‘telur’ penciptaan-Nya di alam mutlak yang tak
berbatas ini. Menyingkap keindahan yang bisa disaksikan pandangan mata, mencakup segala
kesempurnaan sifat keindahan dan keelokan. Dan berpindah-pindahlah ia dengan segala
keberkahan, dalam sulbi-sulbi (punggung) dan rahim-rahim yang mulia. Tiada satu sulbi pun yang
menyimpannya, kecuali beroleh nikmat Allah nan sempurna.”

Arsy Pun Berguncang


Sementara Maulid Diba’ menggambarkannya dengan lebih mendetail melalui periwayatan Sayyidina
Abdullah bin Abbas RA. Dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Sesungguhnya ada seorang Quraisy
yang ketika itu masih berwujud cahaya (nur) di hadapan Allah, Yang Mahaperkasa dan Mahaagung,
dua ribu tahun sebelum penciptaan Nabi Adam AS, yang selalu bertasbih kepada Allah. Dan
bersamaan dengan tasbihnya, bertasbih pula para malaikat mengikutinya.

Ketika Allah akan menciptakan Adam,nur itu pun diletakkan di tanah liat asal kejadian Adam. Lalu
Allah Azza wa Jalla menurunkannya ke bumi melalui punggung Nabi Adam dan Allah membawanya
ke dalam kapal dalam tulang sulbi Nabi Nuh dan menjadikannya dalam tulang sulbi sang Kekasih,
Nabi Ibrahim, ketika ia dilemparkan ke dalam api.

Tak henti-hentinya Allah, Yang Mahaperkasa dan Mahaagung, memindahkannya dari rangkaian
tulang sulbi yang suci, kepada rahim yang suci dan megah, hingga akhirnya Allah melahirkannya
melalui kedua orangtuanya yang sama sekali tidak pernah berbuat serong.”

Setiap tahapan penciptaan dan kelahiran Rasulullah memang sarat dengan keajaiban dan
keluarbiasaan. Ketika Nabi masih dalam kandungan ibundanya, Aminah, Syaikh Ja’far Al-Barzanji
melukiskan kesuburan yang mendadak mewarnai sekitar kota Makkah, dan hujan yang mendadak
turun, setelah bertahun-tahun kemarau melanda tanah suci itu.

Berita tentang telah dekatnya kelahiran seorang calon nabi akhir zaman, rupanya telah sampai ke
telinga para pendeta Yahudi dan Nasrani, juga para penyihir dan dukun. Tak mau kecolongan,
mereka minta bantuan jin untuk mencuri dengar kabar dari langit. Namun, sejak kehamilan Aminah,
segenap pintu langit telah dijaga ketat oleh para malaikat bersenjatakan panah berapi.

Dalam Maulid-nya, Habib Umar bin Hafidz menambahkan, “Dan ketika Aminah mengandung Nabi, ia
tidak pernah merasa sakit sebagaimana lazimnya wanita yang tengah hamil.” Sementara Syaikh
Abdurrahman Ad-Diba’i memilih penggambaran yang gempita dan agung, dengan sajak-sajak yang
berakhiran huruf ra berharakat fathah.

Fahtazzal ‘arsyu tharaban was-tibsyâra


Waz-dâdal kursiyyu haibatan wa waqâra
Wam-tala-atis samâwâtu anwâra
wa dhaj-jatil mala-ikatu tahlîlan wa tanjîdan was-tighfâra

(Maka Arsy pun berguncang


penuh suka cita dan riang gembira.
(Sementara) Kursi Allah bertambah wibawa dan tenang.
Langit dipenuhi berjuta cahaya.
Dan bergemuruh suara malaikat
membaca tahlil, tamjid (pengagungan Allah), dan istighfar.)

Detik-detik kelahiran Nabi dilukiskan sebagai peristiwa luar biasa yang sarat kemukjizatan. Para
penyusun Maulid pun berlomba mengabadikannya dengan rangkaian kalimat indah yang tak
terhingga nilainya, misalnya untaian puisi dalam Maulid Diba’ seperti berikut:

Wa lam tazal ummuhû tarâ anwâ’an min fakhrihî wa fadhlihî,


ilâ nihâyati tamâmi hamlih
Falammâsy-tadda bihâth-thalqu bi-idzni rabbil khalqi,
wadha’atil habîba shallallâhu ‘alaihi wa sallama sâjidan syâkiran hâmidan ka-annahul badru fî
tamâmih

(Dan sang ibunda tiada henti melihat bermacam tanda kemegahan dan keistimewaan sang janin,
hingga sempurnalah masa kandungannya.
Maka ketika sang bunda telah merasa kesakitan,
dengan izin Tuhan, Sang Pencipta makhluk, lahirlah kekasih Allah, Muhammad SAW,
dalam keadaan sujud, bersyukur, dan memuji,
dengan wajah yang sempurna, laksana purnama).

Sementara Simthud Durar menggambarkannya dengan untaian kalimat yang tak kurang indah...

“Maka dengan taufik Allah,


hadirlah Sayyidah Maryam dan Sayyidah Asiyah,
yang diiringi bidadari-bidadari surga
yang beroleh kemuliaan agung
yang dibagi-bagikan Allah
atas mereka yang dikehendaki
Dan tibalah saat yang tlah direncanakan Allah
bagi kelahiran ini
Menyingsinglah fajar keutamaan nan cerah
Terang benderang menjulang tinggi
Dan terlahirlah insan nan terpuji
Tunduk khusyu’ di hadapan Allah
Terang benderang menjulang tinggi.....”

Dalam Maulid-maulid itu juga diriwayatkan, Rasulullah SAW dilahirkan dalam keadaan telah
terkhitan, mata beliau indah bercelak, tali pusarnya telah bersih terpotong – berkat kuasa kodrat
Ilahi.

Habib Ali juga menukil periwayatan Abdurahman bin ‘Auf, yang bersumber dari pengalaman ibu
kandungnya, Syaffa’, yang berkisah, “Pada saat Rasulullah SAW dilahirkan oleh Aminah, ia kusambut
dengan kedua telapak tanganku. Dan terdengar tangisnya pertama kali. Lalu kudengar suara,
‘Semoga rahmat Allah atasmu.’ Dan aku pun menyaksikan cahaya benderang di hadapannya,
menerangi timur dan barat, hingga aku dapat melihat sebagian gedung-gedung Romawi.”

Cerita kehadiran Sayyidah Maryam (ibunda Nabi Isa AS) dan Sayyidah Asiyah (istri Firaun yang juga
ibu angkat Nabi Musa) saat kelahiran Rasulullah SAW, dikisahkan dalam Maulid Barzanji. Dilukiskan
pula berbagai peristiwa ganjil yang menghiasi malam kelahiran beliau, seperti retaknya Istana
Kerajaan Persia, banjir bandang yang melanda Lembah Samawah di Gurun Sahara, padahal
sebelumnya belum pernah ditemukan air setetes pun; serta cahaya terang benderang di atas kota
Makkah dan sekitarnya.

Lebih lanjut Al-Barzanji juga menceritakan kondisi bayi Muhammad sesaat setelah kelahirannya,
“Nabi lahir ke dunia dalam keadaan meletakkan kedua tangannya ke bumi seraya menengadahkan
wajahnya ke arah langit yang tinggi sebagai penanda ketinggian kedudukannya dan keluhuran
budinya.”

Demikianlah berbagai ungkapan keindahan pada detik-detik kelahiran Rasulullah SAW dalam puisi
Maulid karya ulama shalih dari zaman ke zaman. Meski tiada kata yang cukup mewakili untuk
menggambarkan keluhurannya, dengan segala keterbatasannya para ulama penyair itu berusaha
merangkumnya dalam serangkaian puisi indah.

Betapa beruntung orang-orang yang mencintainya dengan cara apa pun, sebagaimana ungkapan
Imam Bushairi dalam Maulid Burdah-nya, “Dialah sosok yang sempurna makna dan bentuknya, yang
kemudian dipilih menjadi kekasih Sang Penghembus Angin Sepoi. Pengungkapan kebaikannya
terjaga dari kemusyrikan, maka mutiara keindahannya tak terbagi. Tinggalkanlah apa yang dikatakan
kaum Nasrani tentang nabinya, dan pujilah ia (Rasulullah) semaumu asal masih dalam batasan
hukum itu. Maka nisbatkanlah kemuliaan dan keagungan apa pun yang kau kehendaki kepadanya.”

Rasulullah SAW memang manusia biasa, namun beliau telah dipilih oleh Allah SWT untuk
dianugerahi berbagai keistimewaan, yang menjadikan posisi beliau di antara umat manusia bak
permata di antara bebatuan semata....
PIPIT FEBRIANTI KHOTIMAH

IV – TRIPOLY

SDIT QORDOVA

BANDUNG

Anda mungkin juga menyukai