Anda di halaman 1dari 17

Pendahuluan

Latar belakang

Mempelajari Sejarah Pendidikan Islam amat penting, terutama bagi pelajar-pelajar


agama Islam dan pemimpin-pemimpin Islam. Dengan mempelajari Sejarah Pendidikan Islam
kita dapat mengetahui sebab kemajuan dan kemunduran Islam baik dari cara didikannya
maupun secara ajarannya. Secara umum kita dapat bercermin dari pendidikan Islam yang
diterapkan pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Harun Nasution membagi periodesasi ini ke dalam periode klasik, pertengahan dan
modern1. Secara garis besar dari ketiga periodesasi tersebut dapat diperinci kembali menjadi
lima masa yaitu; .masa hidupnya Nabi Muhammad SAW, masa Khulafaurrasyidin, masa
Dinasti Umayyah, masa Dinasti Abbasiyah dan masa dari runtuhnya Baghdad sampai
sekarang.
Sejarah telah mencatat bahwa Islam adalah pendahulu dalam mengalami kemajuan
peradaban di muka bumi ini. Masa kejayaan yang di raih pada zaman dinasti abbasiyyah
menunjukan bahwa Islam telah mengawali segalanya. Kemajuan tekhnologi dan peradaban
telah berkembang pesat di Baghdad ketika dunia barat masih diselimuti kegelapan ketika itu.2
Melihat keadaan umat islam di zaman modern ini, seakan-akan menjadi terbalik.
Mayoritas umat Islam tengah berada dalam fase penurunan kualitas. Penindasan bangsa
yahudi terhadap negara islam. Perpecahan dikalangan umat sendiri, kekerasan yang
merajalela, hingga pandangan-pandangan negatif terhadap agama rahmatan lil ‘alamin ini.
Maka dengan berkaca pada zaman keemasan islam yang salah satunya ditandai dengan
transformasi intelektual yunani , persia, dan romawi dalam dunia islam ini, semoga kita bisa
sedikit meningkatkan kualitas keislaman, khususnya terhadap diri pribadi kita masing-
masing.
Kemajun umat islam pada saat itu tidak hanya dirasakan oleh masyarakat muslim saja,
masyarakat nonmuslimpun merasakan kemajuan-kemajuan islam, termasuk dunia barat.
Namun seiring dengan berjalannya waktu umat islam pun mulai mengalami kemunduran
pada abat pertengahan, yang pada akhirnya sentuhan islam dengan dunia barat memunculkan
transformasi intelektual dari islam yang melahirkan gerakan renaissance, reformasi,
rasionalisme, dan aufklarung didunia barat. Dengan demikian, kemajun-kemajuan ilmu

1
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islami (Bandung: Rosda, 2014) hal 1
2
Hitti

1
pengetahun dunia barat yang begitu berkembang seperti sekarang ini tidak terlepas dari
kontribusi kemajuan Islam pada saat kejayaan umat islam waktu itu.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk pendidikan Islam pada masa awal sejarah Islam?


2. Bagaimana bentuk transpormasi intelektual Islam dari masa ke masa?

Pembahasan

1.    Pembinaan Pendidikan Islam di masa Rasulullah dan Model Pendidikannya


a.        Pendidikan Islam Periode Makkah
Dalam periode Mekkah ini titik tekan materi pembelajaran adalah masalah tauhid
yang mendalam untuk mengikis habis kesyirikan-kesyirikan yang mungkin masih melekat di
hati para sahabat dan membuat pertentangan tegas dengan kepercayaan masyarakat Quraisy.
Intisari ajaran tauhid tersebut adalah sebagaimana yang tercermin dalam surat Al-Fatihah.
Pokok-pokoknya adalah :
1.    Bahwa Allah adalah pencipta alam semesta yang sebenarnya. Dialah satu-satunya yang
menguasai dan mengatur alam ini sedemikian rupa, sehingga merupakan tempat yang sesuai
dengan kehidupan manusia. Dia pulalah yang telah mengatur kehidupan manusia, mendidik
dan membimbingnya, sehingga mendapatkan kehidupan sebagaimana yang mereka alami.
Oelh karenanya, hanya Dialah yang memiliki segalanya, yang berhak mendapatkan pujian.
Manusia harus memuji-Nya karena semua makhluk pun  memuji-Nya juga. Memuji Allah
harus dilasanakan langsung kepada-Nya, bukan seperti kebiasaan masyarakat yang memuji
Tuhan dengan perantaraan berhala-berhala mereka. Berhala-berhala tersebut sebenarnya tidak
berarti apa-apa, tidak memberikan mudarat ataupun manfaat dalam kehidupan mereka,
sedangkan yang memberi nikmat dan segala kebutuhan hidup pada hakikatnya adalah Allah.
Itulah sebabnya Dialah yang berhak mendapatkan pujian tersebut
2.     Bahwa Allah telah memberikan nikmat, memberikan segala keperluan bagi semua makhluk-
Nya dan khusus kepada manusia ditambah dengan petunjuk dan bimbingan agar
mendapatkan kebahagiaan hidup yang sebenar-benarnya. Allah telah memberikan keperluan
hidup, membimbing dan mendidik manusia dengan penuh kasih sayang, Ar-Rahman dan Ar-
Rahim. Pengertian bahwa Allah bersifat Rahman dan Rahim tersebut, memberikan dorongan
untuk menjabarkan sifat kasih sayang dalam kehidupan sehari-hari terhadap sesama manusia,
yang berbeda dengan sikap permusuhan antarsuku yang membudaya di kalangan bangsa

2
Arab pada masanya. Berbeda pula dengan perlakuan mereka yang sewenang-wenang
terhadap kaum yang lemah dan tak berdaya.
3.     Bahwa Allah adalah raja hari kemudian, telah memberikan pengertian bahwa segala amal
perbuatan manusia selama di dunia akan diperhitungkan di sana. Segala perbuatan yang baik
dan perbuatan jahat walau sebesar biji sawi akan dibalas oleh-Nya secara setimpal.
Pengertian tersebut bertentangan dengan kepercayaan oirang Arab selama ini , bahwa hari
pembalasan itu tidak ada atau tidak ada hidup setelah mati.
4.    Bahwa Allah adalah sesembahan yang sebenarnya dan satu-satunya. Hanya kepada Allah
segala bentuk pengabdian ditujukan. Penyembahan kepada selain Allah, tidaklah benar dan
harus dihapuskan. Segala bentuk penyembahan dan pengabdian kepada Allah harus sesuai
dan menurut apa yang dikehendaki oleh Nya, bukan menurut selera manusia sendiri.
Pengertian tersebut mendorong untuk melaksanakan pengabdian kepada Allah secara
bertanggung jawab. Segala perbuatan dan pengabdian manusia harus dikerjakan karena Allah
semata, bukan karena berhala-berhala.
5.    Bahwa Allah adalah penolong yang sebenarnya dan oleh karenanya hanya kepada Nyalah
manusia harus meminta pertolongan. Pengertian ini sekaligus membatalkan permintaan
pertolongan kepada selain Allah
6.    Bahwa Allah yang sebenarnya membimbing dan memberi petunjuk kepada manusia dalam
mengarungi kehidupan dunia yang penuh dengan rintangan, tantangan dan godaan. Allah
yang memberikan petunjuk ke arah jalan yang lurus, jalan yang ditempuh oleh orang-orang
shaleh terdahulu, jalan hidup warisan Ibrahim yang sebenarnya. Pengertian tersebut
memberikan kesadaran bahwa jalan yang ditempuh selama ini bukanlah jalan Allah.
Demikian pula jalan hidup orang-orang Yahudi dan Nasrani yang dikenal selama ini,
buikanlah jalan hidup yang dibenarkan Allah.3

b.  Pendidikan Islam Periode Madinah


Jika pada periode Makkah ciri pendidikan Islam lebih dititik tekankan pada
pendalaman tauhid, maka pada periode Madinah ini lebih ditekankan pada aspek sosial dan
politik dengan cakupan yang lebih luas dengan tetap disandarkan pada penjiwaan terhadap
tauhid itu sendiri.4
Hal pertama yang dilakukan oleh Nabi ketika tiba di Madinah adalah mendirikan
Masjid sebagai pusat ibadah dan pusat Pendidikan Islam kaum muslimin. Dalam hal ini
3
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 2004) hal23-25
4
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 2004) hal. 33

3
Rasulullah membuatkan sebuah Suffah di dalam masjid yang berfungsi sebagai tempat
belajar pemberantasan buta huruf, dengan menyediakan makanan dan tempat tinggal.5
Qatadah menyebutkan terdapat sembilan ratus orang yang menjadi ahli suffah tersebut
walaupun ulama lainnya menyatakan hanya empat ratus orang. Saat Nabi mengajarkan Al-
Qur’an maka sahabatseperti Abdullah bin Said al-Ash, Ubadah bin Shamit dan Ubay bin
Ka’ab mengajarkan  dasar-dasar penting membaca dan menulis.6 Selain itu Rasulullah juga
membacakan Al-Qur’an kepada para tokoh terkemuka yang bukan ahlu-suffah seperti
Abdullah bin Salam 9seorang Yahudi yang masuk Islam), Ubay bin Ka’ab, Hisyam bin
Hakim, Umar bin Khatab dan Ibnu Mas’ud. Selain itu banyak pula utusan yang tiba ke
Madinah, masuk Islam dan diajarkan Al-Qur’an oleh Rasulullah dengan diberi makanan dan
tempat penginapan.7
Perang badar yang dimenangkan oleh kaum muslimin membuat banyak para tawanan
perang. Untuk menebus diri mereka, mereka diminta untuk membayar seribu hingga empat
ribu dirham. Jika tawanan perang tersebut adalah orang tak mampu banyak yang dibebaskan
tanpa tebusan oleh Rasulullah.8 Banyak pula dari mereka yang dapat membaca dan menulis,
menebus diri mereka dengan mengajarkan sahabat-sahabat Rasulullah membaca dan
menulis9. Dengan cara ini Rasulullah secara cerdas mencoba memberantas buta huruf di
kalangan para sahabatnya.
 Banyak pula murid-murid Rasulullah menjadi guru untuk kaum muslimin yang lain
ataupun diutus untuk mengajarkan Al-Qur’an pada orang lain. Tokoh-tokoh sahabat itu antara
lain : Ubadah bin Shamit mengajarkan Al-Qur’an pada masa kehidupan Rasululah SAW,
Ubay bin Ka’ab mengajarkan Al-Qur’an pada masa kehidupan Nabi Muhammad SAW di
Madinah. Ia juga mengajarkan seorang buta di rumahnya, Abu said Al-Khudri, Sahl bin Said
Al-Anshari, Uqbah bin Amir, Jabir bin Abdullah, Anas bin malik, Muadz bin Jabal dikirim ke
Yaman, Abu Ubaid dikirim ke Najran, wabra’ bin Yuhannas mengajar Al-Qur’an di San’a
(yaman)kepada Ummu Said binti Buzrug semmasa kehidupan Nabi Muhammad SAW10

5
M.M. Al-A’zami, The History of The Qur’anic Text From Revelation to Compilation ( Jakarta : Gema Insani
Press, 2005) hal 66
6
M.M. Al-A’zami, The History of The Qur’anic Text From Revelation to Compilation ( Jakarta : Gema Insani
Press, 2005) hal 125
7
M.M. Al-A’zami, The History of The Qur’anic Text From Revelation to Compilation ( Jakarta : Gema Insani
Press, 2005)
8
Ibnu Hisyam, Siroh Nabawiyah Ibnu Hisyam jilid 1 (Jakarta : Darul Falah, 2005) hal 635
9
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam ( Jakarta : Logos, 1999) hal 15
10
M.M. Al-A’zami, The History of The Qur’anic Text From Revelation to Compilation ( Jakarta : Gema Insani
Press, 2005) ghal 68

4
Hasil dari pendidikan ini adalah munculnya para Huffaz di kalangan para sahabat.
Mereka yang kemudian mengajarkan Al-qur’an di Madinah dan daerah-daerah kekuasaan
Islam lainnya adalah ; Ibnu Mas’ud, Abu Ayyub, Abu Bakar As-shidiq, Abu Darda’, Abu
Zaid, Abu Musa Al-Ashari, Abu Hurairah, Ubay bin Ka’ab, Ummu Salamah, Tamim Ad-
Dari, Sa’ad bin Mundhir, Hafsah, Zaid bin Tsabit, Salim Maula Abu Hudzaifah, Sa’ad bin
Ubadah, Sa’ad bin Ubaid Al-Qari, Sa’ad bin Mundhir, Shihab al-Qurashi, Talhah, Aisyah,
Ubadah bin Shamit, Abdullah bin Sa’ib, Ibnu Abbas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr,
Utsman bin Affan, Atta bin Markayud (orang persia yang tinggal di Yaman), Uqbah bin
Amir, Ali bin Abi Thalib, Umar bin Khatab, Amr bin Al-Ash, Fudhail bin Ubaid, Qays bin
abi Sa’sa’a, Mujamma bin Jariya, Maslama bin Makhlad, Muadz bin Jabal, Muadz Abu
Halima, Ummu Warqah, dan Abdul Wahid11
Selain menghafal Al-Qur’an, tradisi akademik yang dikembangkan oleh Rasulullah
adalah penulisan Al-Qur’an12. Kebiasaan Nabi memanggil para sahabat yang bisa menulis
setelah wahyu turun untuk menghapalkan ayat tersebut dan menuliskannya, telah
memunculkan banyak sahabat yang menjadi penulis Al-Qur’an. Mereka adalah; Abban bin
Said, Abu Umama, Abu Ayub Al-Anshari, Abu Bakar As-Shidiq, Abu Hudzaifa, Abu
Sufyan, Abu Salama, Abu ‘Abbas, Ubay bin Ka’ab, Al-Arqam, Usaid bin Hudair, Aus,
Buraida, Bashir, Tsabit bin Qais, Ja’far bin Abi Thalib, Jahm bin Sa’ad, Suhaim, Hatib,
Hudzaifa, husain, Hanzala, Huwaitib, Khalid bin Sa’id, Khalid bin Walid, Zubair bin
Awwam, Zubair bin Arqam, Zaid bin Tsabit, Sa’ad bin Abi Rabi’, Sa’ad bin Ubadah, Sa’id
bin Sa’id, Shurahbil bin Hasna, Thalhah, Amir bin Fuhaira, ‘Abbas, Abdullah bin Arqom,
Abdullah bin Abi Bakar, Abdullah bin Rawahah, Abdullah bin Zaid, Abdullah bin Sa’ad,
Abdullah bin Abdullah, Abdullah bin Amr, Utsman bin Affan, Uqba, Al-‘ala bin Uqbah, Ali
bi abi Thalib, Umar bin Khatab, Amr bin al-ash, Muhammad bin Maslama, Mu’adz bin jabal,
Mu’awiyah, Ma’n bin adi, Mu’aqib bin Mughirah, Mundhir, Muhajir dan Yazid bin abi
Sufyan.13
Zuhairini menerangkan bahwa pendidikan pada periode Madinah ini adalah Pendidikan sosial
politik dan kewarganegaraan. Materi pokok pendidikan ini adalah pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam piagam Madinah, yang dalam prakteknya diperinci lebih lanjut dan
disempurnakan dengan ayat-ayat yang turun selama periode Madinah. Tujuan pendidikan ini
11
M.M. Al-A’zami, The History of The Qur’anic Text From Revelation to Compilation ( Jakarta : Gema Insani
Press, 2005) hal 69-70
12
Lihat Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam : Potret Timur Tengah Era Awal
dan Indonesia (Jakarta: Quantum Teaching, 2005) hal 5-12
13
M.M. Al-A’zami, The History of The Qur’anic Text From Revelation to Compilation    ( Jakarta : Gema
Insani Press, 2005) hal. 72-73

5
adalah agar pokok pikiran yang terkandung dalam konstitusi Madinah ini diakui tidak hanya
di Madinah saja tapi juga untuk seluruh jazirah Arabia. Pelaksanaan praktek ini dijabarkan
dalam bentuk a) Pendidikan Ukhuwah (persaudaraan) dimana Rasulullah mempersuadarakan
kaum Anshar dengan kaum Muhajirin untuk mengokohkan umat Islam, b) Pendidikan
Kesejahteraan Sosial, c) pendidikan anak yang terdiri dari pendidikan tauhid, pendidikan
Salat dan pendidikan  adab dan sopan santun dalam keluarga dan masyarakat, pendidikan
kepribadian, d) Pendidikan pertahanan dan keamanan.14

2. Periode Khulafaurrasyidin
Sistem pendidikan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin dilakukan secara mandiri tidak
dikelola oleh pemerintah kecuali pada masa Khalifah Umar bin Khatab yang turut campur
dalam materi lembaga pendidikan Kutab. Sahabat-sahabat Rasulullah telah mendirikan
majelis-majelis ilmu mereka masing-masing.
   Seiring dengan perkembangan wilayah Islam, maka pusat pendidikan Islam tidak
hanya ditemukan di Madinah saja. Tapi telah menyebar ke daerah lainnya seperti Basrah dan
Kufah (Iraq), Palestina dan Damsyiq (Syam) dan kota Fustat (Mesir). 15 Tenaga pengajar dan
ahli pendidikan di masing-masing daerah adalah tokoh-tokoh sahabat yang mendirikan
Majelis dan madrasah masing-masing. Mereka adalah:

a.      Madrasah dan Majelis Ilmu Di Makkah


Sahabat yang mengajar di Makkah adalah Muadz bin Jabal. Beliau memiliki
spesifikasi dalam bidang Al-qur’an dan hukum-hukum halal dan haram dalam Islam.
Nantinya Madrasah ini dilanjutkan oleh Ibnu Abbas yang datang ke Mekkah pada masa
Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Ibnu Abbas mengajarkan Fiqh, tafsir, hadist dan sastra.
Ibnu Abbaslah yang membuat Madrasah Mekkah ini berkembang dan terkenal.
Tercatat beberapa murid-murid madrasah Mekkah ini yang akan memainkan peran
penting dalam Islam. Diantaranya adalah; Mujahid bin Jabbar ahli tafsir Qur’an, Atta’ bin
Abi Rabbah seorang yang ahli dalam ilmu Fiqh, serta Tawus bin Kaisan seorang Fuqaha dan
Mufti yang ada di Mekkah. Generasi selanjutnya dari Madrasah ini adalah; Sufyan bin
Uyainah, Muslim bin Khalid Al-zanji. Imam asy-Syafi’i sebelum berangkat ke Madinah
belajar dengan dua ulama tersebut.16
14
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 2004) hal 43-60
15
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islamu (Bandung : Rosdakarya, 2014) hal 16
16
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 2004) hal 72

6
b.      Madrasah Madinah
Madrasah Madinah lebih terkenal dibandungkan dengan madrasahh-madrasah lainnya
di masa itu. Hal ini terkait dengan banyaknya para sahabat Nabi yang menetap di Madinah
seperti Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Umar. Selain itu para Khulafaur rasyidin tinggal di
daerah ini. Madrasah Madinah inilah yang yang nantinya melahirkan ulama-ulama terkemuka
seperti; Said Al-Musayab, Urwah bin Zubair, dan generasi setelahnya yaitu Ibnu SyihabAl-
Zuhri.17

c.      Madrasah Basrah


Para sahabat di Basrah yang mengajarkan ilmunya di sana adalah Abu Musa Al-
Asy’ari dan Anas bin Malik yang terkenal dengan keahliannya di bidang Fiqh, hadist dan Al-
Qur’an. Generasi penerus madrasah Basrah yaitu Hasan Al-Bashri dan Ibnu Sirin.18

d.      Madrasah Kufah


Guru utama Madrasah Kufah dari kalangan sahabat adalah Ali bin Abi Thalib dan
Abdullah bin Mas’ud. Ibnu Mas’ud adalah utusan resmi Khalifah Umar bin Khatab untuk
mengajarkan agama kepada masyarakat Kufah. Madrasah Kufah inilah yang nantinya akan
melahirkan banyak ulama kelas satu di antaranya : Alqamah, Al-Aswad, Masruq, Al-harits
bin Qais dan amr bin Syurahbil. Angkatan selanjutnya madrasah ini melahirkan ulama seperti
Abu Hanifah.19

e.      Madrasah Damsyik


Di Damsyik para guru dari sahabat Nabi adalah Muadz bin Jabal, Ubadah dan Abu
Darda. Ketiga sahabat tersebut diutus pada masa Khalifah Umar bin Khatab. Madrasah ini
kemudian diteruskan oleh para murid-murid meraka di antaranya adalah Abu Idris Al-
Khailany, Makhul Al-Dimasyqi, Umar nin Abdul Aziz dan Raja’ bin Haiwah. Akhirnya
muncullah seorang ulama mazhab yang terkenal Imam Al-Auza’i.20
f.      Madrasah Fustat (Mesir)
Sahabat yang mendirikan Madrsah dan menjadi guru di sana adalah Amr bin Ash
yang merupakan ahli hadist dan penulis hadist. Penggantinya adalah Yazid bin Abu Habib
17
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 2004) hal 73
18
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 2004) hal 73
19
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 2004) hal 74
20
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 2004) hal 74

7
Al-Nuby dan Abdullah bin Abu Ja’far bin Rabi’ah. Murid Yazid yang paling terkenal adalah
Abdullah bin Lahi’ah.21
Pada masa Abu Bakar Ash-Shidiq, Al-Qur’an mulai dikumpulkan untuk dibukukan.
Hal ini mengingat banyaknya sahabat penghafal Al-Qur’an yang gugur di medan perang.
Untuk tugas besar ini, ditunjuklah Zaid bin Tsabit. Metode Zaid dalam menyusun Al-Qur’an
adalah dengan menyeleksi ragam tulisan yang telah ada sebelumnya yang dimiliki
masyarakat. Syaratnya adalah orang itu hafal ayat tersebut dan ia menuliskannya dengan
didukung oleh dua orang saksi.22

3.      Periode Dinasti Umayyah


Pada masa dinasti Umayyah, perkembangan Islam semakin pesat dibandingkan
dengan masa-masa sebelumnya. Jika masa sebelumnya pendidikan Islam dilaksanakan di
Kuttab, Shuffah ataupun di rumah-rumah para ulama dan Masjid, maka pada masa ini
pendidikan Islam juga dilakukan di dalam Istana untuk mengajar dan mendidik keluarga-
keluarga kerajaan. Selain itu para penguasa dinasti Umayyah seringkali mengadakan majelis-
majelis keilmuwan. Mu’awiyah sendiri sering menyelenggarakan majelis-majelis tersebut
dengan mengundang ulama, sastrawan, dan ahli sejarah untuk memberikan penjelasan pada
Mu’awiyah sejarah bangsa Arab melalui syair-syair arab, cerita-cerita persia dan sistem
pemerintahan serta administrasi kerajaan Persia.23
Pada masa ini mulai terjadi pembidangan dalam ilmu tafsir, hadist, fikih dan ilmu
kalam. Dalam bidang hadist muncul sosok seperti Hasan Al-Bashri, dalam bidang fiqih
terdapat ulama terkemuka bernama Ibnu Shihab Al-Zuhri, dalam bidang ilmu kalam
muncullah nama Washil bin Atha’ yang merupakan peletak dasar Mu’tazilah. Selain itu
berkembang pula Bahasa Arab. Kecenderungan untuk mempelajari bahasa Al-Qur’an dan
pemerintahan, kebutuhan orang-orang non arab yang telah ditaklukkan dengan bahasa Arab
dan banyaknya orang-orang non arab yang menggunakan bahasa Arab namun dialeknya
dianggap merusak bahasa Arab menyebabkan besarnya tuntutan akan pendalaman bahasa
Arab sehingga lahirlah ilmu bahasa Arab. Tokoh-tokohnya natara lain Abu Al-aswad ad-
Duali (murid Ali bin Abi Thalib) dan Sibawaih.24

21
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 2004) hal 75
22
M.M. Al-A’zami, The History of The Qur’anic Text From Revelation to Compilation ( Jakarta : Gema Insani
Press, 2005
23
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan islam (jakarta:Logos, 1999) hal 22
24
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan islam (jakarta:Logos, 1999) hal 23

8
Selain itu muncullah sekolah Al-Badiyah. Sekolah Al-Badiyah adalah sekolah bagi
para Pangeran dinasti Umayah. Badiyah adalah nama gurrun pasir di Suriah dimana suku-
suku Badui tinggal dengan mempertahankan kemurnian adat dan bahasa mereka. Pelajaran
yang diberikan adalah berburu, menunggang kuda / unta, memeras anggur dan menggubah
syair. Para pangeran berusaha untuk menyerap bahasa Arab murni yang tidak tercemar
denggan bahasa Aramaik. Tempat ini pula tempat pengungsian keluarga kerajaan dari wabah
penyakit yang menjangkiti kota.25
Kondisi Mekkah dan Madinah yang cukup tenang dari hiruk pikuk politik membuat
banyak calon ulama datang dan belajar di kedua kota suci ini pada masa Dinasti Umayyah.
Madinah terkenal dengan banyaknya ahli hadist. Dua orang ahli hadist yang tinggal di
Madinah adalah Anas bin Malik dan Abdullah bin Umar. Mekkah terkenal dengan
kemampuan ulamanya dalam menafsirkan Al-Qur’an dan ilmu fikih. Ulama yang terkenal
adalah Ibnu Abbas, sepupu Rasulullah SAW.26
Kekuasaan Islam yang membentang luas ternyata membuat bangsa Arab mengadopsi
ilmu pengetahuan daerah yang ditaklukkannya. Lama kelamaan peran Mekkah dan Madinah
sebagai pusat intrelektual kaum muslimin tersaingi dengan hadirnya dua kota besar di Irak,
yaitu Basrah dan Kufah. Tokoh terpandang di Kufah yang merupakan ahli hadist dan qiro’ah
adalah ibnu Mas’ud dan Al-Sya’bi yang dikirim oleh khalifah Abdul Malik dalam sebuah
delegasi penting untuk raja Bizantium di Konstantinopel.27
Selain ilmu hadist, Qur’an dan bahasa Arab, penulisan sejarah mendapatkan prioritas
terbesar. Keinginan para pembesar istana yang ingin mengetahui kisah hidup para Nabi dan
orang-orang besar terdahulu yang menjadi landasan penulisan buku-buku tentang penaklukan
(Maghazi) dan Sirah. Siroh yang paling tertua mungkin adalah siroh Ibnu Ishak yang
kemudian menjadi rujukan bagi Ibnu Hisyam untuk menulis sirohnya pula. Atas undangan
Mu’awiyah hadir pula tokoh seperti Abid bin Syaryah untuk memberitahu khalifah tentang
raja-raja Arab masa lalu dan suku mereka. Abid menulis sebuah buku berjudul Kitab Al-
Muluk wa Akhbar Al-madin (Buku tentang para raja dan sejarah bangsa-bangsa terdahulu).
Selain itu muncul pula tokoh ahli asal-usul Wahb bin Munnabih dan Ka’ab Al-Ahbar.28
Kebudayaan literer juga berkembang pada masa dinasti Umayyah. Kegandrungan
pada puisi dan pidato, membuat bidang ini mendapatkan perhatian khusus. Tokoh-tokoh
cendekiawan dalam bidang ini antara lain; Abdul Hamid Al-Katib, ‘Ali Al-ahnaf, Ibnu Qays,
25
Philip K Hitti, History of The arabs (Jakarta : Serambi, 2008) hal 242
26
Philip K Hitti, History of The arabs (Jakarta : Serambi, 2008) hal 292
27
Philip K Hitti, History of The arabs (Jakarta : Serambi, 2008) hal 304
28
Philip K Hitti, History of The arabs (Jakarta : Serambi, 2008) hal 305

9
Akhtam ibn Shayfi, Umar bin Abi Rabi’ah, Jamil dari Bani ‘Udzrah yang sukses dengfan
karyanya yang legendaris Layla Majnun, Miskin Al-darimi, Hammad Al-Rawiyah dan lain
sebagainya.29
Sekolah puisi pun dibangun pada masa dinasti Umayyah yang dikepalai oleh Farazdaq
(640-728) dan Jarir (W.729). sekolah puisi di ibukota kerajaan dikepalai oleh Al-Akhtal (640-
710). Mereka adalah penggubah puisi satir dan puisi pujian. Sedangkan sekolah secara
formal, Philip K Hitti berpendapat belum ada pada masa dinasti Umayyah ini. Selain ke
Badiyah, pada masa Abdul Malik, seorang guru dipanggil ke Istana untuk mendidik putra
Khalifah. Masyarakat luas yang ingin mendapatkan pendidikan akan menggunakan masjid
untuk mempelajari Al-Qur’an dan Hadist. Karena itu guru-guru pertama dalam Islam adalah
para pembaca Qur’an (Qarra’). Umar bin Abdul Aziz mengirimkan Yazid bin Habib ke Mesir
sebagai hakim agung di sana. Di Kuffah terdapat tokoh al-Dhahak ibnu Muzahim yang
mendirikan semacam sekolah dasar (Kuttab) dan tidak memungut bayaran dari siswa. Pada
abad kedua hijriyah seorang badui yang tidak diketahui namanya mendirikan sekolah di
Basrah dengan memungut bayaran.30
Sedangkan dalam ilmu pengobatan dan kedokteran, kedokteran arab lebih terpengaruh
pada pengobatan yunani dan Persia. Dokter-dokter Arab pada masa ini adalah Harits bin
Kaladah dari Taif yang menuntut ilmu di Persia. Ia adalah orang arab pertama yang belajar ke
Persia dan mendapatkan gelar kehormatan sebagai “dokter Arab”. Karirnya sebagai dokter
dilanjutkan dengan anaknya Al-Nadzr. Selain itu tterdapat tabib istana yang menonjol seperti
Ibnu Utsal, dan Tayazhuq. Seorang dokter di Basrah bernama Masarjawayh pada masa
Marwan bin hakam mencoba mbenerjemahkan sebuah naskah ke dalam bahasa arab tentang
pengobatan Suriah yang awalnya ditulis dalam bahasa Yunani.
Ilmu lainnya adalah ilmu kimia. Khalid putra Khalifah Umayah kedua dan seorang
filsuf merupakan orang Islam pertama yang menerjemahkan buku-buku dalam bahasa Yunani
dan Koptik tentang Kimia ke dalam bahasa Arab. Selain itu Ja’far Ah-Shadiq seorang
keturunan Ali bin Abi Thalib dan salah satu dari 12 Imam Syi’ah disebut- sebut menulis
naskah tentang astrologi dan kimia. Namun hal ini telah ditentang oleh sarjana-sarjana
modern. Dalam sejarah kita bisa melacak judul karya pada masa dinasti Umayah. Namun
mengutip ungkapan Philip K Hitti bahwa;

29
Philip K Hitti, History of The arabs (Jakarta : Serambi, 2008) hal 312-315
30
Philip K Hitti, History of The arabs (Jakarta : Serambi, 2008) hal 317-318

10
“Kenyataan paling tidak menyenangkan seputar kehidupan intelektual pada masa Umayyah
adalah bahwa ia tidak mewariskan kepada kita sumber-sumber berbentuk dokumen yang bisa
dijadikan bahan kajian.”31

4.    Periode Dinasti Abbasiyyah


Pendidikan Islam pada masa Bani Abbasiyah telah berhasil mencapai puncak
kejayaannya. Masa ini berlangsung hingga jatuhnya Baghdad sebagai pusat ilmu pengetahuan
Islam karena serbuan bangsa Mongol. Keilmuwan Islam pada masa ini sebenarnya adalah
perpaduan antara berbagai macam warisan peradaban yang berada di bawah naungan Islam
dengan melalui proses absorpsi kelebihan budaya lain lalu dimodifikasi dengan berbagai ide
baru sehingga menjadi jembatan penghubung antara tradisi keilmuwan masa lalu dan masa
depan.32
       Proses transmisi literatur Hellenestik tidak bisa terlepas dari peran para sarjana yang
ahli dalam bidang pemikiran Helenestik. Migrasi sarjana-sarjana athena, Alexandria dan
Byzantium ke dalam wilayah-wilayah perlindungan Islam membawa warisan ilmu ke dalam
dunia Islam.33 Penerjemahan karya pun marak dilakukan dengan didirikannya Baitul Hikmah.
Dalam sejarahnya Khalifah al-Ma’mun pun memberikan kompensasi yang besar bagi
ilmuwan yang mampu menerjemahkan buku-buku berbahasa Yunani ke bahasa Arab.
       Pengaruh Filsafat Hellenestik ini akhirnya memberi pengaruh pada bidang agama.
Banyaknya muncul aliran kalam yang beragam adalah salah satu akibat dari pengaruh filsafat
Hellenestik ini. Seperti Mu’tazilah, Qadariyah, Jabariyah dan lain sebagainya. Hal ini
berlangsung hingga Imam Al-Ghazali memewnangkan penggunaan dialektika dan logika
yang terbatas, karena khawatir jika digunakan secara serampangan akan berakibat pada
hilangnya keimanan dalam hati.34
       Selain dalam bidang agama, filsafat helenestik ini mempengaruhi pula bidang ilmu
lainnya seperti kedokteran, aljabar, kimia, Astronomi dan lain sebagainya. Hal ini dibuktikan
dengan munculnya banyak ilmuwan yang ahli dalam bidang-bidang tersebut.
       Setidaknya terdapat tujuh lembaga pendidikan pada masa Dinasti Abbasiyah.
Diantaranya adalah;
1.      Lembaga pendidikan dasar (Kuttab)
31
Philip K Hitti, History of The arabs (Jakarta : Serambi, 2008) hal 320
32
Ehsan Masood, Ilmuwan-ilmuwan Muslim Pelopor hebat di bidang Sains Modern. Diterjemahkan oleh Fahmy
Yamani (Jakarta : Gramedia  Pustaka Utama, 2009)
33
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan islam (Jakarta: Logos, 1999) hal 27
34
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan islam pada Periode Klasik dan Pertengahan (Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2010) hal 165-166

11
2.      Lembaga pendidikan Masjid (Al-Masjid)
3.      Kedai Pedagang Kitab (al-Bawanit al-Waraqin)
4.      Tempat tinggal para ulama (Manazil Al-Ulama)
5.      Sanggar seni dan sastra
6.      Perpustakaan (Daar Al-Kutb Wa Daar Al-Ilm)
7.      Lembaga pendidikan sekolah (al-Madrasah)35
Metodologi pengajaran pada masa ini menurut Hasan ‘Abd ‘Al secara garis besar
dibagi menjadi dua. Pertama, metode pengajaran bidang keagamaan yang diterapkan pada
materi materi seputar Fiqh, tata bahasa, teologi / ilmu kalam, menulis, lagu dan sejarah.
Kedua, metode pengajaran bidang intelektual yang meliputi olahraga, ilmu-ilmu eksakta,
filsafat, kedokteran dan musik yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab serta ilmu-
ilmu kebahasaan.36
Dalam jenjang pendidikan tinggi, secara umum pendidikan tinggi memiliki dua
fakultas. Pertama fakultas Ilmu-ilmu agama serta bahasa dan sastra Arab yang mengkaji
ilmu-ilmu berupa, Tafsir, Hadist, fiqih dan ushul fiqih, Nahwu / sharaf, Balaghah, bahasa dan
sastra arab. Kedua, fakultas ilmu-ilmu hikmah/ Filsafat yang mendalami mantiq (logika),
ilmu-ilmu alam dan kimia, musik, ilmu eksakta, ilmu ukur, ilmu falak, ilmu-ilmu teologi,
ilmu tentang hewan, ilmu-ilmu tentang tumbuhan, ilmu kedokteran. Pelajaran ini se,muanya
diajarkan dan belum memiliki spesifikasi tersendiri. Spesialisasi tersebut ditentukan setelah
tamat dari perguruan tinggi berdasarakan bakat dan kecenderungan masing-masing siswa.
Metode yang digunakan dalam pendidikan tinggi adalah halaqah. Guru duduk di atas
alas duduk sedangkan siswa melingkari sang guru. Guru memberikan materi kepada semua
siswa yang hadir. Sebelum mengajar sang guru menyusun sebuah Ta’liqah atau semacam
silabus yang ditulis oleh masing-masing tenaga pengajar berdasarkan catatan perkuliahannya
ketika menjadi mahasiswa, hasil bacaan dan pendapatnya tentang materi yang bersangkutan.
Sedangkan metode-metodde pengajaran dilakukan dengan beberapa metode yaitu :
1.       Metode ceramah (Al-Muhadlaroh). Dalam metode ini guru menyampaikan materi kepada
mahasiswa dengan diulang-ulang sehingga mereka hafal terhadap yang dikatakannya. Metode
ini terbagi menjadi dua cara yaitu: metode dikte (Al-Imla) dan metode pengajuan terhadap
guru (Al-Qira’at ‘ala al-syaikh aw al-ardl)
2.       Metode diskusi (Al-Muhadzarah). Metode ini digunakan untuk menguji argumentasi-
argumentasi yang diajukan sehingga dapat teruji.

35
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islamu (Bandung : Rosdakarya, 2014) hal 23
36
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islamu (Bandung : Rosdakarya, 2014) hal 25-26

12
3.       Metode koresponden jarak jauh (al-ta’lim bi al-murasilah). Metode yang digunakan para
mahasiswa untuk bertanya pada guru yang jauh secara tertulis pula.
4.       Metode rihlah ilmiah. Metode ini dilakukan oleh para siswa baik secara pribadi maupun
secara kelompok untuk datang berkunjung ke rumah ulama untuk berdiskusi, bertukar pikiran
dan bertanya tentang suatu permasalahan. Biasanya jarak yang ditempuh cukup jauh.37
Selain Dinasti Abbasiyah, Dinasti Fatimiyah (Syiah) pun tidak ketinggalan dalam
memajukan bidang pendidikan. Panglima Jauhar as-Sakili mendirikan masjid Al-Azhar pada
tahun 359 H/ 970 M dan selesai pembangunannya pada tahun 671 M. Di samping sebagai
masjid tempat dilaksanakannya sholat jum’at, dalam perkembangannya masjid al-Azhar
berkembang menjadi lembaga pendidikan yang cukup besar. Bermula dari fuqaha terkenal
dan pejabat-pejabat pemerintahan  Bani fatimiyah yang b erkumpul di Al-azhar untuk
mendengarkan kuliah mum yang disampaikan oleh Hakim agung Abu Hanifah Nu’man bin
Muhammad al-Qirawani dengan menggunakan prinsip-prinsip syi’ah.
Al-Azhar pun berkembang dengan luar biasa. Tidak hanya ilmu-ilmu keagamaan
saja yang diajarkan namun juga ilmu-ilmu umum seperti Kedokteran, musik, Filsafat,
matematika dan lain sebagainya diajarkan pula. Namun sejak Shalahudin Al-Ayubi berhasil
mematahkan dinasti fatimiyah, Al-Azhar ditutup selama 98 tahun dan baru dibuka saat Sultan
Al-zahir Baibars berkuasa.
Bentuk selanjutnya dari lembaga pendidikan Islam adalah Madrasah. Namun
hadirnya madrasah tidak mereduksi pendidikan yang telah ada pada kuttab maupun masjid.
Perbedaan madrasah dan lembaga pendidikan lainnya terletak pada komplerksitas kurikulum
yang diajarkan, tidak terletak pada sistem dan metode pembelajaran.38
Madrasah-madrasah yang berkembang pada masa ini antara lain;
1.      Madrasah Nizhamiyah. Madrasah ini didirikan oleh pembesar zaman Seljuk dan didirikan
oleh Nizhamudin Al-Mulk. Madrasah ini terdapat Baghdad, Balk, Naisyabur, Harat, Isfahan,
Basrah, Marw, Mausul dan lain-lain. Namun madrasah Nizhamiyah Baghdadlah yang paling
besar. Para guru madarasah ini antara lain  Syiraz, Al-ghazali, Ibnu Shabagh, Al-ghazali, Ibnu
Al-Anbar dan lain-lain. Kurikulumnya lebih menitikberatkan pada pendalaman fiqh dan tidak
diajarkan ilmu filsafat. Selain fiqh diajarkanm pula ilmu nahwu dan ilmu kalam. Metode
pembelajaran yang dikembangkan adalah ceramah dimana guru menjelaskan pembelajaran
dan diiringi dengan tanya jawab oleh murid kepada sang guru

37
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islamu (Bandung : Rosdakarya, 2014) hal 27-28
38
Arief Subhan, lembaga pendidikan Islam Indonesia abad ke 20 : Pergulatan antara Modernitas dan identitas
(Jakarta : UIN Jakarta Press, 2009) hal 33

13
2.      Madrasah Nurudin az-Zanki. Madrasah ini didirfikan oleh Nurudin az-Zanki di Damaskus.
Fasilitasnya sudah cukup lengkap dengan luas dan kelengkapan kelas serta WC yang tersedia.
Kurikulum madrasah ini khusus mengajarkan fiqh mazhab Hanafi dan bahasa Arab. Guru-
gurunya yang terkenal adalah Burhanudin Mas’ud dan Imaduddin bin al-Thursusi.
3.      Madrasah Al-Mustanshiriyah. Madrasah ini terletak di Baghdad dan didirikan oleh khalifah
al-Mustanshir billah. Fasilitas madrasah ini cukup mewah pada zamannya. Diantaranta
terdapat tempat belajar, tenmpat tidur, tempat makan, perpustakaan, rumah sakit, rumah obat,
gudang, tempat mandi, dapur, kebun dan masjid. Kurikulumnya adalah mengajarkan Fiqh
mazhab empat, hadist, ilmu qur’an, bahasa Arab, kedokteran dan ilmu pasti
4.      Sekolah Kedokteran. Di Damaskus terdapat dua sekolah kedokteran yaitu Al-dahuriyah yang
didirikan oleh Muhazzibudin Dakhur dan Madrasah Al-Danishiriyah yangg didirikan
Imanudin Al-Danisary. Pengermbangan ilmu kedokteran pun sangat bergantung pada rumah
sakit.39
Di Spanyol pun tidak ketinggalan dalam kegiatan intelektual yang sama. Pusat-pusat
kegiatan intelektual berada di Sevilla, Kordova, granada, Murcia, Toledo dan kota-kota lain.
Bayak sekolah-sekolah dan perpustakaan yang didirikan dimana mereka memberikan
pelajaran bebas mengenai ilmu dan sastra. Salah satu kota yang memiliki kegiatan intelektual
paling dinamis adalah Cordova. Ilmu-ilmu seperti Geografi, Astronomi, Kimia, Sejarah dan
kesusteraan mewarnai peradaban eropa di abad-abad yang mendatang. 40 Observatorium pun
dibangun pada menara Sevila. Ini merupakan observatorium pertama di eropa
Ibnu Khaldun sendiri dalam bukunya Muqaddimah secara panjang lebar menjelaskan
tentang ilmu-ilmu yang diajarkan kepada siswa saat ia hidup. Daftar pelajaran tersebut adalah
:
1.      Ilmu tafsir dan ilmu qiraat
2.      Ilmu-ilmu hadits
3.      Ilmu fiqih termasuk di dalamnya ilmu tentang hukum waris fiqih
4.      Ilmu faraidl
5.      Ilmu ushul Fiqh dan cabang-cabangnya, dialektika dan soal-soal kontroversial
6.      Ilmu Kalam
7.      Ilmu Tasawuf
8.      Ilmu ta’bir mimpi
9.      Ilmu filsafat

39
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islamu (Bandung : Rosdakarya, 2014) hal 50-53
40
Syed Ameer Ali, Api Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1978) hal 569

14
10.  AlJabar
11.  Aritmetika bisnis
12.  Ilmu mekanika
13.  Ilmu pengukuran tanah
14.  Ilmu optika
15.  Astronomi
16.  Ilmu mantiq
17.  Ilmu kedokteran
18.  Fisika
19.  Ilmu pertanian
20.  Metafisika
21.  Ilmu sihir dann Azimat
22.  Ilmu rahasia surat
23.  Ilmu Kimia41

Kesimpulan

Islam memiliki pondasi yang kokoh yang mampu mengembangkan para penganutnya
untuk senantiasa berkarya dan mengolah bumi yang dianugerahkan oleh Allah untuk
kemaslahatan umat. Islam sangat terbuka dengan berbagai bentuk pola pikir yang tidak
41
Ibnu Khaldun, Muqaddimah (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008)

15
bertentangan dengan norma-norma agama. Islam menstimulus manusia untuk senantiasa
mempergunakan akalnya untuk berfikir dan berkreasi dalam memenuhi kebutuhan dunia.
Islam memberi bekal kunci-kunci terbukanya pintu dunia melalui ajarannya secara tersirat
maupun tersurat. Masa kejayaan Baghdad adalah bukti keterbukaan islam dan optimalisasi
eksplorasi ilmu pengetahuan Islam. Masa itu tidak bertahan sampai saat ini karena manusia
hanya mementingkan eksplorasinya sedangkan ruh islamnya mereka tinggalkan. Mereka dan
kita sering terlupa bahwa umat Islam itu akan berjaya apabila dalam segala sesuatu kita harus
selalu membawa agama kita dan sebaliknya kita akan hancur jika kita jauh dari agama ajaran
agama kita. Kita sebagai umat Islam, jangan sampai terkelabui umat lain yang justru mereka
meninggakan ajaran agamanya dan menerapkan nilai-nilai Islam sehingga mereka mampu
berhasil melampaui kita.

Daftar Pustaka

1. Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islami (Bandung: Rosda, 2014)
2. Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta : Bumi Aksara, 2004)

16
3. M.M. Al-A’zami, The History of The Qur’anic Text From Revelation to Compilation
(Jakarta : Gema Insani Press, 2005)
4. Ibnu Hisyam, Siroh Nabawiyah Ibnu Hisyam jilid 1 (Jakarta : Darul Falah, 2005)
5. Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam ( Jakarta : Logos, 1999)
6. Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam : Potret Timur
Tengah Era Awal dan Indonesia (Jakarta: Quantum Teaching, 2005)
7. Philip K Hitti, History of The arabs (Jakarta : Serambi, 2008)
8. Ehsan Masood, Ilmuwan-ilmuwan Muslim Pelopor hebat di bidang Sains Modern.
Diterjemahkan oleh Fahmy Yamani (Jakarta : Gramedia  Pustaka Utama, 2009)
9. Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan islam pada Periode Klasik dan Pertengahan (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2010)
10. Arief Subhan, lembaga pendidikan Islam Indonesia abad ke 20 : Pergulatan antara
Modernitas dan identitas (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2009)
11. Syed Ameer Ali, Api Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1978)
12. Ibnu Khaldun, Muqaddimah (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008)

17

Anda mungkin juga menyukai