Anda di halaman 1dari 5

Molo mandurung ho dipahu,

tampul si mardulang-dulang.
Molo malungun ho diahu,
tatap sirumondang bulan.
Artinya :
Jika tuan mencari paku,
petiklah daun sidulang-dulang.
Jika tuan rindukan daku,
pandanglah sang bulan purnama.








Ad-Dibai, Syair Yang Mengalun Indah
Ya Rabbi shalli ala Muhammad
Ya Rabbi shalli alaihi wa sallim
Ya Rabbi balligh-hul wasilah
Ya Rabbi khush-shah bil fadhilah
Wahai Tuhan, tetapkanlah limpahan rahmat kepada Nabi Muhammad.
Wahai Tuhan, tetapkanlah limpahan rahmat dan kesejahteraan kepadanya.
Wahai Tuhan, sampaikanlah kepadanya sebagai perantara.
Wahai Tuhan, khususkanlah kepadanya dengan keutamaan
Setiap Rabiul Awal tiba, umat Muslim bergembira menyambutnya. Karena dibulan inilah, sang
junjungan, Nabi akhir zaman dilahirkan. Kesukacitaan dan rasa syukur, diwujudkan dengan
melaksanakan ritual keagamaan. Sebuah tradisi agung yang bernama Maulid Nabi Muhammad
SAW ini, dimaksudkan mengenang sang Baginda Rasul berikut keutamaan dan perjuangan
beliau. Bentuk tradisi yang berbeda diantara umat Islam, tak menyurutkan kekhidmatan yang
ada.
Acara Maulid Nabi diisi dengan shalawat dan pembacaan syair-syair berisi puji-pujian nan
syahdu. Dalam perkembangannya, syair maulid mengalami perkembangan. Pada literatur
kesusteraan Arab, sedikitnya terdapat empat syair Maulid. Masing-masing bercorak prosa lirik,
hasil karya empat penyair berbeda. Dari syair-syair tersebut, yang paling populer adalah syair
Maulid Ad Dibai.
Di Kalimantan Selatan, konon Ad Dibai pertama kali diperkenalkan oleh kalangan ulama
Barabai, Hulu Sungai Tengah. Sedang di Kandangan, Hulu Sungai Selatan, masyarakatnya
cenderung membawakan syair Al Barzanji. Lain lagi dengan Martapura, didaerah ini lebih
kental dengan pembacaan syair Al Habsy. Namun seiring zaman dan keheterogenan masyarakat,
kini pengkhususan itu tak lagi kentara.
Dari segi usia, Ad Dibai merupakan syair tertua. Umurnya mencapai 500 tahun lebih. Syair
yang diperkenalkan pertama kali di Indonesia oleh Al Habib Ali Bin Sholeh Al Athos ini,
merupakan sebuah karya besar dalam perkemabangan sejarah Islam.
Diciptakan oleh Al-Imam Abdurrahman bin Muhammad bin Umar bin Yusuf bin Ahmad bin
Umar Ad-Dibai Asy-Syaibani Al Yamani Az-Zubaidi Asy Syafii, atau lebih dikenal dengan
sebutan Ibn Diba (866-944 H). Beliau merupakan Ulama Hadist yang berderajat Al Hafiz, yaitu
hafal 100.000 hadist, lengkap dengan sanad dan matan serta seorang ahli sejarah.
Seperti syair Maulid lainnya, Ad Dibai merangkum kisah seputar Nabi Muhammad SAW. Kitab
ini terdiri dari kisah penciptaan Nabi, kehamilan sang ibunda, keajaiban dan karomah menjelang
kelahiran beliau, sosok dan kepribadian, perjuangan serta dakwah beliau. Meskipun kitab-kitab
Maulid cenderung sama, tapi pada beberapa bagian dalam Ad Dibai termaktub beberapa hal
yang tidak ada pada syair Maulid lainnya. Seperti keutamaan Rasulullah dan umatnya.


Karena syair-syair Ad dibai sejatinya adalah karya sastra, maka isinya terangkai dalam untaian-
untaian kalimat yang indah dan syahdu. Irama yang dilantunkan, memiliki keunikan dalam gaya
dan irama yang khas serta kaya akan simbol dan metafora. Meski terkadang, isinya seringkali
disalahartikan oleh kalangan penentang Maulid sebagai sebuah kemusyrikan. Namun simbol dan
metafora yang ditonjolkan justru mampu muncul sebagai kekuatan dan ungkapan kerinduan serta
kecintaan umat Rasulullah terhadap Nabi akhir zaman ini. Yang dalam kajian sastra Arab disebut
Al-Madaih al-Nabawiyah (puisi-puisi sanjungan kenabian).
Sang penyair, Ibn Dibai, dilahirkan pada empat hari bulan Muharram tahun 866H dan wafat hari
Jumat, 12 Rajab tahun 944H, diwilayah Yaman Utara, dekat Zabid, tak jauh dari makam Imam
Al Bushiri, pengarang Qasidah Burdah. Didekat situ pula terdapat Ahluttariqah Anbariyyah,
tempat menyimpan sehelai rambut Rasulullah SAW. Beliau merupakan murid dari Imam Al
Hafiz Assakhawi, Imam Ibnu Ziyad, Imam Jamaluddin Muhammad bin Ismail, Mufti Zabid, dan
Imam Alhafiz Tahir bin Husain Al Ahdal.
Cobalah renungi syair Ad Dibai ini. Sungguh, sebuah karya satra yang hebat tiada tara. Ini
bukan kitab asal jadi atau karya seniman murahan semisal puisi kacangan. Ini bukan pula
susunan kata pelipur lara yang hanya berisi untaian kata-kata gombal. Ianya, ini sebuah maha
karya seorang ulama besar. Syairnya penuh untaian dan seni kata yang luar biasa indah lagi
menawan. Kitab yang berumur lebih 500 tahun ini, diakui dan populer karena keindahan dan
keberkatannya.
Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib, Paman Nabi pernah berkata, sesungguhnya ada seorang
Quraisy yang saat itu masih berwujud Nur di hadapan Allah SWT, 2000 tahun sebelum
penciptaan Nabi Adam as. Nur itu selalu bertasbih kepada Allah. Dan bersamaan dengan
tasbihnya, bertasbih pula para malaikat yang mengikutinya.
Wahai Nabi, engkau adalah cahaya Allah SWT yang diletakkan pada sulbi Nabi Adam as,
sehingga ketika Nabi Adam as turun ke muka bumi, engkau ikut turun. Kala Nabi Adam as
mempunyai anak, anaknya mempunyai keturunan. Sehingga, engkau sesungguhnya bersama
Nabi Nuh as ketika banjir besar melanda kaumnya. Engkau telah ada dalam tulang sulbi Nabi
Ibrahim Al-Khalil, ketika ia dilemparkan ke dalam api. Sehingga engkau berada di sulbi para
laki-laki mulia yang menikahi wanita-wanita suci. Sehingga engkau dilahirkan oleh ibumu
dengan cahaya yang terang benderang. Dan sesungguhnya, hingga kini kami masih dalam
naungan cahayamu.
Kalimat-kalimat pujian seperti di atas, terdapat dalam Ad Dibai. Syair itu tersusun indah
berdasarkan riwayat Sayyidina Abdullah bin Abbas ra atas sabda Rasulullah SAW.
Setiap tahapan penciptaan dan kelahiran Rasulullah, dipenuhi keajaiban dan peristiwa-peristiwa
luar biasa. Ketika Nabi masih dalam kandungan, Syaikh Abdurrahman Ad Dibai, melukiskan
kondisi itu dengan sangat indahnya. Melalui bait-bait syairnya yang syahdu, saat itu dilukiskan
dengan penggambaran yang gegap gempita dan agung dengan sajak-sajak yang berakhiran huruf
ra berharakat fathah.


Fahtazzal arsyu tharaban was-tibsyara
Waz-dadal kursiyyu haibatan wa waqara
Wam-tala-atis samawatu anwara
wa dhaj-jatil mala-ikatu tahlilan wa tanjdan was-tighfara

Maka Arsy pun berguncang penuh suka cita dan riang gembira. (Sementara) Kursi Allah
bertambah wibawa dan tenang. Langit dipenuhi berjuta cahaya. Dan bergemuruh suara
malaikat membaca tahlil, tamjid (pengagungan Allah), dan istighfar
Detik-detik kelahiran Nabi dilukiskan sebagai peristiwa luar biasa, sarat kemukjizatan. Syaikh
Abdurrahman Ad Dibai, mengabadikannya dengan rangkaian kalimat indah yang tak terhingga
manisnya. Tengoklah untaian syair cantik berikut:
Wa lam tazal ummuhu tara anwaan min fakhrihi wa fadhlihi,
ila nihayati tamami hamlih
Falammasy-tadda bihath-thalqu bi-idzni rabbil khalqi,
wadhaatil habiba shallallahu alaihi wa sallama sajidan syakiran hamidan ka-annahul badru f
tamamih
Dan sang ibunda tiada henti melihat bermacam tanda kemegahan dan keistimewaan sang
janin, hingga sempurnalah masa kandungannya. Maka ketika sang bunda telah merasa
kesakitan, dengan izin Tuhan, Sang Pencipta makhluk, lahirlah kekasih Allah, Muhammad SAW,
dalam keadaan sujud, bersyukur, dan memuji, dengan wajah yang sempurna, laksana purnama

Sang penyair, Ibn Dibai pada zamannya dikenal sebagai seorang ulama hadist besar yang
mencapai derajat hafiz, yang mampu menghafal 100 ribu hadist. Ia juga seorang marrikh (ahli
sejarah). Selain Maulid Ad-Dibai, ia juga mengarang beberapa kitab lainnya. Di antaranya, kitab
Taisirul Wusul ila Jaami`il Usul min Haditsir Rasul, kitab Tamyeezu at-Thoyyib min al-Khabith
Mimma Yaduru ala Alsinatin Naasi Minal Hadits, kitab Qurratul Uyun fi Akhbaril Yaman al-
Maimun, kitab Bughyatul Mustafid fi Akhbar Madinat Zabid, dan kitab Fadhail Ahl al-Yaman.
Ibn Dibai mengajar kitab Shohih Imam al-Bukhari lebih dari seratus kali khatam. Di zamannya,
setiap hari ia mengajar hadist dari masjid ke masjid.
Kini, setelah jauh berjarak dari zamannya, syair syahdu nan indah ciptaan Ibn Dibai senantiasa
menghiasi bumi dan relung hati umat Muslim di dunia.
Tamat





SANG UTUSAN
Kuntowijoyo

Dikabarkan
pada tanggal satu bulan Muharam
akan tiba Sang Utusan
dalam perjalanan kembali
menjenguk warganya

Mereka keluar dari rumah-rumah
berdiri di taman
menantikan
Bunga-bunga mawar di tangan
nyanyi kudus
dan detak-detak
harapan

Tidak.
la tidak mengikuti angin utara
ia lewat menurut ilhamnya.
Pulang, ia akan mengetuk pintumu.

Mereka saling memandang
barangkali itu benar
lalu kembali ke rumah
menaburkan mawar di ambang
menyimpan nyanyian

Malam tidak tidur
untuk di pagi hari
mereka temukan
jejak Sang Utusan
di halaman.

sajak sajak 1974 ISYARAT

Anda mungkin juga menyukai