Anda di halaman 1dari 10

MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU

SEJARAH PERADABAN ISLAM Nur Rodiah, S.E.I., M.H.

PENDIDIKAN PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN

Disusun Oleh:

Istiqomah
NIM: 180105010272

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
2020
PENDIDIKAN PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN

PENDAHULUAN
Sejarah berjalan dari masa lalu ke masa kini dan melanjutkan ke masa depan.
Dalam perjalanannya tersebut selalu mengalami pasang surut dalam interval yang
berbeda-beda. Dilihat dari konteks secara umum sejarah memiliki peranan penting
bagi kehidupan seluruh manusia. Dalam hal ini sejarah menyimpan sebuah
kekuatan yang dapat menimbulkan dinamike dan melahirkan etnik baru bagi
pertumbuhan kehidupan manusia serta perkembangan pendidikan.
Pada zaman globalisasi ini, pendidikan merupakan hal yang urgen dan
merupakan hal utama untuk manusia lebih dewasa, dan lebih bermanfaat bagi
manusia lainnya. Karena orang yang berpendidikan akan mampu melihat mana
yang baik mana yang buruk. Pendidikan sudah ada sejak zaman Rasulullah yang
memerintahkan kepada umatnya untuk membaca. Dalam al-Qur’an surah Al-
‘Aalaq (96): 1-5.
)4( ‫) الَّذِي َعلَّ َم بِ ْالقَلَ ِم‬3( ‫) ا ْق َرأْ َو َربُّكَ ْاْل َ ْك َر ُم‬2( ‫ق‬ ٍ َ‫سانَ ِم ْن َعل‬ َ ‫اْلن‬ِ ْ َ‫) َخلَق‬1( َ‫ا ْق َرأْ بِاس ِْم َربِكَ الَّذِي َخلَق‬
)5( ‫سانَ َمالَ ْم يَ ْعلَ ْم‬ ِ ْ ‫َعلَّ َم‬
َ ‫اْلن‬
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam, dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dapat dikatakan bahwa disisi lain, tanpa kegiatan belajar mengajar manusia
tidak akan mengalami perkembangan dan kemajuan dalam hidupnya. Ibaratkan
binatang yang melata diatas bumi tidak mengetahui arah hidupnya, hendak
kemana, untuk apa hidup, dan sesudah hidup dimana akan berada. Untuk kegiatan
belajar mengajar tersebut diperlukan adanya sebuah model dan metode
pengajaran.
Berbicara tentang sejarah, kepemimpinan umat Islam setelah Rasulullah
wafat, estafet kepemimpinan diganti oleh sahabat-sahabat nabi yang dikenal
dengan Khulafaur Rasyidin. Khulafaur Rasyidin merupakan sahabat nabi yang

1
sangat dekat dengan nabi, mereka selalu mendampingi perjuangan nabi dengan
tetap berpegang teguh pada ajaran yang dibawa nabi yang bersumber dari al-
Qur’an dan As-sunnah.
Setelah wafatnya Nabi tidak serta merta menjadikan Islam kehilangan
mercusuar peradabannya, karena sesungguhnya Risalah Islamiah tetap
diperjuangkan oleh Khulafaur rasyidin. Banyak kontribusi yang dilakukan oleh
para khulafaur rasyidin dalam membangun peradaban islam maupun dunia. Dalam
kepemimpinannya mereka menyerukan agama Islam dan mempertahankan sistem
nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh Rasulullah.

ISI
1. Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan
Visi pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin secara eksplisit sulit dijumpai.
Namun dari bebagai fakta dan data yang dapat ditemui, visi pendidikan pada masa
Khulafaur Rasyidin masih belum berbeda dengan visi pendidikan pada zaman
Rasulullah SAW. Hal ini disebabkan, karena pada Khulafaur Rasyidin adalah
mengikuti jejak Rasulullah SAW. Visi tersebut adalah “unggul dalam bidang
keagamaan sebagai landasan membangun kehidupan umat”.
Visi ini sejalan dengan berbagai kondisi dan situasi yang ada pada masa itu.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas. Setelah wafatnya Rasulullah SAW
timbul sejumlah kelompok yang goyah keimanan dan keislamanannya, bahkan
tidak mau lagi melaksanakan ajaran agama sebagaimana yang mereka laksanakan
pada masa Rasulullah SAW masih hidup. Mereka itu ada yang tidak mau
membayar zakat, bahkan ada yang mengaku nabi. Dengan pertimbangan ini, maka
visi pendidikan masih ditekankan pada penguatan bidang keagamaan dan praktik
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejalan dengan visi tersebut, maka misi pendidikan pada zaman Khulafaur
Rasyidi dapat dikemukakan sebagai berikut:
Pertama, memantapkan dan menguatkan keyakinan dan kepatuhan kepada
ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dengan cara memahami,
menghayati, dan mengamalkannya secara konsisten. Usaha ini diperkuat dengan

2
sikap tegas yang ditujukan oleh Abu Bakar yang memerangi orang-orang yang
ingkar atau murtad terhadap ajaran Islam, seperti tidak mau bayar zakat, dan
mengaku sebagai nabi.
Kedua, menyediakan sarana, prasarana, dan fasilitas yang memungkinkan
terlaksananya ajaran agama. Usaha ini dilakukan oleh Khulafaur Rasyidin dengan
mengumpulkan Al-Qur’an yang berserakan (di zaman Khalifa Abu Bakar),
menyalin kembali (di zaman Khalifah Usman bin Affan), membentuk lembaga
dan pranata sosial, seperti membentuk lembaga yudikatif dan eksekutif,
menertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah (di zaman Umar bin
Khattab), membangun jalan, jembatan, masjid, dan memperluas masjid Nabi di
Madinah (di zaman Khalifah Usman bin Affan).
Ketiga, menumbuhkan semangat cinta tanah air dan bela negara yang
memungkinkan Islam dapat berkembang ke seluruh dunia. Upaya ini dilakukan
Khulafaur Rasyidin, anatara lain dengan memperluas wilayah dakwah Islam
selain ke Jazirah Arabia juga ke Irak, dan ke Syiria (di zaman Khalifah Abu
Bakar), ke Palestina, ke wilayah Syiria lainnya, dan Mesir (di zaman Khalifah
Umar ibn Khathab).
Keempat, melahirkan para kader pemimpin umat, pendidik, dan da’i yang
tangguh dalam mewujudkan syi’ar Islam. Upaya ini dilakukan Khulafaur Rasyidin
antara lain dengan menyelenggarakan halaqah kajian terhadap Al-Qur’an, Al-
Hadis, hukum Islam, dan fatwa. Upaya ini pada tahap selanjutnya melahirkan para
ulama dari kalangan para tabi’in.
Adapun tujuan pendidikan pada masa itu melahirkan umat yang memiliki
komitmen yang tulus dan kukuh terhadap pelaksanaan ajaran Islam sebagaimana
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Lahirnya visi, misi, dan tujuan pendidikan di zaman Khulafaur Rasyidin
seperti itu tidak dapat dilepaskan dari situasi sosial dan politik yang terjadi di
wilayah kekuasaan Islam pada saat itu, khususnya di Mekkah dan Madinah.
Sebagaimana diketahui bahwa pada zaman Khulafaur Rasyidin pusat
pemerintahan berada di Madinah, yang penduduknya terdiri dari latar belakang
agama, sosial, budaya, ekonomi, politik, pendidikan,dan lainnya yang berbeda-

3
beda. Selain umat Islam, di Madinah juga terdapat komunitas Yahudi, Nasrani,
Majusi, dan penyembah berhala. Sebagian besar masyarakat Madinah adalah
kaum pendatang. Orang Islam adalah pindahan dari Mekkah, Orang Yahudi juga
adalah pendatang dari Palestina, Kaum Kharaj dan Aus adalah pendatang dari
Yaman. Dan, di sekeliling Madinah juga terdapat sisa-sisa koloni Romawi dan
Persia. Dari segi ekonomi, masyarakat madinah terdiri dari kaum pedagang dan
para penjual jasa. Di antara mereka ada yang tergolong berkecukupan dan serba
kekurangan. Di antara mereka juga ada yang tergolong sudah terpelajar, dan
masih banyak pula yang masih buta huruf dan belum berpendidikan. Sebagian
dari masyarakat Madinah yang ketika Nabi Muhammad SAW menyatakan patuh
dan setia melaksanakan ajaran Islam atau mematuhi perjanjian damai dengan
Rasulullah SAW, namun setelah Rasulullah wafat, keadaan mereka kembali
kepada keadaan semula, yakni hidup bebas tanpa aturan Islam.
Keadaan masyarakat Madinah yang demikian itulah yang memengaruhi
lahirnya visi, misi, dan tujuan pendidikan sebagaimana tersebut diatas. Namun
demikian, latar belakang tersebut hanya berperan sebagai pemicu lahirnya visi,
misi, dan tujuan tersebut. Adapun ketika visi, misi, dan tujuan tersebut lahir
dimaksudkan untuk seluruh umat manusia.

2. Kurikulum Pendidikan
Kurikulum pendidikan di Madinah selain berisi materi pengajaran yang
berkaitan dengan pendidikan keagamaan, yakni Al-Qur’an, Al-Hadis, hukum
Islam, kemasyarakatan, ketatanegaraan, pertahanan keamanan, dan kesejahteraan
sosial.

3. Sasaran (Peserta Didik)


Peserta didik di zaman Khulafaur Rasyidin terdiri dari masyarakat yang
tinggal di Mekkah dan Madinah. Namun yang khusus mendalami bidang kajian
keagamaan hingga menjadi seorang yang mahir, alim, dan mendalam penguasaan
di bidang ilmu agama jumlahnya masih terbatas. Sasaran pendidikan dalam arti
umum, yakni membentuk sikap mental keagamaan adalah seluruh umat Islam
yang ada di Mekkah dan Madinah. Adapun sarana pendidikan dalam arti khusus,

4
yakni membentuk ahli ilmu agama adalah sebagian kecil dari kalangan tabi’in
yang selanjutnya menjadi ulama.

4. Tenaga Pendidik
Yang menjadi pendidik di zaman Khulafaur Rasyidin antara lain adalah
Abdullah ibn Umar, Abu Huraihah, Ibn Abbas, Siti Aisyah, Anas bin Malik, Zaid
Ibn Tsabit, Abu Dzar al-Ghifari. Dari mereka itulah kemudian lahir para siswa
yang kemudian menjadi ulama dan pendidik. Berkaitan dengan masalah
pendidikan, Khalifah Umar bin Khattab merupakan seorang pendidik yan
melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah. Selanjutnya beliau juga
mengangkat sahabat-sahabat untuk bertugas menjadi guru di daerah. Misalnya
Abdurrahman bin Ma’qal dan Imran bin al-Hashim ditugaskan mengajar di
Bashrah. Kemudian Abdurrahman bin Ghanam ditugaskan ke Syiria, dan Hasan
bin Abi Jabalah ditugaskan ke Mesir.
Dengan demikian, yang menjadi pendidik adalah para Khulafaur Rasyidin
sendiri dan para sahabat besar yang lebih dekat kepada Rasulullah SAW dan
memiliki pengaruh yang besar.
Khulafaur Rasyidin kemudian menentukan kriteria pendidik, sebagaimana
kriteria yang diberikan oleh Rasulullah SAW, yaitu bahwa orang yang dapat
diangkat menjadi pendidik hendaknya memiliki sifat-sifat tertentu. Sebagai
seorang pendidik, Rasulullah SAW dan para sahabat memiliki sifat-sifat sebagai
seorang pendidik profesional, yaitu memiliki kopetensi akademik, yakni
menguasai materi pelajaran dengan baik, kompetensi pedagogis, yaitu menguasai
teknik menyampaikan pelajaran dengan efisien dan efektif, memengaruhi dan
membentuk pribadi siswa dengan baik, memiliki kompetensi kepribadian dan
akhlak mulia, serta memiliki kompetensi sosial, yakni kemampuan berkomunikasi
dan kerjasama yang baik dengan para siswa, orangtua siswa dan masyarakat pada
umumnya. Selain itu, seorang pendidik selain harus tampil bersih dan rapi, juga
senantiasa menjaga dan memelihara kesehatan. Khulafaur Rasyidin adalah para
khalifah yang jujur dan lurus. Nama ini sudah mencerminkan sebagai seorang
yang memiliki kepribadian yang baik. Sehubungan dengan itu, maka Khulafaur

5
Rasyidin layak menjadi pemimpin dalam arti yang luas, termasuk mendidik,
mengarahkan, dan membina umat.

5. Metode dan Pendekatan Pembelajaran


Adapun metode yang mereka gunakan dalam mengajar antara lain dengan
bentuk halaqah. Yakni guru duduk di sebagian ruangan masjid kemudian
dikelilingi oleh para siswa. Guru menyampaikan ajaran kata demi kata dengan
artinya dan kemudian menjelaskan kandungannya. Semestara para siswa
menyimak, mencatat, dan mengulanginya apa yang dikemukakan oleh para guru.

6. Pusat-pusat dan Lembaga Pendidikan


Pada masa Khulafaur Rasyidin pusat-pusat pendidikan bukan hanya terdapat
di Mekkah dan Madinah, melainkan juga sudah tersebar di berbagai daerah
kekuasaan Islam lainnya. Pada masa Khalifah Ummar bin Khattab misalnya, pusat
pendidikan selain Madinah dan Mekkah juga Mesir, Syiria dan Basyrah, Kuffah,
dan Damsyik.
Adapun lembaga-lembaga pendidikan yang digunakan masih sama dengan
lembaga pendidikan yang digunakan di zaman Rasulullah SAW, yaitu masjid,
suffah, kuttab, dan rumah, sebagaimana telah dijelaskan di muka.

7. Pembiayaan dan Fasilitas Pendidikan


Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa pada masa Khulafaur Rasyidin
sebagian besar waktu banyak digunakan untuk melakukan konsolidasi ke dalam,
yakni memantapkan komitmen sebagai umat Islam kepada ajaran Islam,
memadamkan berbagai pemberontakan serta perluasan wilayah dakwah Islam.
Dengan demikian kesempatan untuk melakukan pembangunan dan mengadakan
berbagai kebutuhan fasilitas masih belum mendapatkan perhatian yang memadai.
Namun demikian, mulai zaman Khalifah Abu Bakar ada perhatian untuk
mengumpulkan Al-Qur’an, yang dilanjutkan di zaman Usman Ibn Affan dengan
menuliskannya kembali, sehingga menjadi Al-Qur’an yang standar sebagaimana
yang digunakan hingga sekarang. Upaya ini ada hubungannya dengan penyediaan
bahan kajian, pegangan, dan pedoman bagi penyelenggaraan dakwah dan

6
pendidikan. Selanjutnya di zaman Umar bin Khattab mulai diatur dan ditertibkan
sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Dengan demikian, para guru dan pejabat
negara lainnya mendapatkan gaji yang memadai, sehingga mereka dapat bertugas
dengan tenang. Di zaman Umar juga telah ditetapkan kalender Islam berdasarkan
tahun hijrah Nabi Muhammad SAW, yang terhitung sejak bulan Muharram
sampai Dzulhijjah. Di zaman Khulafaur Rasyidin juga terdapat penambahan
jumlah masjid, pembangunan bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar,
dan mengatur pembagian air ke kota-kota.

8. Evaluasi dan Lulusan Pendidikan


Kegiatan evaluasi pendidikan masih berlangsung secara lisan dan perbuatan,
yakni bahwa kemampuan seseorang dalam menguasai bahan pelajaran dilihat
pada kemampuannya untuk mengemukakan, mengajarkan, dan mengamalkan
ajaran tersebut. Para sahabat yang dinilai memiliki kecakapan dalam ilmu agama,
seperti tafsir, hadis, fatwa, dan sejarah kemudian dipercaya oleh masyarakat untuk
mengajar atau menyampaikan ilmunya itu kepada orang lain. Kepercayaan
masyarakat itulah sesungguhnya merupakan proses dan standar evaluasi yang
lebih objektif dan murni, karena kepercayaan publik pada umumnya
menggambarkan keadaan yang sesungguhnya dan bersifat objektif.

7
PENUTUP

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut.


Pertama, pendidikan di zaman Khulafaur Rasyidin secara umum masih sama
keadaannya dengan pendidikan yang berlangsung di zaman Rasulullah SAW
sebagaimana tersebut di atas. Hal ini terjadi, karena para Khulafaur Rasyidin pada
dasarnya orang-orang yang mengikuti garis hidup yangdiajarkan oleh Rasulullah
SAW.
Kedua, walaupun masih sederhana, pendidikan pada zaman Khulafaur
Rasyidin sudah memerhatikan berbagai komponen yang diperlukan. Yaitu
komponen visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, guru, murid,
sarana prasarana, pembiayaan, serta evaluasi pendidikan dan pengjaran sudah ada,
walaupun sifatnya masih sederhana.
Ketiga, bahwa pendidikan yang dilakukan Khulafaur Rasyidin ada yang
tergolong berhasil dan ada yang tergolong kurang berhasil. Pendidikan yang
tergolong berhasil antara lain dapat dilihat dari upaya mengembalikan dan
menyadarkan orang-orang yang membangkang terhadap Islam, mengumpulkan,
menyalin, dan membukukan Al-Qur’an, serta lahirnya sejumlah ulama dari
kalangan para sahabat dan tabi’in. Adapun pendidikan yang tergolong kurang
berhasil antara lain ditandai dengan timbulnya pemberontakan, peperangan,
bahkan pembunuhan, yang membawa perpecahan umat ke dalam kelompok yang
antara satu dan lainnya hingga saat ini sulit dipertemukan. Kelompok tersebut
antara lain Sunni, Syi’ah, dan Khawarij.

8
DAFTAR PUSTAKA

Zazin, Nur. 2011. Gerakan Menata Mutu Pendidikan. Jogyakarta: Ar-Ruzz


Media.

Nata, Abuddin. 2014. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai