Anda di halaman 1dari 13

Nama : Resti Okvani Kartika

NIM : 18422045

Essay

1. Jelaskan sejumlah prinsip/nilai dasar yang diajarkan dan dikembangkan Rasulullah selama
masa dakwahnya dalam aspek teologi (akidah), etika (akhlak) dan sosial-politik
(kewargaan)
Dampak perubahan peradaban yang paling signifikan pada masa Rasulullah adalah
perubahan tatanan sosial. Suatu perubahan mendasar dari masa amoral menuju moralitas
yang beradab. Dalam tulisan Ahmad al-Husairy diuraikan bahwa peradaban pada masa
nabi dilandasi dengan asas-asas yang diciptakan sendiri oleh Nabi Muhammad di bawah
bimbingan wahyu. Di antara dampak positifnya adalah dengan pembangunan masjid yang
di kenal dengan masjid Nabawi.1
Pembangunan masjid ini merupakan bagian dari strategi dakwah pertama yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW untuk melebarkan sayap Islam, karena masjid memiliki
peranan penting dalam sejarah Islam. Di samping sebagai tempat untuk beribadah, masjid
juga merupakan madrasah yang menghasilkan pemimpin Muslim yang berkompeten serta
menjadi pembawa panji keislaman. Di sisi lain, masjid juga menjadi tempat pemilihan
khalifah, baiat, dan diskusi tentang semua persoalan umat sekaligus menjadi pusat
pemerintahan. Dari masjid pula lahirlah para pasukan tangguh. Di masjid ini pula Nabi
menyambut utusan para suku dan delegasi para raja dan penguasa.2
Strategi kedua adalah dengan membangun ukhuwwah islamiyyah yaitu
mempersaudarakan kaum Anshar dan Muhajirin. Dalam hal ini Ibnu Katsir mengutip
riwayat Imam Ahmad, dalam karyanya al-Bida>yah wa al-Niha>yah, bahwa Rasulullah
SAW mempersaudarakan antara kaum Anshar dan Muhajirin di rumah Anas bin Malik.
Kaum Anshar dengan lapang dada membantu kaum Muhajirin dalam hal apapun, seperti

1
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2016), Hlm 63.
2
Hamid Fahmi Zarkasyi, Peradaban Islam, Makna Strategi Pembangunannya, (Ponorogo: CIOS, 2010), Hlm 18-19
tempat tinggal bahkan harta benda sekalipun. Persaudaraan ini kemudian mampu
menghilangkan sekat kesukuan, dan saling tolong menolong terhadap sesame.3
Keberhasilan Rasulullah dalam mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar
berasaskan iman tidak lepas dari kecerdasan beliau dalam melenyapkan ikatan kesukuan
(tribalisme). Setelah berhasil menguatkan persaudaraan antara Muslim Anshar dan
Muhajirin, strategi yang ke tiga adalah membuat perjanjian dengan non-Muslim. Penduduk
Madinah di awal kedatangan Rasulullah terdiri dari tiga kelompok, yaitu bangsa Arab
Muslim, bangsa Arab non-Muslim dan orang Yahudi. Untuk menyelaraskan hubungan
antara tiga kelompok tersebut, Nabi mengadakan perjanjian atau kesepakatan dalam
piagam yang di sebut “Konstitusi Madinah”, yang isinya antara lain: Pertama, semua
kelompok yang menandatangani piagam merupakan suatu bangsa. Kedua, jika salah satu
kelompok di serang musuh, maka kelompok lain wajib untuk membelanya. Ketiga,
masing-masing kelompok tidak dibenarkan membuat perjanjian apapun dengan orang
Quraisy. Keempat, masing-masing kelompok bebas menjalankan agamanya tanpa campur
tangan kelompok lain. Kelima, kewajiban penduduk Madinah, baik kaum Muslimin,
nonmuslim, maupun bangsa Yahudi, saling membantu secara moril dan materiil. Keenam,
Nabi Muhammad adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah dan beliau menyelesaikan
masalah yang timbul antar kelompok.4

2. Jelaskan peran dan transformasi masjid, kuttab dan madrasah sebagai institusi pendidikan
Islam di era awal Islam dan pra-modern
a. Masjd
Proses yang mengantarkan masjid sebagai pusat peribadatan dan
pengetahuan adalah karena di masjid tempat awal pertama mempelajari ilmu agama
yang baru lahir dan mengenal dasar-dasar, hukum-hukum, dan tujuannya. Masjid
yang pertama kali dibangun adalah masjid Quba, yaitu setelah Nabi SAW hijrah ke
Madinah. Seluruh kegiatan umat difokuskan di masjid termasuk pendidikan.

3
Imad al-Din Abi Fida’ Ismail Ibnu Umar Ibnu Katsir, Al-Bida>yah wa al-Niha>yah, Jilid IV, (Hijr: Markaz al-
Buhuts wa alDirasat al-Arabiyyah wa al-Islamiyyah, 1997), Hlm 554-561.
4
Khan, Muhammad Zafrullah. 1980. Muhammad Seal of The Prophet. London: Routledge & Keagan Paul, Hlm 44-
45
Majelis pendidikan yang dilakukan Rasulullah bersama sahabat di masjid
dilakukan dengan sistem halaqah.
Dalam perkembangannya, dikalangan umat Islam tumbuh semangat untuk
menuntut ilmu dan memotivasi mereka mengantarkan anak-anaknya untuk
memperoleh pendidikan di mesjid sebagai lembaga pendidikan menengah setelah
kuttab. Kurikulum pendidikan di masjid biasanya merupakan tumpuan pemerintah
untuk memperoleh pejabat-pejabat pemerintah, seperti kadi, khatib, dan imam
masjid.
Pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan masjid pada era awal
kurang mendapat perhatian dari penguasa pada saat itu, karena penguasa telah
memusatkan perhatian pada proses penyebaran agama dan proses perluasan
wilayah. Dengan semakin luas wilayah kekuasaan islam, telah memperkaya
perkembangan lembaga ini, melalui asimilasi dan persentuhan budaya islam
dengan budaya lokal.5
b. Kuttab
Dengan merujuk pada data yang ditulis oleh Shalaby ini dapat dikatakan
bahwa kegiatan pendidikan hanya dilakukan oleh sekelompok orang dan khususnya
di Makkah. Dan hal yang demikian dapat dimaklumi menginggat pada saat itu
sebagian penduduk di Jazirah Arab adalah penduduk yang memiliki kebiasaan
hidup berpindah-pindah (nomaden). Tentu perhatian yang meraka berikan lebih
besar pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer berupa makanan sementara
kegiatan pendidikan menjadi kebutuhan sekunder atau bahkan meraka anggap tidak
penting sama sekali. Karena ketrampilan membaca dan menulis belum menjadi hal
yang umum dimiliki masyarakat, maka yang berkembang adalah tradisi
lisan.Dalam kondisi seperti itu, yang menjadi “guru” adalah mereka yang paling
banyak hafalannya.6
Pada masa awal Islam sampai pada era Khulafaur Rasyidin, secara umum
pengajaran kuttab dilakukan tanpa adanya bayaran, akan tetapi pada era bani

5
Drs. Khairuddin, sejarah pendidikan islam, ( Sumatra Utara: UIN Medan,2017 )
6
Ahmad Syalaby, Sejarah Pendidikan Islam, terj. Mukhtar Yahya dan M. Sanusi Latief (Jakarta: Pustaka Al Husna,
1983), h. 26.
Umayah, ada diantara penguasa yang sengaja menggaji guru untuk mengajar putra-
putranya dan menyediakan tempat bagi pelaksanaan proses belajar mengajar di
istananya. Disamping itu ada juga yang mempertahankan bentuk lama yaitu
melaksanakan pendidikan di pekarangan sekitar mesjid, biasanya siswa-siswa dari
kalangan kurang mampu. Materi yang diajarkan dalam kuttab adalah tulis baca
yang pada umumnya diambil dari syair-syair dan pepatah arab. Dalam sejarah
pendidikan Islam masa awal, dikenal dua bentuk kuttab yaitu:
a) Kuttab berfungsi sebagai tempat pendidikan yang memfokuskan pada tulis
baca. pada masa ini, Al-Qur’an belum dijadikan rujukan sebagai mata
pelajaran dikarenakan dalam rangka menjaga kesucian Al-Qur’an dan tidak
sampai terkesan dipermainkan para siswa dengan menulis dan
menghapusnya, selain itu pada masa itu pengikut Nabi yang bisa baca tulis
masih sangat terbatas.
b) Kuttab tempat pendidikan yang mengajarkan Al-Qur’an dan dasar-dasar
keagamaan. Pada era awal ini, pelaksanaan pendidikan lebih terkonsentrasi
pada pendidikan keimanan dan budi pekerti dan belum pada meteri tulis
baca.

Dalam operasionalnya, baik kutab jenis pertama maupun kedua dilakukan


dengan sistem halaqah, namun ada juga guru yang menggunakan metode dengan
membacakan sebuah kitab dengan suara keras, kemudian diikuti oleh seluruh
siswanya. Proses ini dilakukan berulang-ulang sampai siswa benar-benar
menguasainya. Disamping itu ada juga guru yang menyuruh siswanya untuk
menyalin pelajaran dari kitab tertentu.7

c. Madrasah
George Makdisi (1981) menjelaskan bahwa madrasah merupakan
transformasi institusi pendidikan Islam dari masjid ke madrasah terjadi secara tidak
langsung melalui tiga tahap yaitu tahap masjid, tahap masjid-khan dan tahap
madrasah. Madrasah sebagai salah satu institusi pendidikan Islam merupakan
pondasi sekaligus prototipe sistem pendidikan Islam saat ini. Madrasah Nizam al-

7
Drs. Khairuddin, sejarah pendidikan islam, ( Sumatra Utara: UIN Medan,2017 )
Mulk, Misalnya adalah madrasah yang paling populer dikalangan ahli sejarah dan
kalangan masyarakat Islam. Didirikan oleh Nizam al-Muluk, seorang perdana
Mentri Dinasti Salajikah pada masa pemerintahan Sultan Alp-Arshan dan Sultan
Maliksyah pada tahun ke-5 H/II M yang diresmikan tahun 459 H/1067 M, di
Nisabur.
Dengan demikian, eksistensi madrasah pada era awal memiliki sejarah yang
panjang selama perjalanan peradaban Islam, dan berkontribusi terhadap lahirnya
tradisi intelektual Islam. Ia merupakan transformasi institusi pendidikan Islam
sebelumnya, seperti kuttab, rumah, masjid dan saloon. Meskipun tradisi keilmuan
secara langsung tidak di institusi madrasah. dikarenakan madrasah langsung di-
handle, oleh pemerintah, namun melalui institusi ini telah menumbuhkan kecintaan
dan gairah pada intelektual Islam terhadap ilmu pengetahuan. Hal ini dapat
dibuktikan dari karya-karya mereka dan berbagai bidang ilmu baik ilmu agama
maupun ilmu pengetahuan (sains).8

3. Jelaskan paradigma dan konsepsi keilmuan/pendidikan yang menjadi pendorong utama


kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan peradaban Islam di era dinasti Abbasiyah!
Pada masa D. Abasiyyah, metode pendidikan/ pengajaran yang digunakan dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam; lisan, hafalan dan tulisan. Metode lisan berupa dikte
‘imla’; metode cerama ‘al-sama’; metode qiro’ah biasanya digunakan untuk belajar
membaca. Metode menghafal, merupakan ciri umum masa itu, dimana peserta didik
berulang-ulang membaca sehingga ia dapat mengugkapkannya kembali dan
mengkontekstualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam diskusi ia dapat
merespons, mematahkan lawan, atau berargumen dengan pendapatnya yang baru.
Metode tulisan dianggap metode paling penting, ini berguna bagi proses
penguasaan ilmu pengetahuan juga bagi penggandaan jumlah buku teks karena belum ada
mesin cetak. Di samping metode tersebut, ditemukan juga metode diskusi ‘munaqasah
debat/ dialektika.
Proses pembelajaran untuk pendidikan tingkat tinggi pada masa ini dapat dibidik
dari proses pengajaran pada Madrasah Nizamiyah yang berjalan dengan cara para guru

8
Drs. Khairuddin, sejarah pendidikan islam, (Sumatra Utara: UIN Medan,2017)
berdiri di depan kelas menyajikan materi-materi kuliah (ceramah/talqin), sementara para
siswa mendengarkan di atas meja-meja kecil yang disediakan. Kemudian dilanjutkan
dengan diskusi (munaqasyah) antara guru dan para siswa mengenai materi yang disajikan
dalam suasana semangat keilmuan yang tinggi.
Di semua lembaga pendidikan tingkat tinggi teologi yang tersebar, ilmu hadis
dijadikan sebagai landasan kurikulum, dan metode pengajarannya lebih menekankan pada
metode hapalan, catatan harian dan memoranda belum membudaya, dan hapalan
merupakan sumber yang dapat dipercaya, yang didominasi oleh ahli hadis dan para
penyair.9
Pada awalnya ilmu pengetahuan berasal dari Al-Qur`an dan hadits. Orang Islam
keturunan non Arab khususnya orang-orang Persia berpendapat bahwa mereka merasa
perlu mempelajari tata bahasa Arab (nahwu) dan philologi serta syair-syair sebelum Islam
yang memerlukan studi geneologi dan history untuk memahami Al-Qur`an dan hadits.10
Hal yang menarik peneliti sejarah kebudayaan Islam bahwa mayoritas orang yang fokus
pada keilmuan adalah kaum Mawali terutama orang Persia. Bahasa Arab merupakan satu-
satunya media komunikasi untuk berinteraksi dengan sesama muslimin di Abbasiyah.
Mayoritas pembawa ilmu dalam Islam adalah orang asing (non Arab), baik ilmu syar`i
maupun ilmu aqli. Sangat langka dari kalangan bangsa Arab, bila ada orang Arab dalam
nasabnya, namun bahasanya bukan Arab termasuk pendidik dan gurunya.11
Pada mulanya umat Islam tidak mempunyai ilmu tentang seni dan ilmu
pengetahuan lain. Seluruh perhatian mereka hanya melekat pada undang-undang Al-
Qur`an dan hadits. Mereka tidak tau cara mengajarkan ilmu, seni (adab), mengarang,
menyusun atau mengumpulkan buku. Mereka mampu mengulangi Al-Qur`an dan
meriwayatkan hadits. Pemindahan ilmu pengetahuan dilakukan secara lisan. Seiring
berjalannya waktu ilmu-ilmu yang disampaikan secara lisan, dan dihafalkan mengalami
pengurangan saat disampaikan pada generasi selanjutnya.
Ketika pemerintahan sudah kokoh Khalifah Abbasiyah khususnya Abu Ja`far Al
Manshur, Harun Al-Rasyid, dan Al-Ma`mun menaruh perhatian khusus pada ilmu

9
Hanun Asrahah, Sejarah Pendidikan islam, (Jakarta, PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 77-79
10
Hasan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam terj. Islamic History and Culture (Yogyakarta: Depag RI
IAIN SUKA, 1989), h. 130-131.
11
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta : Kalam Mulia, 2013), III: 383.
pengetahuan. Mereka mengirim misi ke Konstantinopel untuk membawa hasil ilmiah
bidang filsafat, logika, kedokteran, matematika, astrologi (ilmu perbintangan), musik,
geografi dan sejarah. Al Ma`mun meminta buku pengetahuan kuno dari Raja Romawi dan
memerintahkan menerjemahkan karya tersebut dalam bahasa Arab.
Hasil karya lain dari bahasa Assyria (bahasa Persia Kuno) dan Sanskerta (bahasa
India Kuno) diterjemahkan dalam bahasa Arab. Para sarjana yang menerjemahkan karya
Persia yaitu: keluarga Nubacht, Hasan ibn Sahal, Wazir besar Ma`mun dan Baladhuri
pengarang Futuh al-Buldan. Selain dewan penerjemah pemerintah, rakyat yang kaya ikut
melindungi penerjemahan. Sebagai hasil dari kebangkitan ini, banyak sarjana yang mulai
mempelajari, mengomentari dan merevisi buku penerjemah lain. Selama pemerintahan
Dinasti Abbasiyah Pertama ada empat penerjemah terkemuka yaitu Hunayn ibn Ishaq,
Wa`qub ibn Ishaq (dari suku arah Kinda), Thabit ibn Qurra (dari Harran) dan Umar ibn Al-
Farrakhan (dari Tabaristan).12
Penulis muslimin membedakan ilmu menjadi dua yaitu : ilmu naql (syara) dan ilmu
akal (ilmu hikmah).
a. Ilmu Naql
Ilmu Naql adalah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur`an, mencakup: ilmu
qiraat, tafsir, ilmu hadits, fiqh, ilmu kalam, nahwu, bahasa, bayan dan adab
(kesusastraan).
a) Ilmu Qiraat, Ilmu qiraat dianggap fase awal dan cikal bakal tafsir Al-
Qur`an. Penyebab terjadinya beragam qiraat menjadi tujuh.
b) Tafsir, Ahli tafsir dalam menafsirkan Al-Qur`an berorientasi pada dua arah
yaitu: at tafsir bi al ma`sur dan at tafsir bi ar ra`yi.
c) Hadits, Bangsa Arab baru membukukan hadits sejak abad kedua hijriyah.
d) Fiqh, Diantara ahli fiqh masa ini adalah Imam Malik ibn Anas, mengarang
kitab Al Muwata`, Al Mudawwanah. Ahmad ibn Hambal, Imam Syafi`i,
Abu Hanifah, Al Lais ibn Sa`d, Abu Yusuf, karyanya berupa Kitab Al
Kharraj (disusun atas permintaan Khalifah Harun Al-Rasyid).
e) Ilmu Kalam
f) Ilmu Nahwu

12
Hasan Ibrahim, Sejarah, (1989), h. 133-134.
g) Kesusastraan
b. Ilmu Aql
Ilmu aql adalah ilmu yang diambil orang Arab dari bangsa non Arab. Ilmu
aql mencakup : geografi, matematika, astronomi, kimia, filsafat, sihir, sejarah,
teknik, ilmu astrologi, musik, kedokteran dan seni arsitektur.13

4. Jelaskan gagasan-gagasan pokok pembaharuan pendidikan Islam yang dilontarkan oleh


Muhammad Abduh, Rifaat At-Tahtawi dan Sayyid Ahmad Khan!
a. Muhammad Abduh
Pemikiran Abduh tentang pendidikan dinilai sebagai awal kebangkitan
umat Islam di awal abad ke-19. Pemikiran Muhammad Abduh yang disebarluaskan
melalui tulisannya di majalah al-Manar dan al-‘Urwat al-Wusqa menjadi rujukan
para tokoh pembaharu dalam dunia Islam, sehingga di berbagai dunia Islam muncul
gagasan mendirikan sekolah-sekolah dengan menggunakan kurikulum yang dirintis
oleh Abduh.14
Menurut Abduh, tujuan pendidikan adalah untuk membentuk kepribadian,
moral agama, yang dengannya diharapkan mampu menumbuhkan sikap politik,
sikap sosial, jiwa gotong royong dan semangat ekonomis. Kesalahan sistem
pendidikan dan orientasi serta tujuannya mengakibatkan kelemahan umat Islam
yang sekaligus memperlemah dan merendahkan agama Islam. Oleh karena itu,
Abduh menyatakan: “Islam itu diperlemah (ter-halang) oleh umat Islam sendiri”.15
Muhammad Abduh termasuk pada kelompok modernis yang membela
prinsip itjihad sebagai metode utama untuk memberantas kebekuan berfikir umat
Islam. Muhammad Abduh selaku modernis telah mensikapi barat modern secara
selektif dan kritis. Nilai-nilai dan gagasan tertentu yang lahir dari peradaban barat,
seperti demokrasi, prinsip persamaan dan kemerdekaan, negara-bangsa,
diterimanya dengan bingkai Islam. Sedangkan eksepsi peradaban barat dalam

13
W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam : Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis terj. The Majesty That Was Islam
(Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya: 1990), h. 140-141.
14
Jalaluddin & Usman Said. 1994. Filsafat: Pendidikan Islam Konsep dan Perkembangan Pemikirannya, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. Hlm 157
15
Ibn Asyur, Muhammad al-Thahir, 1964. Ushul al-Nidham al-Ijtima’l fi al Islam, Tunis: Syirkah Qaumiyah. Hlm
42-43
bentuk kolonialisme dan imperialisme modern ditentangnya dengan berbagai cara
dan strategi. Sedangkan menurut Nurcholis Madjid, medernisme Muhammad
Abduh tercermin dalam sikapnya yang apresiatif terhadap filsafat.16
Hal-hal yang dilakukan oleh Muhammad Abduh dalam mengadakan
pemikiran pembaharuan diantaranya :
a) Mendirikan majalah ar-urwatul wusqa bersama rekannya Jamaluddin
alAfghani.
b) Mengajak umat kembali kepada ajaran Islam sejati.
c) Ajaran kemasyarakatan dalam Islam dapat disesuaikan dengan zaman.
d) Taklid dihapuskan dan ijtihad dihidupkan ulama.
e) Islam katanya rasional, menghendaki akal, waktu, tidak bertentangan
dengan akal, bila lahirnya ayat tidak bertentangan dengan pendapat akal
maka harus dicarikan interpretasinya hingga sesuai dengan pendapat akal.
f) Islam tidak bertentangan dengan ilmu, Islam maju karena ilmu17
b. Rifaat At-Tahwi
Pokok-pokok pemikiran at-Tahtawi dalam mengadakan pembaharuan
diantaranya :
a) Para pemimpin harus musyawarah dengan para ulama, kaum terpelajar,
dokter dan ekonom.
b) Syari’ah harus disesuaikan dengan perkembangan modern.
c) Para ulama harus belajar falsafat dan ilmu pengetahuan modern agar sesuai
dengan syariat dan kebutuhan zaman modern.
d) Pendidikan harus bersifat universal untuk semua golongan.
e) Umat Islam harus dinamis dan tidak statis.18

Di antara pendapat baru yang dikemukakannya adalah ide pendidikan yang


universal. Sasaran pendidikannya terutama ditujukan kepada pemberian
kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan di tengah masyarakat.
Menurutnya, perbaikan pendidikan hendaknya dimulai dengan memberikan

16
Ma’arif, A. syafi’I, Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia, cet. I, Bandung, Mizan, 1993. Hlm 12
17
Rasid, Soraya. (2013). Sejarah Islam Abad Modern, Yogyakarta : Ombak. Hlm 103
18
Rasid, Soraya. (2013). Sejarah Islam Abad Modern, Yogyakarta : Ombak. Hlm 97
kesempatan belajar yang sama antara pria dan wanita, sebab wanita itu memegang
posisi yang menentukan dalam pendidikan. Wanita yang terdidik akan menjadi
isteri dan ibu rumah tangga yang berhasil. Mereka yang diharapkan melahirkan
putra=putri yang cerdas. Bagi al-Tahtawi, pendidikan itu sebaiknya dibagi dalam
tiga tahapan : Tahap I adalah pendidikan dasar, diberikan secara umum kepada
anak-anak dengan materi pelajaran dasar tulis baca, berhitung, al-Qur’an, agama,
dan matematika. Tahap II, pendidikan menengah, materinya berkisar pada ilmu
sastra, ilmu alam, biologi, bahasa asing, dan ilmu-ilmu keterampilan. Tahap III,
adalah pendidikan tinggi yang tugas utamanya adalah menyiapkan tenaga ahli
dalam berbagai disiplin ilmu.

Dalam proses belajar mengajar, al-Tahtawi menganjurkan terjalinnya cinta


dan kasih sayang antara guru dan murid, laksana ayah dan anaknya. Pendidik
hendaknya memiliki kesabaran dan kasih sayang dalam proses belajar mengajar. Ia
tidak menyetujui penggunaan kekerasan, pemukulan, dan semacamnya, sebab
merusak perkembangan anak didik. Dengan demikian, dipahami bahwa al-Tahtawi
sangat memperhatikan metode mengajar dengan pendekatan psikologi belajar.

c. Sayyid Ahmad Khan


Untuk merealisasikan ide-ide pembaruannya, Ahmad Khan menempuh
jalur pendidikan. Bahkan karena perhatiannya yang begitu besar terhadap
pendidikan bagi umat Islam India pada masa itu, dia memperoleh gelar sebagai
seorang pembaru pendidikan dan peletak dasar modernisme di India.19
Pembaruan kegamaan yang dilakukan Ahmad Khan, melalui jalur
pendidikan dapat dilihat pada upayanya mendirikan sebuah lembaga pendidikan
yang diberinya nama M.A.O.C. (Muhammedan Oriental College). Lembaga yang
dibentuk pada tahun 1878 di Aligarh ini, disesuaikan dengan model sekolah di
Inggeris. Bahasa yang digunakan pada lembaga ini ialah bahasa Inggeris.
Direkturtnya berkebangsaan Inggeris, sedangkan guru dan stafnya kebanyakan
berkebangsaan Inggeris. Meskipun sebagian mata pelajaran yang diajarkan pada
lembaga ini adalah ilmu pengetahuan modern, ilmuilmu agama juga tetap

19
Amin, Ahmad. 1979. Zuama’a al-Islah fi al-Ashr al-Hadith. Cairo: Maktab al-Mahdhah al-Mishriyah. Hlm 139
diajarkan. Pada sekolah-sekolah Inggeris yang dikelola oleh pemerintah, mata
pelajaran agama tidak diajarkan, sedangkan pada M.A.O.C., pendidikan agama
Islam dan ketaatan siswa menjalankan agama tetapi diperhatikan dan dipentingkan.
Lembaga ini terbuka bagi semua kalangan, baik orang Hindu, orang Parsi, maupun
orang Kristen.
Sebelas tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 1885 Ahmad Khan juga
mendirikan Muhammedan Educational Conference. Program lembaga ini ialah
a) Mempromosikan pendidikan Barat kepada umat Islam India
b) memperkaya bahasa Urdu melalui penerjemahan karya-karya ilmiah
c) menerapkan bahasa Urdu sebagai bahasa kedua pada semua kantor dan
sekolah swasta
d) menekankan pentingnya pendidikan wanita demi keseimbangan
pengembangan intelektualitas generasi yang akan datang
e) menyusun kebijakan bagi orang-orang Islam yang belajar di sekolah tinggi
Eropa.20

5. Belajar dari sejarah kejayaan dan kemunduran peradaban Islam di masa lalu, kemukakan
refleksi kritis anda terkait apa yang harus dibenahi dalam sistem pendidikan Islam dewasa
ini untuk memajukan kembali peradaban Islam!

Muhammad Abduh yang penuh akan refleksi mengenai apa yang ia lihat terhadap
realitas masyarakat kala itu dan mungkin masih relevan dengan kondisi saat ini. Ketika ia
pergi ke dunia Barat melihat realitas kemajuan peradaban di sana dengan masyarakat yang
menerapkan kedisiplinan, tepat waktu, etos kerja yang tinggi, kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta aspek lainnya.Ia melihat terdapat unsur unsur ajaran Islam yang
diterapkan di sana, namun kebanyakan mereka masyarakat Barat tidak beragama Islam.
Ketika ia pergi ke dunia Timur, ia melihat banyak orang yang beragama Islam namun tidak
melihat Islam di sana. Mereka terkurung dalam kemunduran, penindasan, kemiskinan, dan
lain sebagainya.Saat ini pun mungkin dapat kita temukan relevansinya. Ketika melihat
peradaban Barat dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologinya mampu

20
Abu Darda‟. 1998. “Sayid Ahmad Khan dan Gerakan Aligarh” Jurnal Tsaqafah. Gontor: ISID Gontor. Hlm 91
membawa mereka menjadi negara-negara maju.Banyak melahirkan ilmuwan-ilmuwan
dalam segala disiplin ilmu seperti filsafat, ekonomi, politik, sosiologi, sejarah, dan lain-
lain. Sedangkan kita selaku masyarakat muslim khususnya di Indonesia terjebak dalam
kondisi-kondisi problematis serta dilematis. Kita masih terjebak dalam perdebatan hal-hal
khilafiyah, terkurung dalam situasi ekonomi politik yang tidak stabil, kesenjangan dan
ketimpangan sosial yang mengkhawatirkan, konflik horizontal yang memecah belah,
ujaran kebencian yang membabi buta, krisis ekologi yang berdampak terhadap
kelangsungan hidup.

Melihat realitas yang terjadi di sekitar kita akan kemunduran yang dialami umat
Islam, maka diperlukanlah sebuah usaha untuk revitalisasi dan rekonstruksi kembali nilai-
nilai Islam serta semangat untuk melakukan perubahan dan pembaharuan ke arah yang
lebih baik. Berikut ini adalah hal-hal yang dapat kita lakukan bersama dalam rangka
mencapai tujuan tersebut.

Pertama, untuk mengatasi sifat pemikiran yang Jumud dan Taklid Buta maka kita
memerlukan antitesisnya yaitu ijtihad serta senantiasa berpikir ilmiah dalam
menyelesaikan masalah. Tentunya dengan bersumber dari Al-Qur'an dan Hadist dengan
memahaminya secara konstektual dan menggunakan akal pikiran. Allah SWT. telah
memberikan manusia karunia yaitu akal yang membedakannya dengan hewan.
Permasalahannya saat ini adalah masih banyak umat Islam yang belum menggunakan akal
pikirannya dalam mengatasi masalah. Padahal di dalam Al-Qur'an teradapat banyak
perintah untuk menggunakan akal demi mencapai pemahaman yang tertinggi.

Kedua, H.O.S Tjokroaminoto telah memberikan kita sebuah pemahaman dan solusi
untuk mencapai kemaslahatan umat Islam. Yaitu melalui inti trilogi pemikirannya :

1. Semurni-murni tauhid, atau dapat disebut juga dengan hablumminallah yaitu mengenai
kemurnian kita dalam hal mengakui keesaan dan kebesaran Allah, takut hanya kepada
Allah, serta melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
2. Setinggi-tinggi ilmu, artinya yaitu umat Islam harus memiliki dan menguasi ilmu
pengetahuan dan teknologi. Mampu membedakan benar dan salah. Menggunakan ilmu
dengan tujuan membebaskan umat Islam dari kebodohan, mendorong kemajuan, dan
mewujudkan kemaslahatan serta keseimbangan.

3. Sepintar-pintar Siasat, senantiasa memiliki daya kreatif dan melahirkan solusi serta strategi
untuk membangun kembali semangat peradaban Islam, umat Islam haruslah
mendayagunakan akal budi serta pengetahuan serta dengan strategi yang baik demi
tercapainya cita-cita dan tujuan Umat Islam serta tidak lupa untuk mewariskannya.

Anda mungkin juga menyukai