Maulid Nabi sudah dilakukan oleh masyarakat Muslim bangsa Arab sejak tahun kedua
hijriah. Catatan tersebut merujuk pada Nuruddin Ali dalam kitabnya Wafa'ul Wafa bi
Dalam catatan tersebut juga dijelaskan, Khaizuran (170 H/786 M) yang merupakan
ibu dari Amirul Mukminin Musa al-Hadi dan al-Rasyid datang ke Madinah dan
Masjid Nabawi. Dari Madinah, Khaizuran juga menyambangi Makkah dan melakukan
perintah yang sama kepada penduduk Makkah untuk merayakan Maulid Nabi
Muhammad SAW.
Dikutip dari buku 'Pro dan Kontra Maulid Nabi' karya AM Waskito, sejarah
peringatan Maulid Nabi sudah berlangsung sejak ribuan tahun lalu. Berikut ini tiga
1. Perayaan Maulid diadakan oleh kalangan Dinasti Ubaid (Fathimi) di Mesir yang
2. Maulid Nabi berasal dari kalangan ahlus sunnah oleh Gubernur Irbil di wilayah
Irak, Sultan Abu Said Muzhaffar Kukabri. Dikisahkan, peringatan Maulid Nabi
dirayakan dengan mengundang para ulama, ahli tasawuf, ahli ilmu, dan seluruh
miskin.
3. Peringatan Maulid Nabi diadakan pertama kali oleh Sultan Shalahuddin Al
jihad kaum Muslimin, dalam rangka menghadapi Perang salib melawan kaum
Sementara itu, sejarah peringatan Maulid Nabi di Indonesia sendiri mulai berkembang
di masa Wali Songo atau sekitar tahun 1404 masehi. Peringatan Maulid Nabi
Oleh karenanya, Maulid Nabi juga dikenal dengan nama perayaan Syahadatin. Selain
itu, perayaan Maulid Nabi juga dikenal dengan Gerebeg Mulud karena tradisi
masyarakat merayakan Maulid Nabi dengan cara menggelar upacara nasi gunungan.
SIMTUDDUROR
Maulid simtudduror adalah Kitab maulid yang disusun oleh Habib Ali bin
Muhammad bin Husin Al-Habsyi. Dikenal juga dengan nama maulid habsyi karena
merujuk pada nama pengarangnya. Secara lengkap, maulid ini memiliki judul asli
Maulid Simthud Durar cukup masyhur bagi kaum Muslimin di Indonesia. Hal
itu tidak lepas dari penyusunnya yang sangat alim dan sangat besar kecintaannya
kepada Baginda Nabi Muhammad ﷺ. Ia adalah Habib Ali bin Muhammad bin Husain
al-Habsyi. Sang penulis lahir pada hari Jumat, 24 Syawal 1259 H (17 November 1843
M) di kota Qasam, sebuah kota di negeri Hadramaut, Yaman, dan wafat di kota
Seiwun, Hadhramaut, pada hari Ahad 20 Rabi’ul Akhir 1333 H (6 Maret 1915
M). Sejak masih kecil, Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi sudah dikenal sebagai
pecinta Al-Qur’an dan memiliki rasa cinta yang sangat besar kepada Rasulullah.
Sayyidil Habib Ali al-Mantsur, dalam kitab Al-Jawahirul Maknunah wal Asrarul
Makhzunah berkisah, saat masih sangat muda, Habib Ali Al-Habsyi telah mempelajari
sebelum mencapai usia yang biasanya diperlukan untuk itu. Di bawah asuhan dan
pengawasan kedua orang tuanya, yaitu Al-‘Arif billah Habib Muhammad bin Husin
bin Abdullah al-Habsyi dan ibundanya, Syarifah Alawiyyah binti Husain bin Ahmad
Al-Hadi al-Jufri, yang pada masa itu terkenal sebagai seorang wanita yang salehah
yang sangat bijaksana. Tidak hanya kepada kedua orang tuanya, Habib Ali bin
Muhammad al-Habsyi juga belajar pada ulama yang lain di Hadhramaut saat
itu. Setelah Habib Ali al-Habsyi sudah dewasa, dan sudah menguasai berbagai disiplin
ilmu yang dimilikinya. Ia mulai menjadi pendakwah dan mengisi pengajian di hadapan
khalayak ramai, sehingga dengan cepat, Habib Ali menjadi pusat perhatian dan
pertemuan-pertemuan besar yang diadakan pada masa itu. Habib Ali memiliki banyak
karya yang sampai saat ini masih dibaca oleh umat Islam. Di antara karangannya yang
sangat terkenal dan dibaca pada berbagai kesempatan di mana-mana, ialah Simthud
Durar fi Akhbar Maulidi Khairil Basyar wama Lahu min AkhlaqI wa Aushaf wa Siyar
(Untaian Mutiara Kisah Kelahiran Manusia Utama; Akhlak, Sifat, dan Riwayat
Hidupnya). Penyusunan Maulid Simthud Durar tidak memiliki latar belakang secara
khusus. Namun secara eksplisit, Habib Ali Al-Habsyi mengungkap niatnya yang lurus
mengatakan:
Artinya, “Maulid Simthud Durar yang saya susun ini atas dasar niat yang benar, media
yang baru, dan tidak diragukan kembali bahwa sungguh ruh Rasulullah akan hadir
Maulid Simthud Durar ditulis dua tahun sebelum Habib Ali wafat. Tepatnya pada
tahun 1330 H (1912 M). Setelah semuanya rampung, kemudian dibacakan dalam
rumahnya bersama para habaib yang lain. Setelah pembacaan itu selesai, Habib Ali al-
Mantsur berkata:
نح ْن الا َ قَا. و َل ََّما قرِئ َ ال ْمَوْلِد بِبَي ْتِه ِ سَن َة َ ألف وثلاثمئة وثلاثون هــ
َ َ الم َوْلِد ك َأَ ْن عَاد: ل رَض ِي الله عَن ْه
Artinya, “Setelah maulid (Simthud Durar) dibaca di rumahnya, tahun 1330 H, Habib
Ali al-Mantsur berkata: Maulid (Simthud Durar) seperti mengembalikan kita semua
(pada zaman Rasulullah), maka dengarkanlah, di dalamnya terdapat cahaya yang mulia,
dalam setiap ungkapan terdapat sifat yang sangat condong mengagungkan Rasulullah.”
(Sayyid Ahmad bin Ali bin Alawi al-Habsyi, Syarah Simthud Durar fi Akhbar Maulidi
Khairil Basyar wama Lahu min AkhlaqI wa Aushaf wa Siyar, halaman 391).
Menurut Habib Ali al-Masntsur, dengan menghayati makna dan kandungan yang ada
dalam Maulid Simthud Durar, pembaca dan orang-orang yang mendengarkannya bisa
seolah ada pada zaman Rasulullah, dan menyaksikan langsung bagaimana cara
agung. Timbulnya penghayatan sebagaimana penjelasan di atas, tidak lepas dari cara
penyusunannya yang sangat rinci dan detail. Maulid Simthud Durar tak ubahnya
seperti sejarah dan sirah nabawiyah lainnya, kecuali bentuk penyampaiannya saja.
Habib Ali Al-Habsyi menyampaikan dengan ungkapan yang sangat syahdu, dengan
cara yang sangat sistematis dan praktis. Keutamaan Simthud Durar yang lain juga
disebutkan dalam kitab At-Ta’rif bil Maulid min Kalami Shahibil Maulid, dengan
سِرِه ِ ﷺ
wirid, maka sungguh akan ditampakkan kepadanya rahasia (sir) Rasulullah ﷺ. Ada
keutamaan lain dengan membaca Simthud Durar yang tidak kalah utama dengan yang
ini terjadi pada Habib Umar bin Idrus al-Idrus. Suatu saat ia bermimpi, seolah ia
terbukanya ilmu ada dalam maulid Simthud Durar. Oleh karenanya, setelah ia
Artinya, “Barang siapa yang hendak diberikan futuh, maka hafalkanlah maulid
(Simthud Durar), atau menulisnya.” (Habib Ahmad bin Alawi bin Ali bin Muhammad
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa maulid Simthud Durar lebih dari
sekadar buku kisah keteladan Nabi. Ia memiliki keutamaan, manfaat, dan berkah.
Alangkah baiknya, ia dijadikan wirid yang selalu dibaca dengan istiqamah, sebab
dengan membacanya akan mengetahui sejarah Rasulullah, sifatnya yang mulia, juga
Qasidah Burdah disusun oleh ulama yang sangat tersohor alim, sufi, dan sangat
mencintai Rasulullah saw, yaitu Imam al-Bushiri. Kecintaan Imam al-Bushiri kepada
Rasulullah saw sangat tampak dalam syair-syair Qasidah Burdah. Di dalamnya tidak
hanya menjelaskan bagaimana cara meningkatkan spiritual dan moral, namun juga
pengakuan bagi umat Nabi Muhammad saw dalam hal tidak punya amalan apapun
Imam al-Bushiri bernama lengkap Muhammad bin Sa’id bin Himad bin
Abdullah ash-Shanhaji al-Bushiri al-Mishri. Ia lahir di desa Dalas, salah satu desa Bani
Yusuf di dataran tinggi Mesir pada 609 H. Al-Bushiri kecil kemudian tumbuh di
Bushir, desa asal ayahnya. Nisbat atau sebutan al-Bushiri menunjuk pada desa
tersebut. Al-Bushiri wafat pada tahun 696 H, ketika berumur 87 tahun dan
dimakamkan di dekat makam Syaikh Abil ‘Abbas al-Mursi di kota Iskandaria, Mesir.
Sejak kecil al-Bushiri dididik ilmu Al-Qur’an oleh ayahnya secara langsung.
Ia besar dari keluarga yang sangat mencinta ilmu. Tidak heran jika ia kemudian
menjadi sosok ulama yang sangat alim. Selain dari ayahnya, al-Bushiri juga
mengembara untuk mencari ilmu kepada para guru. Semangatnya dalam mencari ilmu
menjadikan al-Bushiri sebagai ulama yang sangat alim sekaligus menjadi sufi dan
sastrawan. Bukti dari keluasan ilmunya bisa dilihat dari berbagai karyanya, yaitu al-
Khairil Bariyyah yang lebih populer disebut dengan nama Qasidah Burdah.
Sejarah Qasidah Burdah Dalam Muqaddimah Syarhul Burdah karya Imam
Bushiri menderita sakit lumpuh. Ia tidak dapat melakukan apa pun, hanya berdiam
َّ و َل ََّما نَام َ ر َأَ ى. شف َ َع بِهَا ِإلَى الله ِ تَع َالَى
ِ النبِي فِي م َنَامِه ْ َ فَاسْ ت،روِيَ أَ َّنه أَ نْش َأَ هَذِه ِ الْق َصِ يْدَة َ حِيْنَ أَ صَابَه فَالِ ج،
ini ketika sedang menderita sakit lumpuh, kemudian ia memohon syafaat kepada Allah
swt dengannya. Lalu ketika tidur, beliau bermimpi bertemu Nabi Muhammad saw,
kemudian Nabi Saw mengusap badan al-Bushiri dengan tangan yang penuh berkah,
dan setelah itu al-Bushiri pun sembuh.” (Al-Baijuri, Syarhul Burdah, [Mesir, Maktabah
Setelah bangun dari tidurnya dalam kondisi sehat, banyak orang mendatangi
rumahnya, dan kemudian berkata: “Wahai Tuanku, saya berharap Engkau bisa
memberikan qasidah yang di dalamnya ada pujian kepada Rasulullah.” “Qasidah mana
yang Engkau kehendaki?”, jawab Imam al-Bushiri. “Qasidah yang diawali dengan syair
Setelah itu, banyak orang mengambil berkah darinya sekaligus menjadikannya sebagai
wasilah untuk kesembuhan. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Imam al-Baijuri,
bukan berarti memohon keselamatan dan kesehatan dengan lafal-lafal yang ada dalam
penyakit, namun murni bertawassul kepada Rasulullah saw dengan perantara Qasidah
Burdah.
Kelebihan qasidah yang satu ini dibandingkan dengan qasidah lain terletak dari cara
kepada Rasulullah saw dan peningkatan spiritualitas kepada Allah, namun juga
menceritakan Isra’ Mi’raj, menjelaskan jihad dan peperangan Rasulullah saw, juga
menjelaskan tawasul dan permohonan syafaat, kemudian ditutup dengan munajat dan
Nama lengkapnya Sayyid Zainal ‘Abidin Ja’far bin Hasan bin ‘Abdul Karim al-Husaini
Dzulhijah 1128 H/1716 M. Sayyid Ja’far al-Barzanji wafat pada Selasa setelah shalat
Baqi’ mennjadi satu dengan keturunan Rasulullah saw yang lain. (Muhammad al-
Sayyid Ja’far al-Barzanji tumbuh besar dengan keilmuan. Semua waktu digunakannya
kepada Syaikh Ismail al-Yamani dan ditashih kepada Syekh Yusuf al-Asha’idi. Setelah
Al-Qur’an dihafalnya, ia mulai belajar ilmu tafsir Al-Qur’an dan hadits. Selanjutnya
Setelah semua cabang ilmu Islam dipelajari olehnya, ia menjadi ulama yang sangat
alim yang diakui keluasan ilmunya oleh berbagai ulama. Setelah perjalanan panjang
dalam menuntut ilmu, Sayyid Ja’far al-Barzanji menjadi mufti (ahli fatwa) mazhab
Sayyid Ja’far al-Barzanji merupakan ulama yang punya suara merdu, tampan rupawan,
membahas ilmu, dapat dipercaya. Karenanya banyak orang meminta pendapat dan
figur kharismatik yang sangat mulia dan sangat alim, dan satu-satunya ulama luar
ِ الشاف ِع َِّية ِ ب ِال ْمَدِي ْنَة َّ الشي ْخ الف َاضِل الع َالِم البَارِع ال َأ ْوح َد المتَف َن ِن مفَتِي
َّ ِ السادَة َّ الشافِع ِي
َّ هو َ ال ْم ْدنِي
Artinya, “Ia (Sayyid Ja’far al-Barzanji) adalah ulama Madinah, bermazhab Syafi’i,
seorang syekh, orang mulia, alim, orator ulung, satu-satunya yang menguasai berbagai
cabang ilmu, mufti para syadah mazhab Syafi’iyah di Madinah an-Nabawiyah. Ia juga
menjadi satu-satunya ulama (yang memenuhi kriteria tersebut) pada zamannya.” (Al-
Muradi, Silkud Durâr fî A’yânil Qurûnits Tsâni ‘Asyar, [Beirut, Dârul Basyâ-iril
Sekilas ‘Iqdul Jauhar fi Maulidin Nabiyyil Azhar, atau yang lebih dikenal dengan nama
Maulid Barzanji, Pujian-pujian yang ditulis oleh Sayyid Ja’far al-Barzanji murni atas
dasar kecintaannya kepada baginda Nabi Muhammad saw sekaligus sebagai upaya
untuk meningkatkan kecintaan umat Islam kepada nabinya. Secara ringkas Maulid
Muhammad saw sampai pada moyangnya yang bernama ‘Adnan; menjelaskan masa
kecil dan kelebihannya saat itu; mengisahkan kisah Nabi Muhammad saw saat ikut
dan pengangkatannya menjadi rasul pada usia 40 tahun, dan dakwah Islamnya sampai
setelah semua tugasnya selesai secara sempurna. Maulid Barzanji juga menjelaskan
beberapa keistimewaan saat kelahiran Nabi Muhammad saw. Di antaranya, ia lahir
dalam keadaan langsung bersujud dan dalam keadaan bercelak. Dalam waktu yang
kerajaan Kisra yang besar, padamnya api sesembahan orang-orang Majusi yang
diyakini tidak bisa dipadamkan oleh siapapun selama ribuan tahun. Di saat itu pula,
semua hewan dan dan makhluk selain manusia merasakan kemuliaan dan
keagungannya. Hal ini ditandai dengan berbuahnya semua pohon-pohon yang tidak
pernah berbuah dalam rangka menghormat dan menyambut kelahiran makhluk paling
Maulid Barzanji laksana media yang mampu menjadi sebab datangnya berbagai
kebaikan (sihrul halâl) dan orang yang membacanya akan mendapatkan keridhaan dari
Syekh Nawawi Banten seolah hendak mengatakan, dengan membaca Maulid Barzanji
sihir yang halal. Jika tujuan membacanya agar terhindar dari penyakit, maka ia akan
dijauhkan dari penyakit oleh Allah swt. Tidak hanya itu, dengan membacanya,
Isi dari ketiga maulid tersebut kurang lebih sama, yaitu tentang kecintaan kepada
Rasulullah SAW. Yang membedakan hanyalah adanya rowi di Maulid Barzanji dan