Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah kitab yang agung dan sempurna, juga merupakan kitab suci yang
menempati posisi sentral dan sumber inspirasi bagi umat Islam khususnya dan dunia pada
umumnya. Tak terhitung kitab atau buku yang ditulis di dunia ini disebabkan informasi,
hukum dan berbagai perilaku yang harus dilakukan oleh manusia yang diperoleh dari Al-
Quran.

Upaya memahami al-Quran melalui kegiatan tafsir telah menjadi sesuatu yang amat
penting. Hal ini dikarenakan bahwa al-Quran adalah wahyu Allah yang tidak pernah habisnya
untuk dikaji, diperdebatkan atau bahkan didekonstruksi. Dikarenakan kemampuan manusia
atau ulama berbeda-beda dalam menggali dan memahami al-Quran sesuai dengan keahlian
corak pemikiran masing-masing, maka muncullah beragam tafsir.

Tafsir al-Qur’an al-Adzim yang lebih populer dengan Tafsir Ibnu Kasir yaitu salah
satu dari sekian banyak Tafsir, sudah tidak asing lagi bagi para pengkaji dan peminat studi al-
Qur’an dan tafsirnya, dan menempati posisi yang penting.

Selanjutnya untuk memahami Tafsir Ibnu Kasir, sebaiknya kita mengetahui hal-hal
yang terkait dengannya. Hal-hal yang dimaksud antara lainbiografi penulisnya, sistematika
penyusunan kitab,serta corak dan metode penafsirannya. Semua itu akan penulis coba untuk
menguraikannya sesuai dengan harapan dapat menjadi pengantar dalam memahami kitab ini.

B. Rumusan Masalah

1. Siapakah Ibnu Katsir ?


2. Bagaimana Metode dan Corak Penafsiranya?
3. Bagaimana Contoh Penafsiranya ?

C. Tujuan

1. Mengetahui Biografi Ibnu Katsir


2. Mengetahui Metode dan Coraknya
3. Mengetahui Contoh Penafsiranya

1
PEMBAHASAN

A. Biografi Ibnu Katsȋr

1. Riwayat Hidup

Nama kecil Ibnu Katsȋr adalah Ismail , nama lengkapnya adalah „Imad al-Din Abu al-
Fida Ismȃ‟il bin „Amir Ibnu Katsȋr bin Zarra al-Bashra. Lahir di desa Mijdal dalam wilayah
Bashrah, tahun 700 H/1300 M.1 Predikat al-Bushrawy sering dicantumkan dibelakang
namanya karena ia lahir di Bashrah.2 Pernah mendalami mazhab Hanafi, kendatipun
menganut mazhab syafi‟ȋ setelah khatib di Bushrah. Dalam usia kanak-kanak (4 tahun)
setelah ayahnya meninggal, Ibnu Katsȋr diajak kakaknya (Kamal Al-Din „Abdul Wahhȃb)
pindah dari desa kelahirannya ke Damaskus pada tahun 707 H. Belajar pada Ibnu Syahnah,
Al Amidi, Ibnu Asakir dan imam lainya. 3 Dikota inilah dia tinggal sampai akhir hayatnya.
Karena kepindahan ini ia mendapat predikat al-Dimasyiqi.4

Ibnu Katsȋr dari keluarga terhormat, ayahnya ulama fiqih ternama di masanya, Syihab
al-Din Abu Hafsh „Amr Ibn Katsȋr Ibn Dhaw Ibn Zarra‟ al-Qurasyȋ, sedangkan ibunya
berasal dari Mijdal keturunan orang-orang mulia.5

Selama hidupnya Ibnu Katsȋr didampingi seorang istri yang dicintainya bernama
Zainab, putri al-Mizzȋ, yang masih sebagai gurunya. Setelah menjalani dinamika kehidupan
yang panjang, penuh dedikasi pada tubuhnya, agama, Negara, dan dunia keilmuan pada
tanggal 26 Sya‟ban 774 H / Februari 1374 M, hari kamis Ibnu Katsȋr dipanggil ke
rahmatullah.6 Ibnu Katsȋr dimakamkan disebelah kuburan syaikhul islam Ibnu Taimiyah,
dipemakaman ash-Shufiah, Damaskus, sebagaimana yang telah beliau wasiatkan.7

Al-hafidz Ibnu Hajar berkata, “ia kehilangan penglihatan (buta) di akhir usianya.
semoga Allah swt. merahmati dan meridhoinya.”

1
Muhammad Basuni Faudah, Tafsir Al-Qur`an; Perkenalan Dengan Metodologi Tafsir, terj. Mochtar
zaeni, (Bandung: Pustaka, 1987), h. 58
2
Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat dalam Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir,
(Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), C-I, h. 69
3
Muhammad Husein Adz-Zahabi, Ensiklopedia Tafsir, Jilid I, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), Cet I, h.
229
4
Imaduddin Abu al-Fida Ismȃ‟il Ibnu Katsȋr, Tafsir Al-Qur`an al-Adzim, Juz I, (Kairo: Maktabah al-
Shaffah, 2004), h. 1
5
Dewan Redaksi Ensklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Van Hoeve, 1994), h.
157
6
Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir, (Yogyakarta: Teras Depok, 2004), h. 134
7
Dewan Redaksi Ensklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, h. 157

2
2. Aktifitas Keilmuan

Pada usianya yang masih kanak-kanak Ibnu Katsir telah ditinggal oleh ayahnya dan
pindah ke Damaskus bersama kakaknya Kamal al-Din „Abdul Wahhȃb, di sinilah Ibnu Katsȋr
pertama kali meniti tangga keilmuannya dibawah bimbingan para ulama semasanya. 8 Dari
guru-gurunya Ibnu Katsȋr belajar tentang ilmu keislaman, terutama dalam bidang hadis, fiqih,
sejarah dan tafsir.9

Para ahli memberikan beberapa gelar keilmuan kepada Ibnu Katsȋr, sebagai kesaksian
kepiawaiannya dalam beberapa bidang yang beliau geluti, yaitu:

1. Al-hafidz, orang yang mempunyai kapasitas hafal seratus hadits, matan maupun
sanad, walaupun dari berberapa jalan mengetahui hadits shahih serta tau istilah ilmu
ini.
2. Al-muhaddits, orang yang ahli mengenai hadits riwayat dan dhirayah, dapat
membedakan cacat dan sehat, mengambil dari imam-imamnya serta dapat
mensahihkan dalam mempelajari dan mengambil faidahnya.
3. Al-faqih, gelar keilmuan bagi ulama yang ahli dalam hukum islam (fiqih), namun
tidak sampai pada tingkat mujtahid, menginduk pada suatu mazhab yang ada.
4. Al-marrikh, seorang yang ahli dalam bidang sejarah atau sejarawan.
5. Al-muafassir, seseorang yang ahli dalam bidang ilmu tafsir, atau yang menguasai
perangkat-perangkatnya berupa „ulum Al-Qur`an dan memenuhi syarat-syarat
mufassir.10

Selanjutnya untuk jangka waktu yang cukup panjang, ia hidup di Suriah sebagai orang
yang sederhana dan tidak populer. Popularitasnya dimulai ketika ia terlibat dalam penelitian
untuk menetapkan hukum zindik yang didakwa menganut faham hulul (inkarnasi). Penelitian
ini diprakarsai oleh gubernur Suriah al-Tunbuga an-Nasiri di akhir tahun 741 H/ 341 M.11

Sejak itu berbagai jabatan penting didudukinya sesuai dengan bidang keahlian yang
dimilikinya. Dalam bidang ilmu hadis, pada tahun 728 H/1348 M, ia menggantikan gurunya
adz-Dzahabȋ (Muhammad bin Muhammad, 1284-1348 M) sebagai guru di Turba Umm
Shalih (lembaga pendidikan). Lalu pada tahun 756 H/ 1355 M ia diangkat menjadi kepala

8
Muhammad Husain az-Zahabi, Tafsir wal Mufsirun (Beirut :Daar al-Fikr ,1976), h. 42
9
Nur Faizah Maswan, Kajian Diskriptif Tafsir Ibnu Katsir (Yogyakarta: Menara Kudus 2002), h. 42
10
Nur Faizah Maswan, Kajian Diskriptif Tafsir Ibnu Katsir, h. 35-37
11
Dewan Redaksi Ensklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, h. 157

3
Daar al-Hadits al-Syarafiyah (lembaga pendidikan hadis), setelah hakim Taqiyuddin al-Subki
(683-756 H/1284-1355 M) meninggal dunia.12

3. Guru dan Murid

Hal yang sangat menguntungkan Ibnu Katsȋr dalam mengembangkan karir


keilmuannya, adalah kenyataan bahwa dimasa dinasti Mamluk pusat-pusat studi islam seperti
madrasah-madrasah, masjid-masjid mengalami perkembangan pesat. Perhatian para penguasa
pusat di Mesir maupun penguasa didaerah Damaskus sangat besar terhadap studi islam.
Banyak ulama ternama dimasa ini yang akhirnya menjadi tempat Ibnu Katsȋr menimba
ilmu.13

Ibnu Katsir tumbuh sebagai remaja yang sangat mencintai Al-Qur`an beserta
tafsirnya, sehingga pada usia 11 tahun beliau sudah hafal Al-Qur`an atas bimbingan Syakh
ibn Ghilan. Selain itu, beliau juga sangat gemar menghafal hadis disertai sanadnya dengan
mendapat arahan langsung dari al-Mizzȋ, yang tak lain adalah mertuanya. 14 Tidak tanggung-
tanggung, beliau pun sempat mendengar langsung hadis dari ulama-ulama Hijaz serta
memperoleh ijazah dari al-Wani.15

Kegiatan mencari ilmu kemudian dijalaninya dengan lebih serius di bawah bimbingan
para ulama semasanya. Diantaranya adalah Baha Al-Din Al-Qasimȋ bin Asakir (w. 732 H),
Ishaq bin Yahya Al-Amidȋ (w. 728 H), Taqy Al-Din Ahmad Bin Taimiyyah (w. 728 H).
Bahkan Ibnu Katsȋr menjadi murid Ibnu Taimiyah yang terbesar.16

Murid-murid Ibnu Katsȋr sangat banyak, diantaranya adalah: Ibnu Hajar yang
berkomentar tentangnya, “ia adalah orang yang paling hafal matan hadits yang pernah kami
jumpai, yang paling mengerti tentang jarh wa ta‟dil , rijal hadits, kedudukan shahih dan
dha‟if, semua sahabat dan guru-gurunya mengakui hal itu. Setiap kali menghadiri halaqah
yang ia pimpin saya senantiasa mendapatkan hal yang baru darinya meskipun intensitas
peremuan itu sangat ketat”.17

12
Dewan Redaksi Ensklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, h. 158
13
Faizah Ali Syibromalisi, Tafsir bi Al-Ma`tsur, (Jakarta: P.T. Siwi Bakti Dharma, 2010), h.131
14
M. Husain az-Zahabi, Tafsir wa al-Mufassirun jilid I, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2003), h. 173
15
Jalal al-Din as-Suyuti, Thabaqat al-Huffadz, (Bairut: Maktabah al-Tsiqafah al-Diniyyah, t.t), h. 559
16
Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat dalam Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir,
h.70
17
Muhammad Nashiruddin al-Albani, Derajat Hadits-Hadits Dalam Tafsir Ibnu Katsir (Jakarta: Pustaka
Azzam 2007), vol 1, h. 10

4
4. Karya

Berbagai cabang keislaman dipelajarinya secara mendalam oleh Ibnu Katsȋr, berkat
kegigihan belajarnya akhirnya beliau menjadi ahli tafsir ternama, ahli hadis, sejarawan serta
ahli fiqih besar abad ke-8 H.18 Dalam keempat bidang ini dapat dijumpai karya-karya tulisnya
sehingga wajar apabila gelar al-hadits, al-muhaddits, al-faqih, dan al-muarrikh melekat
didepan namanya. Namun, popularitas karya-karyanya dibidang sejarah dan tafsirlah yang
memberi andil terbesar dan mengangkat namanya menjadi tokoh ilmuan yang dikenal di
dunia islam.19

Karya tulis sejarah milik Ibnu Katsȋr adalah kitab al-Bidayah wa al-Nihayah terdiri
atas 14 jilid besar yang memaparkan berbagai peristiwa yang terjadi semenjak awal
penciptaan alam sampai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun 768 H atau enam
tahun sebelum wafatnya.20

Sedangkan karya tafsirnya yang dimaksud adalah tafsir Al-Qur`an al-Adzim atau
sering disebut dengan nama Tafsir Ibnu Katsȋr. 21 menjadi kitab tafsir terbesar dan tershahih
hingga saat ini, disamping kitab tafsir Muhammad ibn Jarir al-Tabhari.22

Dalam bidang hadits Ibnu Katsȋr menulis sebuah kitab yang berjudul al-Takmil yang
berisi daftar ulama-ulama hadits kurun pertama. Dalam kitab al-takmil fi ma‟rifat al-tsiqat wa
al-dhua‟fa wa al-majahil Ibnu Katsȋr menghimpun dua kitab gurunya syaik al-Mizzȋ dan adz-
Dzahabi, yakni kitab “tahdzibul kamal fi asma al-rijal” dan “mizan al-I‟tirad fi naqd al-
rijal”.23 Namun, karyanya yang terpenting dalam bidang ini adalah kitab al-Jami yang
berisikan hadis-hadis yang terdapat dalam musnad Ibnu Hambal, al-Kutub al-Sittah, dan
sumber-sumber lainnya berdasarkan nama sahabat yang meriwayatkannya yang disusun
secara alfabetis. Ia juga menulis al-Mukhatsar sebagai ringkasan kitab mukaddimah lil ulum
al-hadits karya Ibnu ahs-Shalah. Disamping itu, ia juga menulis uraian tentang shahih al-
Bukhari yang penyelesaiannya dilanjutkan oleh Ibnu Hajar al-Atsqalani.24

18
M. Ali Iyazi, Al-Mufassirun: Hayatuhum Wa Manhajuhum, (Libanon: al-Irsyad al-Islami, t.t), h. 305
19
Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat dalam Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir,
h.70
20
Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat dalam Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir,
h.70
21
Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat dalam Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir,
h.70
22
M. Ali Iyazi, Al-Mufassirun: Hayatuhum Wa Manhajuhum, h. 305
23
Muhammad Nashiruddin al-Albani, Derajat Hadits-Hadits Dalam Tafsir Ibnu Katsir , vol 1, h. 11
24
Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat dalam Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir,
h.70

5
Di bidang fiqih, ia merencanakan menulis sebuah kitab yang berlandaskan Al-Qur`an
dan hadis, tetapi hanya terlaksana satu bab, yaitu mengenai ibadah sampai persoalan haji.
Dalam fatwanya mengenai jihad, ia banyak dipengaruhi kitab al-Siyasah asy-Syar‟iyyah
karya Ibnu Taimiyah. Karya-karya lainnya adalah „ala abwab at-tauhid, takhrij al-hadits al-
tanbih, musnad syaikhani, as-sirah an-nabawiyyah dan mukhtasar kitab madkhal karya
Baihaqi.25

5. Pendapat Ulama Mengenai Ibnu Katsȋr

Dalam al-Mu‟jam, Imam al-Dzahabi mengungkapkan tentang Ibnu Katsȋr, “adalah


seorang imam, mufti, pakar hadis. Spesialis fiqih, ahli hadis yang cermat dan mufassir yang
kritis.26

Ibnu Hubaib menyebutkan, Ibnu Katsȋr sebagai pemimpin para ahli tafsir, menyimak,
menghimpun dan menulis buku. Fatwa-fatwa dan ucapan-ucapannya banyak didengar hampir
diseluruh pelosok. Kesohoran sebab kecermatan dan tulisannya. Ia merupakan pakar dari
bidang sejarah, hadis dan tafsir.27

Ibnu hajar mengungkapkan, “seorang yang memilki wawasan yang luas dan humoris. Karya-
karyanya dikonsumsi banyak orang semasa hidup dan sepeninggalannya.28

B. Tafsir Al-Qur`an al-„Adzȋm

Tafsir al-Qur`an al-Adzȋm atau yang lebih dikenal dengan tafsir Ibnu Katsȋr muncul
pada abad 8 H/14 M. kitab ini ditulis oleh Imam al-Hafidz „Imaddudin Abu al-Fida Ismȃ‟il
Ibnu Katsȋr. Tafsir ini merupakan tafsir klasik Al-Qur`an yang menjadi pegangan kaum
muslimim selama berabad-abad. Ibnu Katsȋr telah melakukan sebuah kajian tafsir yang sangat
teliti, dilengkapi dengan hadis-hadis dan riwayat yang masyhur.

Tafsir ini adalah salah satu diantara tafsir bi al-ma`tsur yang shahih, jika kita tidak
mengatakan yang paling shahih. Di dalamnya diterangkan riwayat-riwayat yang diterima dari
Nabi saw., dari sahabat besar dan tabi‟in.29

25
Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat dalam Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir,
h.70-71
26
Mani‟ Halim Mahmud, Metodologi Tafsir terj. Syahdianor dan Faisal Saleh, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2006), h. 64
27
Mani‟ Halim Mahmud, Metodologi Tafsir terj. Syahdianor dan faisal saleh, h. 65
28
Mani‟ Halim Mahmud, Metodologi Tafsir terj. Syahdianor dan faisal saleh, h. 64
29
Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu al-Qur`an, (Semarang: Pustaka Rizki Putra,
2010), C- II, h. 215

6
Tafsir ini telah diringkas oleh ustadz Ahmad Muhammad Syakir, yang boleh kita
katakana tafsir Ibnu Katsȋr yang telah direvisi. Riwayat-riwayat yang dha‟if yang terdapat
didalam tafsir Ibnu Katsir ditinggalkan semuanya, di samping diberikan komentar-komentar
yang sangat memuaskan.30

1. Metodologi Tafsir

Metode penafsiran tafsir Ibnu Katsȋr bila diteliti termasuk dalam kategori tafsir
tahlili.31 Adapun pengertian tahlili adalah menafsirkan ayat-ayat Al-Qur`an menurut tartib
urutan mushaf „utsmani, yang ditinjau dari berbagai macam segi,32 dengan memaparkan
segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan
makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan
mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.33 Penafsiran dengan metode tahlili juga tidak
mengabaikan aspek asbab al-nuzul suatu ayat, munasabah (hubungan) ayat-ayat Al-Qur`an
antara satu sama lain. Dalam pembahasan, biasanya penafsir merujuk riwayat-riwayat
terdahulu baik yang diterima dari Nabi, sahabat, maupun ungkapan-ungkapan arab pra Islam
dan kisah israiliyyat.

Oleh karena pembahasan yang terlalu luas itu maka tidak menutup kemungkinan
penafsirannya diwarnai bias subjektifitas penafsir, baik latar belakang keilmuan maupun
aliran mazhab yang diyakininya. Sehingga menyebabkan adanya kecenderungan khusus yang
teraplikasikan dalam karya mereka.34

2. Corak Tafsir

Corak yang terdapat pada tafsir Ibnu Katsȋr merupakan corak umum. Artinya beliau
memahami dan menafsirkan Al-Qur`an secara umum dan mencakup berbagai aspek
sebagaimana telah disebutkan. Dengan demikian corak pada tafsir ini tidak mengacu pada
corak tertentu seperti, bahasa, fikih, sufi, falsafi dan sebagainya. Serta tidak juga
mengkombinasi corak-corak tersebut sebagimana yang dilakukan oleh beberapa mufassir
lainnya. Corak umum yang di gunakan oleh Ibnu Katsȋr mengindikasikan bahwa beliau tidak
membawa misi khusus dalam penafsiran, melainkan bersifat umum.35
30
Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu al-Qur`an, h. 215
31
A. Malik. Madani, Tafsir Ibnu Katsir, “Bayangan Ibnu Taimiyah Dalam Tradisi Santri, h.31
32
Imam Muchlas, Al-Qur`an Berbicara, (Surabaya: pustaka progressif, 1996) c. I, h. 56
33
A. Malik. Madani, Tafsir Ibnu Katsir, “Bayangan Ibnu Taimiyah Dalam Tradisi Santri, h.31
34
Abd. Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: teras, 2005) c. I, h. 42
35
Nasharuddin Baidan, Rekonstruksi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Prima Yasa, 2000), h.
95

7
3. Sistematika Tafsir

Sistematika yang ditempuh Ibnu Katsȋr dalam tafsirnya yaitu, menafsirkan seluruh
ayat-ayat Al-Qur`an sesuai susunannya dalam mushaf Al-Qur`an, ayat demi ayat dan surat
demi surat, dimulai dengan surat Al-Fȃtihah dan diakhiri dengan surat An-Nȃs. Maka, secara
sistematis, tafsir ini menempuh tartib mushafi.36

Menyebutkan ayat kemudian menafsirkannya dengan ungkapan yang mudah dan


ringkas. Jika satu ayat dapat ditafsiri oleh ayat lain, maka ia menyebutkannya lalu
membandingkan kedua ayat tersebut dan menjelaskan maksudnya. Metode yang dikenal
dengan menafsirkan ayat dengan ayat ini sangat mendapat perhatian darinya. Kitab ini lebih
dikenal sebagai kitab tafsir yang menyebutkan ayat-ayat yang sesuai dalam satu makna.37

Selanjutnya Ibnu Katsȋr menyebutkan beragam hadis marfu yang berkaitan dengan
ayat dan menjelaskan apa yang perlu dijelaskan. Dilanjutkan dengan menyebutkan ucapan
para sahabat, tabi‟in dan kaum salaf setelah mereka.38

Nampak Ibnu Katsȋr mentajrih satu pendapat atas pendapat yang lain, menshahihkan
sebagian dan mendha‟ifkan sebagian yang lain. Hal ini dikarenakan pengetahuannya tentang
beragam disiplin ilmu hadis dan rijal hadits.39

4. Sumber Tafsir

Secara garis besar sumber-sumbernya dapat dibagi menjadi dua yakni:

a. Sumber Riwayah

Sumber ini antara lain meliputi: Al-Qur`an, sunnah, pendapat sahabat, pendapat
tabi‟in. Sumber-sumber tersebut merupakan sumber primer dalam tafsir Ibnu Katsȋr.

36
Adb al-Hayyan al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟iy, terj. Suryana A. Jamarah, h. 1
37
Muhammad Husain az-Zahabi, Tafsir wal Mufsirun, juz I, h. 212
38
Muhammad Husain az-Zahabi, Ensiklopedia Tafsir (Jakarta: Kalam Mulia 2009), juz I, h. 231
39
Muhammad Husain az-Zahabi, Ensiklopedia Tafsir , juz I, h. 231

8
Sebagaimana dapat dikatakan bahwa sumber ini berasal dari sumber kedua (dirayah), karena
walaupun Ibnu Katsȋr hafidz dan muhaddits yang mempunyai periwayatan tentang hadits
taisir, dia cenderung mengutip dari kitab-kitab kodifikasi dari pada menyampaikan hasil
periwayatannya. Namun, karena materi tersebut identik dengan riwayah, maka sumber
tersebut adalah riwayah. Sebagai ulama mutaakirȋn yang sudah jauh rentang masanya dengan
pemilik sumber riwayah adalah suatu sikap yang hati-hati dan menjaga diri apabila dia
merujuk riwayat tafsir dengan kitab kodifikasi, sekalipun menguasai periwayatan.40

b. Sumber Dirayah

Yang dimaksud dengan sumber dirayah adalah pendapat yang telah dikutip oleh Ibnu
Katsȋr dalam penafsirannya. Sumber ini selain dari kitab-kitab kodifikasi dari sumber riwayah
juga kitab-kitab tafsir dan bidang selainnya dari para mutaakhirrȋn sebelum atau seangkatan
dengannya. Terdapat pula pada sumber ini karya ulama mutaqoddimȋn.41

Hal ini merupakan bukti keterbukaan Ibnu Katsȋr terhadap karya-karya dari ulama
mutaakhirȋn yang berorientasi ra‟yi. Maksudnya dia tidak membatasi kutipan karya tafsir
ma`tsur saja, namun juga memasukan pendapat para ulama tafsir yang lahir dari pengaruh
perkembangan dan kemajuan perkembangan ilmu dalam islam.42

Tafsir Ibnu Katsȋr disepkati oleh para ulama termasuk dalam kategori tafsir bi al-
ma`tsur. Kategori atau corak ma`tsur yaitu penafsiran ayat dengan ayat, penafsiran ayat
dengan hadis Nabi yang menjelaskan makna sebagian ayat yang dirasakan sulit atau
penafsiran dengan hasil ijtihad para sahabat, atau penafsiran ayat dengan hasil ijtihad para
tabiin.43 Tentang yang terakhir ini terdapat perbedaan pendapat, sebagian ulama
menggolongkan qaul tabi‟in ini sebagai bagian dari riwayat, sedangkan yang lainnya
mengkatagorikan kepada ra‟yi saja.44

5. Pendapat Ulama Tentang Tafsir Ibnu Katsir

Imam asy-Syaukani mengatakan: "Tafsir Ibnu Katsȋr merupakan kitab tafsir terbaik di
antara kitab-kitab tafsir yang ada."

40
Adb al-Hayyan al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟iy, terj. Suryana A. jamarah (Jakarta: Rajawali
Pers, 1994), h. 13
41
Adb al-Hayyan al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟iy, terj. Suryana A. jamarah, h. 13
42
Adb al-Hayyan al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟iy, terj. Suryana A. jamarah, h. 13
43
Adb al-Hayyan al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟iy, terj. Suryana A. jamarah, h. 13
44
Abd. Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, h. 42-43

9
Asy-Syaikh Muhammad bin Shȃlih Al-„Utsaimin rahimahullah dalam bukunya Al-
„Ilmu menganjurkan penuntut ilmu membaca Tafsir Al-Qur`anil „Adzhȋm atau yang lebih
dikenal dengan Tafsir Ibnu Katsȋr. Wallahu a‟lam.

Tafsir Ibnu Katsȋr merupakan tafsir bil ma`tsur terbaik. Para ulama telah memberikan
kesaksian atas hal itu, diantaranya Suyuthi dalam lampiran kitab “Tazkiyatul hufadzh” dan
Al-Zarqanȋ dalam karyanya Syarah al-Mawahib bertutur “tidak ada karya sebaik tafsir Ibnu
Katsȋr”.45

6. Contoh Penafsiranya

1. Menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an

Ketika Ibnu Katsir manafsirkan tentang isti’azah dan menjelaskan hukum-hukumnya,


demikian ia menghadirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan urusan orang mukmin tentang
perlindungan dari syetan.

Kalam Allah dalam al-Qur’an :

‫يم‬ِ ِ‫ان َنزغٌ فَاستعِ ْذ بِاللَّ ِه ِإنَّه مَس‬


ِ ِ َ ‫وِإ َّما يْنز َغن‬
ٌ ‫يع َعل‬
ٌ ُ َْ ْ َ‫َّك م َن الشَّْيط‬ ََ َ
“Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan Maka berlindunglah kepada Allah.” (Q.S. al-
A’raf: 200 )

ِ ‫ك ِمن مَه ز‬
ِ ‫ات الشَّي‬
ِ ‫اط‬
‫ني‬ َ ََ ْ َ ِ‫ب َأعُوذُ ب‬
ِّ ‫َوقُ ْل َر‬
“Dan Katakanlah: Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syetan.”
(Q.S. al-Mukminun: 97 )

ِ ‫الس ِم‬ ‫ان نَ ْزغٌ فَ ْ ِ ِ ِ ِإ‬


ِ َ‫َّك ِمن الشَّيط‬
‫يم‬ ُ َّ ‫استَع ْذ باللَّه نَّهُ ُه َو‬
ُ ‫يع الْ َعل‬ ْ َ َ ‫َوِإ َّما َيْنَز َغن‬
“Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, Maka mohonlah perlindungan
kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Q.S
Fushilat : 36 )

Inilah tiga ayat yang tidak ada pertentangan di dalam maknanya, yang saling
menjelaskan, ayat yang satu dengan yang lainnya, dan di dalam ayat ini menjelaskan
bahwasanya Allah menyuruh berbuat baik kepada manusia, dan Allah subhanahu wa ta’ala
memerintahkan untuk berlindung dari kejahatan syaitan.

2. Menafsirkan al-Qur’an dengan Sunnah

45
Muhammad Husain az-Zahabi, Ensiklopedia Tafsir , juz I, h. 233

10
Ibnu katsir dalam tafsirnya banyak menafsirkan al-Qur’an dengan hadis, dan hadis-
hadis yang marfu’ dari Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam sangat banyak dalam tafsirnya.
Dalam pengambilan hadis-hadis dari kitab-kitab sunnah, ia menyebutkan semua sanad-sanad
hadis tersebut.

Ibnu katsir dalam menafsirkan satu ayat memasukkan satu hadis, dua hadis dan juga
tiga hadis sekaligus, kadang-kadang menyebutkan lebih banyak dari itu, dan kadang-kadang
juga dalam menafsirkan satu ayat ia memasukkan banyak hadis yang mencapai lebih dari 10
hadis.

Contoh tafsir al-Qur’an dengan sunnah adalah:

‫ {لِلَّ ِه َم ا يِف‬:‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّم‬ ِ ِ


َ ‫ت َعلَى َر ُس ول اللَّه‬ َ َ‫ ق‬،‫َع ْن َأيِب ُهَر ْي َر َة‬
ْ َ‫ لَ َّما َن َزل‬:‫ال‬
َ
ِ ِ ِِ ِ ِ ‫يِف‬ ‫األر ِ ِإ‬ ِ
ُ‫ض َو ْن ُتْب ُدوا َم ا َأْن ُفس ُك ْم َْأو خُتْ ُف وهُ حُيَاس ْب ُك ْم ب ه اللَّهُ َفَي ْغف ُر ل َم ْن يَ َش اء‬ ْ ‫الس َم َاوات َو َم ا يِف‬ َّ
‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه‬ ِ ِ ِ ْ ‫ك َعلَى‬ ِ ِ ٍ
َ ‫َأص َحاب َر ُس ول اللَّه‬ َ ‫ب َم ْن يَ َشاءُ َواللَّهُ َعلَى ُك ِّل َش ْيء قَد ٌير} ا ْشتَ َّد َذل‬ ُ ‫َويُ َع ِّذ‬
‫ ُكلِّ ْفنَ ا‬،‫ول اللَّ ِه‬
َ ‫ يَا َر ُس‬:‫ َوقَالُوا‬،‫ب‬ ِ ‫الر َك‬ُّ ‫ مث َجَث ْوا َعلَى‬،‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ َ ‫ فََأَتوا رس‬،‫وسلَّم‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ ْ َ ََ
.‫ك َه ِذ ِه اآْل يَةُ َواَل نُ ِطي ُق َه ا‬َ ‫ َوقَ ْد ُأنْ ِز َل َعلَْي‬،ُ‫الص َدقَة‬
َّ ‫اد َو‬ ِ ْ ‫ِم َن‬
ِّ ‫ الصَّاَل ةُ َو‬:‫اَأْلع َم ِال َم ا نُطيق‬
ُ ‫الص يَ ُام َواجْل َه‬
:‫ص لَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم "َأتُِري ُدو َن َأ ْن َت ُقولُ وا َك َم ا قَ َال َْأه ُل الْ ِكتَ َابنْي ِ ِم ْن َقْبلِ ُك ْم‬ ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ ‫َف َق‬
."ُ‫صري‬ ِ ‫ك الْم‬ ‫ِإ‬
َ َ ‫ك َربَّنَا َو لَْي‬ َ َ‫ غُ ْفَران‬،‫ مَسِ ْعنَا َوَأطَ ْعنَا‬:‫صْينَا؟ بَ ْل قُولُوا‬ ِ
َ ‫مَس ْعنَا َو َع‬
3. Menafsirkan al-Qur’an dengan Perkataan Sahabat dan Tabi’in

Setelah menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an dan dengan sunnah, Ibnu Katsir
menafsirkan al-Qur’an dengan pendapat sahabat dan tabi’in. Dalam mengambil pendapat
sahabat dan tabi’in, Ibnu Katsir banyak mengutip dari kitab-kitab tafsir yang ma’tsur
lainnya, seperti kitab tafsir al-Thabariy, Ibn Abi Hatim, Ibn Munzir dan Ibn Mardawaih.

Tafsir Ibnu Katsir memasukkan perkataan sahabat di dalam kitab tafsirnya seperti: perkataan
al-Khulafa’ al-Rasyidin, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Abu Ibn Ka’ab, Abdullah Ibn Umar,
Abdullah Ibn ‘Amr, Abu Hurairah, Abu Darda’, Mu’az ibn Jabal dan lain-lain (Rhodiyallohu
‘anhum).

Untuk perkataan ulama tafsir dari tabi’in, seperti: Mujahid, Atha’ Ibn Abiy Rabah, ‘Akramah,
Thawas al-Yamaniy, Abu Aliyah, Zaid ibn Aslam. Anaknya Abdurrahman, Sa’id ibn
Musayyab, Muhammad ibn Ka’ab al-Qarzhiy, Sa’id ibn Jubair, Hasan al-Bashriy, Masruq ibn
al-Ajda’, Abu Wa’il, Muqatil ibn Hayyan, Muqatil ibn Sulaiman al-Balakhiy, Rabi’ ibn Anas,
dan lain-lain.

Contoh tafsir al-Qur’an dengan perkataan sahabat dan tabi’in:

11
‫)يِف ُقلُوهِبِم مرض َفزادهم اللَّه مرضا وهَل م ع َذاب َألِيم مِب ا َكانُوا يك ِ‬
‫ْذبُو َن(‬ ‫َ‬ ‫ْ ََ ٌ َ َ ُ ُ ُ ََ ً َ ُْ َ ٌ ٌ َ‬
‫اس‪ ،‬وعن م َّر َة اهْل م َدايِن ع ِن اب ِن مس ع ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ٍ‬
‫ود‪،‬‬ ‫ص ال ٍح‪َ ،‬ع ِن ابْ ِن َعبَّ ٍ َ َ ْ ُ َ ْ ِّ َ ْ َ ْ ُ‬ ‫ِّي‪َ ،‬ع ْن َأيِب َمال ك َو َع ْن َأيِب َ‬ ‫الس د ُّ‬‫ال ُّ‬ ‫قَ َ‬
‫هِبِ‬ ‫ِِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫اس ِمن ْ ِ‬
‫ك‪،‬‬
‫ال‪َ :‬ش ٌّ‬
‫ض} قَ َ‬‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم يِف َه ذه اآْل يَة‪{ :‬يِف ُقلُو ْم َم َر ٌ‬
‫َأص َحاب النَّيِب ِّ َ‬ ‫َو َع ْن ُأنَ ٍ ْ‬
‫ال‪َ :‬ش ًّ‬
‫كا ‪.‬‬ ‫{ َفَز َاد ُه ُم اللَّهُ َمَر ً‬
‫ضا} قَ َ‬

‫‪4. Menyimpulkan Hukum-Hukum dan Dalil-Dalil dari Ayat al-Qur’an‬‬

‫‪Dari metode tafsir yang digunakannya Imam Ibnu Katsir meletakkan tafsir al-atsari‬‬
‫‪an-nadzari untuk langkah-langkah selanjutnya ke langkah-langkah akhir yaitu menyimpulkan‬‬
‫‪hukum-hukum dan dalil-dalil dari ayat al-Qur’an.‬‬

‫‪Ibnu Katsir dalam menyimpulkan hukum-hukum tentang ayat di dalam kitab‬‬


‫‪tafsirnya, dia menjelaskan dengan argumen-argumen yang jelas, dan menguraikan serta‬‬
‫‪mengeluarkan hukum fiqih ketika menafsirkan ayat hukum.‬‬

‫‪Contoh tafsir dalam menyimpulkan hukum-hukum dan dalil-dalil dari ayat al-Qur’an:‬‬

‫وه َّن فَ َم ا لَ ُك ْم َعلَْي ِه َّن ِم ْن‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫َّ ِ‬


‫ين َآمنُ وا ِإ َذا نَ َك ْحتُ ُم الْ ُمْؤ منَ ات مُثَّ طَلَّ ْقتُ ُم ُ‬
‫وه َّن م ْن َقْب ِل َأ ْن مَتَ ُّس ُ‬ ‫)يَا َأيُّ َه ا الذ َ‬
‫احا مَجِ يال ‪(.‬‬ ‫ِ ٍ‬
‫وه َّن َسَر ً‬ ‫وه َّن َو َسِّر ُح ُ‬ ‫عدَّة َت ْعتَدُّو َن َها فَ َمتِّعُ ُ‬
‫َأح َك ٌام َكثِ َريةٌ‪ِ .‬مْنهَ‪:‬‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫َهذه اآْل يَةُ الْ َك ِرميَةُ ف َيها ْ‬
‫ك ِمْن َها‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫‪ِ .1‬إطْاَل ُق النِّ َك ِ‬
‫َأصَر ُح يِف َذل َ‬ ‫س يِف الْ ُق ْرآن آيَةٌ ْ‬ ‫اح َعلَى الْ َع ْقد َو ْح َدهُ‪َ ،‬ولَْي َ‬
‫ول هبا‪.‬‬ ‫‪ .2‬وفِيها َداَل لَةٌ ِإِل باح ِة طَاَل ِق الْمر َِأة َقبل الدُّخ ِ‬
‫َْ ْ َ ُ‬ ‫ََ‬ ‫َ َ‬
‫ب؛ ِإ ْذ اَل َف ْر َق يِف احْلُ ْك ِم َبنْي َ الْ ُمْؤ ِمنَ ِة َوالْ ِكتَابِيَّ ِة يِف‬ ‫ات} َخ رج خَمْ رج الْغَ الِ ِ‬ ‫‪ .3‬و َقولُ ه‪{ :‬الْمْؤ ِمنَ ِ‬
‫ََ ََ‬ ‫َ ْ ُ ُ‬
‫اق‪.‬‬‫ك بِااِل ِّت َف ِ‬ ‫ِ‬
‫َذل َ‬
‫ي‪َ ،‬و َعلِ ُّي بْ ُن احْلُ َس نْي ِ ‪َ ،‬زيْ ُن‬ ‫ص ِر ُّ‬ ‫املس يَّب‪َ ،‬واحْلَ َس ُن الْبَ ْ‬ ‫يد بْ ُن َ‬ ‫اس‪َ ،‬و َس عِ ُ‬ ‫اس تَ َد َّل ابْ ُن َعبَّ ٍ‬ ‫ِ‬
‫‪َ .4‬وقَ د ْ‬
‫اح؛ َّ‬
‫َأِلن‬ ‫َأن الطَّاَل َق اَل ي َق ع ِإاَّل ِإذَا َت َقد ِ‬
‫َّم هُ ن َك ٌ‬ ‫َ‬ ‫َ ُ‬ ‫ف هِبَ ِذ ِه اآْل يَ ِة َعلَى َّ‬ ‫اع ةٌ ِم َن َّ‬
‫الس لَ ِ‬ ‫ين‪َ ،‬ومَجَ َ‬
‫ِِ‬
‫الْ َعاب د َ‬
‫اح بِ الطَّاَل ِق‪ ،‬فَ َد َّل‬ ‫ِ ِ‬
‫َّب النِّ َك َ‬ ‫وه َّن} ‪َ ،‬ف َعق َ‬ ‫ال‪ِ{ :‬إذَا نَ َك ْحتُ ُم الْ ُمْؤ منَ ات مُثَّ طَلَّ ْقتُ ُم ُ‬ ‫اللَّهَ َت َع اىَل قَ َ‬

‫‪12‬‬
‫ب الشَّافِعِ ِّي‪َ ،‬وَأمْح َ َد بْ ِن َحْنبَ ٍل‪َ ،‬وطَاِئَف ٍة َكثِ َري ٍة ِم َن‬ ‫ِ‬
‫َعلَى َأنَّهُ اَل يَص ُّح َواَل َي َق ُع َقْبلَهُ‪َ .‬و َه َذا َم ْذ َه ُ‬
‫ف‪َ ،‬رمِح َ ُه ُم اللَّهُ َت َعاىَل ‪.‬‬
‫ف واخْلَلَ ِ‬ ‫َّ ِ‬
‫السلَ َ‬
‫َّة َت ْعتَدُّو َن َها} ‪َ :‬ه َذا َْأمٌر جُمْ َم ٌع َعلَْي ِه َبنْي َ الْعُلَ َم ِاء‪َّ :‬‬
‫َأن الْ َم ْرَأَة‬ ‫‪ .5‬و َقولُه ‪{ :‬فَما لَ ُكم علَي ِه َّن ِمن ِعد ٍ‬
‫ْ‬ ‫َ ْ َْ‬ ‫َ ُْ‬
‫ِإ َذا طُلِّ َقت َقبل الد ِ هِب ِ‬
‫ت‪.‬‬ ‫ب َفتََتَز َّو ُج يِف َف ْو ِر َها َم ْن َشاءَ ْ‬ ‫ُّخول َا اَل ع َّد َة َعلَْي َها َفتَ ْذ َه ُ‬ ‫ْ َْ ُ‬
‫ِ‬ ‫‪ .6‬و َقولُ ه‪{ :‬فَمتِّع وه َّن وس ِّرحوه َّن س راحا مَجِ يال} ‪ :‬الْمْتع ةُ هاهنَ ا ِ‬
‫ف‬ ‫ص َ‬ ‫َأع ُّم م ْن َأ ْن تَ ُك و َن ن ْ‬ ‫َُ َُ َ‬ ‫َ ْ ُ َ ُ ُ َ َ ُ ُ ََ ً‬
‫الص َد ِاق الْ ُم َس َّمى‪َ ،‬أ ِو الْ ُمْت َعةُ اخْلَ َّ‬
‫اصةُ ِإ ْن مَلْ يَ ُك ْن قَ ْد مَسَّى هَلَا‪.‬‬
‫‪46‬‬
‫َّ‬

‫‪PENUTUP‬‬

‫‪Kesimpulan‬‬

‫‪46‬‬
‫‪Solah Abdul Fatah Al-Khalidi, Ta’rifu Addarisin Bimanahijil Mufasirin, (Damaskus : Dar Alqolam,‬‬
‫‪2012), Cet. V, h. 399-410‬‬

‫‪13‬‬
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Fatah Al-Khalidi, Solah. Ta’rifu Addarisin Bimanahijil Mufasirin, (Damaskus : Dar
Alqolam, 2012).
Abu al-Fida Ismȃ‟il Ibnu Katsȋr, Imaduddin. Tafsir Al-Qur`an al-Adzim, Juz I, (Kairo:
Maktabah al-Shaffah, 2004).

14
Al-Hayyan al-Farmawi, Adb. Metode Tafsir Maudhu‟iy, terj. Suryana A. jamarah (Jakarta:
Rajawali Pers, 1994).
Ali Iyazi, M. Al-Mufassirun: Hayatuhum Wa Manhajuhum, (Libanon: al-Irsyad al-Islami,
t.t).
Ali Syibromalisi, Faizah. Tafsir bi Al-Ma`tsur, (Jakarta: P.T. Siwi Bakti Dharma, 2010).
Anwar, Rosihon. Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat dalam Tafsir Ath-Thabari dan Tafsir Ibnu
Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999).
As-Suyuti, Jalal al-Din. Thabaqat al-Huffadz, (Bairut: Maktabah al-Tsiqafah al-Diniyyah, t.t).
Baidan, Nasharuddin. Rekonstruksi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Prima Yasa,
2000).
Basuni Faudah, Muhammad. Tafsir Al-Qur`an; Perkenalan Dengan Metodologi Tafsir, terj.
Mochtar zaeni, (Bandung: Pustaka, 1987).
Dewan Redaksi Ensklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Van Hoeve,
1994).
Halim Mahmud, Mani‟. Metodologi Tafsir terj. Syahdianor dan Faisal Saleh, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2006).
Husain az-Zahabi, M. Tafsir wa al-Mufassirun jilid I, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2003).
Husain az-Zahabi, Muhammad. Ensiklopedia Tafsir (Jakarta: Kalam Mulia 2009).
Husain az-Zahabi, Muhammad. Tafsir wal Mufsirun (Beirut :Daar al-Fikr ,1976).
Husein Adz-Zahabi, Muhammad. Ensiklopedia Tafsir, Jilid I, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010).
Ilyas, Hamim. Studi Kitab Tafsir, (Yogyakarta: Teras Depok, 2004).
Maswan, Nur Faizah. Kajian Diskriptif Tafsir Ibnu Katsir (Yogyakarta: Menara Kudus 2002).
Muchlas, Imam. Al-Qur`an Berbicara, (Surabaya: pustaka progressif, 1996).
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tengku. Ilmu-Ilmu al-Qur`an, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2010).
Muin Salim, Abd. Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: teras, 2005).
Nashiruddin al-Albani, Muhammad. Derajat Hadits-Hadits Dalam Tafsir Ibnu Katsir (Jakarta:
Pustaka Azzam 2007).

15

Anda mungkin juga menyukai