Oleh :
Nama : Sri
Rahayu
NIM : 210101120683
KEGURUAN
ISLAM BANJARMASIN
2022
1. Deskripsi Kitab Arba’in Al-nawawi
a. Sejarah asal-usul Kitab
Nama lengkapnya adalah Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin Syaraf bin
Marri alKhazami. Dia dikenal dengan sebutan an-Nawawi, karena namanya
dinisbahkan kepada tempat kelahiran dan tempat wafatnya di Nawa, sebuah
Negeri di Hawran dalam kawasan Syam (Syria). Dia lahir pada bulan Muharram
631 H (1233 M), di Desa Nawa.4 Imam An-Nawawi dididik oleh ayahnya yang
bernama Syaraf Ibnu Muri, dia terkenal dengan keshalehan dan ketakwaannya.
Diriwayatkan bahwa an-Nawawi yang terkenal pintar itu, di masa kecilnya selalu
menyendiri dari teman-temannya yang suka menghabiskan waktu untuk bermain.
Dalam kondisi yang demikian an-Nawawi yang dari kecilnya mendapat perhatian
besar dari orang tuanya, banyak menggunakan waktunya untuk membaca dan
mempelajari Alquran .
Setiap hari dia menelaah 12 (dua belas) pelajaran, yaitu dua pelajaran
dalam al Wasit, satu pelajaran dalam Muhazzab, satu pelajaran dalam Jam’u
Baina Sa’I’ain, satu pelajaran dalam Sahih Muslim, satu pelajaran dalam Luma’
oleh Ibnu Jinny, satu pelajaran dalam Isl±h al-anmiq, satu pelajaran dalam Tasrif,
satu pelajaran dalam Ushul Fiqh, satu pelajaran dalam Asma’ Rijal, dan satu
pelajaran dalam Ushuluddin.
Imam an-Nawawi adalah seorang sayyid dan dapat menjaga dirinya dari
hawa nafsu, meninggalkan sesuatu yang bersifat keduniawian dan menjadikan
agamanya sebagai suatu yang dapat membawa kemakmuran, dia juga seorang
yang zuhud8 dan qana’ah,9pengikut ulama’ salaf dari Ahlu as-Sunnah wal
Jama’ah, dan sabar dalam mengajarkan kebaikan, tidak menghabiskan waktunya
selain hanya dalam ketaatan, dan dia juga seorang seniman dalam berbagai bidang
keilmuan, seperti ilmu fiqih, hadis, bahasa, tasawuf, dan sebagainya.
Dia terus melakukan usaha-usaha yang sempurna untuk menghasilkan dan
mengembangkan ilmu, mengerjakan amal-amal yang sulit, menyucikan jiwa dari
kotoran hawa, akhlak tercela dan keinginan-keinginan yang tercela, menguasai
hadis beserta yang berkaitan dengannya, hafal mazhab dan mempunyai wawasan
luas dalam islamologi.
Sejarah Kitab Arba’in Kitab arba‟in pertama kali muncul pada masa kodiikasi
hadits atau tadwin hadits, yaitu setelah ibn Syihab Az Zuhri (W. 124 H) sampai
permulaan abad ke 3 H. ulama yang pertaman kali menulis kitab Arba‟in adalah
Abdullah Ibn Al Mubarak Al Marwazi,6 yang hidup antara tahun 118-181 H. Ibn
1
Saleh Adri, “MANHAJ IMAM AN-NAWAWI DALAM KITAB AL-ARBA‘IN AN-NAWAWIYYAH: Kajian Filosofi Di
Balik Penulisan Kitab Hadis al-Arba‘in an-Nawawiyyah,” AT-TAHDIS: Journal of Hadith Studies 1, no. 2 (June 11,
2017), http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/attahdits/article/view/713.
Al Mubarak adalah tokoh gerakan penulis hadits dari kalangan tabi‟in dan tabi‟ at
tabi‟in di Khurosan setelah Ibn syihab az Zuhri. Penulisan kitab Arba‟in yang
muncul pada akhir abad ke-2 H, yang dipelopori oleh Abdullah Ibn Al Mubarak
Al Marwazi ternyata diikuti oleh para ulama pada periode seleksi penyaringan
hadits sekitar tahun 201-300 H dan masa pemngembangan serta penyempurnaan
system penulisan kitab hadits pada abad-abad sesudahnya.
Pada abad ke-3 H penulis kitab arba‟in antara lain Ahmad Ibn Harb An
Naisaburi (W. 234 H), At Tirmidzi (W. 279 H) salah seorang penulis kutub al
Sittah dan Muhammad Ibn Aslam At Thusi (W. 242 H).7 Pada abad ke-4 H
muncul kitab-kitab Arba‟in yang memasukkan hadits tentang hukum atau fiqh
oleh Hasan Ibn Sufyan An Nasawi (W. 303 H). nampaknya hal ini sejalan dengan
maraknya penulisan kitab-kitab sunan pada masa itu. Seperti sunan Abi Dawud
(W. 275 H), sunan Ibnu Majah (W. 275 H), sunan An Nasai (W. 3030 H) dan lain
sebagainya. Pada abad ini juga muncul kitab-kitab arba‟in yang bertemakan ilmu
dan Keutamaannya, seperti yang ditulis oleh Abu Bakar Muhammad Ibn Husayn
Al Jurri (W. 306 H), yang lalu diikuti oleh Muhammad Ibn Ibrahim Al Asbihani
(W. 381 H) dan Muhammad Ibn Abdillah Al Jawzaqi (W. 385 H) yang
menghimpun hadits berdasar syarat Bukhori dan Muslim.
Pada abad ke-5 H muncul kitab-kitab Arba‟in berkenaan dengan tashawuf
(shufi) dan keutamaan seseorang tokoh. Kitab Arba‟in berkenaan dengan
tashawuf ditulis oleh para shufi abad ini seperti Ahmad Ibnu Zayd Ibn Abdillah Al
Hasyimi (W. 400 H), yang lalu diikuti oleh Ahmad Ibn Muhammad Al Malini (W.
412 H) dengan judul kitab Al Arba‟in Haditsan min Ahadits Al Syuyukh Al
Zuhad wa Hibarim, Muhammad Ibn Husain As Sulami (W. 422 H) dengan judul
kitab Al Arba‟in li As Shufiyah, Ahmad Ibn Abdillah Al Asfahani (W. 430 H)
dengan judul kitab Al Arba‟in ala Al Madzhab Al Muhaqiqin min As Shufiyah, 8
dan masih banyak lagi karangan lainya.
Pada abad ke-6, muncul kitab-kitab arba‟in yang mendasarkan bab-babnya
pada sanad hadits, yaitu kitab arba‟in riwayat 40 syaikh, al arba‟in al buldaniyah9
, dan arba‟in dengan isnad ali (isnad superior). Kitab arba‟in riwayat 40 syaikh
disusun oleh Muhammad ibn Ahmad al Furawi (w. 530 H), Muhammad Ibn
Yahya al Naysaburi (w. 548 H), Abd Al Khaliq Ibn Abu al Qosim al Sahami (w.
549 H), dan Muhammad Ibn Ali al Tha‟I (w. 555 H). Penulisan kitab arba‟in
berdasarkan matan hdits pada abad ini masih dilakukan, bahkan untuk tema-tema
yang belum ada sebelumnya, seperti tentang tema jihad dan usuluddin. Kitab
arba‟in bertemakan jihad ditulis oleh Ibn Asakir dengan judul al arba‟in fi ijtihad
li iqomat fardh al jihad dan arba‟in fi al hatsts ala jihad. 10Kitab arba‟in yang
bertemakan ushuluddin ditulis oleh Imam Al Ghazali (w. 555/1111) yang
kemudian diikuti oleh Fakhr al din al Razi (w. 606/1209).
Pada abad ini muncul pula kitab arba‟in al Qudsiyah yang menghimpun
hadits-hadits qudsi yang disusun oleh Muhyi al Din Ibn Arabi (w. 633 H).12
tema-tema hadits arba‟in yang lain juga masih banyak disusun pada abad ini,
seperti yang berkenaan dengan ushuluddin yang ditulis oleh Fakhr al Din al Razi,
dan berkenaan dengan keutamaan tokoh tertentu seperti kitab arba‟in karya Abd
al Rahman Ibn Asakir (w. 620) tentang istri-istri Nabi. Tokoh penulis arba‟in
yang paling popular pada abad ini adalah Yahya Ibn Syaraf al Nawawi (w. 676 H)
yang menulis kitab al Arba‟in fi Mabani al Islam wa Qowaid al Ahkam yang lebih
dikenal dengan al arba‟in al nawawiyah. Kitab ini seperti namanya menghimpun
40 hadits tentang pondasi-pondasi Islam dan kaedah-kaedah hokum Islam.
Maraknya kitab syarah pada abad ke-8, 9, dan 10 H ini bukan berarti tidak ada
kitab arba‟in lain yang disusun oleh para ulama. Ada beberapa ulama yang
menyusun kitab arba‟in lain, seperti pada abad 8 H antara lain Yusuf Ibn
Muhammad al Abidi al Hanbali (w. 776 H) yang menyusun al arba‟in ash
shahihah, dan Muhib ad Din ahmad Ibn abdillah ath Thabari (w. 794 H) yang
menyusun al arba‟in fi al hajj. 13 Penulis kitab arba‟in pada abad ke-9 H, antara
lain Abu al Fadhil Abd al Rahim Ibn Husayn al Iraqi (w. 802 H) yang menyusun
al arba‟in al Isyariyat14, Ibn Hajar al Asqolani (w. 852 H) yang menyusun al imta
bi al arba‟in al Mutabayinah as Simai. 15 Sedangkan penulis kitab arba‟in pada
abad le-10 H, adalah Jalal ad Din as Suyuthi (w. 911 H) menulis lubab al Hadits,
al arba‟in Hadtisan fi Qowaid alAhkam al syariah, al Arba‟in fi fadhl al jihad, al
arba‟in fi Raf al Yadayn fi ad Du‟a, al arba‟in min riwayat Malik, dan al arba‟in
al Mutabayinah, Ibn Hajar al Haitami (w. 973 H) yang menyusun kitab al arba‟in
al adliyah dan dihadiahkan kepada Sultan Sulaiman Khan, dan Jamal ad Adin
Ibrahim Ibn Ali al Qosqasyandi (w. 960 H) yang menyusun kitab al arba‟in
Isyariyat al Isnad.2
2
“BAB II KITAB ARBA’IN NAWAWI, SYARAHNYA DAN PENGKAJIAN DI PONDOK PESANTREN - Penelusuran
Google,” accessed June 15, 2022,
Al Arba’in An Nawawiyah merupakan sebuah kitab yang banyak dijadikan
pembahasan dalam kajian-kajian ilmiah, diktat pelajaran utama untuk dipelajari,
dipahami dan diamalkan pada kebanyakan madrasah dan sekolah Islam. Kitab ini
berisi kumpulan hadits yang sangat terkenal dan mendasar bagi pembentukan
pemahaman seseorang akan hakekat ajaran Islam. Dalam menyebutkan hadits di
dalam kitabnya, An Nawawi tidak menyebutkan satu hadits pun dari orang yang
nota bene ditolak periwayatannya oleh ulama-ulama hadits dan tidak
mempercayai periwayatannya, sehingga kitabnya berisi hadits shahih dan ada
beberapa hadits dha’if.
Tidak ada unsur kesengajaan An Nawawi untuk memasukan hadits dha’if
dalam penyusunan kitabnya, beliau berlandas kesepakatan ulama yang
memberikan hukum boleh mengamalkan hadist dha’if dalam masalah-masalah
yang menyangkut keutamaan amal. Banyak ulama yang telah menghimpun kitab
empat puluh hadits tentang dasar-dasar agama. Sebagian mereka ada yang
menghimpun hadits-hadits tentang furu’ (cabangcabang agama), jihad, zuhud,
adab, dan tentang pidato-pidato. Semuanya mempunyai tujuan yang positif. An
Nawawi melihat ada kitab berisi kumpulan empat puluh hadits yang memuat
semua masalah tersebut. Kandungan pada setiap hadits dalam kitabnya merupakan
kaidah penting diantara kaidah-kaidah agama yang oleh ulama disebut sebagai
pusaran Islam atau separuh Islam atau sepertiga Islam, dan sebagainya.
Matan hadits Al Arba’in adalah hadits-hadits Nabi yang ucapannya sangat
ringkas, tetapi maknanya luas, dimana berisi kaidah-kaidah ketauhidan dan
keimanan serta akhlak yang sangat diperlukan oleh seorang muslim untuk
menggapai jenjang salimul aqidah (akidah yang selamat dan menyelamatkan),
shahihul ibadah (ibadah yang benar), dan matinul khuluq (akhlak terpuji). Dalam
perkembangan selanjutnya, hadits Arba’in ini mendapat apresiasi yang luar biasa
dari ulama-ulama. Sehingga banyak ulama mensyarahkan kitab Al Arba’in An
Nawawiyah diantaranya, Ahmad Hijazy Al Faryany dalam kitab Al Majalisus
Saniyah ‘ala Ar ba’in An Nawawiyah, Al Imam An Nawawi, Ibnu Daqiq Al ‘Idi,
https://www.google.com/search?q=BAB+II+KITAB+ARBA%E2%80%99IN+NAWAWI%2C+SYARAHNYA+DAN+PE
NGKAJIAN+DI+PONDOK+PESANTREN&rlz=1C1CHBF_enID1000ID1000&sourceid=chrome&ie=UTF-8.
Syeikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, dan Syeikh Muhammad bin Shalih
Utsaimin. 3
Kitab Al-Arba‘in An-Nawawiyyah terdiri atas empat puluh dua hadis yang
setiap hadis merupakan kaidah (pondasi) agung di antara kaidahkaidah agama
Islam yang dinyatakan oleh para ulama sebagai poros Islam atau sebagai setengah
bagian dari ajaran Islam, atau sepertiganya, atau sebutan lain yang semisal
dengannya. Hadis Arba‘in merupakan kumpulan hadishadis nabi pilihan yang
memiliki keutamaan dalam pembahasan yang singkat dan padat berkaitan dengan
kehidupan beragama, ibadah, muamalah dan syariah. Kitab AlArba‘in An-
Nawawiyyah diawali dengan mukaddimah dari Imam alNawawi, kemudian tiap-
tiap hadis tidak dibuatkan tema pokok tersendiri artinya dalam Kitab al-Arba‘in
AnNawawiyyah Imam Nawawi pada tiap hadis tidak diberi judul secara spesifik,
tapi hanya disebutkan “hadis pertama”, hadis kedua”, dan seterusnya hinga akhir,
sehingga pembaca tidak mengetahui tema dalam hadis tersebut tanpa
membacanya terlebih dahulu. Namun, dari kandugan hadishadisnya bisa diberikan
judul-judul sebagai berikut: Niat dan ikhlas, Pembahasan seputar Islam, Iman,
Ihsan, dan tanda kiamat, Rukun Iman, Penciptaan manusia dan ketentuan
nasibnya, Kemungkaran dan Bid‘ah, Halal, haram dan syubhat, Agama adalah
Nasihat, Kesucian setiap Muslim, Pembebanan sesuai kemampuan, Do‘a dan
kaitannya dengan Makan yang Halal lagi Thayyib,Wara‘ dan Meninggalkan
Syubhat, Meninggalkan Hal-hal yang tidak berguna, Bagian dari Kesempurnaan
Iman, Kapan Darah Muslim halal ditumpahkan, Kemurahan Hati dan Diam,
Larangan Marah, Berbuat Baik dalam segala Hal, Takwa dan Akhlak yang Baik,
Bantuan Allah dan Penjagaan-Nya, Rasa Malu dan Iman, Iman dan Istiqamah,
Jalan ke Surga dengan melaksankan Syari’at,
Sarana-sarana Kebaikan, Haram berbuat zhalim, Kiat-kiat mendapatkan
pahala yang banyak, di antara Jalanjalan Kebaikan, Kebaikan dan Dosa,
Berpegang pada Sunnah serta Menjahui Penyelisihan dan Bid‘ah, Pintu-pintu
Kebaikan dan Bahaya Lisan, Hak-Hak Allah, Keutamaan Zuhud, Jangan
Menimbulkan Bahaya dan Jangan Balas Membahayakan Orang lain, Bukti dan
Sumpah, Mengubah Kemungkaran, Adab-Adab Kemasyarakatan, Amal
Kebajikan dan Balasannya, Keridhaan Allah dan Kemurahan-Nya, Ibadah sebagai
3
“View of Kajian Kitab Al Arba’in An Nawawiyah,” accessed June 15, 2022,
https://ejournal.staimnglawak.ac.id/index.php/lentera/article/view/239/165.
Sarana untuk Mendekatkan Diri kepada Allah swt, Sesuatu yang tidak
Mengandung Dosa, Dunia sebagai Sarana menuju Akhirat dan Luasnya Ampunan
Allah ‘azza wa jalla.4
رس ْول هلال صلى س _ُع ْنه عن أَ_ ِم ْي ِر ا ْلم ْؤ ن أَ_ ِبي ح عم بن ا خطاب رض_ي
ِمعت : ال هلال ْفص ر_ ْل ِم ِن ْي
من كا هجرتُ_ُه ِإ َّن َما_ عمال بال و ِإ َّن َما لك ’ل ا ْم ِرئ ما: هلال عل _يه وسلم يُق ْول
ِإلَى نَ ت ت. ن َوى ِ’ن َّيا اْأل
ي ْن َأَ ْو ا ْمرأ لدُ ْن َيا كا هجر ،لهال ور س ْو ِل ه ِهج_ر ُتهُ_ ِإ س ْو ِل ه
ٍة ها ِكحها تُ_ه ُيص ْي ُب ومن نَ ت َلى هلال ور
. َف ِه جرت َلى ما هاجر ِإلَ ْيه
ه
5
“BAB II KITAB ARBA’IN NAWAWI, SYARAHNYA DAN PENGKAJIAN DI PONDOK PESANTREN - Penelusuran
Google.”
6
“BAB II KITAB ARBA’IN NAWAWI, SYARAHNYA DAN PENGKAJIAN DI PONDOK PESANTREN - Penelusuran
Google.”
[رواه إماما المحدث_ين أبو عبد هلال محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة
البخاري وابو الحسين مسل_م بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين
]هما أصح الكتب ال مصنفة
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab radhiallahuanhu, dia
berkata, "Saya mendengar Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya . Dan sesungguhnya setiap
orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya3)
karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya
kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena
menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin
dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim
bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari dan Abu Al Husain, Muslim bin
Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaaburi di dalam dua kitab Shahih,
yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang).
Catatan:
Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti
ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’i berkata: Dalam hadits
tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa
perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan,
sedangkan niat merupakan salah satu bagian dari ketiga unsur tersebut.
Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata," Hadits ini
mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada
yang berkata," Hadits ini merupakan sepertiga Islam.
Sebab dituturkannya hadits ini, yaitu: ada seseorang yang hijrah dari
Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang
wanita yang konon bernama: “Ummu Qais” bukan untuk meraih
pahala berhijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan
“Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais).
Kandungan Hadist:
Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal
perbuatan, dan amal ibadah tidak akan menghasilkankan pahala
kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).
Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya
di hati.
Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala
dituntut pada semua amal shaleh dan ibadah.
Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar
niatnya.
Semua perbuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi
niat karena mencari keridhaan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas)
adalah niat.
Hadits di atas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari
iman karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut
pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan dalam
hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.7
7
“HADITS ARBA’IN NAWAWIYAH - RS PKU Muhammadiyah ... - Penelusuran Google,” accessed June 15, 2022,
https://www.google.com/search?q=HADITS+ARBA%27IN+NAWAWIYAH+-
+RS+PKU+Muhammadiyah+...&rlz=1C1CHBF_enID1000ID1000&sourceid=chrome&ie=UTF-8.
DAFTAR PUSTAKA