Disusun oleh
Sholihan
INSTITUT AGAMA ISLAM HASANUDDIN
PARE KEDIRI 2023
DAFTAR ISi
BAB l. ...................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................... 1
A. Latar belakang .......................................................... 1
B. Rumusan masalah ..................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................... 2
BAB ll. ..................................................................................... 3
PEMBAHASAN ...................................................................... 3
A. Kesimpulan ............................................................. 15
B. Referensi ................................................................. 16
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak kelahirannya, aktivitas penafsiran Al-Qur’an senantiasa menemukan
signifikansinya sampai masa kini. Al-Qur’an turun membawa hukum-hukum dan syariat
secara berangsur-angsur menurut konteks peristiwa dan kejadian selama kurun waktu sekitar
23 tahun. Namun, hukum-hukum dan syariat ini ada yang dapat dilaksanakan langsung dan
ada yang tidak dapat dilaksanakan sebelum arti, maksud, dan inti persoalannya betul-betul
dimengerti dan dipahami. Untuk memahami arti dan maksud al-Qur’an, maka dibutuhkan alat
atau ilmu untuk itu, yang dikenal dengan tafsir. Menafsirkan al-Qur’an berarti
mengungkapkan petunjuk, menyingkap kandungan-kandungan hukum, dan makna-makna
yang terkandung di dalamnya.1
Jika demikian itu halnya, maka pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an melalui
penafsiran-penafsiran, memiliki peranan sangat besar bagi maju-mundurnya umat, menjamin
istilah kunci untuk membuka gudang simpani yang tertimbun dalam Al-Qur’an.2
Pada masa puncak pemikiran Islam, banyak bermunculan ulama dalam berbagai
bidang disiplin ilmu, ini terlihat dalam literatur sejarah bahwa ilmu keislaman pernah jaya
dan memiliki masa keemasan. Serta dapat dibuktikan dengan banyaknya kitab-kitab dalam
berbagai bidang ilmu karangan para ulama besar Islam pada masa itu.3
Salah satu ulama yang memberikan kontribusi besar dalam perkembangan penafsiran
terhadap Al-Qur`an adalah Ibnu Jarir Ath-Thabari. Dengan kitab tafsir yang ditulisnya
yang dinamai dengan Jamiu`l Bayan `an Ta`wili Ayi Al-Qur`an. Dalam khazanah Tafsir
kitab ini merupakan salah satu kitab tafsir yang banyak mendapat komentar positif dari para
ulama besar, sehingga kitab ini menjadi salah satu rujukan utama dalam memahami ayat-ayat
Al-Qur`an.
B. Rumusan Masalah
2 . M.
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1995), hal. 83
3. Dzajuli, Ilmu Fiqh Penggalian, Pengembangan, dan Penerapan Hukum Islam, (Jakarta :
Kencana, 2010), Edisi Revisi, hal. 36
PEMBAHASAN
B. Biografi Ibnu Jarir Ath-Thabari
Ath-Thabari yang nama lengkapnya adalah Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid
bin Katsir bin Khalid Ath-Thabari, ada pula yang mengatakan Abu Ja'far Muhammad bin
Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib Ath-Thabari.4 Sedangkan biasanya nama beliau
disingkat menjadi Ibnu Jarir At-Thabari sesekali ia disebut sebagai Amuli selain dengan
sebutan yang masyhur dengan Ath-Thabari. Beliau dilahirkan di Amil Ibu kota Tabaristan
pada tahun 224 hijriah.5 Beliau merupakan salah seorang ilmuwan yang sangat
mengagumkan dalam kemampuannya mencapai tingkat tertinggi dalam berbagai disiplin
ilmu, antara lain fiqih (hukum Islam) sehingga pendapat-pendapatnya yang terhimpun
dinamai Mazhab Al-Jaririyah.6 Beliaupun telah hafal Al-Qur’an ketika usianya masih sangat
muda yaitu dalam usia tujuh tahun. Hal ini sebagaimana yang telah dikatakannya : “Aku
telah menghapal Al-Qur’an ketika berusia tujuh tahun dan menjadi imam shalat ketika aku
berusia delapan tahun serta mulai menulis hadits–hadits Nabi pada usia sembilan tahun”.7
Beliau dibesarkan pada salah satu periode keemasan ilmu-ilmu Agama Islam dan
masa di mana penguasa mendorong dan menghargai ilmu pengetahuan dan para ilmuwan.
Kurun masa hidup Ath-Thabari adalah masa-masa di mana peradaban Islam setelah melalui
tahap pembentukannya, tengah bersiap menunjukkan kekuatan dan semangatnya di panggung
sejarah dunia. Pada waktu itu banyak pemikir dan sarjana Islam yang melibatkan diri dalam
studi dan penelitiaan berbagai disiplin ilmiah. Ath-Thabari mulai menuntut ilmu ketika ia
berumur 12 tahun, yaitu pada tahun 236 hijriah di tempat kelahirannya.
Ath-Thabari hidup pada masa Islam berada dalam puncak kemajuan dan kesuksesan
bidang pemikiran. Islam seperti itulah yang memungkinkannya menggali ilmu sedalam-
dalamnya. Namun hal itu tidak mudah dilakukan karena letak pusat ilmu yang dipadati para
ulama jauh dari tempat tinggalnya.
Setelah ia menuntut ilmu pengetahuan dari para ulama-ulama terkemuka di tempat
kelahirannya, seperti kebiasaan ulama-ulama lain pada waktu itu Ath-Thabari dalam
menuntut ilmu pengetahuan mengadakan perjalanan ke beberapa daerah Islam. Kota yang
pertama kali ditujunya adalah Ray dan daerah sekitarnya. Di sana ia mempelajari hadis dari
Muhammad bin Humaid ar-Razi dan al-Musanna bin Ibrahim Al-lbili. Di daerah itu 1a
berkesempatan belajar sejarah kepada Muhammad bin Ahmad bin Hammad Ad-Daulabi.
Selanjutnya ia menuju Bagdad untuk belajar kepada imam Ahmad bin Hanbal, tetapi ketika
sampai di sana imam Ahmad bin Hanbal sudah wafat pada tahun 241 H. Ia sempat belajar
8 Yaqul Al-Hamawi, Mu` jam Al-Udaba` Jilid 18, (Beirut: Dar al-Fikr, 1980), hal. 50
9 Abdul Hamid Yunus (ed), Dairatul Ma 'arif Al-Islamiyah Juz 13, (t.tp, t.th), hal. 68.
10 Harun Nasution, (ed), Ensiklopedi Islam Di Indonesia, (Jakarta: Depag RI, 1993),
hal. 1233
Kitab tafsir Jami Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur'an termasuk di antara banyak kitab tafsir
yang paling dini dan paling masyhur yang menjadi bahan rujukan dalam tafsir bil ma'tsur.
Tafsir ini terdiri dari 30 juz yang masing-masing berjilid tebal dan besar. Kitab karya beliau
ini kemudian dicetak untuk pertama kalinya ketika beliau berusia 60 tahun (284 H/899 M).
Dengan terbitnya tafsir Ath-Thabari ini terbukalah khazanah ilmu tafsir. Dr. M. Husain Az-
Dzahabi berkata : “Dapat dikatakan bahwa tafsir Ibn Jarir Ath-Thabari ini merupakan tafsir
yang pertama di antara sekian banyak kitab-kitab tafsir pada abad-abad pertama, juga
sebagai tafsir pertama pada waktu itu karena merupakan kitab tafsir yang pertama yang
diketahui, sedangkan kitab-kitab tafsir yang mungkin ada sebelumnya telah hilang ditelan
peradaban waktu atau zaman”.13
13 H. Salimuddin, Tafsir Al-Jami`ah, (Bandung : Pustaka,1990), hal. 135
Banyaknya pujian serta apresiasi yang diberikan oleh para kalangan intelektual Islam
menunjukkan bahwa kitab tafsir ini begitu monumental. Sebagaimana yang disampaikan oleh
M. Arkoun dalam buku Berbagai Pembacaan Qur'an bahwa tafsir Ath-Thabari ini telah
mendapatkan kewenangan yang tiada tara baik di kalangan kaum muslimin maupun di
kalangan Islamolog. Ath-Thabari telah mengumpulkan dalam sebuah karya monumental yang
terdiri dari tiga puluh jilid, satu jumlah yang mengesankan dari akhbar (sekaligus
berita cerita-cerita, tradisi-tradisi dan informasi-informasi) yang tersebar di timur tengah yang
bersuasana Islam selama tiga abad hijriyah. Dokumen yang sangat penting bagi sejarah ini
belum dijadikan obyek monografi apapun yang mengakhiri gambaran mengenai ath-thabari
sebagai mufasir yang “rakus obyektif” dengan ketidakperduliaannya akan isi berita-
berita yang diriwayatkannya. Sesungguhnya ia telah menyeleksi dan mengatur informasi-
informasinya sesuai dengan sikap politik keagamaanya. Ia bermaksud mendamaikan kaum
muslimin di atas faham zaidisme moderat yang dinyatakan dengan satu usaha untuk
mengabsahkan kekuasaan Abbasiyah, menghukum tidak sah Bani Umayyah dan
Syi'ah politis. Hal itu menjelaskan kemauan keras sang mufasir untuk menyelaraskan varian-
varian teks Al-Qur'an (qira'ah), menyadur ayat-ayat dalam sebuah bahasa yang sangat
sederhana dan jelas, menyelesaikan titik-titik pertentangan dengan kehati-hatian
yang dipertimbangkan baik-baik, berkat langkah-langkah ini, yang sekaligus menjelaskan dan
mendamaikan. Penjelasan-penjelasan Ath-Thabari memaksakan kehadirannya dengan
kesetiaan sedemikian rupa kepada tradisi tafsir, sehingga penjelasannya itu menyelubungi
arus-arus dan pendapat-pendapat yang kurang atau tidak
lazim sebagai sumber ataupun contoh.
Kepeloporannya dalam ilmu tafsir tampak pada metode pembahasan yang khas dan
orisinil sehingga mampu menampilkan sebuah kitab tafsir yang bernilai tinggi dan memiliki
keistimewaan tersendiri. Di Mesir tafsir Ath-Thabari ini diterbitkan berulang-ulang, pertama
kali oleh penerbit Matba'at Al-Maymuniyyah dan beberapa tahun kemudian menyusul
penerbit Matha'a Amiriyya di Bulloq, dekat Kairo, Dar Al-Ma'arif juga menerbitkan edisi
barunya dalam enam belas jilid pada tahun 1969. Edisi yang menarik diterbitkan pada tahun
1954 oleh penerbit Musthafa Al-Babi Al-Halabi, sedangkan di Barat kitab tafsir ini pertama
kali diterbitkan pada tahun 1903.
D. Analisis Terhadap Metode Tafsir Jami`ul Bayan `An Ta`wili Ayi Al-Qur`an
Apabila dibaca dan dikaji kitab tafsir Tafsir Ath-Thabari Jami`ul Bayan `an Ta`wili
Ayi Al-Qur`an ini merupakan salah satu karya tafsir yang menggunakan metode tafsir tahlili.
Hal tersebut dapat diidentifikasi dengan gaya Ath-Thabari menjelaskan ayat-ayat Al-Qur`an
dalam kitabnya tersebut.
Metode tahlili merupakan Metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan
ayat-ayat Al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Di dalam tafsirnya penafsir mengikuti runtutan
ayat sebagaimana yang telah tersusun dalam mushhaf Al-Qur’an. Penafsir memulai
uraiannya dengan mengemukakan arti kosakata diikuti dengan penjelasan mengenai arti
global ayat. Ia juga mengemukakan munasabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan
hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain. Begitu pula, penafsir membahas
mengenai asbab an-nuzul (latar belakang turunnya ayat) dan dalil-dalil yang berasal dari
Rasul, atau sahabat, atau para tabi’in, yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat
para penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar belakang pendidikannya; dan sering pula
bercampur baur dengan pembahasan kebahasaan dan lainnya yang dipandang dapat
membantu memahami nash Al-Qur’an tersebut.14
Salah satu contoh yang menggambarkan bahwa metode yang digunakan Ath-Thabari
adalah metode tahlili, ketika menafsirkan surat Al-Kahfi ayat 82 :
َو َأَّم ا اِجْلَد اُر َفَك اَن ِلُغالَم ِنْي َيِتيَم ِنْي يِف اْلَم ِديَنِة َو َك اَن ْحَتَتُه َك نز ُهَلَم ا َو َك اَن َأُبوَمُها َص اًحِلا َفَأَر اَد َر ُّبَك َأْن
ا َت ِط َل ِه,َأ ِر ي َذِلَك َتْأِو ي ِم
ُل َم ْمَل ْس ْع َع ْي َيْبُلَغا َأُش َّد َمُها َو َيْس َتْخ ِر َج ا َك نزَمُها َر َمْحًة ْن َر ِّبَك َو َم ا َفَعْلُت ُه َعْن ْم
َص ْبًر ا
“Dan adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak muda yang yatim di kota
itu dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua sedang ayahnya adalah
seorang yang soleh maka tiuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai
kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari tuhanmu.
Dan bukanlah Aku melakukannya menururt kemauanKu sendiri demikian itu adalah tujuan
perbuatan-perbuatan yang tidak dapat terhadapnya”. (QS. Al-Kahfi: 82)
Sebagian ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan “ “َك اَن َتْح َتُه َك نز َلُهَمada sebagian
ulama yang menafsirkan lafadz tersebut adalah ilmu, sebagaimana hadits Nabi :
عن ابن عباس (َو َك اَن،ه,,ين أيب عن ابي,, ث:ال,, ق،ين عمي,, ث: قال، ثين أيب: قال،حدثين حممد بن سعد
. كان حتته كنز علم:ْحَتَتُه َك نز ُهَلَم ا) قال
“Telah menceritakan padaku Muhammad bin Said,dia berkata: Aku telah memuji
bapakku,Muhammad bin Said berkata:”Aku telah memuji Pamanku lalu dia berkata lagi
Aku telah memuji kakekku, dan dibawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka
berdua,Ibnu Abbas berkata :dibawahnya ada simpanan ilmu”.
Ulama yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud “ “ َك اَن َتْح َتُه َك نز َلُهَمadalah harta
yang disimpan sebagaimana Hadits Nabi:
) (َو َك اَن ْحَتَت ُه َك نز ُهَلَم ا:عيد بن جبري, عن س،ني,ا حص, أخربن:ال, ق،يم,ا هش, ثن:ال, ق،حدثنا يعقوب
. كان كنز علم:قال
“Ya’kub telah menceritakan kepadaku,dia berkata:saya telah memuji hasyim,Ya’kub berkata
Khusay telah mengabarkan pada kami dari iqrimah dan ada harta benda simpanan
bagi mereka berdua,Iqrimah berkata:harta simpanan.”
14 Abd. Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i: Suatu Pengantar, (Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada, 1994), hal. 12
Menurut at-Thabari bahwa diantara kedua penafsiran tersebut yang paling
mendekatkan terhadap kebenaran penafsiran َك اَن َتْح َت ُه َك نز َلُهَمyaitu harta mereka
berdua,menurut ath-Thabari bahwa lafadz الكنزmerupakan suatu isim bagi setiap sesuatu yang
disimpan dan sesuatu tersebut merupakan wujud dari barang yang berupa harta benda.Dalam
menafsirkan ayat 82 surta al-Kahfi, ath-Thabari memberi penafsiran bahwa Allah
menghendaki kedua anak yatim tersebut memperoleh kekuatan, sehingga dikeluarkanlah dari
balik dinding tersebut suatu harta simpanan anak kedua yatim tersebut yang merupakan
rahmat dari Allah bagi anak yatim.
Di samping itu Ath-Thabari dalam menyusun kitab tafsirnya berdasarkan tertib
mushaf. Yang mana hal tersebut menjadi salah satu ciri dalam metode tahlili.
Adapun apabila dilihat dari corak penafsiran Ath-Thabari ini dalam menafsirkan al-
Qur'an adalah menggunakan corak tafsir bil Ma'tsur. Corak tafsir ini adalah corak penafsiran
yang titik tolak serta garis besar uraiannya berdasarkan riwayat-riwayat. Mufassirnya
menafsirkan Al-Quran dengan Al-Qur'an, Al-Qur'an dengan As-Sunnah. Karena ia berfungsi
sebagai penjelas kitabullah, dengan perkataan para sahabat, karena merekalah yang
mengetahui kitabullah atau dengan apa yang dikatakan oleh ulama-ulama besar tabi`in,
karena pada umumnya mereka menerimanya dari para sahabat.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Salah satu karya monumental Ibnu Jarir
Ath-Thabari di bidang tafsir Al-Qur`an adalah Tafsir Jami`ul Bayan `an Ta`wili Ayi Al-
Qur`an. Yang menjadi rujukan primer umat muslim ketika hendak memahami ayat-ayat Al-
Qur`an. Tafsir Jami`ul Bayan `an Ta`wili Ayi Al-Qur`an disusun oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari
dengan menggunakan metode tahlili dengan bercorak tafsir bil ma`tsur.
Ath-thabari yang nama lengkapnya adalah Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid
bin Katsir bin Khalid Ath-Thabari, ada pula yang mengatakan Abu Ja'far Muhammad bin
Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib Ath-Thabari. Sedangkan biasanya nama beliau disingkat
menjadi Ibnu Jarir At-Thabari sesekali ia disebut sebagai Amuli selain dengan sebutan yang
masyhur dengan Ath-Thabari. Beliau dilahirkan di Amil Ibu kota Tabaristan pada tahun 224
hijriah.
Ibnu Jarir Ath-Thabari merupakan ulama yang memiliki multidisipliner ilmu serta
kecerdasan yang menjadikan dia dipuji oleh ulama baik semasanya ataupun masa
sesudahnya. Hal ini dapat dilacak dengan melihat beberapa komentar positif yang ditujukan
kepada dirinya. Dalam rangka memperdalam ilmu Ath-Thabari tidak hanya menuntut ilmu di
satu daerah, melainkan beliau melakukan perjalanan ke beberapa daerah untuk menemui
guru-guru dan menuntut ilmu.
Ibnu Jarir Ath-Thabari merupakan ulama yang produktif dalam mehasilkan tulisan-
tulisan yang berkaitan dengan khazanah keislaman. Sehingga dia tidak hanya menulis satu
kitab. Melainkan banyak kitab lain yang telah ditulisnya. Baik itu berkaitan dengan fiqih, Al-
Qur`an, bahkan yang berkaitan dengan qira`at.
B. Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan. baik
kekurangan secara materi maupun referensi. untuk Itu penulis memohon kepada pembaca
untuk memberikan kritik dan saran yang membangun. Sehingga makalah ini dapat
disempurnakan di kemudian hari.