DEIVA TAZKY
212621033
Kelompok 1
Anggota:
1. Najmi Syakib
2. Mudhia
3. Siska Itaniyah
4. Fauziah
PROGRAM PASCASARJANA
BANTEN
2021
Abstrak. Pada awal perkembangan Islam, umat muslim belum memiliki lembaga pendidikan
formal seperti saat ini. Lembaga pendidikan islam yang paling utama pada saat itu ialah
mesjid. Pada zaman Rasulullah SAW, para sahabat menimba ilmu agama di Masjid Nabawi.
Di dalam masjid itu terdapat suatu ruangan tempat belajar yang disebut suffah, sekaligus
menjadi tempat menyantuni fakir miskin. Keadaan itu berlangsung hingga pada zaman
Khulafa ar-Rasyidun dan Bani Umayah. Madrasah dimulai pada era kekuasaan Dinasti
Abbasiyah. Di masa itu ilmu pengetahuan berkembang pesat. Kegiatan belajar mengajar
sudah dilaksanakan di perpusatakaan, istana khalifah serta rumah-rumah para ulama dan
tentunya masjid.
A. PENDAHULUAN
Peradaban islam adalah peradaban besar dan memiliki sejarah panjang. Siapapun
yang ingin mengetahui sejarah perjalanan hidup manusia, pasti akan sulit untuk mencari tahu
tanpa mempelajari dan memperdalam peradaban Islam. peradaban Islam adalah komponen
penting dalam menghubungkan peradaban kuno dengan peradaban modern, Kontribusi umat
Islam dalam perjalanan sejarah umat manusia tidak dapat diremehkan (As-Sirjani, 2009).
Tidak mungkin mencapai apa yang dicapai dengan manusia sekarang untuk bisa maju dalam
segala bidang kehidupan tanpa mempelajari peradaban islam, khususnya di bidang
pendidikan. Sebagai agama yang sempurna, Islam sangat memperhatikan pendidikan.
Sebenarnya, wahyu yang turun di awal juga sangat menekankan pentingnya pendidikan.
Allah SWT. dikatakan dalam QS al-Alaq/96:1:
َ ۚ َك الَّ ِذ ۡى خَ ل
ق ۡ ِاِ ۡق َر ۡا ب
َ ِّاس ِم َرب
Perintah membaca tidak hanya ditujukan kepada Nabi Muhammad, tetapi juga
ditujukan kepada seluruh umat manusia sepanjang sejarah umat manusia. Di dalam surat lain
Allah berfirman dalam Surat al-Qalam/68: 1:
Terjemahan:
َم ْن أَ َرا َد ال ُّد ْنيَا فَ َعلَ ْي ِه باِل ِع ْل ِم َو َم ْن أَ َرا َد اآل ِخ َرةَ فَ َعلَ ْي ِه باِل ِع ْل ِم
Terjemahan:
Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka hendaknya dengan ilmu. Dan
barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat, maka hendaknya dengan
ilmu.” (Manaqib Asy Syafi’i, 2/139)
1
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam(pada periode klasik dan pertengahan), (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 29
2
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islami, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014), h. 6
dikembangkan oleh Nizam al-Mulk, perdana menteri pada masa dinasti Saljuk ( 1065-1067),
tapi pendidikan islam secara institusional telah berproses secara mapan.3
B. Pembahasan
Rumah
Mahmud Yunus mengatakan bahwa tempat pendidikan Islam yang pertama dalam
sejarah pendidikan Islam adalah rumah Al-Arqam bin Abil Arqam. Di sinilah Nabi saw.,
mengajarkan dasar-dasar/pokok-pokok agama Islam, kepada sahabat-sahabatnya. Di sini pula
Nabi saw., membacakan ayat– ayat al-Qur’an kepada pengikut-pengikutnya, menerima tamu
dan orang-orang yang hendak memeluk agama Islam dan menanyakan hal-hal yang
bersangkut paut dengan agama Islam. Selain di rumah Al-Arqam juga pendidikan Islam
dilaksanakan di rumah Nabi saw., sendiri di mana kaum Muslimin berkumpul untuk belajar
dan membersihkan aqidah mereka.
Masjid
Pendidikan dalam Islam erat sekali hubungannya dengan masjid. Kaum muslimin
telah memanfaatkan masjid untuk tempat beribadah dan sebagai lembaga pendidikan
keagamaan dimana dipelajari kaidah–kaidah Islam, hukum-hukum agama dan sebagainya.
Setelah hijrah ke Madiah, pendidikan kaum muslimin berpusat di masjid-masjid. Masjid
Quba merupakan masjid pertama yang dijadikan rasulullah SAW sebagai institusi
pendidikan. Di dalam masjid, Rasulullah mengajar dan memberi khotbah dalam
bentuk halaqah di mana para sahabat duduk mengelilingi beliau untuk mendengar dan
melakukan tanya jawab berkaitan urusan agama dan kehidupan sehari-hari. Semakin luas
wilayah islam yang ditaklukan islam, semakin meningka bilangan masjid yang didirkan, di
antara masjid yang dijadikan pusat penyabaran ilmu dan pengetahuan ialah Masjid Nabawi,
Masjidil Haram, Masjid Kufah, masjid Bashrah, dan banyak lagi.4
Begitu juga pada masa khalifah bani umayah, masjid berkembang fungsinya sebagai
tempat pengembagan ilmu pengetahan terutama yang besifat keagamaan. Selanjutnya pada
masa Dinasti Abbasiyah dan masa perkembangan kebudayaan islam, masjid-masjid yang
didirikan oeh para penguasa pada umumnya tempat untuk pendidikn anak-anak, pengajaran
orang dewasa (halaqah), juga ruang perpustakaan dengan buku-buku yang lengkap. 5
Fungsi utama mesjid yang lainnya adalah sebagai tempat pendidikan. Beberapa
mesjid, terutama mesjid yang didanai oleh pemerintah, biasanya menyediakan tempat belajar
3
Abuddin Nata, op. cit.,31
4
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta: Kencana, 2011), h. 97
5
Suwito, op. cit.,104
baik ilmu keislaman maupun ilmu umum. Masjid biasanya menyediakan pendidikan paruh
waktu, biasanya setelah subuh, maupun pada sore hari. Pendidikan di masjid ditujukan untuk
segala usia, dan mencakup seluruh pelajaran, mulai dari keislaman sampai sains.
Selain itu, tujuan adanya pendidikan di mesjid adalah untuk mendekatkan generasi
muda kepada masjid. Pelajaran membaca Qur'an dan bahasa Arab sering sekali dijadikan
pelajaran di beberapa negara berpenduduk Muslim.
Kuttab
Kuttab (tempat sekolah anak-anak) sudah ada di negeri Arab sebelum datangnya
Islam, namun belum dikenal secara luas. Kuttab ini awalnya sebagai tempat belajar menulis
dan membaca. Setelah Islam datang, Kuttab dijadikan sebagai tempat mengajarkan al-Qur‟an
dan agama di samping sebagai tempat menulis dan membaca. Goldziher sebagaimana dikutip
oleh Ahmad Syalabi telah menulis sebuah artikel penting dalam Ensiklopedia Agama dan
Akhlak, menegaskan bahwa kuttab tempat mengajarkan al-Qu’an dan pokok-pokok agama
Islam telah didirikan dimasa permulaan Islam. Namun Ahmad Syalabi sendiri berpendapat
“bahwa kuttab sebagai tempat mengajarkan al-Qur’an belum berdiri/belum ada di masa
permulaan Islam”.
Shuffah
Shuffah adalah suatu tempat yang telah dipakai untuk aktifitas pendidikan. Biasanya
tempat ini menyediakan pemondokan bagi pendatang baru dan mereka yang tergolong
miskin. Rasulullah membangun ruangan di sebelah utara masjid Madinah dan masjid Al-
Haram yang disebut “Al Suffah” untuk tempat tinggal orang fakir miskin yang telah
mempelajari ilmu. Disini para siswa diajarkan membaca dan menghafal Al-qur’an secara
benar dan hukum Islam di bawah bimbingan dari Nabi SAW. Pada masa itu ,
setidaknya telah ada 9 shuffah, 18yang tersebar di kota Madinah. Salah satu di antaranya
di samping masjid Nabawi. Rasulullah mengangkat Ubaid Ibn al-Samit sebagai guru pada
sekolah shuffah di Madinah. dalam perkembangan berikutnya, shuffah juga menawarkan
pelajaran dasar-dasar berhitung, kedokteran, astronomi, geneologi dan ilmu fonetik6
Khan
Pendidikan Islam dan masjid merupakan suatu kesatuan yang integral, dimana
masjid menjadi pusat dan urat nadi kegiatan keislaman yang meliputi kegiatan
keagamaan, politik, kebudayaan, ekonomi, dan yudikatif. Mulai sejak masa Rasulullah
SAW, dengan masjid Quba dan Nabawi hingga masjid Baghdad pada masa dinasti
Abbasiyah, masjid selalu menjadi alternatif utama dalam penyelenggaraan pendidikan Islam.
Dari Masjid, kemudian berkembang menjadi Masjid Khan sebagai Transformasi Tradisi.
Khan adalah sebagai tempat pemondokan bagi pencari ilmu di lingkungan halaqah masjid
dari berbagai wilayah Islam.7
6
Abuddin Nata, op. cit.,31
7
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islami, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2014), h. 42
Khan biasanya difungsikan sebagai penyimpanan barang dalam jumlah besar, atau
sebagai sarana komersial yang memiliki banyak took, seperti khan a-Nasri yang berlokasi di
alun-alun Karkh Baghdad. Khan juga berfungsi sebagi asrama untuk murid-murid dan pasar
kota yang hendak belajar hokum Islam di suatu masjid, juga digunakan sebagi sarana untuk
belajar privat.
Selama masa kejayaan Dinasti Abbasiyah , toko-toko buku berkembang dengan pesat
seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan. Pada mulanya toko-toko kitab
tersebut berfungsi sebagai tempat berjual beli kitab-kitab yang telah ditulis dalam berbagai
ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu. mereka membeli dari para penulisnya
kemudian menjualnya kepada siapa yang berminat untuk mempelajarinya. Pemilik toko buku
biasanya berfungsi sebagai tuan rumah dan kadang-kadang sebagi pemimpin lingkaran studi
tersebut. Ini semua menunjukan bahwa betapa antusias umat islam masa itu dalam menuntut
ilmu.8
Salah satu ciri penting pada masa Dinasti Abbasiyah adalah tumbuh dan
berkembangnya dengan pesat perpustakaan-perpustakaan baik perpustakaan yang sifatnya
umum didirikan oleh pemerintah, maupun perpustakaan yang sifatnya khusus didirikan oleh
para ulama atau para sarjana. Bait Al Hikmah adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun
Ar-Rasyid dan berkembang pesat pada masa Al-Ma’mun, merupakan salah satu contoh dari
perpustakaan dunia Islam yang lengkap, yang berisi ilmu agama dan bahasa arab. Di
dalamnya terdapat bermacam-macam buku ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa
itu serta berbagai buku terjemahan dari bahasa yunani, Persia, India, Qibti dan Aramy. 9
Perpustakaan dikatakan sebagai lembaga pendidikan karena sebagaimana diketahui, bahwa
pada masa itu, buku-buku sangat mahal harganya, ditulis dengan tangan, sehingga hanya
orang-orang kaya saja yang bisa memiliki secara pribadi. Oleh karena itu, bagi masyarakat
umum pencinta ilmu, tentu memanfaatkan perpustakaan ini sebagai sarana memperoleh ilmu
pengetahuan, dan untuk selanjunya di kembangkan.
Di samping toko buku, perpustakaan juga memiliki peranan penting dalam kegiatan
transmisi keilmuan Islam. Penguasa-penguasa biasanya mendirikan perpustakaan umum,
sedangkan perpustakaan pribadi biasanya dibangun oleh orang-orang kaya saja atau di istana
raja-raja.
Rumah Sakit
Rumah sakit pada zaman klasik bukan saja berfungsi sebagai tempat merawat dan
mengobati orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang berhubungan dengan
perawatan dan pengobatan. Pada masa itu, penelitian dan percobaan dalam bidang kedokteran
dan obat-obatan selalu dilaksanakan, sehingga ilmu kedokteran dan obat-obatan berkembang
cukup pesat.
Rumah sakit juga merupakan tempat praktkum sekolah kedokteran yang didirikan di
luar rumah sakit, ada juga sekolah kedokteran yang bersatu dengan rumah sakit dengan
demikian rumah sakit berfungsi juga sebagai lembaga pendidikan.10
8
Suwito, op. cit.,103
9
Zuhairini at.al. Op.Cit., h 98
10
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Op.Cit., h 44
Semenjak berkembang islam secara luas, bahasa Arab banyak digunakan sebagai
bahasa pengantar oleh bangsa-baangsa di luar Arab yang beragama Islam. Namun bahasa
Arab disitu cenderung kehilangan keaslian dan kemurniannya, karena mereka kurang fasih
melafazkannya dan kurang memahami kaidah-kaidah bahsa arab, sehingga bahasa Arab
menjadi bahsa Arab menjadi bahasa pasaran. Namun tidak demikian halnya di Badiah-
badiah. Mereka tetap memperhatikan keaslian dan kemurnian bahasa Arab. Dengan
demikian, badiah-badiiah ini merupakan sumber bahasa Arab yang asli dan murni. Di masa
klasik, badiah-badiah menjadi pusat untuk pelajaran bahasa Arab yang asli dan murni,
sehingga banyak anak-anak khalifah,ulama-ulama, dan para ahli ilmu pengetahuan pergi
ke badiah-badiah dalam rangka mempelajari bahasa dan kesusatraan Arab. Dengan
begitu, badiah-badiah telah berfungsi sebagai lembaga pendidikan.11
Istana
Timbulnya pendidikan rendah di istana untuk anak – anak para pejabat, adalah
berdasarkan pemikiran bahwa pendidikan itu harus bersifat menyiapkan anak didik agar
mampu melaksanakan tugas – tugasnya kelak setelah ia dewasa. Atas dasar pemikiran
tersebut, Kholifah dan keluarganya serta para pembesar istana lainya berusaha menyiapkan
agar anak – anaknya sejak kecil sudah di perkenalkan dengan lingkungan dan tugas – tugas
yang akan di embannya nanti. Oleh karena itu mereka memanggil guru-guru khusus untuk
memberikan pendidikan kepada anak –anak mereka.
Pendidikan anak di istana berbeda dengan pendidikan anak – anak di kuttab
pada umumnya. Di istana orang tua murid (para pembesar di istana) adalah yang membuat
rencana pelajaran dan tujuan yang di kehendaki oleh orang tuanya. Guru yang mengajar di
istana itu di sebut mu’addib. Kata mu’addib berasal dari kata adab, yang berarti budi pekerti
atau meriwayatkan.guru pendidikan anak di istana di sebut mua’ddib, karena berfungsi
mendidikkan budi pekerti dan mewariskan kecerdasan dan pengetahuan orang – orang dahulu
kepada anak-anak pejabat.12
Rencana pelajaran untuk pendidikan di istana pada garis besarnya sama saja dengan
rencana pelajaran pada kuttab-kuttab, hanya ditambah atau dikurangi menurut kehendak para
pembesar yang bersangkutan, dan selaras dengan keinginan untuk menyiapkan anak tersebut
secara khusus untuk tujuan-tujuan dan tanggung jawab yang akan dihadapinya dalam
kehidupannya nanti.
11
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Op.Cit., h 45
12
Ibid, 92.