Anda di halaman 1dari 18

2013

Kumpulan Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi Admin Artikel As-Sunnah

[ Kumpulan Fatwa Para

Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi]


Berisikan Fatwa Fatwa Para Ulama mengenai Perayaan Maulid Nabi

Kumpulan Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi


1. Syaikhul Islam Ahmad bin Abdil Halim Ibnu Taimiyah rahimahullah (Lahir Tahun 661 H di Harran).- : a. Beliau berkata dalam Majmu Al-Fatawa (25/298), Adapun menjadikan suatu hari raya, selain dari hari-hari raya yang syari, seperti beberapa malam dalam bulan Rabiul Awwal yang dikatakan bahwa itu adalah malam maulid atau beberapa malam dalam bulan Rajab atau pada tanggal 18 Dzul Hijjah atau Jumat pertama dari bulan Rajab atau tanggal 8 Syawal yang disebut oleh orangorang bodoh dengan Iedul Abror *Di Indonesia lebih dikenal dengan istilah Lebaran Ketupat+, maka semua ini adalah termasuk di antara bidah-bidah yang tidak pernah disunnahkan dan tidak pernah dikerjakan oleh para ulama salaf, Wallahu -Subhanahu wa Taala- Alam. b. Beliau berkata dalam Al-Iqhtidho` (hal. 295), Karena sesungguhnya hal ini (yaitu perayaan maulid) tidak pernah dikerjakan oleh para ulama salaf, padahal ada faktor-faktor yang mendukung (pelaksanaannya) dan tidak adanya faktor-faktor yang bisa menghalangi pelaksanaannya. Seandainya amalan ini adalah kebaikan semata-mata atau kebaikannya lebih besar (daripada kejelekannya) maka tentunya para salaf -radhiyallahu anhum- lebih berhak untuk mengerjakannya daripada kita, karena mereka adalah orang yang sangat mencintai dan mengagungkan Rasulullah -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallamdibandingkan kita, dan mereka juga lebih bersemangat dalam masalah kebaikan daripada kita. Sesungguhnya kesempurnaan mencintai dan mengagungkan beliau hanyalah dengan cara mengikuti dan mentaati beliau, mengikuti perintahnya, menghidupkan sunnahnya secara batin dan zhohir, dan menyebarkan wahyu yang beliau diutus dengannya, serta berjihad di dalamnya dengan hati, tangan, dan lisan. Inilah jalan orang-orang yang terdahulu lagi pertama dari kalangan Muhajirin dan Anshor serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. 2. Imam Tajuddin Abu Hafsh Umar bin Ali Al-Lakhmy Al-Fakihany -rahimahullah-. Beliau berkata di awal risalah beliau yang berjudul Al-Mawrid fii Amalil Maulid, Saya tidak mengetahui bagi perayaan maulid ini ada asalnya (baca: landasannya) dari Al-Kitab, tidak pula dari Sunnah, dan tidak pernah dinukil pengamalannya dari seorangpun di kalangan para ulama ummat ini yang merupakan panutan dalam agama, yang berpegang teguh dengan jejak-jejak para ulama terdahulu. Bahkan ini adalah bidah yang dimunculkan oleh orang-orang yang tidak punya pekerjaan (baca: kurang kerjaan) yang dikuasai oleh syahwat jiwanya dan bidah ini (hanya) disenangi oleh orang-orang yang suka makan. 3. Syaikh Abdul Lathif bin Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdil Wahhab Alu Asy Syaikh rahimahullah-. Beliau berkata ketika menerangkan tentang dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, Beliau -yakni Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab- mengingkari apa yang terdapat pada manusia di negerinegeri itu dan selainnya, berupa membesarkan/mengagungkan maulid-maulid dan hari-hari raya jahiliyah yang Kumpulan Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi

tidak pernah diturunkan (oleh Allah) hujjah tentang pengagungan tersebut. Tidak datang tentangnya hujjah syariyah dan tidak pula argument sedikitpun, karena di dalamnya ada penyerupaan kepada orang-orang Nashrani yang sesat dalam hal hari-hari raya mereka, baik yang berupa waktu maupun tempat. Dia adalah kebatilan dalam syariat pimpinannya para Rasul [Lihat Majmuatur Rosa`il An-Najdiyyah -cet. Al- Manar- (4/440) dan Ad-Durar As-Sunniyyah (4/409)] 4. Muhammad bin Muhammad Ibnul Haj Al-Maliky -rahimahullah-. Beliau berkata dalam Al-Madkhal (2/2), Termasuk perkara yang mereka munculkan berupa bidah -bersamaan dengan keyakinan mereka bahwa itu termasuk sebesar-besar ibadah dan dalam rangka menampakkan syiar-syiar (Islam)- adalah apa yang kerjakan dalam bulan Rabiul Awwal berupa maulid. Acara ini telah menghimpun sejumlah bidah dan perkara-perkara yang diharamkan. 5. Al-Imam Ibrahim bin Musa Al-Lakhmy Asy-Syathiby rahimahullah ( Ulama Andalusia Spanyol Lahir diperkirakan Tahun 720 H)-. Dalam kitab beliau yang penuh faidah, Al-Itishom (1/53) tatkala beliau menyebutkan sisi-sisi penyelisihan bidah terhadap syariat. Beliau berkata, Di antaranya adalah komitmen di atas kaifiat-kaifiat dan cara-cara tertentu, seperti berdzikir secara berjamaah di atas satu suara, menjadikan hari kelahiran Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- sebagai hari raya, dan yang semisalnya. 6. Al-Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukany -rahimahullah- ( Lahir Tahun 1173 H). Beliau berkata, Saya tidak menemukan satupun dalil yang membolehkannya. Orang yang pertama kali mengada-adakannya adalah Raja Al-Muzhoffar Abu Said pada abad ke tujuh [Tentang orang yang pertama kali melaksanakannya telah kami jelaskan di akhir bab Sejarah Munculnya Perayaan Maulid] dan kaum muslimin telah bersepakat bahwa itu adalah bidah. Lihat kitab Al-Mawrid fii Hukmil Ihtifal bil Maulidkarya Uqail bin Muhammad bin Zaid Al-Yamany hal. 37. 7. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh, Mufti Saudi Arabia -rahimahullah- ( .lahir di Riyadh pada tanggal 17 Muharam 1311 H (1890) ) a. Beliau berkata dalam Al-Fatawa war Rosa`il (3/34) ketika menjawab pertanyaan tentang hukum perayaan maulid Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, Segala puji hanya milik Allah, perayaan hari-hari maulid (ulang tahun), peringatan hari-hari [Seperti perayaan tahun baru, hari Ibu dan yang semisalnya], kejadian-kejadian *Seperti Isra` Miraj, Nuzulul Qur`an, hari Pahlawan, dan yang semisalnya], dan peristiwa-peristiwa tertentu [Seperti hari AIDS, peringatan Tragedi Tri Sakti, dan yang semisalnya], adalah termasuk di antara perkara-perkara yang disyariatkan oleh orang-orang Nashrani dan Yahudi.

Kumpulan Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi

Sedangkan kita telah dilarang untuk merayakan hari-hari raya ahlul kitab dan orang-orang asing (non muslim), karena di dalamnya ada bentuk perbuatan bidah dalam agama dan penyerupaan terhadap orang-orang kafir. Semua perkara yang dimunculkan berupa hari-hari raya dan peringatan-peringatan adalah kemungkaran dan perkara yang dibenci, walaupun di dalamnya tidak ada penyerupaan terhadap ahli kitab dan orang-orang asing karena semuanya termasuk dalam kategori bidah dan perkara-perkara baru. Bahkan walaupun perayaan itu untuk memperingati maulid Rasul -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, karena asal (landasan) bagi seluruh ibadah adalah tidak disyariatkan kecuali yang disyariatkan oleh Allah -Taala-. b. Beliau juga berkata dalam menjawab pertanyaan yang semakna dengannya, Tidak ada keraguan bahwa perayaan maulid Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- adalahtermasuk bidah-bidah yang dimunculkan dalam agama setelah tersebarnya kebodohan di alam Islam, ketika penyesatan, kesesatan, kesalahan, dan prasangka menjadi medan yang membutakan pandangan-pandangan, kekuatan taqlid buta menguat di dalamnya, dan kebanyakan manusia tidak merujuk kepada apa yang ada dalil pensyariatannya. Akan tetapi, mereka hanya merujuk kepada sesuatu yang dikatakan oleh si anu dan diridhoi oleh si anu. Bidah yang mungkar ini tidaklah memiliki satupun atsar yang disebutkan dari sisi para sahabat Rasulullah -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- tidak pula dari sisi tabiin dan orang-orang yang mengikuti mereka. Lalu beliau berkata, Jika perayaan-perayaan ini adalah murni kebaikan atau kebaikannya yang lebih mendominasi maka tentunya para salafushsholih lebih berhak untuk mengerjakannya daripada kita, karena sesungguhnya mereka lebih besar kecintaan dan pengagungannya kepada Rasulullah -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dibandingkan kita dan mereka lebih bersemangat untuk mengerjakan kebaikan (daripada kita) [Lihat (3/38-39) dari kitab yang sama] c. Pada (3/40) beliau ditanya dengan pertanyaan yang sama, maka beliau menjawab, Segala puji hanya milik Allah. Perayaan maulid Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- bukanlah perkara yang disyariatkan dan tidak dikenal di kalangan salafushsholeh -ridwanullahi alaihim-. Mereka tidak mengerjakannya, padahal ada faktor-faktor yang mengharuskan (pelaksanaannya) dan tidak adanya faktor-faktor penghalang (dalam pelaksanaannya). Seandainya hal itu adalah kebaikan maka pasti mereka telah mendahului kita dalam mengerjakannya karena mereka lebih berhak atas suatu kebaikan daripada kita, lebih mencintai Rasul -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dan sangat mengagungkan beliau (dibandingkan kita). Merekalah yang telah berhijrah bersama beliau, mereka meninggalkan kampung, harta, dan keluarga mereka. Mereka telah berjihad bersama beliau sampai terbunuh di dalamnya dan mereka menebus (baca : membela) beliau dengan jiwa dan harta mereka -radhiyallahu anhum wa ardhohum-. Tatkala hal ini tidak dikenal di kalangan salafushsholeh dan mereka tidak pernah mengerjakannya -padahal mereka adalah (manusia yang hidup di) zaman-zaman yang penuh keutamaan-, maka ini menunjukkan bahwa dia adalah bidah yang diada-adakan.

Kumpulan Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi

8. Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, Mufty Saudi Arabia -rahimahullah- ( lahir di Riyadh pada bulan Dzulhijah 1330 H (1909)) . a. Beliau berkata dalam risalah beliau yang berjudul At-Tahdzir minal Bida, (hal. 7-8), Tidak boleh merayakan maulid Rasul -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dan tidak pula maulid (ulang tahun) selainnya, karena hal itu adalah termasuk di antara bidah-bidah yang dimunculkan dalam agama. Rasul Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- tidak pernah mengerjakannya, tidak pula para khalifah beliau yang mendapatkan petunjuk, tidak pula selain mereka dari kalangan para sahabat -ridhwanullahi alaihim-, dan tidak pula orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pada zaman-zaman keutamaan. Padahal mereka adalah manusia yang paling mengetahui tentang sunnah, lebih sempurna kecintaannya kepada Rasulullah -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, dan lebih mengikuti syariat beliau dibandingkan orang-orang setelah mereka. b. Pada hal. 47-48 beliau ditanya tentang sebagian perayaan, seperti maulid Nabi, Isra` Miraj, dan Tahun Baru Hijriah, maka setelah beliau menjelaskan bahwa Allah telah menyempurnakan agama Islam ini dan Dia telah melarang dari berbuat bidah di dalamnya, beliau berkata, Perayaan-perayaan ini -yang disebutkan dalam pertanyaan- tidak pernah dikerjakan oleh Rasul -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-. Padahal beliau adalah manusia yang paling fasih, paling tahu tentang syariat Allah, paling bersemangat dalam memberikan hidayah kepada ummat dan memberikan tuntunan kepada mereka menuju perkara yang mendatangkan manfaat bagi mereka dan yang diridhoi oleh Maula (Penolong) mereka (yakni Allah -Subhanahu wa Taala-). Hal ini juga tidak pernah dikerjakan oleh para sahabat beliau -radhiyallahu anhum-, padahal mereka adalah manusia yang terbaik, paling berilmu setelah para nabi, dan yang paling bersemangat dalam (mengerjakan) kebaikan. Hal itu juga tidak pernah dilakukan olah para imam yang berada di atas hidayah di zaman-zaman keutamaan. Bidah ini tidaklah diada-adakan kecuali oleh sebagian orang-orang belakangan berlandaskan ijtihad dan sangkaan baik, tanpa dalil. Kebanyakan mereka berlandaskan taqlid kepada orang-orang yang telah mendahului mereka dalam perayaan ini. Yang wajib atas seluruh kaum muslimin adalah hendaknya mereka berjalan di atas jalan yang dipijak oleh Rasul -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dan para sahabat beliau -radhiyallahu anhum- serta harus waspada terhadap perkara-perkara yang diada-adakan oleh manusia dalam agama Allah sepeninggal mereka, inilah jalan yang lurus dan manhaj yang kokoh Lihat juga Fatawa beliau (4/280-282) c. Beliau berkata pada hal. 50-51 ketika beliau ditanya tentang merayakan hari-hari maulid (hari lahir/ulang tahun), Perayaan hari-hari maulid (ulang tahun/milad) adalah tidak ada landasannya dalam syariat yang suci ini, bahkan dia adalah bidah . Lalu beliau berkata, Telah diketahui bahwa Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- tidak pernah merayakan hari maulid (ulang tahun) beliau sepanjang hidup beliau, tidak pula pernah memerintahkan untuk mengerjakannya, dan tidak Kumpulan Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi

pula pernah mengajarkannya kepada para sahabat beliau. Demikian pula para khalifah beliau yang mendapatkan petunjuk dan seluruh sahabat beliau, mereka semua tidak pernah mengerjakannya. Padahal mereka adalah manusia yang paling mengetahui sunnah beliau, manusia yang paling mencintai Rasulullah -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dan manusia yang paling semangat untuk mengikuti apa saja yang dibawa oleh beliau. Seandainya perayaan maulid beliau -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- disyariatkan, maka pasti mereka telah bersegera untuk melaksanakannya. Demikian pula para ulama di zaman-zaman keutamaan, tidak ada seorangpun di antara mereka yang mengerjakannya dan tidak pula menyuruh untuk mengerjakannya [Lihat juga Al-Fatawa (4/285)] d. Beliau juga berkata pada hal. 54-55, Tidak ada keraguan bahwa Allah -Subhanahu wa Taala- telah mensyariatkan untuk kaum muslimin dua hari raya, yang mereka berkumpul di dalamnya untuk berdzikir *Tapi bukan dzikir secara berjamaah. Namun maksudnya berkumpul dalam satu tempat, lalu masing-masing berdzikir sendiri menurut apa yang mereka kehendaki. (ed)] dan melaksanakan sholat, keduanya adalah: Iedul Fithri dan Iedul Adh-ha sebagai pengganti hari-hari raya jahiliyah. Dia telah mensyariatkan hari-hari raya yang mengandung berbagai bentuk dzikir dan ibadah, seperti hari Jumat, hari Arafah, dan hari-hari Tasyriq. Allah -Subhanahu wa Taala- tidak pernah mensyariatkan untuk kita hari raya maulid (hari lahir/ulang tahun), baik maulid Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, maupun maulid selainnya. Bahkan dalil-dalil syariat dari Kitab dan Sunnah telah menunjukkan bahwa perayaan-perayaan maulid termasuk di antara perkara-perkara bidah yang dimunculkan dalam agama serta termasuk tasyabbuh kepada musuhmusuh Allah dari kalangan orang-orang Yahudi, Nashrani, dan selain mereka. [Lihat juga Al-Fatawa (4/286-288)] e. Pada hal. 58, beliau berkata, Tidak boleh bagi kaum muslimin untuk mengadakan perayaan maulid Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- pada malam 12 Rabiul Awwal dan tidak pula pada malam selainnya. Sebagaimana halnya tidak boleh bagi mereka untuk mengadakan perayaan terhadap hari lahir siapapun selain beliau -alaihish sholatu wassalam-, karena perayaan-perayaan maulid (hari lahir) adalah termasuk bidah yang diada-adakan dalam agama. Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- tidak pernah merayakan hari maulid beliau sepanjang hidup beliau -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, padahal beliau adalah penyampai agama dan pemberi syariat dari Tuhannya -Subhanahu- dan beliau tidak pula pernah memerintahkan untuk mengerjakannya. Juga tidak pernah dikerjakan oleh para khalifah beliau yang mendapatkan petunjuk, tidak pula para sahabat beliau seluruhnya, dan tidak pula orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pada zaman-zaman keutamaan. Maka diketahuilah bahwa itu adalah bidah [Lihat Al-Fatawa (4/289)]

Kumpulan Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi

9. Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid, anggota Hai`ah Kibarul Ulama (Majelis Ulama Besar) Saudi Arabiah -rahimahullah- lahir di Riyadh pada bulan Ramadhan 1329 H (1908 M). Beliau berkata ketika membantah orang-orang yang mengatakan bahwa merayakan maulid adalah suatu bentuk menampakkan kesyukuran kepada Allah -Azza wa Jalla- atas terciptanya Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, Tidak diragukan bahwa beliau adalah pimpinan seluruh makhluk, manusia yang paling agung dan paling afdhol sepanjang masa. Akan tetapi kenapa tidak ada seorangpun dari kalangan para sahabat, tabiin, para imam ahli ijtihad, dan tidak pula orang-orang yang hidup di 3 abad pertama -yang mereka dipersaksikan oleh Rasul Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dengan kebaikan- yang tegak melaksanakan kesyukuran seperti ini [Yakni dengan mengadakan perayaan maulid]?! Padahal mereka lebih besar kecintaannya kepada beliau dibandingkan kita, lebih bersemangat kepada kebaikan, dan lebih mengikuti beliau dibandingkan kita. Bahkan kesempurnaan kecintaan dan pengagungan kepada beliau adalah dengan mengikuti beliau, mentaati beliau, mengikuti perintah beliau, menjauhi larangan beliau, menghidupkan sunnah beliau secara zhohir dan batin, menyebarkan syariat yang beliau bawa, serta berjihad atas semua hal itu dengan hati, tangan dan lisan. Inilah cara orang-orang yang terdahulu lagi pertama dari kalangan Muhajirin dan Anshor dan yang mengikuti mereka dengan baik, bukan dengan cara mengadakan perayaan-perayaan bidah yang merupakan sunnahsunnah Nashrani. [Lihat Ar-Rosa`ilul Hisan fii Fadho`ihil Ikhwan hal. 39] 10. Syaikh Muhammad bin Abdis Salam Asy-Syuqoiry -rahimahullah-. Beliau berkata dalam kitabnya As-Sunan wal Mubtadaat Al-Mutaalliqah bil Adzkar wash Sholawat, hal. 138139, Pada bulan ini (Rabiul Awwal) beliau -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dilahirkan dan pada bulan ini pula beliau diwafatkan, maka kenapa mereka bergembira dengan kelahiran beliau dan tidak bersedih dengan kematian beliau?! Jadi, menjadikan hari kelahiran beliau sebagai hari raya dan peringatan adalah bidah yang mungkar dan sesat, tidak dibawa (baca: diterangkan) oleh syariat maupun akal. Seandainya di dalamnya ada kebaikan maka bagaimana mungkin Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali ridhwanullahi alaihim- serta seluruh sahabat, tabiin, orang-orang yang mengikuti mereka, para imam, dan yang mengikuti mereka bisa lalai darinya?!. 11. Syaikh Ali Mahfuzh -rahimahullah-. Dalam kitab beliau yang berjudul Al-Ibda fii Madhorril Ibtida, hal. 272 tatkala beliau menyebutkan beberapa contoh hari raya yang disandarkan kepada syariat, padahal dia bukan termasuk darinya, beliau berkata, di antaranya adalah malam ke 12 Rabiul Awwal, manusia berkumpul di masjid-masjid dan selainnya untuk merayakannya (bidah maulid). Sehingga mereka melanggar kehormatan rumah-rumah Allah -Taala-, mereka Kumpulan Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi

berbuat isrof (berlebih-lebihan) di dalamnya, para pembaca meninggikan suara-suara mereka dengan melantunkan qoshidah-qoshidah berupa nyanyian (nasyid dan yang semisalnya) yang membangkitkan syahwat para pemuda untuk berbuat kefasikan dan kefajiran. Maka engkau melihat mereka ketika itu berteriak dengan suara-suara kemungkaran, memunculkan di dalam masjid-masjid goncangan yang mengagetkan. Terkadang mereka sama sekali tidak menyinggung dalam qoshidahqoshidah mereka, sedikitpun di antara kekhususan-kekhususan Rasulullah -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, akhlak-akhlak beliau yang mulia, dan amalan-amalan beliau yang bermanfaat dan mulia. Di antara mereka ada yang menyibukkan diri dengan dzikir-dzikir yang dibuat-buat. Semua perkara ini adalah perkara yang tidak diizinkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta tidak pernah dilakukan oleh para salafush sholih. Jadi, ini adalah bidah dan kesesatan. 12. Muhadditsul Yaman, Asy-Syaikh Muqbil bin Hady Al-Wadiiy -rahimahullah- (Lahir pada tahun 1352 H di Damaj Yaman) . a. Beliau ditanya tentang hukum perayaan maulid dan Isra` Miraj: Apakah dia adalah bidah atau sunnah yang baik, maka beliau menjawab, (Semuanya adalah) bidah, semua ini tidak pernah ada di zaman Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam. Lalu beliau membawakan beberapa dalil tentang haramnya berbuat bidah. Lihat kitab beliau Ijabatus Sa`il no. pertanyaan 166.

b. Dalam no. 167 ketika beliau ditanya tentang perayaan maulid, Isra` Miraj, dan tahun baru, maka beliau menjawab, (Semuanya adalah) bidah sedangkan Rasul -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- telah bersabda: Siapa saja yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami sesuatu yang tidak ada di dalamnya, maka itu tertolak (Telah berlalu takhrijnya). Hendaknya orang yang hadir menyampaikan kepada orang yang tidak hadir bahwa perayaan ini adalah bidah, tidak tsabit (shohih) dari Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, tidak pula dari para sahabat dan para tabiin. Yang pertama kali merayakannya adalah Ubaid bin Maimun Al-Qiddah. Ada yang berpendapat bahwa (awal) perayaannya pada abad keenam oleh sebagian raja-raja bodoh yang ingin mengadakan perayaan maulid Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- lebih megah daripada maulid Nashrani (Kelahiran Nabi Isa -alaihis salam-). Semua ini disebutkan oleh Abu Syamah dan dia mensyukurinya. Akan tetapi, Abu Syamah telah bersalah ketika mensyukuri perkara yang dibuat-buat ini karena ini adalah bidah. Demikian pula hari ibu dan hari kemerdekaan, semuanya adalah hari-hari raya jahiliyah yang tidak pernah diturunkan oleh Allah suatu sulthon (argumen/hujjah)

Kumpulan Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi

atasnya. Rasul -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- telah bersabda: Saya terutus kepada kalian sedang kalian (dulunya) mempunyai dua hari raya yang kalian bermain di dalamnya pada masa jahiliyah, dan sungguh Allah telah mengganti keduanya untuk kalian dengan yang lebih baik dari keduanya, (yaitu) hari Nahr (Idul Adh-ha) dan hari Fithr (Idul Fithri) (Telah berlalu takhrijnya). Hari raya selainnya merupakan hari-hari raya jahiliyah yang kami berlepas diri darinya. Maka kaum muslimin, wajib atas mereka untuk mengikuti Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-. Inipun kalau perayaan maulid itu selamat dari ikhtilath (percamburbauran antara lelaki dan wanita), pelaksanaan perbuatan fahisy (keji), dan selamat dari bentuk-bentuk kesyirikan, dan selainnya. Semua ini adalah kebatilankebatilan yang tidak akan hilang kecuali dengan menyebarkan sunnah Rasulullah -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-. 13. Faqihuz Zaman Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah- (Lahir di kota Unaizah tanggal 27 Ramadhan 1347 Hijriyah.) a. Beliau berkata dalam Al-Fatawa, kumpulan Asyraf Abdul Maqshud (1/126) ketika ditanya tentang hukum syari perayaan maulid Nabawy, Seandainya perayaan maulid beliau -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- termasuk perkara-perkara yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka pasti akan disyariatkan. Seandainya disyariatkan, maka pasti akan terjaga karena Allah telah menjamin untuk menjaga syariat-Nya, dan seandainya terjaga maka tidak akan ditinggalkan oleh para khalifah yang mendapatkan petunjuk, demikian pula para sahabat, yang mengikuti mereka dengan baik, dan yang mengikuti mereka setelahnya. Tatkala mereka semua tidak pernah mengerjakan sesuatu apapun dari hal tersebut, diketahuilah bahwa hal itu bukan termasuk agama Allah. b. Dan dalam Majmu Fatawa beliau, kumpulan Fahd bin Nashir bin Ibrahim As-Sulaimany (7/364-365), beliau berkata, Dari penjelasan yang telah berlalu, nampak jelas bagi kita bahwa perayaan maulid Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam- adalah tidak boleh. Bahkan dia adalah perkara bidah dikarenakan 2 hal: 1. Malam kelahiran Rasul -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- tidaklah diketahui secara pasti, bahkan sebagian orang-orang belakangan menguatkan bahwa malam maulid adalah malam ke 9 Rabiul Awwal, bukan malam ke 12. Oleh karena itulah, menjadikan perayaan ini pada malam ke 12 adalah tidak memiliki landasan dari sisi sejarah. 2. Dari sisi syariat, perayaan ini juga tidak memiliki landasan. Karena seandainya, jika dia adalah bagian dari syariat Allah, maka pasti akan dikerjakan oleh Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- atau beliau sampaikan kepada ummatnya. Seandainya beliau mengerjakannya atau menyampaikannya, maka wajib hal itu terpelihara karena Allah -Taala- berfirman:

Kumpulan Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr : 9) Maka tatkala tidak ada sedikitpun keterangan tentang hal tersebut, diketahuilah bahwa dia bukan bagian dari agama Allah. Jika dia bukan bagian dari agama Allah, maka tidak boleh kita beribadah dan bertaqarrub kepada Allah -Azza wa Jalla- dengannya. Kemudian beliau berkata lagi, Maka kami katakan: Perayaan ini, jika dia merupakan bagian dari kesempurnaan agama, maka pasti ada sebelum wafatnya Rasul -alaihish sholatu wassalam-. Jika dia bukan bagian dari kesempurnaan agama, maka tidak mungkin dia akan menjadi bagian agama karena Allah -Taala- berfirman: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu. (QS. Al-Ma`idah : 3) Barangsiapa yang menyangka bahwa dia bagian dari kesempurnaan agama, padahal dia muncul setelah Rasul Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, maka ucapannya itu mengandung pendustaan terhadap ayat yang mulia ini. 14. Syaikh Sholih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan -hafizhohullahu Taala- (Lahir pada tahun 1363 H) . a. Beliau berkata dalam risalah beliau yang ringkas berjudul Hukmul Ihtifal bi Dzikral Maulid An-Nabawy setelah beliau menyebutkan beberapa syubhat orang-orang yang membolehkan perayaan maulid dan membantahnya, beliau berkata, Kesimpulan permasalahan, perayaan memperingati maulid Nabawy -dengan berbagai macam bentuk dan beraneka ragam cara pelaksanaannya- adalah bidah mungkar yang wajib atas kaum muslimin untuk melarang (pelaksanaan)nya dan juga melarang bidah-bidah lainnya. Dan wajib atas mereka untuk menyibukkan diri dengan menghidupkan sunnah dan berpegang teguh dengannya, serta jangan tertipu dengan orang-orang yang mencoba melariskan dan membela bidah ini. Karena orang semacam ini perhatiannya untuk menghidupkan bidah-bidah lebih besar daripada perhatian mereka untuk menghidupkan sunnah-sunah, bahkan kadang mereka sama sekali tidak memiliki perhatian terhadap sunnah-sunnah. Orang yang seperti ini tidak boleh untuk diikuti dan dicontoh walaupun kebanyakan manusia adalah dari jenis ini. Akan tetapi yang dicontoh hanyalah orang-orang yang berjalan di atas manhaj sunnah dari kalangan salafush sholih dan yang mengikuti mereka walaupun mereka sedikit, karena kebenaran itu tidaklah diketahui dengan orang-orang akan tetapi orang-oranglah yang dikenal dengan kebenaran. b. Dalam Al-Muntaqo (2/ no. pertanyaan 160) beliau ditanya seputar perkara maulid, maka beliau menjawab, Amalan maulid Nabawy adalah bidah, tidak warid (datang) dari Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, tidak pula dari para khalifah beliau yang mendapatkan petunjuk, para sahabat beliau yang mulia, dan tidak pula

Kumpulan Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi

dari zaman-zaman keutamaan bahwa mereka mengerjakan maulid ini. Padahal mereka adalah manusia yang paling besar kecintaannya kepada Rasulullah -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dan ummat yang paling bersemangat untuk mengerjakan kebaikan. Akan tetapi mereka tidak pernah mengerjakan satupun ketaatan, kecuali sesuatu yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya sebagai pengamalan firman Allah -Taala-: Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. (QS. Al-Hasyr : 7) Maka tatkala mereka tidak pernah mengerjakan maulid ini, diketahuilah bahwa dia adalah bidah. c. Pada pertanyaan no. 161 beliau ditanya tentang hukum perayaan hari ibu dan hari maulid (hari lahir), maka beliau menjawab, Perayaan hari-hari maulid, apakah itu maulid para Nabi, para ulama, raja-raja, dan para pemimpin, semuanya adalah termasuk bidah-bidah yang Allah -Taala- tidak pernah menurunkan hujjah atasnya. Semulia-mulia orang yang dilahirkan adalah Rasulullah -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, akan tetapi tidak tsabit (shohih) dari beliau, tidak pula dari para khalifah beliau yang mendapatkan petunjuk, tidak pula dari para sahabat beliau, tidak pula dari orang-orang yang mengikuti mereka, dan tidak pula dari zaman-zaman keutamaan bahwa mereka mengadakan perayaan yang berkenaan dengan kelahiran beliau -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-. Tidaklah hal ini melainkan termasuk bidah-bidah yang dimunculkan, muncul setelah berlalunya zaman-zaman keutamaan melalui tangan sebagian orang-orang bodoh yang bertaqlid kepada Nashrani dalam perayaan mereka terhadap maulid Al-Masih (Isa) -alaihis salam-. d. Beliau berkata dalam kitab beliau At-Taliqatul Mukhtashoroh alal Aqidatith Thohawiyyah, ketika mensyarah perkataan Imam Ath-Thohawy -rahimahullah-, *Kami mengikuti Sunnah dan Jamaah serta kami menjauhi keganjilan, perselisihan, dan perpecahan+, beliau (Syaikh Al-Fauzan) berkata, Termasuk di antara bidah-bidah, sesuatu yang diamalkan berupa perayaan maulid Nabi (-Shollallahu alaihi wa sallam-). Dia adalah bidah, tidak ada dalilnya dari Kitab, tidak pula dari Sunnah, tidak pula berasal dari petunjuk para khalifah yang mendapatkan petunjuk, dan tidak pula dari petunjuk (para ulama yang hidup) pada zamanzaman keutamaan yang dipersaksikan dengan kebaikan oleh Rasulullah -Shollallahu alaihi wasallam-. Bidah ini tidaklah muncul kecuali setelah berlalunya zaman-zaman (keutamaan) ini, tatkala tersebarluasnya kebodohan. Orang yang pertama kali memunculkan maulid ini adalah Syiah Al-Fathimiyyun yang kemudian diambil (baca : diikuti) oleh orang-orang yang tertipu dan menyandarkan dirinya kepada Ahlus Sunnah karena niat dan maksud yang baik. Mereka menyangka bahwa hal itu termasuk bentuk mencintai Rasul (-Shollallahu alaihi wa sallam-), padahal bukan seperti itu cara mencintai beliau, akan tetapi mencintai beliau hanyalah dengan mengikuti beliau, bukan

Kumpulan Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi

10

dengan berbuat bidah. 15. Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albany -rahimahullah- (Lahir pada tahun 1333 H di kota Ashqodar ibu kota Albania yang lampau). Beliau berkata dalam sebagian muhadharah (ceramah) beliau yang terekam dengan berjudul Bidatul Maulid, kami dan mereka -yaitu para pelaku maulid- bersepakat bahwa perayaan ini adalah perkara baru yang tidak pernah ada sama sekali di zaman beliau -Shollallahu alaihi wasallam-, bahkan tidak pernah ada di tiga zaman keutamaan sebagaimana yang baru kita sebutkan. Di antara perkara yang sudah dimaklumi bersama bahwa Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- sepanjang hidup beliau tidak pernah merayakan hari kelahiran beliau. Karena perayaan hari kelahiran, siapapun orangnya tidaklah datang kecuali berasal dari jalan orang-orang Nashrani Al-Masihiyah. Perayaan itu tidak dikenal oleh Islam secara mutlak pada zaman yang baru kita sebutkan. Maka tentunya Rasulullah -Shallallahu alaihi wasallam- lebih pantas untuk tidak mengetahuinya. Lagi pula Isa sendiri tidak pernah merayakan kelahiran beliau 16. Syaikh Ali bin Muhammad Nashir Al-Faqihy -hafizhohullah-. Beliau berkata dalam kitab beliau yang berjudul Al-Bidah, Dhowabithuha, wa Atsaruha As-Sayyi` fil Ummah, hal. 20-21, Sesungguhnya perayaan maulid adalah kedurhakaan kepada Rasulullah -Shollallahu alaihi wasallam- dan penyelisihan yang jelas terhadap larangan beliau. Beliau bersabda dalam hadits Al-Bukhary dan Muslim [Yang benar, lafazh ini hanyalah diriwayatkan oleh Imam Muslim saja sebagaimana yang telah berlalu]: Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka amalan tersebut tertolak (Telah berlalu takhrijnya). Beliau (jugs) bersabda dalam hadits yang shohih: Setiap perkara baru adalah bidah (Telah berlalu takhrijnya). Sedangkan maulid adalah perkara baru, tidak pernah diamalkan oleh Rasulullah -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, tidak pula empat khalifah beliau yang mendapatkan petunjuk dan tidak pula oleh seorangpun dari para sahabat beliau. Padahal mereka adalah manusia yang paling mengetahui tentang sunnah-sunnah beliau serta lebih bersemangat dalam mengagungkan dan memuliakan Rasulullah -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-. 17. Syaikh Abdul Muhsin bin Muhammad Al-Abbad Al-Badr -hafizhohullah- ( Lahir Tahun tahun 1353 H di Riyadh). Beliau berkata dalam Al-Hatsts alal Ittiba wat Tahdzir minal Bida wa Bayani Khothoriha, hal. 55-56, Termasuk bidah-bidah zamaniah (yang berkaitan dengan waktu) adalah perayaan maulid-maulid (hari-hari lahir), seperti perayaan maulid beliau -Shollallahu alaihi wasallam-, karena ini adalah termasuk bidah-bidah yang dimunculkan di abad keempat Hijriah. Tidak datang dari Nabi -Shollallahu alaihi wasallam-, para khalifah dan sahabat beliau sedikitpun tentang hal tersebut. Bahkan tidak datang dari tabiin dan orang-orang yang Kumpulan Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi

11

mengikuti mereka, sedangkan telah berlalu 300 tahun sebelum munculnya bidah ini. 18. Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz bin Ahmad At-Tuwaijiry -hafizhohullah-. Beliau berkata setelah menyebutkan perkataan para ulama terdahulu dan belakangan tentang bidahnya maulid, Maka dari sela-sela syawahid (pendukung-pendukung) berupa atsar-atsar para salafush sholih dan yang mengikuti manhaj mereka ini, nampak jelas bagi kita bahwa mereka telah bersepakat bahwa sesungguhnya perayaan maulid Nabawy adalah bidah yang diada-adakan, tidak datang atsarnya (dalilnya) dari Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam-, tidak pula dari para sahabat beliau -ridhwanullahi alaihim-, tidak pula dari para tabiin, tabiut tabiin dan yang mengikuti mereka dari kalangan imam-imam yang terkenal dari pendahulu kita yang sholeh -rahmatullah alaihim- Lihat Kitab beliau Al-Bida Al-Hauliyah hal. 205 19. Syaikh Abdurrahman bin Jibrin -hafizhohullah- (lahir tahun 1349 H di desa Muhairaqa, Qowaiea. Terletak sekitar 180 km dari ibu kota Riyad) . Beliau ditanya -di sela-sela pelajaran beliau ketika mensyarah (menjelaskan) kitab Al-Ibanah Ash-Shugro- tentang maulid Nabawy dan Isra` Miraj, apakah termasuk bidah padahal dia adalah amalan kebaikan dan terkadang para pelakunya menangis di dalamnya. Maka beliau menjawab, Iya, perayaan maulid adalah bidah karena tidak pernah dikerjakan oleh Nabi -Shollallahu alaihi wasallamsepanjang hidup beliau dan tidak pernah dikerjakan oleh para sahabat yang mereka ini merupakan sebaik-baik manusia (yaitu) para khalifah yang mendapatkan petunjuk. Abu Bakr tidak pernah merayakan maulid Nabi Shollallahu alaihi wasallam-, Umar juga tidak pernah merayakan maulid Nabi -Shollallahu alaihi wasallam-, tidak pula dikerjakan oleh Utsman dan tidak juga oleh Ali -radhiyallahu anhum- . Perayaan maulid ini tidak ada pada abad pertama, tidak pula pada abad kedua dan tidak pula pada abad ketiga. Akan tetapi tidak muncul, kecuali pada abad keempat Hijriah yang dimunculkan oleh Kekhalifahan Al-Fathimiyyun Asy-Syiah dalam rangka mencontoh dan menyerupai orang-orang Nashrani yang mengadakan perayaan maulid bagi Al-Masih Isa bin Maryam -alaihish sholatu wassalam-. Hal ini menunjukkan bahwa dia adalah bidah. Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- telah bersabda: Setiap bidah adalah sesat (Telah berlalu takhrijnya). Ini adalah termasuk bidah, demikian pula halnya dengan perayaan malam Isra` Miraj, semuanya adalah termasuk bidah-bidah. Seandainyapun seseorang itu menangis, tapi bila tangisannya tersebut di atas selain hidayah, maka tangisannya tidak akan bermanfaat baginya. Terkadang seseorang itu menangis sedangkan dia di atas kekafiran sehingga tangisannya tidak bermanfaat baginya. Tangisannya tidak menambah baginya kecuali semakin jauh (dari Allah Subhanahu wa Taala-). Tidakkah engkau membaca firman Allah -Taala-: Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas Kumpulan Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi

12

(neraka), diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas. (QS. Al-Ghasyiah : 2-5) *Banyak muka pada hari itu tunduk terhina+, tunduk lagi rendah. *Bekerja keras+, dia telah beramal, sibuk siang dan malam dengan sholat dan puasa, tetapi tidak di atas ilmu, tidak sesuai dengan syariat lagi berbuat syirik. *Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan+, lelah dalam beribadah dan beramal, akan tetapi bersamaan dengan itu (mereka) *memasuki api yang sangat panas (neraka), diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas+ yaitu yang sangat panas, yang kedahsyatan panasnya telah sampai pada puncaknya dan dia diberikan minum darinya. Kita memohon keselamatan dan afiat kepada Allah. Jadi, tidak semua yang menangis berarti di atas kebenaran. Seorang kafir bisa menangis, padahal dia di atas kebatilan. Kita memohon keselamatan dan afiat kepada Allah. 20. Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Ar-Rojihy -hafizhohullah-. Beliau berkata disela-sela mensyarh kitab Syarhus Sunnah karya Al-Barbahary -rahimahullah- ketika menyebutkan tentang bidah-bidah yang berkaitan dengan waktu, di sana ada beberapa bidah yang berkaitan dengan bulan Rabiul Awwal. Yang paling nampak adalah bidah perayaan maulid, perayaan hari maulid Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-. Mereka berkumpul di malam harinya, lalu membaca sirah (sejarah) beliau dan beberapa qoshidah yang memuji Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- dan terkadang di dalamnya ada syirik akbar kepada Allah -Jalla wa Ala-. 21. Syaikh Sholih bin Abdil Aziz Alu Asy-Syaikh -hafizhohullah-, Menteri Agama Saudi Arabiah. Beliau berkata ketika beliau menyebutkan beberapa bidah dan larangan yang berkenaan dengan tauhid, Mengadakan perayaan-perayaan yang beraneka ragam dengan maksud taqarrub kepada Allah dengannya. Seperti perayaan maulid nabawi, perayaan hijrah (Nabi), perayaan tahun baru hijriah, perayaan Isra` dan Miraj, dan yang semisalnya. Perayaan-perayaan ini adalah bidah, karena dia adalah ajang berkumpulnya (manusia) pada amalan-amalan yang dimaksudkan sebagai taqarrub kepada Allah. Sedangkan tidak boleh bertaqarrub kepada Allah kecuali dengan apa yang Dia syariatkan, dan Allah tidaklah boleh disembah kecuali dengan apa yang Dia syariatkan. Maka semua perkara yang baru dalam agama adalah bidah dan semua bidah terlarang untuk mengerjakannya Lihat Al-Minzhor fii Bayani Katsirin minal Akhtho` Asy-Sya`iah. 22. Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmy -hafizhohullah-, Mufty Saudi Arabia Bagian Selatan Dalam kitab beliau yang menjelaskan tentang kesesatan Ikhwanul Muslimin dan Jamaah Tablighyang berjudul Al-Mawridul Adzbizh Zhallal, beliau berkata, Perayaan ini (maulid) adalah bidah yang dimunculkan oleh Al-Ubaidiyyun [Biasa juga dinamai dengan AlFathimiyyun, Syiah atau Al-Bathiniyyah [ed]] yang menguasai Mahgrib (baca: Maroko) yang kemudian kekuasaannya meluas sampai ke Mesir pada abad ke 5 Hijriah. Maulid tidak pernah dikerjakan oleh seorangpun dari khalifah yang empat, tidak pula oleh seluruh sahabat lainnya Kumpulan Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi

13

dan juga tidak pernah dikerjakan oleh seorangpun dari orang yang hidup di zaman-zaman keutamaan. Apakah mereka mengetahui keutamaannya lantas meninggalkannya atau mereka tidak mengetahuinya?! Kalau kalian mengatakan bahwa mereka mengetahui keutamaannya tapi mereka meninggalkannya, maka kalian telah berdusta atas nama mereka. Kalau kalian mengatakan bahwa mereka tidak mengetahuinya sedangkan kalian yang mengetahuinya, maka kalian lebih berhak untuk tidak tahu daripada mereka. 23. Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hady Al-Madkhaly -hafizhohullah-. Beliau berkata dalam kumpulan fatwa beliau yang berjudul Al-Ajwibah As-Sadidah (3/564-565), Adapun perayaan maulid Rasul yang agung -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam-, maka tidak datang pensyariatannya baik dari Al-Kitab, maupun sunnah qauliyah (berupa ucapan), (sunnah) filiyah (berupa perbuatan) dan (sunnah) taqririyah (berupa persetujuan) serta tidak juga dari atsar perbuatan para salaf yang mulia yang merupakan penjaga agama ini dari berbagai bidah dan benteng aqidah kaum muslimin dari kerusakan dan kerancuan.

Kitab-kitab para ulama yang membahas akan bidahnya maulid


Adapun para ulama yang berbicara dan mengarang kitab tentang bidahnya maulid adalah: 1. Syaikh Abu Bakr Al-Jaza`iry. Risalah beliau berjudul Al-Inshof fima Qila fil Maulid minal Ghuluwwi wal Ijaf. 2. Syaikh Hamud bin Abdillah At-Tuwaijiry. Beliau mengarang sebuah kitab yang berisi bantahan terhadap 3 orang yang membolehkan maulid, yang beliau namakan Ar-Roddul Qowy alar Rifaiy wal Majhul wa Ibni Alwy wa Bayanu Akhtho`ihim fil Maulid An -Nabawy. 3. Syaikh Abdullah bin Sulaiman bin Mani. Beliau juga mengarang sebuah kitab yang berjudul Al-Hiwar maal Maliky yang berisi bantahan terhadap Muhammad Alwi Al-Maliky, seorang ahli bidah yang membolehkan perayaan maulid. *Namun yang disayangkan bahwa orang ini (al-maliky) ditokohkan oleh sebagian tokoh agama -terlebih orang awam- di negeri kita, bahkan dianggap sebagai wali Allah. Padahal wali Allah bukanlah orang-orang yang suka menghidupkan suatu bidah yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi -Shollallahu 'alaihi wasallam-.[ed]] 4. Syaikh Abu Ath-Thoyyib Muhammad bin Syamsul Haq Al-Azhim Abady, seorang ulama India. Beliau menulis mengenai pengingkaran terhadap bidah maulid dalam taliq (komentar) beliau terhadap kitab AlAqdhiyah wal Ahkam dari Sunan Ad-Daraquthny ketika beliau mengomentari hadits A`isyah tentang bidah. 5. Syaikh Basyiruddin Al-Qonujy, Guru Abu Ath-Thoyyib. Beliau memiliki karangan tersendiri dalam masalah ini yang beliau namakan Ghoyatul Kalam fii Ibtholi Amalil Maulid wal Qiyam.

Kumpulan Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi

14

6. Syaikh Mushthofa Al-Adawy. 7. Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Al-Wushoby Al-Abdaly Al-Yamany. 8. Abdul Majid Ar-Roimy. 9. Syaikh Muhammad bin Abdillah Ar-Roimy. 10. Syaikh Muhammad bin Muhammad Mahdy. 11. Syaikh Ahmad bin Hasan Al-Muallim. 12. Syaikh Muhammad bin Said Asy-Syaibany. 13. Syaikh Umar bin Ali Saqim. 14. Syaikh Muhammad bin Ali Muhammady. 15. Syaikh Ahmad Adh-Dhomiry. 16. Semuanya disebutkan oleh Uqail bin Muhammad bin Zaid Al-Muqthiry Al-Yamany dalam kitab beliau AlMawrid fii Hukmil Ihtifal bil Maulid hal. 34-40 17. Muhammad Rasyid Ridho. 18. Syaikh Muhammad Basyir As-Sahsawany Al-Hindy dalam kitabnya yang berjudul Shiyanatul Insan. Keduanya disebutkan oleh Syaikh Sholih bin Fauzan dalam risalah beliau yang berjudulHukmul Ihtifal bi Dzikril Maulid AnNabawy. 19. Syaikh Abu Abdillah Muhammad Al-Haffar, seorang ulama Maghrib. 20. Syaikh Muhammad Bukhaith Al-Muthiiy Al-Hanafy, Mufti Negeri Mesir. 21. Syaikh Al-Mujaddid Al-Imam Muhammad bin Abdil Wahhab. 22. Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Asy-Syaikh dalam Ad-Durarus Sunniyah 23. Syaikh Ismail Al-Anshory, risalah beliau berjudul Al-Qaulul Fashl fii Hukmil Ihtifal bi Maulidi Khairir Rusul. 24. Semuanya disebutkan oleh Nashir bin Yahya Al-Hunainy dalam sebuah risalahnya tentang bidahnya perayaan maulid. 25. Syaikh Muhammad bin Abdil Lathif -rahimahullah-. 26. Syaikh Abdurrahman bin Hasan -rahimahullah-. Akan datang perkataan beliau berdua pada bab setelah ini.

PENGAKUAN dari para ulama yang membolehkan maulid, bahwa maulid BARU MUNCUL setelah generasi terbaik umat ini
1. Imam As-Suyuthy -rahimahullah- berkata dalam Husnul Maqshod yang tergabung dalam kitabAl-Hawy lil

Kumpulan Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi

15

Fatawa (1/189), Yang paling pertama mengerjakannya (yaitu perayaan maulid) adalah penguasa Irbil Raja Al-Muzhoffar. [Lihat kembali masalah ini di akhir bab Definisi dan Sejarah Munculnya Perayaan Maulid] 2. Imam Abu Syamah -rahimahullah- berkata dalam Al-Baits ala Inkaril Bida wal Hawadits, hal. 95,

Termasuk (bidah) yang paling baiknya di antara (bidah-bidah) yang dimunculkan di zaman kitadari jenis ini (yakni bidah hasanah *Lihat masalah bidah hasanah pada bab Tidak Ada Bid'ah Hasanah Dalam Islam] -menurut beliau-) adalah sesuatu yang dikerjakan di negeri Irbil -semoga Allah memperbaikinya- setiap tahun, pada hari yang bertepatan dengan hari kelahiran Nabi -Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam- berupa sedekah, amalan kebaikan, menampakkan perhiasan, dan kegembiraan . 3. Al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Hajar -rahimahullah- berkata sebagaimana dalam Al-Hawy hal. 196,

Asal amalan maulid adalah bidah, tidak pernah dinukil dari seorangpun dari kalangan salaf ash-sholeh pada tiga zaman (keutamaan). 4. Imam As-Sakhowy -rahimahullah- berkata sebagaimana dalam Al-Mauridur Rowy fil Maulidin Nabawy karya Mulla Ali Qori`, hal. 12, Asal amalan maulid yang mulia tidak pernah dinukil dari seorangpun dari kalangan salafush sholih pada 3 zaman keutamaan, tidaklah dia muncul kecuali pada zaman setelahnya dengan maksud-maksud yang baik. [Maksud baik semata tidak menyebabkan suatu amalan diterima sebagaimana telah berlalu penjelasannya pada bab Syarat Diterimanya Amalan] 5. Muhammad bin Alwy Al-Maliky berkata dalam kitabnya Haulul Ihtifal bil Maulid, hal. 19,

Perayaan maulid walaupun tidak pernah ada di zaman beliau -Shollallahu alaihi wasallam- sehingga dia adalah bidah. Akan tetapi bidah yang hasanah karena dia masuk ke dalam dalil-dalil syariat dan kaidah-kaidah (syariat) yang menyeluruh. [Ini adalah ucapan yang batil, tidak ada satupun dalil -baik yang umum maupun yang khusus- serta kaidah dalam Islam yang menunjukkan bahwa perayaan maulid memiliki asal dalam syariat, tidak dari dekat dan tidak pula dari jauh sebagaimana yang telah berlalu pada bab Syubhat Orang-Orang yang Merayakan Maulid serta Bantahannya] 6. Yusuf Ar-Rifaiy berkata dalam kitabnya Ar-Roddul Muhkim Al-Mani hal. 153,

Sesungguhnya berkumpulnya manusia untuk mendengarkan kisah maulid Nabawy yang mulia adalah perkara yang baru diada-adakan setelah zaman kenabian. Bahkan tidaklah dia muncul kecuali pada awal-awal abad ke 6 Hijriah.

Catatan Penting
Dari semua perkataan ulama di atas -khususnya para ulama yang melarang dari perayaan maulid-, kita bisa melihat dengan jelas bahwa mereka (para ulama) hanya menghukumi perayaan maulid Nabi -Shollallahu alaihi wa Kumpulan Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi

16

ala alihi wasallam- sebagai bidah serta orang-orang yang melakukannya dan yang membelanya adalah pelaku bidah *Tapi jika perayaan tersebut berisi perkara-perkara kesyirikan maka perayaannya ketika itu dihukumi sebagai kesyirikan serta orang-orang yang terjun melakukan kesyirikan tersebut dihukumi sebagai orang musyrik, jika terpenuhi syarat-syarat pengkafiran dan hilang semua penghalang-penghalang yang melarang dia untuk dikafirkan, seperti kebodohan atau karena menta`wil dan sebagainya]. Oleh karena itu sungguh suatu kedustaan besar apa yang diucapkan oleh Yusuf Ar-Rifaiy -dalam kitabnya ArRoddul Muhkam Al-Mani ala Munkarat wa Syubhat Ibn Mani, hal. 15 sampai 16-serta Rasyid Al-Marikhy dalam Ilamun Nabil, hal. 17 sampai 18- yang mana keduanya berkata bahwa para ulama [Yang mereka maksudkan di antaranya adalah Syaikh Ibnu Baz -rahimahullah Taala-] yang mengingkari perayaan maulid menghukumi orang-orang yang merayakan maulid sebagai orang musyrik, naudzu billah. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; tidak ada yang mereka katakan kecuali kedustaan. (QS. Al-Kahfi : 5) Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah- berkata, Saya telah menulis sejak beberapa waktu yang lalu suatu ucapan yang merupakan jawaban dari pertanyaan tentang hukum perayaan maulid, dan saya jelaskan di dalamnya bahwa perayaan tersebut adalah bidah yang dimunculkan dalam agama. sesungguhnya apa yang disebutkan oleh bagian penyiaran radio Britania dalam sebuah siarannya di subuh hari di London beberapa hari yang lalu tentang saya bahwa saya mengatakan bahwa perayaan maulid adalah kekafiran. Ini adalah kedustaan, tidak ada landasan kebenarannya, dan setiap orang yang memperhatikan ucapanku akan mengetahui hal tersebut. [Majmu Fatawa (2/380)] Syaikh Abu Bakr Al-Jaza`iry -hafizhohullah- berkata dalam Al-Inshof fima Qila fil Maulid minal Ghuluwwi wal Ijaf, hal. 76, Sesungguhnya bidah yang seperti ini -yaitu bidah maulid Nabi- tidaklah dikafirkan pelakunya dan tidak pula orang yang menghadirinya. Menyifati seorang muslim dengan kekafiran dan kesyirikan bukanlah perkara yang ringan. [Lihat : Al-Maurid fii Hukmil Ihtifal bil Maulid karya Uqail bin Muhammad Al-Yamany hal. 31-41, Al-Bida AlHauliyah hal. 195-206 dan Ar-Rodd ala Syubhat man Ajazal Ihtifal bil Maulid karya Abu Muadz As-Salafy, bab ketiga] Diambil dari : Buku Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi Shallallahu alaihi wa sallam karya al-Ustadz Hammad Abu Muawiyah, cetakan Maktabah al-Atsariyyah 2007. Dari abunamira.wordpress.com dari kautsarku.wordpress.com dari abdullahalaussie.multiply.com. Editing oleh : http://artikelassunnah.blogspot.com

Kumpulan Fatwa Para Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi

17

Anda mungkin juga menyukai