Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS SOSIAL PENDIDIKAN PADA MASA

RASULULLAH SAW.

A. Pendahuluan

Kajian tentang pendidikan pada awal Islam tidak dapat dipisahkan dari

sosok Muhammad SAW, seorang rasul pembawa risalah Islam dari Allah

SWT. yang menurut catatan sejarah dianggap sebagai orang yang buta

huruf (illiterate). Namun begitu, bagi Muslim ortodoks keadaan demikian

justeru dianggap sebagai mukjizat.

Menurut Abdurrahman Mas’ud, Nabi Muhammad SAW merupakan

manusia paripurna, insan kamil, dan guru terbaik. Beliau tidak hanya mengajar

dan mendidik, tetapi juga menunjukkan jalan, show the way. Kehidupannya

demikian memikat dan memberikan inspirasi hingga manusia tidak hanya

mendapatkan ilmu dan kesadaran darinya, tetapi lebih jauh dari itu manusia

juga mentransfer nilai-nilai darinya hingga menjadi manusia-manusia baru.1

Dilihat dari sudut pandang pendidikan, Nabi Muhammad SAW tampak

secara nyata telah mendidik para sahabat dari belenggu jahiliyyah, kegelapan

spiritual dan intelektual yang mencakup culture of silence dan structural

poverty. Dari segi politik, Nabi Muhammad SAW mengajarkan kemerdekaan

bagi umat yang tertindas. Nabi Muhammad SAW mengingatkan hak-hak serta

tanggung jawab mereka menjadi umat yang melek politik, hingga mereka

menjadi umat yang senantiasa berpartisipasi dalam proses pengambilan

1
Abdurahman Mas’ud, Menuju Paradigma Islam Humanis, (Yogyakarta: Gama Media,
2003), h. 188

1
2

keputusan bermasyarakat dan bernegara, agar mereka menjadi umat yang kuat

dan tidak dirampas hak-haknya.2

Di samping itu, Rasulullah saw. sebagai suri tauladan umat manusia,

khususnya umat Islam, telah memberikan contoh-contoh yang sangat mendasar

dalam membangun peradaban umat manusia melalui proses pendidikan yang

sangat humanis dan memperhatikan seluruh aspek manusia dan kemanusiaan

yang dilandasi dengan ketauhidan dan keimanan. Untuk itu, jelas masih sangat

relevan dan tetap menarik untuk mengkaji tentang bagaimana perjalanan

Rasulullah dala mendidik generasi awal dari umat Islam yang terbukti dalam

sejarah memeiliki iman kokoh, mental kuat dan mampu memberikan yang

terbaik untuk umat manusia dalam berbagai bidang; seperti social, kebudayaan,

ekonomi dan ilmu pengetahuan yang sangat cemerlang.

B. Pembahasan

Proses pendidikan yang dilakukan Rasulullah saw. pada masa awal

Islam sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi social masyarakat yang

berlaku ketika itu. Sejarah telah mencatatkan bahwa orang-orang yang masuk

Islam pada fase Mekkah lebih sedikit dari pada fase Madinah, hal ini

diantaranya disebabkan oleh watak dan budaya yang keras sudah sangat

mengakar, sedangkan masyarakat Madinah lebih suka dimasuki ajaran Islam

dan penduduknya yang ramah yang dilatarbelakangi geografis yang lebih

nyaman dan subur. Untuk itu menurut hemat penulis pembahasan tentang

2
Ibid.
3

analisis sosial pendidikan pada masa Rasulullah diklasifikasi menjadi dua fase,

yakni 1) fase Makkah dan 2) fase Madinah.

1. Fase Makkah

Proses pendidikan Rasulullah pada fase Makkah dilakukan sejalan

dengan kegiatan dakwah kepada orang Qurasy yang terbagi menjadi tiga

tahap.

Pertama, pendidikan secara rahasia dan perorangan. Ketika Rasulullah

menerima wahyu pertama, ajaran tersebut disampaikan secara sembunyi-

bunyi mengingat kondisi social-politik yang belum stabil. Pendidikan

dimulai dari dirinya sendiri, keluarga dekatnya. Mula-mula Rasul mendidik

istrinya Khadijah untuk beriman dan menerima petunjuk dari Allah,

kemudian diikuti oleh anak pamannya Ali bin Abi Thalin dan pembantunya

Zaid bin Harits. Selanjutnya sahabat karibnya Abu Bakar. Secara berangsur-

angsur pendidikan tersebut disampaikan lebih meluas, namun tetap terbatas

di kalangan keluarga dekat dari suku Quraisy, seperti Usman bin Affan,

Zubair bin Awwam, Sa`ad bin Abi Waqas Abdurrahman bin `Auf, Thalhah

bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin Jahrah Arqam bin Arqam dan beberapa

orang lainnya. sebagai lembaga pendidikan dan pusat kegiatan pada era ini

adalah rumah Arqam bin Arqam.

Kedua, pendidikan secara terang-terangan. Pendidikan secara sembunyi

berlangsun selama tiga tahun, sampai turun wahyu berikutnya yang

memerintahkan untuk menyeru secara terbuka.3 Rasulullah mengundang

3
Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Penterjemah Ali Audah, (Jakarta: balai Pustaka,
1972), h. 30
4

keluarga dekatnya untuk berkumpul di Bukit Shafa, menyerukan untuk

berhati-hati terhadap azab Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan

Muhammad sebagai utusan-Nya. Seruan tersebut dijawab oleh Abu Lahab:

“Celakalah kamu Muhammad! Untuk inikah kamu mengumpulkan kami?.

Saat itu turun wahyu menjelaskan tentang hal Abu Lahab dan istrinya.4

Ketiga, Pendidikan untuk khalayak umum. Pendidikan dakwah Islam

untuk kerabat dekat ternyata belum memperoleh hasil yang diharapkan,

maka, Rasulullah merubah strategi dengan menyeru umat manusia di musim

haji. Pada awalnya tidak banyak yang menerima kecuali sekelompok jemaah

dari Yatsrib dan Kabilah Khazraj yang secara antusias menerima seruan

Rasulullah. Berikutnya pada musim haji keduabelas dari kerasullan

Muhammad, datang 1 orang laki-laki dan satu orang wanita yang berikrar

kesetiaan, yang dikenal dengan Bai`ah al-Aqabah I. kemudian musim haji

berikutnya dating 73 orang jamaah dari Yatsrib mendatangi Rasulullah dan

menetapkan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya di tempat yang sama

dan dikenal dengan Bai`ah al-Aqabah II. Mereka bersepakat untuk

membawa Rasulullah ke Yatsrib.

a. Materi Pendidikan Islam

Materi pendidikan yang dilaksanakan pada fase Makkah dibagi menjadi

dua bagian:

Pertama, materi pendidikan tauhid yang memfokuskan untuk

memurnikan ajaran agama tauhid yang dibawa Nabi Ibrahim. Secara

4
Al-Qur`an Surat Al-Lahab, ayat 1-3
5

teori inti ajaran tauhid terdapat pada surat al-Fatihah ayat 1-7 dan Surat

al-Ikhlas ayat 1-5. Secara praktis pendidikan tauhid diberikan dengan

cara yang bijaksana, menuntun akal pikiran untuk membaca,

memperhatikan dan memikirkan kekuasaan dan kebesarab-Nya dan

Rasul juga mengajarkan bagaimana ketauhidan tersebut dilaksanakan

dalam kehidupan sehari-hari.5

Kedua, materi pengajaran al-Qur`an, yang bisa dirinci kepada baca

tulis al-Qur`an, hapalan al-Qur`an dan pemahaman al-Qur`an, dengan

tujuan untuk melurusakan pola pikir umat yang dipengaruhi oleh pikiran

Jahiliyyah.

Mahmud Yunus dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam,

menyatakan bahwa pembinaan pendidikan islam pada masa Makkah

meliputi:

1) Pendidikan keagamaan, yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah

semata jangan dipersekutukan dengan nama berhala.

2) Pendidikan aqliyah dan ilmiah, yaitu mempelajari kejadian manusia

dari segumpal darah dan kejadian alam semesta.

3) Pendidikan akhlak dan budi pekerti, yaitu Nabi Muhammad SAW

mengajarkan kepada sahabatnya agar berakhlak baik sesuai dengan

ajaran tauhid.

5
Zuhairini dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), h. 23
6

4) Pendidikan Jasmani atau Kesehatan, yaitu mementingkan kebersihan

pakaian, badan dan tempat kediaman.6

b. Metode Pendidikan Islam

Metode pendidikan yang digunakan Rasulullah saw dalam mendidik

para shahabat, antara lain: 1) Metode ceramah menyampaikan wahyu

yang baru diterima dan memberikan penjelasan-penjelasan serta

keterangan-keterangannya. 2) Metode dialog. 3) Metode diskusi atau

Tanya jawab, sering kali para shahabat bertanya kepada Rasul tentang

suatu hokum atau persoalan agama dan Rasul menjawabnya. 4) Metode

perumpamaan, Rasul pernah mengumpamakan bahwa orang mukmin itu

bagaikan satu tubuh yang apabila salah satu anggota tubuh merasa sakit,

yang lainnya juga turut merasakannya. 5) Metode kisah, misalnya kisah

perjalanannya ketika isra` dan mi`raj, atau kisah pertemuan Nabi Musa

dengan Nabi Khaidir as. 6) Metode pembiasaan, seperti membiasakan

kaum muslimin untuk shalat berjamaah. 7) Metode hapalan, seperti para

shahabat dianjurkan untuk menjaga al-Qur`an dengan manghapalnya.

c. Lembaga Pendidikan Islam

Lembaga pendidikan Islam yang muncul pada fase Makkah ada dua,

yakni:

1) Rumah Arqam bin Arqam, yaitu tempat pertama berkumpulnya kaum

Muslimin bersama Rasulullah untuk belajar hukum-hukum dan dasar-

6
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), cet.
Ke-6, h. 26
7

dasar ajaran Islam. Jadi Rasul sebagai pendidik dan para shahabat

yang belajar kepada Rasulullah.

2) Kuttab, adalah lembaga pendidikan yang pada umumnya bertempat di

sudut rumah guru. Ahmad Syalabi membagi kuttab ini kepada dua

jenis.

2. Fase Madinah

Ketika Rasulullah saw. hijrah ke Madinah, disambut oleh penduduk

Madinah dengan suka cita dan penuh persaudaraan. Maka, Islam mendapat

lingkungan baru yang bebas dari ancaman para penguasa Quraisy Makkah.

Rasul dapat dengan leluasa menyampaikan dakwah dan melaksanakan

proses pendidikan kepada umat yang bisa diamalkan dalam kehidupan

sehari-hari. Kebijakan Rasul dalam mengajarkan al-Qur`an adalah

menganjurkan para shahabat untuk menghapalkan dan menuliskan ayat-ayat

sebagaimana yang diajarkan kepada mereka. Beliau sering mengadakan

ulangan-ulangan pembacaan ayat-ayat dalam shalat, dalam pidato-pidato,

dalam pembelajaran dan dalam kesempatan lainnya.

a. Lembaga pendidikan Islam

Ketika Rasulullah saw. hijrah ke Madinah, program pertama yang

beliau lakukan adalah membangun masjid sebagai pusat kegiatan umat

Islam di samping tempat untuk beribadah. Meskipun demikian, eksistensi

kuttab sebagai lembaga pendidikan Islam di Madinah tetap dipertahankan

bahkan materi penyajiannya lebih dikembangkan seiring dengan

banyaknya wahyu yang diterima oleh Rasulullah, misalnya materi jual


8

beli, materi keluarga, materi sosiopolitik, tanpa meninggalkan materi

yang sudah biasa dipakai di Makkah seperti materi tauhid dan aqidah.

Dan sejalan dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam, maka

bertambah pulalah jumlah penduduk yang memeluk agama Islam. Ketika

itu kuttab-kuttab yang hanya mengambil sebagian ruangan di sudut-sudut

rumah seorang guru ternyata sudah tidak memadai lagi untuk

menampung anak-anak yang jumlahnya semakin banyak, sehingga

kondisi yang demikian ini mendorong para guru dan orang tua untuk

mencari tempat lain yang lebih lapang guna ketenteraman proses belajar

mengajar anak-anak. Dan tempat yang mereka pilih adalah sudut-sudut

masjid atau bilik-bilik yang berhubungan langsung dengan masjid, yang

selanjutnya disebut suffah. Menurut sebagian ahli, suffah (‫فة‬GGG‫ )ص‬ini

dianggap sebagai universitas Islam pertama, the first Islamic university.7

Suffah ini menawarkan pendidikan bukan hanya untuk para

pemondok, tetapi juga untuk para ulama’ dan pengunjung pada saat itu

yang cukup banyak jumlahnya. Dari waktu ke waktu jumlah

penghuni suffah ini berubah-ubah.8

Dari keterangan di atas, terlihat bahwa masjid pada masa Islam

permulaan mempunyai fungsi yang jauh lebih bervariasi dibandingkan

fungsinya sekarang karena selain mempunyai fungsi utama sebagai

tempat pembinaan ketaqwaan dan beribadah, pembangunan masjid di

7
Moh. Untung Slamet, Muhammad Sang Pendidik, (Semarang: Pustaka Rizki Putera,
2005), h. 44
8
Ibid.,
9

Madinah oleh Nabi Muhammad SAW juga difungsikan sebagai tempat

belajar. Di masjid pula Nabi Muhammad SAW menyediakan ruang

khusus bagi para sahabat Beliau yang miskin,yang kemudian terkenal

dengan sebutan ahl al suffah/ashab al suffah (‫أصحاب الصفة‬/‫)أهل الصفة‬.

Ahl al suffah ini terdiri dari para sahabat Nabi yang tergolong fakir

dan tidak memiliki keluarga. Mereka tinggal menetap di emperan Masjid

Nabawi yang difungsikan sebagai “sekolah” untuk belajar membaca dan

memahami agama. Di sana mereka juga mengkaji dan mempelajari al

Qur’an, kemudian melakukan rihlah (perjalanan ilmiah), ke seluruh

penjuru dunia untuk mengajarkan al Qur’an kepada umat manusia.9

b. Materi pendidikan pada fase Madinah

Proses pendidikan yang dilaksanakan Rasulullah saw. pada fase

Madinah, materi yang diberikan lebih komplek dari apa yang

disampaikan di Makkah. Antara lain materi pendidikan di Madinah

adalah sebagai berikut:

1) Pendidikan ukhuwwah antara kaum muslimin. Dalam pendidikan

ukhuwwah ini, Rasulullah bertitik tolak dari struktur kekeluargaan

yang ada pada saat itu. Rasulullah berusaha mengikat persaudaraan

mereka menjadi satu kesatuan yang terpadu. Mereka dipersatukan

karena Allah bukan karena yang lainnya. sesuai dengan isi konstitusi

Madinah bahwa antara orang yang beriman tidak boleh membiarkan

saudaranya menangung beban yang berat di antara mereka, harus

9
Ibid., h. 43
10

saling bantu membantu dalam menghadapi persoalan hidup, berkerja

sama dalam mendatangkan kebaikan, mengurus kepentingan bersama

dan mencegah kemadharatan atau kejahatan yang akan menimpa.10

2) Pendidikan kesejahteraan social. Terpenuhinya kebutuhan pokok

dalam kehidupan sehari-hari merupakan hal pertama untuk menjamin

kesejahteraan social, untuk itu Rasul memerintahkan umat Islam

untuk mencari nafkah. Untuk mengatasi masalah lapangan pekerjaan,

Rasulullah memerintahkan kepada kaum Muhajirin dan kaum Anshor

agar bekerja sama dalam bekerja, mereka yang sudah biasa bertani

dipersilahkan untuk melakukan aktifitas pertanian, yang biasa

berdagang juga demikian dan yang bertugas untuk melakukan

pengamanan melaksanakan tugasnya sebagai profesi yang

mendatangkan nafkah bagi diri dan keluarganya.

3) Pendidikan kesejahteraan kelarga kaum kerabat. Keluarga

dimaksudkan adalah suami, istri dan anak-anaknya. Rasulullah

berusaha memperbaiki keadaan itu dengan memperkenalkan sekaligus

menerapkan system kekeluargaan kekerabatan baru, yang berdasarkan

taqwa kepada Allah. Sistem kekeluargaan dan kekerabatan

diperkenalkan berdasarkan pengakuan hak-hak individu, hak-hak

keluarga dan kemurnian keturunannya dalam kehidupan

kemasyarakatan yang adil dan seimbang.

10
Zuhairini, op. cit., h. 44
11

Hubungan kekerabatan terbentuk dengan sendirinya sebagai akibat

dari aturan muhrim dan ahli waris bagi seseorang yang meninggal

dunia serta aturan perwalian. Dalam hubungan kekerabatan ini, ciri-

ciri individu dan keluarga tampak jelas dan menonjol dengan hak

miliki terhadap harta kekayaan, sedangkan ciri kekerabatan hanya

tampak pada halilatnya hubungan antar individu yang ditandai dengan

tidak boleh melaksanakan perkawinan intern kerabat.

4) Pendidikan pertahanan dan keamanan. Masyarakat kaum muslimin

merupakan sebuah Negara dibawah bimbingan Rasulullah saw. yang

mempunyai kedaulatan. Ini merupakan dasar bagi usaha dakwahnya

untuk menyampaikan ajaran Islam ke seluruh umat manusia secara

bertahap dan dilakukan secara baik-baik dan bijaksana. Untuk

melaksanakan tugas tersebut diperlukan orang-orang yang menguasai

pertahanan dan keamanan untuk mengantisipasi ancaman dan bahaya

yang dating dari luar, sehingga kedaulatan Negara Islam di Madinah

mendapat pengakuan dan melakukan perjanjian dengan kabilah-

kabilah di sekitarnya.

Berdasarkan kepada uraian di atas, maka pendidikan yang dilaksanakan

Rasulullah saw. pada fase Makkah dan fase Madinah memiliki perbedaan

pokok antara keduanya;

Pada fase Makkah, pokok pembinaan pendidikan Islam di kota Makkah

adalah pendidikan tauhid, titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid

ke dalam jiwa setiap individu muslim, agar jiwa mereka terpancar sinar tauhid
12

dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan pada fase Madinah, pokok pembinaan pendidikan Islam di kota

Madinah dapat dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik. yang

merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Makkah, yaitu pembinaan di

bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran, merupakan

cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.

Di samping itu, proses pendidikan pada fase Makkah belum berjalan

sebagaimana yang diharapkan. Hal yang demikian belum dimungkinkan, kaena

pada saat itu Rasululuah saw. belum berperan sebagai pemimipin atau kepala

Negara, bahkan beliau dan para pengikutnya berada dalam bayang-bayang

ancaman pembunuhan dan kaum kafir quraisy. Selama di Makkah pendidikan

berlangsung dari rumah ke rumah secara sembunyi-sembunyi. Diantaranya

yang terkenal adalah rumah Al- Arqam. Langkah bijak yang dilakukan

Rasulullah saw. pada tahap awal Islam ini adalah melarang para pengikutnya

untuk menampakkan keislamannya dalam berbagai hak.tidak menemui mereka

kecuali dengan cara sembunyi-sembunyi dalam mendidik mereka.

Setelah masyarakat Islam terbentuk di Madinah, barulah pendidikan

Islam dapat berjalan dengan leluasa dan terbuka secara umum.dan kebijakan

yang telah dilakukan Nabi Muhammmad ketika di Madinah adalah:

1. Membangun masjid di Madinah. Masjid inilah yang selanjutnya digunakan

sebagai pusat kegiatan pendidikan dan dakwah.

2. Mempersatukan berbagai potensi yang semula saling berserakan bahkan

saling bermusuhan. Langkah ini dituangkan dalam dokumen yang lebih


13

popular disebut piagam Madinah. Dengan adanya piagam tersebut

terwujudlah keadaan masyarakat yang tenang, harmonis dan damai.11

C. Kesimpulan

Situasi sosial pendidikan pada masa Rasulullah saw. dapat dibagi

menjadi 2 fase, yakni fase Makkah dan Madinah:

1. Pada fase Makkah, keadaan sosial masyarakat kurang mendukung terhadap

proses pendidikan yang dilaksanakan Rasulullah, sehingga pelaksanaannya

bertahap, mulai dari secara sembunyi-sembunyi, kepada kaum kerabat dan

kepada umum. Pokok pembinaan pendidikan Islam di kota Makkah adalah

pendidikan tauhid, titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke

dalam jiwa setiap individu muslim, agar jiwa mereka terpancar sinar tauhid

dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku sehari-hari.

2. Pada fase Makkah kondisi sosial sangat berbeda, lebih terbuka dan Islam

mendapat sambutan yang hangat dari masyarakat. Pokok pembinaan

pendidikan Islam di kota Madinah dapat dikatakan sebagai pendidikan

sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di

Makkah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar

dijiwai oleh ajaran, merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.

11
Abuddin Nata, Pendidikan Islam Dalam Perspektif Hadits. (Ciputat: UIN Jakarta Press
2005), h. 24
14

DAFTAR PUSTAKA

Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Penterjemah Ali Audah, Jakarta: balai


Pustaka, 1972

Mas’ud, Abdurahman, Menuju Paradigma Islam Humanis, Yogyakarta: Gama


Media, 2003

Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam periode Klasik dan Pertengahan,


Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, Cet.ke-1

Slamet, Moh. Untung, Muhammad Sang Pendidik, Semarang: Pustaka Rizki


Putera, 2005

Syalabi, Ahmad, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Al-Husna Dzikra, 1997,


Jilid III,

Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Hidakarya Agung, 1990,


Cet. Ke-6

Zuhairini dkk., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1997

Anda mungkin juga menyukai