Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SEJARAH ABU HASAN AL-AMIRI DAN PEMIKIRAN FILSAFATNYA


Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Filsafat Islam
Dosen pengampu : Ridho Riyadi, M.Pd. I

Disusun oleh:

Fathur Rabbani (2119349)


Anis Fitria (2119361)
Devi Vonalia Anggi Viany (2119363)

KELAS C
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PEKALONGAN
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah
memberikan nikmat iman, islam dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Sejarah Abu Hasan Al-Amiri Dan Pemikiran Filsafatnya sesuai
dengan yang diharapkan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda
Nabi Muhammad SAW yang kelak akan memberikan syafaatnya di yaumul qiyamah amiin
ya rabbal’alamiin.

Ucapan terimakasih penulis tunjukan kepada Bpk. Ridho Riyadhi, M.Pd.I atas tugas
Filsafat Islam, serta kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penulisan makalah ini.
Semoga bantuan dari berbagai pihak terkait mendapatkan balasan dari ALLAH dengan
pahala yang berlipat ganda. Amiin .

Makalah ini tentu tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu
penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik kontruktif dari pembaca guna
penyempurnaan penulisan makalah ini. Semoga makalah ini menambah khasanah
keilmuwan dan bermanfaat bagi mahasiswa. Amiin.

Pekalongan, 15 November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. Latar Belakang........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................... 1
C. Tujuan..................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 2
A. Biografi Abu Hasan Al-Amiri................................................................................. 2
B. Karya-karya Filsafat Abu Hasan Al-Amiri............................................................. 4
C. Pemikiran Filsafat Abu Hasan Al-Amiri................................................................. 7
BAB III PENUTUP........................................................................................................... 10
A. Kesimpulan............................................................................................................... 10
B. Saran......................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 11

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abu Hasan Muhammad Ibnu Yusuf al-amiry, atau biasa juga disebut sebagai Abu al-
hasan Ibnu Abu Dzar keberadaannya sedikit sekali dikenal sampai saat ini terutama di dunia
pemikiran Barat.1 Namun di belahan Islam klasik sangat dikenal titik misalnya, secara
langsung al-syahrastani memasukkan dalam kelompok filosof Islam. Al-Amiri dilahirkan di
Nisabur pada permulaan abad ke-4 H/ke 10 M dan meninggal di tempat kelahirannya pada
tanggal 27 Syawal 381 H/6 Januari 992 M.
Ada beberapa orang yang hidup pada zaman al-‘Amiri. mereka menggolongkan
al-‘Amiri sebagai orang yang lebih mengutamakan filsafat daripada syariat dan juga lebih
mengutamakan filsuf daripada nabi seperti al-Maqdisi, Ikhwan al-Safa, Abu Zayd al-Balkhi,
Abu Tammam al-Naysaburi, dan lain-lain
Akhirnya, pada tahun-tahun terakhir hidupnya, ia mendapatkan kemurahan hati dari
figur-figur teras Istana Dinasti Samaniah, di Khurasan dan Transoxania, dan tinggal di
Ibukota tersebut, di Bukhara, serta kota utamanya Nisaphur, tempat akhirnya Al-‘Amiri
meninggal dunia pada 381 H/992 M tepatnya pada tanggal 6 Januari. Dalam masa hidupnya
Ia mempunyai banyak teman dan pengikut, misalnya Abu Qosim Al khotib, Ibnu Hindun,
Ibnu masku kah. Ia juga menjadi rujukan Ibnu Sina secara langsung sebagaimana disebutkan
oleh Ibnu Sina dalam kitab Al Najah dengan reservasi tentang kemampuan filsafatnya.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana biografi Abu Hasan al-Amiri?
b. Bagaimana karya-karya Abu Hasan al-Amiri?
c. Bagaimana pemikiran Abu Hasan al-Amiri?
C. Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui biografi Abu Hasan al-Amiri
b. Untuk mengetahui karya-karya Abu Hasan al-Amiri
c. Untuk mengetahui pemikiran Abu Hasan al-Amiri

1
Henry Corbin, History of Islamic Philosophy (London: Kegan Paul International, 1993), hlm. 165.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Abu Hasan Al-Amiri

Abu Hasan Muhammad Ibnu Yusuf al-amiry, atau biasa juga disebut sebagai Abu al-
hasan Ibnu Abu Dzar keberadaannya sedikit sekali dikenal sampai saat ini terutama di dunia
pemikiran Barat.2 Namun di belahan Islam klasik sangat dikenal titik misalnya, secara
langsung al-syahrastani memasukkan dalam kelompok filosof Islam.3 Pada hakekatnya al-
amiry adalah salah satu tokoh penting dalam filsafat di daerah khurasan yang hidup antara
al-farabi dan Ibnu Sina. kedudukannya oleh syahrizani disepadankan dengan Al Kindi Ibnu
miskawaih, Hunain Ibnu Ishak, Abu Sulaiman Al sijzi, al-farabi dan lain sebagainya.
Al-Amiri dilahirkan di Nisabur pada permulaan abad ke-4 H/ke 10 M dan
meninggal di tempat kelahirannya pada tanggal 27 Syawal 381 H/6 Januari 992 M.4 Dia
menghabiskan hidupnya dengan kegiatan keilmuan, baik berupa mengajar, menulis, maupun
mengadakan rihlah ilmiah ke kota-kota besar budaya Islam pada masanya terutama
Baghdad, Rayy, dan Bukhara. Periode paling produktif dalam hidupnya adalah saat dia
tinggal di Rayy dan Bukhara. Ia adalah seorang filosof yang mempunyai kecenderungan
pada sufisme, bersahabat dengan para sufi dan bahkan menulis beberapa persoalan yang
menjadi subjek kalangan Sufi. Ia mendapat pendidikan dari tokoh yang terkenal pada masa
itu yaitu Abu Zaid Ahmad Ibnu Sahal Ibnu Balqis. Ia darinya mendapat pendidikan dalam
bidang filsafat metafisika dan beberapa pemikiran Aristoteles dan keseluruhan pemikiran
yang kemudian dijadikan pegangan Ibnu Sina.
Sebagaimana kebanyakan orang yang sesamanya, Al-Amiri juga melakukan
pengembaraan ke wilayah-wilayah yang jauh, yang biasanya dilakukan untuk mencari ilmu,
pencerahan, dan juga mencari perlindungan bahkan untuk mendekati penguasa. Dalam
pengembaraannya itu, salah satu yang dikunjungi adalah bahkan sampai dua kali.

2
Henry Corbin, History of Islamic Philosophy (London: Kegan Paul International, 1993), hlm. 165.
3
Abu al-Fath Muhammad ibn ‘abd al-Karim al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, (Beirut: Dar al-Kutub
al-‘Ilamiyah,tt), hlm.522.
4
Joel L. Kramer, Reinasans Islam, terj., hlm.317-318.

2
Pertama sebelum 360 H/970 M Di mana dalam kunjungannya tersebut ia
menghadiri perkumpulan (majelis) Abu Hamid Al marwarrudzi dan mendiskusikan
persoalan hukum yang memperbincangkan anggur atau khamr secara analitikel. Kedua pada
tahun 364 H atau 974 M dimana perjalanan yang dilakukan untuk menyertai Abu al-fath al-
kifayah Tain ke kota damai Madinah al Salam.
Sumber-sumber yang ada hanya sedikit tentang hidupnya. kita tahu dari karya al-
Amiri sendiri, al- ‘Amad ‘ala al-Abad, bahwa ia belajar dengan Abu Zayd Al-Balkhi
(w.322/934). , Al-‘Amiri bertemu dengan Abu Zayd al-Balkhi di kota Shamsatiyan berguru
kepada al-Balkhi dalam ilmu-ilmu rasional sampai al-Balkhi wafat. Lalu al-‘Amiri pergi ke
Bukhara, lalu ke wilayah al-Shami, tempat dia belajar Ilmu Kalam kepada Abu Bakar al-
Qaffal. Di wilayah ini, al-‘Amiri berhubungan dengan banyak ulama dan penguasa, serta
memanfaatkan perpustakaan-perpustakaannya, yang kelak akan dimanfaatkan juga oleh Ibnu
Sina. Lalu, dia kembali ke Nishapur pada tahun 343 H.. dan pada tahun 353 H., dia pergi ke
Rayy dan tinggal di sana selama 5 tahun. Oleh Karena itu, ia pasti telah berumur panjang.
Namun dari kita tidak banyak mengetahui sejarah tentang tahun awal-awalnya, kecuali
adanya hubungan antara seorang guru dengan murid nya.5
Gurunya (Abu zayd al- bakhi) merupakan salah satu murid dari Al-Kindi yang
lumayan populer. Setelah ia belajar beberapa tahun kepada Al-Kindi di Iraq, ia kembali ke
daerah asalnya Balkh, tempat ia menulis secara ekstensif dalam banyak bidang termasuk
filsafat, sains dan topik-topik kesastraan, juga agama dan teologi. Sarjana-sarjana modern
terutama mengenal karya geografis Al-Balkhi yang berpengaruh, tetapi sebuah risalah
tentang kedokteran dan etika yang berjudul Mashalih Al Abdan wa al Anfus juga
dilestarikan. Warisan Al-Kindi diteruskan oleh generasi berikutnya melalui kedua murid Al-
Balkhi yang cukup terkenal yang bernama, Ibn Farighun, yang tak terlalu jelas asal-usulnya
yakni pengarang Jaami’ al Ulum dan Al-‘Amiri.
Ketertarikannya pada ilmu ini membawanya ke dalam pengembaraan. Ia memang
berharap menemukan pengetahuan sejati dan pencerahan dengan mendalami filsafat.
Tekadnya itu membawa langkahnya ke Rayy Baghdad, Irak. Ia masih sangat muda ketika
belajar dengan gurunya yang sudah lanjut usia tersebut. Akhirnya setelah dua dekade
5
Peacelamhospy, 2012, Filosof-filosof Minor,
(https://www.google.com/amp/s/hidrosita.wordpress.com/2013/01/06/filosof-filosof-minor/amp/ , Di akses 15
November 2020 pukul 23: 19).

3
kematian gurunya, ia pergi ke Barat.Ia tinggal beberapa tahun (k.l 350-65/961-76) di sana.
Di Istana wazir Dinasti Buwaihiyah Ibn Al-‘Amid(w. 360H/930 M), pelindung yang juga
mempekerjakan Ibn Maskawayh (w. 421H/1030 M) sebagai pustakawan.
Abbu Hayyan cendekiawan melukiskan al-Amiri sebagai seorang syekh, filsuf, serta
penjelajah yang mengembara ke berbagai negara dan berusaha mengetahui rahasia-rahasia
Tuhan. Hayyan mengungkapkan, al-Amiri merupakan tipe sufi yang suka berpindah-pindah.
Ia berbeda dengan sufi lainnya yang biasa menetap di suatu tempat. Selama masa
pengembaraan, al-Amiri banyak melakukan perenungan. Ia kemudian berbagi pemikiran
hasil renungannya dengan orang lain.
Dari Rayy dia berangkat mengunjungi Baghdad paling tidak dua kali. Di sana dia
dapat menjalin hubungan dengan para filosof setempat, yang dipimpin oleh seorang kristen
bernama Yahya Ibn Adi (w. 364 H/974 M), tetapi menurut At-Tauhidi, sejarahwan yang
terkenal cemerlang dan tajam mengenai kehidupan intelektual kota pada saat itu, Al-‘Amiri
tidak diterima dengan baik oleh para koleganya di Baghdad, yang memperlakukannya
sebagai orang dari daerah terbelakang, maka ia segera kembali ke timur yang lebih bisa
menerimanya. Akhirnya, pada tahun-tahun terakhir hidupnya, ia mendapatkan kemurahan
hati dari figur-figur teras Istana Dinasti Samaniah, di Khurasan dan Transoxania, dan tinggal
di Ibukota tersebut, di Bukhara, serta kota utamanya Nisaphur, tempat akhirnya Al-‘Amiri
meninggal dunia pada 381 H/992 M tepatnya pada tanggal 6 Januari.
Dalam masa hidupnya Ia mempunyai banyak teman dan pengikut, misalnya Abu
Qosim Al khotib, Ibnu Hindun, Ibnu masku kah. Ia juga menjadi rujukan Ibnu Sina secara
langsung sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Sina dalam kitab Al Najah dengan reservasi
tentang kemampuan filsafatnya.
B. Karya- karya al-Amiri
Berikut ini adalah karya-karya utama Al-‘Amiri :
1. Al-Amad ‘ala al-Abad (On the Afterlife) Telah disunting dan dipublikasikan oleh
E.K. Rowson dalam A Muslim Philosopher on the Soul and Its Fate: Al-‘Amiri’s
Kitab al-Amad ‘ala al-Abad, New Haven, CT: American Oriental Society, 1988.
2. Al-Ibanah ‘an ‘Ilal al-Diyanah. Perbandingan hukum ekonomi dan pidana Islam
dengan hukum masalah tersebut di dalam agama-agama lain. Tidak ditemukan.

4
3. Al-I‘lam bi Manaqib al-Islam (An Exposition on the Merits of Islam) Perbandingan
agama Islam dengan agama Yahudi, Kristen, Majusi, Politheisme, dan Sabi’ah baik
dalam bidang akidah, ibadah, syariat, politik, akhlak, sosial, maupun budaya. Telah
dipublikasikan dengan judul Kitab al-I‘lam bi Manaqib al-Islam li Abi al-Hasan
al-‘Amiri Tahqiq wa Dirasah fi Muqaranah al-Adyan, Ahmad ‘Abd al-Hamid
Ghurab, Riyad: Mu’assasah Dar al-Asalah li al-Thaqafah wa al-Nashr wa al-I‘lam,
cet. I, 1408 H./1988 M. Bab pertamanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris oleh F Rosenthal dalam The Classical Heritage of Islam, Berkeley:
University of California Press, 1973, 63-70. Bab 7 juga diterjemahkan Rosenthal
dalam State and Religion According to Abu l-Hasan al-‘Amiri, Islamic Quarterly
3:42-52.
4. Al-Irshad li Tashih al-I‘tiqad. Syarat-syarat penafsiran al-Quran serta perbandingan
ajaran tentang kebangkitan dan alam akhirat dalam agama Majusi, Manicheisme,
Yahudi, dan Nasrani. Tidak ditemukan.
5. Al-Nusuk al-‘Aqli wa al-Tasawwuf al-Milli.
6. Al-Itmam li Fada’il al-Anam.
7. Al-Taqrîr li Awjuh al-Taqdir (The Determination of the Various Aspects of
Predestination) Aspek-aspek hikmah Tuhan dalam penciptaan dan pengaturan alam
semesta. Telah disunting dan dipublikasikan oleh Sahban Khalifat dalam bukunya
Rasa’il Abi al-Hasan al-‘Amiri wa Shadharatuh al-Falsafiyyah Dirasah wa Nusus,
Amman: Manshurat al-Jami‘ah al-Urduniyyah, 1988, h. 275-341.
8. Inqadh al-Bashar min al-Jabr wa al-Qadr (Deliverance of Mankind from the Problem
of Predestination and Free Will) Solusi bagi problem free will dalam teologi
dengan menggunakan prinsip-prinsip Aristotelian. Telah disunting dan
dipublikasikan oleh Sahban Khalifat dalam bukunya Rasa’il Abi al-Hasan al-‘Amiri,
h. 219-281.
9. Al-Fusul al-Rabbaniyyah li al-Mabahith al-Nafsaniyyah.
10. Fusul al-Ta’addub wa Fudul al-Ta‘ajjub.
11. Al-Abshar wa al-Ashjar.
12. Al-Ifsah wa al-Idah.

5
13. Al-‘Inayah wa al-Dirayah. Tauhid dan kritik terhadap pandangan Aristoteles tentang
Tuhan dan Hari Akhir.Tidak ditemukan.
14. Al-Abhath ‘an al-Ahdath. Gambaran tentang isinya dijelaskan di dalam Rasa’il Abi
al-Hasan al-‘Amiri, h. 468.
15. Istiftah al-Nazr.
16. Al-Absar wa al-Mubsar. Ilmu Optik. Telah disunting dan dipublikasikan oleh Sahban
Khalifat dalam bukunya Rasa’il Abi al-Hasan al-‘Amiri, h. 383-437.
17. Tahsil al-Salamah.
18. Al-Tabsir li Awjuh al-Ta‘bir.
19. Masa’il wa Rasa’il al-Wajizah.
20. Ajwibah al-Masa’il al-Mutafarriqah.
21. Sharh al-Usul al-Mantiqiyyah.
22. Tafasir al-Musannafat al-Tabi‘iyyah.
23. Rasa’il ila al-Umara’ wa al-Ru’asa’.
24. Al-Fusul fi al-Ma‘alim al-Ilahiyyah. Akidah Islam telah disunting dan
dipublikasikan oleh Sahban Khalifat dalam bukunya Rasa’il Abi al-Hasan al-‘Amiri,
h. 345-379.
25. Kitab al-Burhan. Uraian tentang hukum-hukum logika. Tidak ditemukan.
26. Sharh Kitab al-Maqulat li Aristu. Komentar terhadap bagian al-Maqulat dalam
Organon karya Aristoteles Telah disunting dan dipublikasikan oleh Sahban
Khalifat dalam bukunya Rasa’il Abi al-Hasan al-‘Amiri, h. 442-467.

Selain buku-buku tersebut, Mona Abu Zayd menyebut buku al-Sa‘adah wa al-Is‘ad
sebagai karya al-‘Amiri. Buku ini telah dipublikasikan oleh Mujtaba Minawi tanpa
disunting. Dari karya-karya itu baik yang disebutkan secara langsung oleh al-amiry atau
tidak kebanyakan sudah tidak ada titik sedangkan yang berkaitan dengan pembahasan dalam
tulisan Ini adalah Al I’lam bi Manaqib Al Islam. oleh karena itu akan diberikan sedikit
tentang gambaran kitab tersebut. dalam kitab Al I’lam Terdiri atas pembukaan pendek,
Muqaddimah, 10 pasal dan terakhir penutup (al-khatimah). Dalam pembukaan al-Amiri
menjelaskan mengenai tujuan dan penulisan, dan Ia menjelaskan bahwa karya tersebut
memuat beberapa keunggulan agama Islam dibanding dengan negara lain selain Islam. Ia
mencoba membandingkan secara metodologis, yang mempunyai dasar dan objek yang jelas

6
titik untuk membandingkan masalah agama, ia mencoba menggunakan dasar Nalar sebagai
bahan silogisme. berdasarkan penggunaan pada nalar maka mereka melarang orang umum
untuk mencoba memahami dan membaca karya ini sebab orang yang membaca akan
menjadi lebih bingung. sebab biasanya mereka tidak akan dapat menyimpulkan hasilnya
karena nalar mereka belum sampai. 6

Oleh karenanya buku ini hendaknya dibaca oleh orang-orang tertentu yang
menguasai dengan baik dimensi keilmuan, terutama yang berkaitan dengan Nalar atau akal.
sebagaimana Biasa suatu tulisan jika ada pembukaan pasti ada penutup titik dalam penutup
Amiri membahas mengenai masalah keberadaan orang-orang yang menjadi musuh Islam
dan juga membahas cara penyebaran Islam dengan pedang titik dari kesekian pasal yang
ditulis oleh Amerika, penulis hanya meneliti masalah politiknya, terutama masalah kerajaan
dan kekuasaan rakyat dan kesukuan, dimana ketiga hal tersebut berhubungan erat sekali
dengan masalah politik.

C. Pemikiran Al- Amiri

Ada beberapa orang yang hidup pada zaman al-‘Amiri. mereka menggolongkan
al-‘Amiri sebagai orang yang lebih mengutamakan filsafat daripada syariat dan juga lebih
mengutamakan filsuf daripada nabi seperti al-Maqdisi, Ikhwan al-Safa, Abu Zayd al-Balkhi,
Abu Tammam al-Naysaburi, dan lain-lain. Di dalam kitab al-Imta‘ wa al-Mu’anasah pada
diskusi malam ke-17 al-Tawhidi mengutip perdebatan al-Hariri dengan al-Maqdisi. Al-
Hariri mengecam al-‘Amiri akibat pandangannya yang membuat marah sebagian orang. Al-
Hariri berkata :

Pandangan yang sama (mengutamakan filsafat atas syariah) dilontarkan oleh


al-‘Amiri. Akibatnya, dia terusir dari satu kota ke kota lainnya. Darah dan nyawanya
terancam. Terkadang dia berlindung di istana Ibnu al-‘Amid, terkadang kepada Panglima
Nishapur, dan terkadang dia menjilat orang awam dengan menulis buku-buku yang membela
Islam. Tapi, meskipun demikian, dia tetap dituduh atheis, menyatakan kekadiman alam,
serta bercerita tentang hayula, forma, waktu, dan tempat, serta omong kosong lainnya yang

6
Abu Bulaini,Skripsi:”Kekuasaan dan Agama dalam Pandangan Al amiri”, (Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah 2011),hlm.18-19.

7
tidak disebut Allah di dalam kitab-Nya, tidak diajarkan oleh Rasul-Nya, dan tidak populer di
kalangan umat-Nya.

Corak filosofis dalam pemikiran al-‘Amiri memang tidak dapat dipungkiri. Khalifat
menggolongkan al-‘Amiri sebagai Neo-Platonis Muslim, sedangkan Ghurab
memasukkannya ke dalam aliran filsafat al-Kindi karena al-‘Amiri adalah murid filsuf dan
ahli geografi terkenal, yaitu Abu Zayd Ahmad bin Sahl al-Balkhi (w. 322 H./933 M.) dan al-
Balkhi adalah murid al-Kindi. Al-‘Amiri, seperti gurunya, mengintegrasikan di dalam
dirinya ilmu-ilmu agama yang berbasis pada wahyu dengan ilmu-ilmu filosofis yang
berbasis pada akal. Dengan kata lain, dia mengintegrasikan ilmu-ilmu Arab dan Islam
dengan ilmu-ilmu dari peradaban lain, terutama Yunani dan bangsa-bangsa kuno lainnya,
lalu membingkai ilmu-ilmu dari peradaban lain itu dengan perspektif Islam.

Nasr mengatakan bahwa saat di Baghdad Abu Sulayman al-Sijistani al-Mantiqi


mengubah iklim filosofis kepada kajian-kajian tentang logika, di Khurasan al-‘Amiri juga
melakukan hal yang kurang lebih sama. Dia mengembangkan ajaran-ajaran al-Farabi dan
menambahkan bagian tersendiri dari dirinya ke dalam filsafat Islam. Di dalam al-Muqabasat
Abu Hayyan al-Tawhidi mengatakan bahwa al-‘Amiri menguasai Filsafat Yunani, bergelut
dengan buku-buku Aristoteles, dan telah memberikan komentar atas beberapa buku tersebut.

Al-Tawhidi juga memuji al-‘Amiri. Ketika ditanya tentang buku Inqadh al-Bashar
min al-Jabr wa al-Ikhtiyar dia mengatakan, “Aku sudah melihat buku itu dalam bentuk
tulisan tangannya. Aku tidak membaca buku itu di hadapannya, tapi aku dengar Abu Hatim
al-Razi telah membaca buku itu di hadapannya. Buku itu sangat bagus. Metode penulisannya
kuat. Tapi, buku itu tidak membebaskan manusia dari dilema jabr dan qadr karena masalah
ini telah menjadi objek perhatian semua peneliti dan pemikir.

Inqadh Al-Basyar min Jabr wa Al-Qadar yang pertama dari kedua karya itu
merumuskan tentang pemecahan analisis sebab-akibat, kesimpulannya sebagai jalan tengah
antara 2 ekstremis, dan ada pertanyaan terkenal Abu Hanifah yang menolak baik pemaksaan
(jabr) Tuhan maupun kewenangan teologisnya sangat dekat dengan Maturdiyyah, Mutazilah
adakala jelas-jelas diserang namanya sementara Asy-ariyyah diserang lebih pada doktrinnya,
tetapi secara anonim. Dua buah karyanya. Al-Amiri menerapkan konsep-konsep Aristotelian

8
dan Neoplatonik pada persoalan tentang kehendak bebas dan keterpaksaan (predestinasi).
Dalam karyanya bahwa ia mengambil minat khusus pada agama. Salah satunya ada dua
topik penting predestinasi kalam. Sedangkan dalam qadariyah itu kehendak bebasnya.

Dalam Qadariyah (bebas) dan Jabariyah (paksaan) paradoksnya menjelaskan akal


dan wahyu biasanya orang yang menerangkan bahwa Tuhan telah memberi akal kepada
manusia, dan dengan akal itu manusia dapat memikirkan hal-hal yang melingkunginya.
Dalam alam kehidupannya dan akhirnya ia dapat mengetahui akalnya tentang adanya Tuhan
dan sifat-sifat Tuhan. Orang-orang yang tidak mengambil cahaya akal, telah menjadikannya
argumen yang menjatuhkan dirinya, bukan yang mendukung darinya.7

Perhatian utama al-‘Amiri adalah membela Islam secara rasional di hadapan orang-
orang yang mengambil sikap filosofis yang independen dari wahyu, juga di hadapan orang
memusuhi filsafat atas nama tradisi agama. Seperti ajaran al-Kindi yang dianutnya,
al-‘Amiri berusaha mengharmonisasi filsafat dengan agama dengan menunjukkan bahwa
kesimpulan filsafat yang benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang
diajarkan oleh agama Islam. Letak keharmonisan agama dan filsafat itu sendiri terdapat dari
adanya Abu Yazid Balkhi yang membangun keharmonisan tersebut. Menurut pandangan
bahwa filsafat itu lahir dari akal-pikiran dan mustahil melanggar perintah Tuhan.

7
The best chiken soup of the philosopher, hal 248

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Abu Hasan Muhammad Ibnu Yusuf al-amiry, atau biasa juga disebut sebagai Abu al-
hasan Ibnu Abu Dzar keberadaannya sedikit sekali dikenal sampai saat ini terutama di dunia
pemikiran Barat Namun di belahan Islam klasik sangat dikenal titik misalnya, secara
langsung al-syahrastani memasukkan dalam kelompok filosof Islam. Al-Amiri dilahirkan di
Nisabur pada permulaan abad ke-4 H/ke 10 M dan meninggal di tempat kelahirannya pada
tanggal 27 Syawal 381 H/6 Januari 992 M.
Akhirnya, pada tahun-tahun terakhir hidupnya, ia mendapatkan kemurahan hati dari
figur-figur teras Istana Dinasti Samaniah, di Khurasan dan Transoxania, dan tinggal di
Ibukota tersebut, di Bukhara, serta kota utamanya Nisaphur, tempat akhirnya Al-‘Amiri
meninggal dunia pada 381 H/992 M tepatnya pada tanggal 6 Januari.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat mengetahui dan memahamai
tentang biografi filsafat Abu Hasan al-Amiri yang telah dipaparkan, serta dapat bermanfaat
dalam kehidupan setiap dari individu. Penyusun juga mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abu al-Fath Muhammad ibn ‘abd al-Karim al-Syahrastani. al-Milal wa al-Nihal. Beirut:
Dar al-Kutub al-‘Ilamiyah,.
Bulaini, Abu. Skripsi:”Kekuasaan dan Agama dalam Pandangan Al amiri”. Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah 2011.
Corbin, Henry. 1993. History of Islamic Philosophy. London: Kegan Paul International.
L. Kramer, Joel. Reinasans Islam, terj.
Peacelamhospy. 2012. Filosof-filosof Minor.
https://www.google.com/amp/s/hidrosita.wordpress.com/2013/01/06/filosof-filosof-
minor/amp/ . Di akses 15 November 2020 pukul 23: 19.
The best chiken soup of the philosopher, hal 248

11

Anda mungkin juga menyukai